HUKUM THAHARAH
DAN SHALAT
Bersuci
Air yang dapat dipakai untuk bersuci adalah: air hujan, air laut, air yang telah dipakai untuk bersuci (air musta’mal), dan air yang tercampur dengan sesuatu yang suci (seperti tercampur sabun) dan masih seperti asalnya, tidak berubah dari wujudnya sebagai air. Adapun air yang tercampur dengan sesuatu yang najis dan merubah bau, rasa, dan warnanya, maka air tersebut tidak dapat dipakai untuk bersuci. Akan tetapi, bila tidak merubah bau, warna, dan rasanya, maka air tersebut masih dapat dipakai untuk bersuci. Air yang tersisa bekas diminum adalah suci, kecuali air sisa minuman babi dan anjing, maka air tersebut adalah najis.
Najis
Najis adalah sesuatu yang diwajibkan atas seorang muslim untuk suci darinya dan menyuci apa saja yang terkena olehnya. Pakaian dan badan yang terkena najis, wajib dicuci hingga hilang najisnya
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
4
jika najis tersebut terlihat, seperti darah. Apabila setelah dicuci masih ada bekas yang tidak dapat dihilangkan, maka hal tersebut dimaafkan. Sedangkan najis yang tidak dapat terlihat, cukup dicuci walaupun hanya sekali.
Apabila tanah terkena najis, maka bisa menjadi suci dengan cara menyiramkan air ke atasnya, sebagaimana bisa suci pula dengan keringnya najis tersebut, jika berupa najis yang cair. Sedangkan jika berupa najis padat, maka tidak bisa menjadi suci kecuali dengan cara menghilangkan benda najisnya.
Hukum-hukum najis
1. Apabila seseorang terkena sesuatu yang tidak diketahui apakah itu benda najis atau bukan, maka ia tidak wajib menanyakannya atau menyucinya.
2. Apabila seseorang selesai melaksanakan shalat, lalu ia melihat najis di pakaian atau badannya sedangkan ia tidak mengetahuinya, atau sebelumnya ia telah mengetahuinya tapi ia terlupa, maka shalatnya sah.
3. Apabila seseorang tidak dapat mengetahui tempat najis di pakaiannya, maka ia wajib menyuci semuanya.
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
5
4. Macam-macam najis:
a. Kencing dan kotoran besar
b. Wadi: cairan berwarna putih kental yang keluar setelah kencing.
c. Madzi: cairan berwarna putih lengket yang keluar ketika ada gejolak syahwat.
Pakaian atau badan yang terkena najis ini wajib dicuci. Sedangkan mani hukumnya suci tetapi sunnah dicuci jika masih basah, Sedangkan jika telah kering, maka cukup dikerik.
d. Kotoran (air kencing dan tinja) hewan yang tidak dimakan dagingnya adalah najis, sedangkan kotoran hewan yang dimakan dagingnya adalah suci (madzhab Hambali).
Buang hajat
Diantara adab-adab buang hajat adalah:
1. Masuk dengan kaki kiri sambil berdoa:
“Dengan nama Allah, ya Allah, aku berlindung kepadamu dari setan laki-laki dan setan wanita”
Lalu, keluar dengan kaki kanan sambil membaca:
غُفْرَانَكَ
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
6
“Ya Allah, aku memohon ampunan-Mu”
2. Tidak membawa sesuatu yang bertuliskan nama Allah, kecuali jika dikhawatirkan hilang.
3. Tidak menghadap kiblat atau membelakanginya ketika buang hajat di tempat terbuka.
4. Menutup aurat agar tidak terlihat oleh manusia. Batasan aurat laki-laki adalah dari pusar sampai dengkul, sedang aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali wajahnya ketika shalat.
5. Berhati-hati agar kotoran besar dan kencing tidak mengenai pakaian atau badan.
6. Membersihkan kotoran (sehabis buang hajat) dengan air atau dengan tisyu, batu, dan sejenisnya jika tidak ada air, dan dengan menggunakan tangan kiri.
Wudhu
Shalat tidak diterima tanpa berwudhu berdasarkan sabda Rasulullah" :
“Sesungguhnya Allah tidak menerima shalat seseorang di antara kamu jika ia berhadas sampai ia berwudhu” (HR. Tirmizi dan Abu Daud)
Wudhu harus dilakukan dengan tartîb (mendahulukan anggota yang harus didahulukan)
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
7
dan urut, sebagaimana disunahkan berhemat dalam menggunakan air. Ibnu Majah meriwayatkan bahwa Rasulullah " pernah melihat seseorang berwudhu lalu beliau berkata kepadanya: “Janganlah berlebih-lebihan, janganlah berlebih-lebihan (dalam menggunakan air)"
Cara berwudhu:
1. Niat berwudhu di dalam hati tanpa melafazhkan dengan lisan. Niat artinya keinginan hati melakukan sesuatu perbuatan, lalu membaca basmalah.
2. Kemudian mencuci dua telapak tangan sebanyak tiga kali.
3. Kemudian berkumur dan memasukkan air ke dalam hidung sebanyak tiga kali.
4. Kemudian membasuh muka tiga kali. Lebar muka dimulai dari telinga sampai telinga yang lain, dan panjangnya dimulai dari tempat tumbuhnya rambut di kepala sampai bawah janggut.
5. Kemudian membasuh kedua tangan dari ujung jari sampai siku dimulai dari tangan kanan lalu tangan kiri.
6. Kemudian mengusap kepala satu kali, dengan membasahi kedua tangan dan mengusapkannya
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
8
ke kepala dimulai dari bagian depan sampai belakang, kemudian kembali ke depan.
7. Kemudian mengusap kedua telinga satu kali dengan memasukkan telunjuk ke dalam lubang telinga, dan ibu jari mengusap bagian luarnya.
8. Kemudian membasuh dua kaki tiga kali dari ujung jari sampai mata kaki dimulai dari kaki kanan lalu kaki kiri.
9. Kemudian membaca doa:
"Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.".
