Artikel




Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam





أحكام الزكاة


HUKUM-HUKUM ZAKAT


Hukum zakat


Zakat adalah rukun Islam yang ketiga dan diwajibkan bagi setiap muslim yang memiliki harta yang mencapai nisab dan telah sampai masa satu tahun.


Allah  berfirman:


وَأَقِيمُوا الصَّلاَةَ وَ آتُوا الزَّكَاة...


“Dan dirikanlah shalat dan tunaikan zakat…”(QS. al-Baqarah:110)


Zakat memiliki hikmah dan faedah yang banyak, di antaranya adalah:


1. Membersihkan jiwa dan menjauhkannya dari sifat kikir.


2. Membiasakan diri untuk bersifat dermawan.


3. Menguatkan tali kasih sayang antara yang kaya dan miskin, karena jiwa atau hati tercipta untuk mencintai orang yang berbuat baik kepadanya.


4. Memenuhi kebutuhan orang fakir dan mencukupi hajatnya.


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


6


5. Membersihkan manusia dari dosa-dosa dan kesalahannya dan mengangkat derajatnya.


Harta yang wajib dizakati


Harta yang wajib dizakati adalah emas dan perak, harta perdagangan, binatang ternak, dan hasil bumi yang meliputi: biji-bijian atau tanaman, buah-buahan dan hasil tambang.


Zakat emas dan perak


Zakat wajib (hukumnya) pada semua jenis emas dan perak, apa pun bentuknya bila telah sampai nisabnya (dan berlalu satu tahun, penj). Nisab emas adalah 20 mitsqal (70 gram), sedangkan nisab perak adalah 200 dirham (460 gram). Dengan demikian, barangsiapa yang telah memiliki emas dan telah mencapai nisabnya, maka ia harus mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5% dari nilai yang ada, atau 1 ¾ garam. Dan, barangsiapa yang mimiliki perak dan telah mencapai nisabnya, maka ia harus mengeluarkan zakatnya sebesar 11,5 gram.


Apabila seseorang ingin mengeluarkan zakatnya dengan uang, maka ia harus mengetahui nilai harga 1 gr emas pada saat harta yang dimiliki telah berlalu satu tahun, lalu dikeluarkan zakatnya


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


7


sebesar 2,5% dari seluruh harta yang ia miliki dengan mata uang negerinya. Contohnya, jika seseorang memiliki 100 gr emas, maka ia wajib mengeluarkan zakat, karena harta yang dimiliki tersebut telah mencapai nisab. Zakatnya adalah 2,5 gr. Dan, jika ia ingin mengeluarkan zakatnya dengan uang kertas, maka ia harus mengetahui harga emas jika hartanya telah berlalu satu tahun, dan segera dikeluarkan zakatnya sebesar 2,5%. Demikian pula, zakat wajib pada uang jika telah mencapai nisab dan berlalu satu tahun. Maka, barangsiapa yang memiliki uang senilai 70 gr emas, maka ia wajib mengeluarkan zakatnya sebesaar 2,5%.


Karena itu, setiap muslim yang memiliki harta dan telah berlalu satu tahun, wajib bertanya kepada pedagang emas tentang nilai 70 gr emas. Jika harta yang ia miliki sama nilainya dengan 70 gr emas, maka ia wajib mengeluarkan zakatnya. Sedangkan jika harta yang ia miliki kurang dari nilai tersebut, maka ia tidak wajib mengeluarkan zakatnya. Contohnya, apabila seseorang memiliki uang senilai 800 dolar dan telah berlalu satu tahun, maka ia harus mengetahui nilai satu gram emas, jika sistem yang berlaku di negerinya menetapkan emas sebagai alat penjamin uang yang beredar di masyarakat. Atau, ia harus mengetahui nilai satu


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


8


gram perak, jika perak yang dijadikan alat penjamin mata uang yang ada. Jika nilai 70 gr emas senilai 840 dolar, maka ia tidak wajib menzakatinya. Karena, uang yang dimiliki belum mencapai nisab, yaitu senilai 70 gr. Hal yang sama berlaku pula pada perak.