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
9
Mengusap khuf (sejenis sepatu)
Merupakan keluwesan dan kemudahan agama Islam, diperbolehkannya mengusap khuf, berdasarkan hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Abu Ja’far bin ‘Amru, ia berkata: “Saya melihat Rasulullah" mengusap sorban dan kedua khufnya”. Dari Mughirah bin Syu’bah, ia berkata: “Pada suatu malam, saya bersama Rasulullah " . Namun , mendadak beliau pergi untuk menunaikan hajatnya. Setelah itu, beliau kembali lagi, dan saya tuangkan air dari bejana kepadanya untuk berwudhu. Lalu, beliau pun mengusap kedua khufnya”. (HR.Muslim)
Akan tetapi disyaratkan dalam mengusap khuf ini agar ketika memakainya dalam keadan suci (dari hadas), dan mengusap pada bagian luarnya, bukan bagian dalamnya. Masa berlakunya adalah sehari semalam bagi orang yang tidak bepergian (mukim), dan tiga hari bagi orang yang bepergian (musafir).
Mengusap khuf menjadi batal setelah selesai masa berlakunya, atau dilepas setelah diusap, atau karena junub, mengingat khuf harus dilepas saat mandi jinabat.
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
10
Hal-hal yang membatalkan wudhu
Hal-hal yang membatalkan wudhu adalah segala sesuatu yang keluar dari dua saluran (qubul dan dubur), yaitu kencing, kotoran besar, buang angin/kentut, mani, madzî dan wadî. Adapun mani mengharuskan mandi jinabat. Demikian juga tidur, menyentuh kemaluan tanpa penghalang, memakan daging onta, dan hilang akal. Semua ini dapat membatalkan wudhu.
Mandi (Bersuci)
Mandi adalah membasahi seluruh tubuh secara merata dengan air disertai niat bersuci. Membasahi seluruh badan harus disertai dengan berkumur, dan memasukkan air ke dalam hidung.
Diwajibkan mandi karena lima hal:
1. Keluar mani disertai syahwat dalam keadaan terjaga atau tidur, baik pada laki-laki maupun wanita. Jika tidak disertai syahwat, maka tidak wajib mandi. Demikian juga tidak wajib mandi, jika seseorang mimpi bersetubuh tetapi tidak keluar mani. Namun, jika ia melihat adanya mani atau bekasnya, maka ia wajib mandi.
2. Bersetubuh, yaitu memasukkan kepala zakar (hasyafah) ke dalam vagina wanita, walaupun tanpa mengeluarkan mani.
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
11
3. Berhentinya haid dan nifas.
4. Meninggal dunia, karena memandikan mayit hukumnya wajib.
5. Apabila orang masuk Islam, maka ia wajib mandi.
Hal-hal yang diharamkan atas orang yang sedang junub:
1. Menyentuh mushaf, membawa, dan membacanya, baik membaca dengan suara pelan ataupun keras dengan cara menghapal atau melihat mushaf.
2. Berdiam di dalam masjid tidak diperbolehkan bagi orang yang sedang junub dan wanita yang sedang haid. Namun, jika itu hanya sebatas melewati masjid saja, maka hukumnya tidak apa-apa.
Tayamum
Tayamum diperbolehkan, baik dalam keadaan berdiam (mukim) atau sedang melakukan bepergian. Tayamum merupakan pengganti wudhu dan mandi, bila terdapat salah satu dari sebab-sebab berikut:
1. Jika tidak ada air, atau ada air tapi tidak cukup untuk bersuci. Namun, sebelumnya disyaratkan untuk mencari air terlebih dulu. Jika ia tidak
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
12
menemukannya, atau melihat air tapi khawatir bahaya akan mengancam diri atau hartanya bila pergi mengambilnya, maka ia boleh bertayamum.
2. Apabila di sebagian anggota badan yang harus dibasuh saat berwudhu atau mandi terdapat luka, maka wajib membasuhnya dengan air. Namun, jika membasuhnya berpengaruh pada luka, maka cukup diusap dengan cara membasahi tangan, lalu mengusapkan pada bagian yang luka. Jika ternyata mengusap juga berpengaruh pada luka, maka barulah ia bertayamum.
3. Bila air dan cuaca sangat dingin dan khawatir bila menggunakan air tersebut akan berbahaya.
4. Bila ada air, namun ia membutuhkannya untuk persediaan minum.
Cara bertayamum
Cara bertayamum adalah sebagai berikut: Niat di dalam hati, lalu memukulkan dua telapak tangan pada debu satu kali, kemudian mengusapkannya pada wajah dan telapak tangan.
Adapun yang membatalkan tayamum adalah hal-hal yang membatalkan wudhu, sebagaimana tayamum tersebut batal ketika ia menemukan air sebelum dan di tengah shalat. Adapun bila ia telah selesai shalat, maka shalatnya dinyatakan sah.
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
13
Shalat
1. Shalat merupakan rukun Islam yang kedua dan kewajiban bagi setiap muslim yang berakal dan baligh. Orang yang meninggalkan shalat (dengan mengingkarinya) adalah kafir menurut ijma' ulama, dan shalat merupakan amal yang pertama akan dihisab pada hari kiamat.
2. Shalat lima waktu secara berjamaah di masjid adalah wajib bagi kaum laki-laki. Kemudian disyariatkan pula bagi seorang muslim pergi ke masjid dengan tenang sebagaimana disunahkan melakukan shalat dua rakaat ketika masuk masjid.
3. Diwajibkan menutup aurat ketika menunaikan shalat. Dan, batas aurat laki-laki adalah dari pusat sampai lutut, sedang aurat wanita adalah seluruh tubuhnya kecuali wajahnya ketika shalat, sebagaimana menghadap kiblat merupakan syarat diterimanya shalat.
4. Shalat harus dilaksanakan pada waktunya, sehingga haram melaksanakan shalat sebelum waktunya atau mengakhirkannya dari waktu yang ditentukan.
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
14
Waktu shalat
1. Waktu Dhuhur sejak tergelincirnya matahari sampai bayangan sesuatu sama dengan aslinya.
2. Waktu Ashar dimulai sejak bayangan sesuatu sama dengan aslinya sampai matahari terbenam.
3. Waktu Isya dimulai sejak hilangnya awan merah sampai pertengahan malam.
4. Waktu Subuh dimulai sejak terbitnya fajar sampai matahari terbit.
Cara shalat
Wajib bagi setiap muslim melaksanakan shalat dengan thuma’ninah dan khusyu’. Pengajaran shalat harus disertai dengan praktek. Dan, seorang guru harus memastikan bahwa murid-muridnya benar-benar telah mampu melaksanakan shalat dengan baik.
Praktek shalat
1. Seorang yang shalat harus menghadap kiblat dengan seluruh badannya, tanpa menoleh atau miring.
2. Lalu berniat di dalam hati mengerjakan shalat yang dikehendaki, tanpa melafazhkannya dengan lisan.
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
15
3. Lalu takbir dengan mengucapkan: )الله أكب ( sambil mengangkat kedua tangan, sejajar dengan pundak atau telinga.
4. Lalu meletakkan di dadanya telapak tangan kanan di atas punggung tangan kirinya.
5. Lalu membaca doa iftitah:
سُببْحَانَكَ ال لَّهُبمَّ وَبِحَمْبدِ وَ بَََبارَ اسْبمُكَ وَ باكَ وَبد وَلاَ إِلَبهَ
غَيْرُ “Maha Suci Engkau, ya Allah, dan segala puji bagi-Mu, namu-Mu agung, kedudukan-Mu mulia, dan tidak ada yang disembah selain-Mu”
6. Kemudian membaca isti’adzah:
أَعُوْذُ بِالله مِنَ ال يََّْاَانِ الرَّوِيم
“Aku berlindung kepada Allah dari godaan setan yang terkutuk”
7. Kemudian membaca basmalah dan surat al-Fâtihah:
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
16
"Dengan menyebut nama Allah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Segala puji bagi Allah, Rabb semesta alam, Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Yang menguasai hari pembalasan. Hanya Engkaulah yang kami sembah dan hanya kepada Engkaulah kami mohon pertolongan. Tunjukilah kami jalan yang lurus, (yaitu) jalan orang-orang yang telah Engkau anugerahkan nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat." (QS. al-Fâtihah:1-7)
8. Kemudian membaca sebagian ayat yang mudah.
9. Kemudian ruku’ dengan mengangkat kedua tangan sejajar dengan pundak sambil mengucapkan:( اللهُ أَكْبَبببرُ ), dan kedua tangan diletakkan di atas kedua tumit dalam keadaan jari-jari terbuka, lalu membaca: ( سُبْحَانَ رَبِّبيَ اْل بِِيْم ). Kesunahannya adalah dibaca sebanyak tiga kali, namun dibolehkan pula membacanya satu kali.
10. Kemudian bangun dari ruku’ dengan mengucapkan: ( سَبببمِاَ اللهُ لِمَببنْ حَمِبببدَهُ ), dan kedua tangan diangkat sejajar dengan pundak. Sedangkan makmum mengucapkan: ( رَبَّناَ لَبكَ اْلحَمْب دُ ) sebagai pengganti ucapan: ( سَمِاَ اللهُ لِمَنْ حَمِبدَ هُ ) , lalu
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
17
meletakkan di atas dadanya telapak tangan kanan di atas punggung tangan kirinya.
11. Ketika berdiri setelah ruku’ mengucapkan:
رَبَّنَا لَكَ الْحَمْدُ مِلْءَ السَّمَوَاتِِِ وَمِلْءَ الأَرْضِ وَمِلْْْْءَ مَا شِئْتَ مِنْ شَيْءٍ بَ دُ
“Ya Tuhan kami, hanya bagi-Mu segala puji sepenuh langit dan bumi, dan sepenuh segala yang Engkau kehendaki”
12. Kemudian merunduk untuk sujud yang pertama sambil mengucapkan: ( اللهُ أَكْبَببرُ ). Sujud harus dilakukan dengan tujuh anggota, yaitu: kening dengan hidung, dua telapak tangan, dua lutut, dan jari-jari kaki. Kedua lengan direnggangkan (tidak menempel) dari lambung, dan ujung jari kaki menghadap ke kiblat. Ketika sujud mengucapkan: ( سُببْحَانَ رَبِّبيَ الأَعْلَبى ). Kesunahannya adalah diucapkan sebanyak tiga kali, namun boleh selain itu, semisal diucapkan hanya satu kali.
13. Kemudian bangun dari sujud sambil mengucapkan: (اللهُ أَكْبَبر ), lalu duduk antara dua sujud di atas telapak kaki kiri dengan menegakkan telapak kaki kanan, dan meletakkan tangan kanan pada ujung paha kanan dekat lutut,
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
18
serta meletakkan tangan kiri pada ujung paha kiri. Ketika duduk sambil membaca:
رَبِّ اغْفِرْلِي وَارْحَمْنِي وَاهْدِنِي وَارْزُقْنِي وَاوْبُرْنِي وَعَافِنِي
“Ya Rabb, ampunilah aku, sayangilah aku, tunjukilah aku (jalan yang benar), berilah rezeki-Mu kepadaku, perbaikilah diriku, dan berilah kesehatan kepadaku”
14. Kemudian sujud yang kedua persis dengan sujud yang pertama, baik dalam sifat maupun bacaannya.
15. Kemudian bangun dari sujud kedua sambil mengucapkan:( اللهُ أَكْبَبببرُ ), lalu berdiri dan melaksanakan rakaat kedua seperti pada rakaat pertama, kecuali doa iftitah yang tidak dibaca pada rakaat kedua. Setelah sujud kedua, duduk dan membaca tasyahhud (tahiyyat), sedangkan telunjuk digerakkan ketika membaca kalimat:
أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّداً عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه
"Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba-Nya dan utusan-Nya.