Zakat harta perdagangan


Islam telah mewajibkan zakat tahunan bagi setiap muslim yang memiliki kekayaan yang diinvestasikan untuk perdagangan, sebagai rasa syukur atas karunia Allah , dan sebagai pemenuhan hak-hak orang yang membutuhkan. Zakat perdagangan meliputi apa saja yang diperuntukkan untuk diperjualbelikan dengan maksud mendapatkan keuntungan, yaitu berupa barang yang tak bergerak, hewan, makanan, minuman, kendaraan dan lain-lain. Syarat zakatnya adalah mencapai nisab, yaitu dengan memperkirakan seluruh harta perdagangan dengan nilai uang emas atau perak, dan mengeluarkan zakatnya sebesar 2,5% dari seluruh harta yang ada. Jika harta perdagangan yang ada sama nilainya dengan 100.000 dolar, maka harus dikeluarkan zakatnya sebesar 2.500 dolar. Karena itu, setiap pedagang harus menghitung seluruh dagangannya pada akhir


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


9


tahun untuk dikeluarkan zakatnya. Apabila seorang pedagang telah membeli barang sepuluh hari sebelum tiba masa satu tahun dari harta yang ada, maka ia wajib menzakatinya dengan barang-barang yang lain. Satu tahun dihitung sejak seseorang memulai dagangannya, dan zakatnya dikeluarkan setiap tahun dengan uang.


Sedang binatang yang diternak tapi untuk diperdagangkan wajib pula dizakati, baik jumlahnya telah mencapai nisab maupun belum, selama nilainya berdasarkan standar uang melampaui nisab. Maka, dikeluarkanlah zakatnya dengan menggunakan uang.


Zakat saham


Pada masa sekarang, manusia mempergunakan saham pada harta yang tidak bergerak dan harta yang lainnya. Sebagian orang ada yang menginvestasikan hartanya dalam bentuk saham yang mengalami naik dan turun sepanjang tahunnya. Saham wajib dizakati, sebab ia termasuk harta perdagangan. Karena itu, setiap muslim harus melihat nilai saham yang ia miliki dan mengeluarkan zakatnya setiap tahun, atau mengeluarkan zakat untuk seluruh tahunnya (yang telah berlalu), jika ia menjualnya.


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


10


Zakat hasil bumi.


Zakat wajib (hukumnya) pada tumbuh-tumbuhan, tanaman yang ditimbang dan disimpan, seperti korma, anggur kering atau kismis, gandum, padi dan lainnya. Buah-buahan dan sayuran tidak wajib dizakati. Hasil bumi yang wajib dizakati adalah yang telah mencapai nisab, yaitu: 675 kg. Adapun nisab gandum adalah 552 kg, dan zakat ini tidak disyaratkan harus berlalu satu tahun. Zakatnya dikeluarkan sebanyak 10% jika diairi dengan air hujan atau air kali, yaitu tanpa biaya yang harus dikeluarkan oleh petani. Dan, jika diairi dengan biaya, maka zakatnya adalah 5%. Contohnya, apabila seseorang menanam gandum dengan hasil 800 kg, maka ia wajib mengeluarkan zakatnya, karena telah mencapai nisab, yaitu 675 kg, dan dikeluarkan zakatnya sebesar 10%, yaitu: 80 kg jika diairi tanpa biaya dan 5% yaitu:40 kg, jika diairi dengan biaya.


Zakat binatang ternak


Yang dimaksud di sini adalah onta, sapi, biri-biri, dan kambing biasa. Sedang syarat-syarat dikeluarkannya zakat adalah:


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


11


1. Sampai nisab. Sekurang-kurangnya nisab onta adalah lima ekor, biri-biri, dan kambing biasa 40 ekor, dan sapi 30 ekor. Jika kurang dari jumlah tersebut, maka tidak wajib dizakati.


2. Telah berlalu satu tahun di tangan pemiliknya.


3. Tergolong "Sâ’imah", artinya binatang-binatang tersebut sepanjang tahun digembalakan di tengah padang dan mencari sendiri makanannya. Oleh karena itu, tidak wajib zakat pada binatang yang disediakan makanan untuknya baik dengan membeli maupun dengan mencarikan makanan untuknya.


4. Binatang tersebut tidak digunakan oleh pemiliknya untuk membajak sawah, sebagai sarana transportasi, dan lain-lainnya.