Kalimat tasyahhud adalah sebagai berikut:
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
19
التَّحِيَّاتُ لله وَالصَّبلَوَاتُ وَالاَّيِّبَباتُ السَّبلاَمُ عَلَيْبكَ أَ يهَبا النَّبِب ي وَرَحْمَب الله
وَبَرَكَا هَُ السَّلاَمُ عَلَيْنَبا وَعَلَبى عِبَبااِ الله الصَّبالِحِيْنَ أَشْبهَدُ أَنْ لاَإِلَبهَ إِلاَّ الله
وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُه ** اللَّهُبمَّ صَبلِّ عَلَبى مُحَمَّبدٍٍ وَعَلَبى مُحَمَّبدٍٍٍ كَمَبا صَبلَّيْتَ عَلَببى إِبْبرَاهِيْمَ وَعَلَبى إِبْببرَاهِيْم إِنَّبكَ حَمِيْبد مَ يْبب د وَبَارِ عَلَبى مُحَمَّبدٍٍ وَعَلَبى مُحَمَّبدٍ كَمَبا بَارَكْبتَ عَلَبى إِبْبرَاهِيْمَ وَعَلَبى إِبْرَاهِيم إِنَّكَ حَمِيْد مَ يْد . أَعُوْذُ بِالله مِبنْ عَبذَابِ وَهَبنَّمَ وَمِبنْ عَبذَابِ الْقَبْبرِ وَمِنْ فِتْنَ الْْمَحْيَا وَالْْمَمَاتِ وَمِنْ فِتْنَ الْمَسِيحِ الدَّوَّا “Segala penghormatan, shalawat, dan kebaikan hanya bagi Allah. Salam sejahtera beserta rahmat Allah dan keberkahan-Nya semoga atasmu, wahai Rasul. Salam sejahtera bagi kami dan hamba-hamba Allah yang saleh. Aku bersaksi bahwa tidak ada yang berhak disembah selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba Allah dan Rusul-Nya. Ya Allah, berilah rahmat-Mu kepada Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah memberi rahmat-Mu kepada Ibrahim dan keluarganya. Sesunggguhnya Engkau Yang dipuji dan Mulia. Berkahilah Muhammad dan keluarganya, sebagaimana Engkau telah memberkahi Ibrahim dan keluarganya. Sesungguhnya Engkau Yang dipuji dan mulia. Aku berlindung kepada Allah dari neraka
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
20
jahanam, azab kubur, fitnah kehidupan dan kematian, serta fitnahnya dajjal.”
Setelah itu, berdoa memohon kebaikan dunia dan akhirat kepada Allah.
16. Kemudian salam dengan menoleh ke kanan dan mengucapkan: ( السَّببلاَمُ عَلَببيْ مْ وَرَحْمَبب ا للهِ ), lalu menoleh ke kiri dengan ucapan serupa.
** Perhatian:
Adapun pada shalat tiga rakaat seperti Maghrib, atau shalat empat rakaat seperti Dhuhur, Ashar dan Isya, maka berhenti pada kalimat ini, lalu bangun dengan mengucapkan: (اللهُ أَكْبَببببرُ ), dan mengangkat tangan sejajar dengan pundak. Ketika berdiri, telapak tangan kanannya diletakkan di dada dalam posisi di atas punggung telapak tangan kirinya. Kemudian ia mengerjakan rakaat selanjutnya seperti pada rakaat sebelumnya, namun ia hanya membaca surat al-Fâtihah saja pada saat ia berdiri.
17. Pada tasyahud akhir, seseorang duduk secara tawaruk, yaitu duduk dengan cara mengangkat tegak telapak kaki kanan dan mengeluarkan telapak kaki kiri dari bawah betis kaki kanan, serta meletakkan pantat dengan kuat pada
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
21
lantai/tanah. Kedua tangan diletakkan pada paha seperti meletakkannya pada waktu tasyahud awal. Pada tasyahud akhir ini, tasyahud dibaca dengan lengkap.
Ketentuan bagi makmum masbûq (yang tertinggal beberapa rakaat dalam shalat).
Apabila makmum tertinggal beberapa rakaat dari shalatnya imam, maka ia harus menyempurnakannya setelah imam salam. Dan, rakaat pertamanya terhitung sejak ia shalat bersama imam. Mendapatkan ruku’ bersama imam, berarti telah mendapatkan satu rakaat. Sedangkan bila tidak mendapatkannya, maka tidak mendapatkan satu
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
22
rakaat. Makmum yang tertinggal (masbûq) bila masuk masjid, hendaknya segera bergabung bersama jamaah dalam keadaan bagaimanapun, berdiri, duduk, sujud dan sebagainya, dengan tidak menunggu mereka bangun untuk rakaat berikutnya, dan melaksanakan takbiratul ihram dalam keadaan berdiri, kecuali jika uzur seperti sakit.
Hal-hal yang membatalkan shalat
1. Berbicara dengan sengaja walaupun sedikit.
2. Berpalingnya seluruh badan dari arah kiblat.
3. Keluarnya angin dari dubur dan semua yang mewajibkan wudhu dan mandi.
4. Banyak bergerak secara beruntun tanpa ada kebutuhan.
5. Tertawa sekalipun sedikit.
6. Menambah ruku’, sujud, berdiri atau duduk dengan sengaja.
7. Mendahului imam dengan sengaja.
Lupa dalam shalat
Apabila seseorang melakukan kesalahan dalam shalat, misalnya ia lupa mengerjakan salah satu kewajibannya (bukan rukun), seperti duduk untuk tasyahud dan yang lainnya, maka hendaknya ia sujud sahwi dua kali sebelum salam, karena
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
23
meninggalkan hal tersebut termasuk mengurangi bentuk shalat. Sedangkan jika ia melakukan penambahan dalam shalat, maka sujud sahwi dikerjakan setelah salam, kemudian salam lagi yang kedua. Dan, apabila seseorang lupa mengerjakan salah satu rukun shalat, maka ia harus mengerjakan rukun yang tertinggal tersebut agar shalatnya sah, lalu melakukan sujud sahwi.
Hal-hal yang wajib dalam shalat
1. Semua takbir selain takbiratul ihram.
2. Membaca: ) سُبْحَانَ رَبِّيَ اْل يِِْمِ ( dalam ruku’
3. Mengucapkan: ( سَبمِاَ اللهُ لِمَبنْ حَمِبدَهُ ) bagi imam dan orang yang melakukan shalat sendirian.
4. Membaca: ( رَبَّنَا لَكَ اْلحَمْدُ ) setelah bangun dari ruku’
5. Membaca: (سُبْحَانَ رَبِّيَ اْلأَعْلَى ) pada waktu sujud.
6. Membaca: ( رَبِّ اغْفِرْلِبيْ ) pada waktu duduk di antara dua sujud.
7. Tasyahud awal.
8. Duduk pada tasyahud awal.
Rukun-rukun shalat
1. Berdiri bagi yang mampu.
2. Takbiratul ihram.
3. Membaca surat al-Fâtihah dalam setiap rakaat.
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
24
4. Ruku’.
5. I'tidal (berdiri setelah ruku’).
6. Sujud pada anggota tubuh yang tujuh.
7. Bangun dari sujud.
8. Duduk di antara dua sujud.
9. Thuma’ninah.
10. Tasyahud akhir.
11. Duduk pada tasyahud akhir.
12. Membaca shalawat atas Nabi.
13. Salam.
14. Tertib di antara rukun-rukun.
Zikir-zikir setelah shalat
1. Membaca: ( استغفر الله ) sebanyak 3 kali.
2. Membaca:
الَّلبهُمَّ أّنْبتَ السَّبلاَم وَمِنْبكَ السَّبلاَم بَََارَكْبتَ يَبا ذَا الْ بلاَ وَاإِكْبرَام لاَ إِلَبهَ
إِلاَّالله وَحْدَه لاَشَرِيْكَ لَه لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمْدُ وَهُوَ عَلَى كُبلِّ شَبيْ ق قَبدِير اَللَّهُمَّ لاَمَبانِاَ لِمَبا أَعْاَيْبتَ وَلاَ مُ اِبيَ لِمَبا مَنَ بتَ وَلاَ يَنْفَباُ ذَا الْ بدِّ مِنْبكَ
الْ د لاَحَوْ وَلاَ قُوَّةَ إِلاَّ بِاللهِ لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَلاَ نَ بُبدُ إِلاَّ إِيَّباه لَبهُ النِّ مَب وَلَهُ الْفَضْلُ وَلَهُ الثَّنَاءُ الْحَسَن لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله مُخْلِصِيْنَ لَبهُ البدِّيْنَ وَلَبو كَبرِهَ
الْ افِرُونَ
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
25
"Ya Allah, Engkau adalah Dzat yang damai, dan berasal dari-Mu pula kedamaian tersebut. Engkau Maha Memberkati, wahai Dzat yang memiliki keagungan dan kemuliaan. Tiada tuhan yang berhak disembah selain Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya. Hanya bagi-Nya kekuasaan dan pujian, dan Dia adalah Dzat yang Maha berkuasa atas segala sesuatu. Ya Allah, tidak ada yang dapat mencegah apa yang Engkau berikan dan tidak ada yang dapat memberikan apa yang Engkau cegah, dan tidak berguna kekayaan dan kehormatan dari (azab) Allah bagi pemiliknya, (selain iman dan amal saleh,penj).
3. Membaca:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَه لاَشَرِيْكَ لَه لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمدُ يُحْيِي وَيمِيْبتُ
وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْ ق قَدِير
"Tidak ada tuhan yang berhak disembah melainkan hanya Allah semata, yang tiada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya kekuasaan, dan bagi-Nya segala pujian. Dia Maha Menghidupkan dan Maha Mematikan, dan Dia Maha Berkuasa atas segala sesuatu.
Dibaca sebanyak 1 kali dan 3 kali setelah shalat Maghrib dan Subuh.
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
26
4. Kemudian membaca: ) سُبببْحَانَ الله ( sebanyak 33 kali, lalu membaca: ) الْحَمْبدُ للهِ ( sebanyak 33 kali, lalu membaca: ) اللهُ أَكْبَبر ( sebanyak 33 kali, lalu membaca:
لاَ إِلَهَ إِلاَّ الله وَحْدَه لاَشَرِيْكَ لَه لَهُ الْمُلْكُ وَلَهُ الْحَمبدُ يُحْيِبي وَيمِيْبتُ
وَهُوَ عَلَى كُلِّ شَيْ ق قَدِير
5. Membaca ayat Kursi
6. Membaca Surat al-Ikhlâs, al-Falaq, an-Nâs sebanyak 1 kali dan setelah shalat Maghrib dan Subuh sebanyak 3 kali.
Sunnah rawatib
Disunnahkan bagi setiap muslim dan muslimah ketika tidak bepergian agar memelihara shalat 12 rakaat, yaitu: empat rakaat sebelum Dhuhur, dua rakaat setelahnya, dua rakaat setelah Maghrib, dua rakaat setelah Isya dan dua rakaat sebelum shalat Subuh, karena Rasulullah" selalu memeliharanya. Beliau bersabda:
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
27
“Barangsiapa melaksanakan shalat dua belas rakaat dalam sehari semalam, maka akan dibangunkan baginya rumah di surga” (HR.Muslim)
Hal itu sebagaimana disunahkan pula bagi seorang muslim melaksanakan shalat witir. Dan waktunya adalah setelah shalat Isya sampai terbit fajar. Shalat witir dan shalat sunah fajar adalah shalat sunah yang belum pernah ditinggalkan oleh Rasulullah" , baik ketika sedang bepergian maupun ketika berada di rumah.