Zakat onta


Diwajibkan mengeluarkan zakat onta jika telah mencapai nisabnya, yaitu: 5 ekor. Apabila seorang muslim memiliki 5-9 ekor onta dan sudah berlalu satu tahun, maka ia wajib mengeluarkan 1 ekor kambing. Jika ia memiliki 10-14 ekor onta, maka ia wajib mengeluarkan 2 ekor kambing. Jika ia memiliki 15-19 ekor onta, maka ia wajib mengeluarkan 3 ekor kambing. Jika ia memiliki 20-24 ekor onta, maka ia wajib mengeluarkan 4 ekor


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


12


kambing. Jika ia memiliki 25-35 ekor onta, maka ia wajib mengeluarkan seekor bintu makhâd, yaitu onta betina yang telah cukup umurnya satu tahun. Jika bintu makhâd tidak ada, maka ia wajib mengeluarkan seekor ibnu labûn, yaitu onta jantan yang telah cukup umurnya dua tahun. Jika ia memiliki 36-45 ekor onta, maka ia wajib mengeluarkan seekor bintu labun yaitu seekor onta betina yang telah cukup umurnya dua tahun. Jika ia memiliki 46-60 ekor onta, maka ia wajib mengeluarkan hiqah, yaitu onta betina yang telah cukup umurnya tiga tahun. Jika ia memeiliki 61-75 ekor onta, maka ia wajib mengeluarkan seekor jaza’ah, yaitu onta betina yang telah mencapai umurnya empat tahun. Jika ia memiliki 76-90 ekor onta, maka ia wajib mengeluarkan binta labun yaitu dua ekor onta betina yang mencapai umur dua tahun. Jika ia memiliki 91-120 ekor onta, maka ia wajib mengeluarkan dua ekor hiqah, yaitu onta betina yang telah mencapai umurnya tiga tahun. Dan, apabila bilangan onta yang ia miliki lebih dari jumlah tersebut, maka setiap 40 ekor onta wajib dikeluarkan zakatnya dengan seekor bintu labun, dan setiap 50 ekor onta, wajib dikeluarkan zakatnya dengan seekor hiqah.


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


13


Tabel di bawah ini dapat memperjelas cara mengeluarkan zakat onta :


Jumlah onta


Zakat


Jumlah onta


Zakat


5 – 9 ekor


1 ekor kambing


36 – 45 ekor


1 ekor bintu labûn


10 – 14 ekor


2 ekor kambing


46 – 60 ekor


1 ekor hiqqah


15 – 19 ekor


3 ekor kambing


61 – 75 ekor


1 ekor jaz’ah


20 – 24 ekor


4 ekor kambing


76 – 90 ekor


2 ekor bintu labûn


25 – 35 ekor


1 ekor bintu makhâd


91 - 120 ekor


2 ekor hiqqah


Zakat sapi


Apabila seseorang memiliki 30–39 ekor sapi, maka ia harus mengeluarkan zakatnya dengan seekor tabî’, yaitu sapi yang telah mencapai umur satu tahun. Jika ia memiliki 40 – 59 ekor sapi, maka ia wajib mengeluarkan seekor musinnah, yaitu sapi betina yang telah sampai umurnya dua tahun. Jika ia memiliki 60–69 ekor sapi, maka ia wajib mengeluarkan dua ekor tabî’, yaitu anak sapi yang masing-masing telah cukup umurnya satu tahun. Dan, apabila ia memiliki 70– 9 ekor sapi, maka ia wajib mengeluarkan seekor musinnah dan seekor tabî’. Kemudian setiap 30 ekor sapi harus dikeluarkan seekor tabî’ dan setiap 40 ekor sapi


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


14


harus dikeluarkan seekor musinnah, demikian seterusnya.


Jumlah sapi


Zakat


30-39 ekor


1 ekor tabi'


40-59 ekor


1 ekor musinnah


60-69 ekor


2 ekor tabi'


70-79 ekor


1 ekor musinnah dan tabi'


Zakat kambing


Apabila seseorang memiliki 40–120 ekor kambing, maka ia wajib mengeluarkan seekor kambing. Apabila memiliki 121–200 ekor, maka ia wajib mengeluarkan dua ekor kambing. Jika ia memiliki 201–300 ekor, maka ia wajib mengeluarkan tiga ekor kambing. Jika ia memiliki 301–400 ekor, maka ia wajib mengeluarkan empat ekor kambing. Dan, jika ia memiliki 401–500 ekor, maka ia wajib mengeluarkan lima ekor kambing. Kemudian setiap 100 ekor kambing wajib dikeluarkan satu ekor kambing.


}


Jumlah kambing


Zakat


40 – 120 ekor


1 ekor kambing


121 – 200 ekor


2 ekor kambing


201 – 300 ekor


3 ekor kambing


301 – 400 ekor


4 ekor kambing


401 – 500 ekor


5 ekor kambing


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


15


Yang berhak menerima zakat


Allah  berfirman:


إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاءِ وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي


الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللهِ وَابْنِ السَّببِيلِ فَرِض بََةم مِبنَ اللهِ وَاللهُ عَلِبي م


حَكِيم


“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para Mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang yang berhutang, untuk jalan Allah, dan orang-orang yang sedang dalam perjalanan, sebagai sesuatu ketetapan yang diwajibkan Allah; Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS. at-Taubah: 60)


Allah  telah menjelaskan delapan golongan yang berhak menerima zakat. Zakat dalam Islam diperuntukkan bagi masyarakat dan orang yang membutuhkan, bukan hanya bagi pemuka agama, sebagaimana yang terdapat di dalam agama lain.