**Perhatian:
1. Tidak diperbolehkan shalat sunnah bila telah dilakukan iqamah untuk shalat fardhu, berdasarkan sabda Rasulullah " `:
إِذَا أُقِيْمَتِ الصَّلاَةُ فَلاَ صَلاَةَ إِلاَّ الْمَ تُوْبَ "Jika shalat (fardhu) telah didirikan maka tidak ada shalat lagi selain shalat fardhu.'(HR. Muslim).
2. Di dalam shalat jahriyah (yaitu shalat yang di dalamnya bacaan imam dikeraskan), wajib bagi makmum untuk mendengarkan bacaan imam, hanya dia diwajibkan membaca surat al-Fatihah saja, mengingat tidak sah shalatnya tanpa membaca surat al-Fatihah.
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
28
3. Tidak diperbolehkan untuk selamanya bagi seorang makmum untuk shalat di belakang shaf sendirian, ketika dia tidak mendapatkan tempat di dalam shaf. Namun, dia harus mencari seseorang untuk shalat bersamanya, atau harus menunggu hingga datang orang lain. Hal itu, berdasarkan sabda Rasulullah:
لاَ صَلاَةَ لِمُنْفَرِاٍ خَلْفَ الصَّفِّ
" Tidak sah shalat bagi seorang makmum yang sendirian di belakang shaf." (HR. Ibnu Majah dan Ahmad).
4. Dianjurkan agar melakukan shalat di dalam shaf yang pertama, mengingat sebaik-baik shaf bagi jamaah lelaki adalah shaf yang pertama. Juga, agar orang yang shalat tersebut berada di posisi samping kanan imam. Rasulullah " ` bersabda:
خَيْرُ صُفُوْفِ الرِّوَا أَوَّلُهَا وَشَر هَا خِرُهَا وَخَيْرُ صُفُوْفِ النِّسبءءِ خِرُهَبا وَشَر هَا أَوَّلُهَا
"Sebaik-baik shaf bagi jamaah laki-laki adalah yang pertama dan sejelek-jeleknya adalah yang terakhir, sedangkan sebaik-baik shaf bagi jamaah wanita adalah yang terakhir dan sejelek-jeleknya adalah
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
29
yang terdepan." (HR. Muslim). Serta sabda Rasulullah " `:
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِ تَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ الَّذِيْنَ يُصَلُّوْنَ مَياَمِنَ الص فُوْفِ
"Sesungguhnya Allah beserta para malaikat-Nya memberi shalawat kepada orang-orang (makmum) yang shalat pada bagian kanan shaf." (HR. Abu Daud)
5. Rasulullah " ` bersabda:
"Luruskanlah shaf-shaf (barisan) kalian, karena meluruskan shaf termasuk bagian dari kesempurnaan shalat." (Muttafaq'alaih). Oleh karena itu, maka diwajibkan untuk meluruskan shaf dan merapatkannya.
6. Disunahkan bagi orang yang shalat --jika dia sendirian-- untuk melakukan shalat kepada sutrah (tabir penutup di depannya), dan sutrah bagi orang yang shalat bersama imam adalah sutrah imamnya.
7. Sebaiknya orang yang masuk (mesjid) setelah dilaksanakannya shalat berjamaah, agar melakukan berjamaah dengan siapa saja yang memungkinkan. Diperbolehkan bagi orang yang
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
30
shalat fardhu bermakmum kepada orang yang shalat sunah, begitu pula bagi orang yang shalat sunah bermakmum kepada orang yang shalat fardhu. Hal itu, sebagaimana diriwayatkan oleh Jabir ra. bahwasanya Muadz bin Jabal ra. pernah melakukan shalat Isya bersama Rasulullah, lalu dia kembali kepada kaumnya dan shalat mengimami mereka pada shalat (Isya) tersebut. (Muttafaq'alaih).
Shalat Qashar
Shalat ini khusus bagi musafir (orang yang sedang bepergian) saja. Yaitu, menunaikan shalat rubaiyah (shalat empat rakaat) menjadi dua rakaat saja, dengan membaca pada tiap-tiap rakaat surat al-Fatihah dan surat lain setelahnya, atau ayat al-Qur'an yang mudah. Sedangkan pada shalat Maghrib dan Subuh, maka keduanya tidak bisa di-qashar (dipendekkan jumlah rakaatnya).
Yang paling utama bagi musafir adalah meng-qashar shalatnya. Hal itu, mengingat Rasulullah saw. tidak pernah melakukan safar (bepergian) melainkan beliau meng-qashar shalatnya. Adapun jarak yang dianggap sebagai safar, adalah jarak yang melebihi 80 kilometer. Maka, barangsiapa yang bepergian bukan untuk
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
31
berbuat maksiat kepada Allah SWT, disunahkan baginya untuk meng-qashar shalatnya.
Kemudian, waktu qashar dimulai dari ketika dia meninggalkan daerah tempat tinggalnya dan berlanjut sampai dia kembali pulang ke daerahnya, sekalipun sangat panjang masanya. Kecuali, bila dia berniat menetap di daerah yang ditujunya selama empat hari atau lebih, maka dia harus menyempurnakan shalat dan tidak meng-qashar-nya di daerah tersebut.
Jika seorang muslim melakukan safar, maka dia bisa meninggalkan semua shalat sunat (nawafil) selain shalat sunat fajar dan witir, karena sebaiknya dia tidak meninggalkan kedua shalat sunat tersebut.
Shalat Jamak
Yaitu, bila seorang musafir melakukan shalat Dhuhur, dan setelah itu, langsung melakukan shalat Ashar. Hal itu bisa dilakukan pada waktu shalat Dhuhur dan shalat yang seperti ini dinamakan dengan Jamak Taqdim. Atau, dia melaksanakan kedua shalat tersebut ketika masuk waktu shalat Ashar, dan yang demikian ini dinamakan dengan Jamak Ta'khir.
Diperbolehkan pula bagi seorang musafir untuk menjamak shalat Maghrib dengan shalat Isya
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
32
secara Jamak Taqdim bila dilakukan pada waktu Maghrib, atau secara Jamak Ta'khir bila dilakukan pada waktu Isya. Semua itu mengacu kepada amalan Rasulullah saw ketika melakukan safar menuju Tabuk. (Muttafaq'alaih). Bagi seorang musafir, di samping menjamak shalat, boleh juga meng-qashar shalat rubaiyah dengan mengerjakannya menjadi dua rakaat saja.
Begitu pula, diperbolehkan bagi penduduk suatu daerah untuk menjamak shalat di dalam mesjid tanpa meng-qashar-nya pada saat turun hujan lebat, cuaca dingin, atau bertiup angin kencang, jika jamaah shalat merasa berat untuk kembali lagi ke masjid. Rasulullah " pernah menjamak antara shalat Maghrib dan shalat Isya pada malam turun hujan. (HR Bukhari). Sebagaimana diperbolehkan bagi orang sakit untuk menjamak shalatnya jika dia merasa berat untuk melaksanakan setiap shalat pada waktunya.
Shalatnya Orang Sakit
Jika orang yang sakit tidak mampu berdiri, meskipun dengan bersandar pada sesuatu, maka dia shalat sambil duduk. Jika ternyata duduk pun dia tidak mampu, maka sebaiknya shalat dengan berbaring. Jika itu pun dia tidak mampu maka dia
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
33
bisa shalat dengan terlentang sambil mengulurkan kedua kakinya ke arah kiblat, dan menjadikan sujudnya lebih rendah daripada ruku'nya. Namun, jika ruku' dan sujud pun dia tidak mampu, maka cukup berisyarat dengan kepalanya saja. Dan, dia tidak diperbolehkan meninggalkan shalat dalam kondisi apa pun. Rasulullah " ` bersabda:
"Shalatlah dengan berdiri, jika kamu tidak sanggup maka dengan duduk, jika kamu tidak sanggup juga maka shalatlah sambil berbaring, jika itu pun kamu tidak sanggup maka boleh dengan terlentang.( HR. Bukhari).
Shalat Jum'at
Shalat Jum'at adalah wajib, sedang hari Jum'at merupakan hari yang agung, dia adalah hari yang paling utama diantara hari-hari dalam seminggu. Allah SWT. berfirman:
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
34
" Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jum'at, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. al-Jumu'ah:9)
Kekhususan hari Jum'at
Dianjurkan mandi (jinabat) pada hari ini, memakai pakaian yang bersih, dan menjauhi bau-bauan yang tidak disukai. Dan, diantara kekhususan hari ini lainnya, adalah dianjurkan lebih awal berangkat ke mesjid untuk shalat Jum'at, melakukan shalat sunat, membaca al-Qur'an, dan berzikir hingga imam datang.
Kemudian, diwajibkan untuk mendengarkan khutbah dan tidak menyibukkan diri dengan sesuatu pun. Barangsiapa yang tidak mendengarkan khutbah, berarti dia berbuat sia-sia, dan barangsiapa yang berbuat sia-sia, berarti tidak melaksanakan shalat Jum'at. Juga, diharamkan berbicara di tengah-tengah khutbah.
Dan, sebaiknya shaf-shaf (barisan) disempurnakan, jangan sampai terdapat shaf yang masih kosong. Kemudian, diharamkan bagi orang yang datang terlambat untuk melangkahi shaf dan mengganggu orang-orang yang sedang shalat,
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
35
kecuali jika di dalam shaf tersebut masih terdapat tempat yang kosong, maka boleh saja baginya untuk mengisi atau menyempurnakannya.
Selanjutnya, diantara kekhususan lainnya, adalah dianjurkan untuk membaca surat al-Kahfi pada hari ini. Berdasarkan sabda Rasulullah " `:
"Barangsiapa yang membaca surat al-Kahfi pada hari Jum'at, niscaya terpencar baginya cahaya dari bawah telapak kakinya sampai ke langit… (HR. Hakim dan Baihaqi).
Dan, jika imam telah tiba maka tidak boleh melaksanakan shalat (sunat) selain shalat tahiyatul mesjid, begitu pula setelah adzan yang kedua (iqamah, pent.)
Barangsiapa yang masuk (mesjid) di saat imam sedang berkhutbah maka sebaiknya dia tidak langsung duduk hingga dia menunaikan shalat tahiyatul masjid dua rakaat dengan bacaan ringan (tidak panjang). Hal itu, berdasarkan sabda Rasulullah " `:
إِذَا وَاءَ أَحَدُكُمْ وَقَدْ خَرَجَ اْإِمَامُ؛ فَلْيُصَلِّ رَكْ تَيْنِ وَلْيَتَ وَّزْ فِيْهِمَا
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
36
"Jika seorang dari kalian datang sementara imam telah keluar (berkhutbah), maka hendaknya dia shalat dua rakaat (tahiyatul mesjid) dan memperingan kedua rakaat tersebut." (HR. Muslim).
Kemudian, dia tidak perlu memberi salam kepada seseorang. Akan tetapi, langsung duduk dengan tenang guna mendengarkan khutbah, dan dia harus mendengarkan khutbah tersebut meskipun disampaikan dengan bahasa yang tidak dia pahami.
Barangsiapa yang mendapati satu rakaat dari shalat Jum'at bersama imam, maka hendaklah dia sempurnakan shalatnya sebagai shalat Jum'at. Hal ini, mengacu kepada hadis Abu Hurairah ra.:
مَنْ أَاْرَ رَكْ مِنَ اْلجُمُ ؛ فَقَدْ أَاْرَ اْلجُمُ "Barangsiapa yang mendapatkan satu rakaat dari shalat Jum'at, berarti dia telah mendapatkan shalat Jum'at." (HR. Baihaqi)
Namun, barangsiapa yang mendapati kurang dari satu rakaat dengan hanya mendapatkan ruku' yang kedua bersama imam, maka dia telah tertinggal shalat Jum'at. Karena itu, hendaklah dia masuk shalat dengan niat shalat Dhuhur. Maka, ketika imam telah mengucapkan salam, dia harus menyempurnakan shalatnya sebagai shalat Dhuhur.