1. Fakir: Orang yang hanya mampu memenuhi kurang dari separoh kebutuhannya.


2. Miskin: Orang yang mampu memenuhi lebih dari separoh kebutuhannya, namun ia belum mampu memenuhi kebutuhannya secara


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


16


menyeluruh, maka ia diberi zakat untuk beberapa bulan kebutuhannya atau untuk satu tahun.


3. Amil zakat: Orang-orang yang ditugaskan oleh penguasa (pemerintah) untuk mengumpulkan zakat dari para muzakki. Mereka diberi upah yang layak sesuai dengan pekerjaan mereka, walaupun mereka termasuk orang-orang kaya.


4. Para muallaf yang dibujuk hatinya: yaitu para pemimpin yang dipatuhi di tengah masyarakatnya, mereka diberi zakat dengan harapan mereka mau masuk Islam, atau agar mereka tidak menyakiti umat Islam. Termasuk juga dalam kategori muallaf, adalah orang-orang yang baru memeluk Islam, mereka diberi zakat agar hati mereka lunak menerima Islam dan agar keimanan di hati mereka tetap teguh.


5. Zakat juga diberikan untuk memerdekakan budak dan membebaskan tawanan perang yang tertawan oleh pihak musuh.


6. Orang-orang yang berhutang: Mereka adalah orang-orang yang terbebani hutang, mereka diberi zakat untuk melunasi hutang mereka dengan syarat harus beragama Islam, tidak mampu melunasi hutang, tidak berhutang untuk


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


17


membiayai kemaksiatan, dan hutang yang mereka tanggung telah jatuh tempo.


7. Fi sabilillah: Mereka adalah para mujahid yang berperang dengan suka rela tanpa mendapatkan gaji dari pemerintah, mereka diberi zakat untuk diri mereka sendiri atau untuk membeli senjata. Termasuk dalam kategori jihad, adalah menuntut ilmu agama. Karena itu, jika ada seseorang yang ingin memfokuskan waktunya untuk menuntut ilmu agama dan ia tidak punya biaya, maka ia diberi zakat sekedar untuk mencukupi kebutuhannya dalam menuntut ilmu.


8. Orang yang sedang dalam perjalanan: Yaitu para musafir yang kehabisan bekal untuk melanjutkan perjalanannya. Maka, ia diberi zakat sekedar kebutuhannya, sehingga ia sampai ke tujuannya, walaupun sebenarnya mereka adalah orang-orang kaya di daerah asalnya.


Zakat tidak boleh diberikan untuk pembangunan masjid, memperbaiki jalan, dan yang semisalnya.


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


18


** Catatan:


1. Zakat tidak wajib dikeluarkan dari hasil laut, seperti mutiara, permata, ikan, dan lain-lainnya, kecuali jika memang itu untuk diperdagangkan.


2. Zakat tidak wajib dikeluarkan dari bangunan atau gedung yang disewakan, pabrik, dan lain-lainnya. Namun, uang hasil dari semua itu wajib dikeluarkan zakatnya bila telah berlalu satu tahun lamanya. Contohnya, jika seseorang menyewakan rumah dan menerima uang hasil sewa rumah tersebut, lalu uang tersebut telah berlalu satu tahun dan telah mencapai nisabnya, maka ia wajib mengeluarkan zakatnya.


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


19


أحكام النكاح


HUKUM-HUKUM NIKAH


Syarat-syarat nikah


1. Kerelaan kedua pasangan. Tidak diperbolehkan memaksa seorang laki-laki untuk menikah dengan perempuan yang tidak ia sukai. Demikian juga, tidak boleh memaksa perempuan menikah dengan laki-laki yang tidak ia cintai. Islam telah melarang untuk menikahkan perempuan tanpa kerelaannya. Dan, jika ia tidak rela menikah dengan seorang laki-laki tertentu, maka ia tidak boleh dipaksa, bahkan oleh ayahnya sekalipun.