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
37
Shalat Witir
Shalat witir merupakan sunah yang wajib, tidak seyogyanya bagi seorang muslim untuk meninggalkannya dalam kondisi apa pun. Caranya, adalah melakukan shalat satu rakaat di akhir shalat malam, dan waktunya setelah shalat Isya hingga terbitnya fajar. Termasuk sunah bila sebelum shalat witir ini, terlebih dulu melaksanakan shalat dua rakaat, atau empat rakaat, atau lebih hingga sampai sepuluh rakaat; setelah itu, baru melakukan shalat witir.
Shalat Sunat Fajar
Shalat ini hukumnya sunah muakkadah, mengingat Rasulullah" tidak pernah mening- galkannya baik ketika dalam safar (perjalanan) atau pun tidak. Jumlahnya dua rakaat ringan (tidak panjang), dan waktunya mulai dari terbitnya fajar hingga shalat Subuh. Barangsiapa yang belum sempat mengerjakannya sebelum Shalat Subuh, maka boleh melaksanakannya setelah Subuh, atau kapan saja dia mengingatnya. Kecuali, jika telah masuk waktu shalat Dhuhur, maka ketika itulah waktunya telah habis.
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
38
Shalat Ied (Fitri dan Adha)
Waktu shalat ied dimulai ketika matahari telah meninggi sekitar satu tombak sampai zawal (masuk waktu Dhuhur).
Disunahkan untuk sedikit mendahulukan shalat iedul adha, dan mengakhirkan shalat iedul fitri. Disunahkan pula memakan beberapa butir kurma sebelum keluar ke tempat shalat iedul fitri, dan agar tidak memakan terlebih dulu sebelum melaksanakan shalat iedul adha. Hal itu, berdasarkan hadis Buraidah ra.:
كَانَ النَّبِي ب صَبلَّى اللهُ عَلَيْبهِ وَسَبلَّمَ ب لاَ يَخْبرُجُ يَبوْمَ الْفِاْبرِ حَتبىَّ يُفْاِبرَ وَلاَ
يَاْ مُ يَوْمَ النَّحْرِ حَتىَّ يُصَلِّيَ
"Nabi saw tidak keluar pada hari raya iedul fitri sebelum makan, dan tidak makan pada hari nahar (10 dzulhijjah) sebelum melaksanakan shalat." (HR. Ahmad dan yang lainnya).
Begitu pula, disunahkan memakai pakaian yang terbaik. Adapun bilangan shalat ied adalah dua rakaat, dan dilaksanakan sebelum khutbah. Di dalam kedua shalat ied ini, imam mengeraskan bacaannya. Untuk shalat ini, tidak disyariatkan mengu-mandangkan adzan dan iqamah. Dimulai dengan takbiratul ihram, lalu diteruskan dengan bacaan
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
39
istiftah, setelahnya melakukan takbir sebanyak enam kali sambil mengangkat kedua tangan pada masing-masing takbir. Setelah itu, membaca ta'awudz , basmalah, surat al-Fatihah, dan diikuti setelahnya dengan bacaan surat lainnya.
Di dalam rakaat kedua, melakukan takbir sebanyak lima kali, selain takbir intiqal (perpindahan) dari posisi sujud ke posisi berdiri.
Tidak ada shalat sunah sebelum shalat ied dan setelahnya. Barangsiapa yang tertinggal satu rakaat shalat bersama imam, maka dia berdiri untuk menyempurnakan rakaat yang tertinggal setelah imam mengucapkan salam. Dan, barangsiapa yang datang ketika imam sedang berkhutbah, maka hendaknya dia langsung duduk mendengarkan khutbah. Setelah imam selesai menyampaikan khutbahnya, barulah dia mengerjakan shalat ied, dan boleh dia mengerjakan shalat sendirian atau secara berjamaah.
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
40
Shalat Jenazah
Rasulullah " ` bersabda:
"Barangsia yang mendatangi jenazah hingga menshalatinya, maka baginya satu qirat, dan barangsiapa yang mendatanginya hingga ikut serta menguburkannya, maka baginya dua qirat." Lalu ditanyakan, "Apakah dua qirat tersebut?" Beliau menjawab,"seperti dua gunung yang sangat besar." (Muttafaq'alaih).
Disyaratkan pada shalat jenazah ini, untuk niat (dalam hati), menghadap kiblat, menutup aurat, dan suci (dari hadas kecil dan besar).
Caranya, adalah imam berdiri tepat pada sisi dada mayit jika yang mati laki-laki, dan pada badan bagian tengahnya jika yang mati perempuan, lalu para makmum berdiri di belakangnya. Setelah itu, imam mengucapkan takbiratul ihram, lalu membaca ta'awudz, basmalah, dan surat al-Fatihah. Kemudian bertakbir, lalu mengucapkan shalawat kepada Nabi saw seperti bacaan shalawat pada tasyahud dalam shalat. Kemudian bertakbir lagi, dan berdoa untuk
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT
41
mayit. Setelah itu, bertakbir lagi, kemudian berhenti sejenak, lalu mengucapkan salam sekali ke arah samping kanan.
Adapun bayi dalam kandungan, jika mengalami keguguran dan telah sampai pada usia empat bulan atau lebih, maka dishalati dengan shalat jenazah. Namun, jika belum sampai empat bulan, maka cukup dikuburkan saja, tanpa dishalati lagi.
والحمد لله الذي بنعمته تتم الصالحات
HUKUM THAHARAH DAN SHALAT