2. Adanya wali. Nikah tidak sah tanpa ada seorang wali, karena Rasulullah" telah bersabda:


لاَ نِكَاحَ إِلاَّ بِوَلِيٍّ


“Tidak sah nikah kecuali dengan adanya seorang wali” (HR. Tirmizi dan Abu Daud).


Apabila seorang perempuan menikahkan dirinya sendiri, baik secara langsung, atau melalui wakilnya, maka nikahnya batil (tidak sah). Sedang orang kafir tidak boleh menjadi wali bagi seorang muslimah, dan seorang pemimpin (sulthan)


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


20


berwenang menikahkan orang yang tidak mempunyai wali.


Yang dimaksud wali adalah seorang laki-laki baligh, berakal, dan cakap dalam bertindak dari kerabat yang menjadi ‘ashabah perempuan tersebut.


Berikut ini adalah orang-orang yang berhak menjadi wali dimulai dari kerabat yang terdekat sampai kerabat yang jauh, yaitu: bapak, lalu orang yang diwasiatkannya (ditunjuk oleh bapak), lalu kakek dari garis bapak ke atas mulai dari yang terdekat, lalu anak laki-laki, lalu cucu laki-laki ke bawah, lalu saudara laki-laki sekandung, lalu saudara laki-laki sebapak, lalu anak laki-laki dari saudara laki-laki sekandung, lalu anak laki-laki dari saudara laki-laki sebapak dimulai dari yang terdekat, lalu paman sekandung, lalu paman sebapak, lalu anak laki-lakinya dimulai dari yang terdekat, lalu paman dari bapak, lalu anak laki-lakinya, lalu paman dari kakek, lalu anak laki-lakinya.


Seorang wali harus meminta izin terlebih dulu kepada perempuan yang akan dinikahkan. Hikmah adanya wali dalam pernikahan adalah untuk mencegah perbuatan zina, karena tanpa wali seorang laki-laki yang akan melakukan zina akan berkata kepada seorang perempuan, "Kawinkanlah dirimu denganku dengan maskawin sekian..." Kemudian,


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


21


dia meminta dua orang dari teman-temannya atau yang lainnya untuk menjadi saksi.


3. Adanya dua orang saksi. Akad pernikahan harus dihadiri oleh dua orang laki-laki atau lebih yang adil dan muslim. Kedua orang saksi ini harus orang yang terpercaya agamanya, dan menjauhi perbuatan dosa besar, seperti zina, minum minuman keras dan lain-lain.


Sedang sighat akad adalah perkataan seorang laki-laki atau wakilnya: “Kawinkanlah saya dengan anak perempuan anda, atau perempuan yang diwasiatkan kepada Anda”, lalu wali berkata: “Saya nikahkan kamu dengan anak saya atau perempuan yang diwasiatkan kepada saya ini”, lalu laki-laki itu menjawab: “Saya terima pernikahan putrimu dengan saya”. Seorang laki-laki boleh mewakilkan akad pernikahannya kepada siapa saja.


4. Kewajiban memberikan maskawin. Agama menganjurkan hendaknya maskawin sedikit. Maskawin yang sedikit dan mudah itulah yang lebih utama. Maskawin disebut juga dengan shadâq. Menyebutkan maskawin dan memberikannya langsung ketika akad adalah sunah. Demikian juga, sah hukumnya bila maskawin diberikan dengan tempo, baik seluruhnya atau sebagiannya. Apabila seorang laki-laki menceraikan istrinya sebelum


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


22


melakukan hubungan suami istri, maka istri berhak menerima setengah maskawin, dan apabila seorang suami meninggal setelah melangsungkan akad nikah dan sebelum melakukan hubungan suami istri, maka istri berhak memperoleh warisan dari suami dan seluruh maskawin.


Konsekwensi hukum pernikahan


1. Kewajiban memberikan nafkah. Seorang suami wajib memberikan nafkah kepada istrinya menurut kondisi yang ada, yaitu berupa makanan, pakaian, dan tempat tinggal. Jika suami tidak melaksanakan sebagian dari kewajiban ini, maka ia berdosa, dan istri berhak mengambil sebagian dari harta suaminya sekedar untuk mencukupi kebutuhannya, atau meminjam dari orang lain dan suami wajib membayar hutangnya. Termasuk nafkah yang wajib diberikan oleh suami kepada istrinya, adalah pelaksanaan walimah, yaitu makanan yang disediakan suami pada saat hari pernikahan dengan mengundang orang-orang untuk menghadirinya. Walimah adalah sunah yang dianjurkan oleh Rasulullah " , karena beliau telah melakukan dan memerintahkannya.


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


23


2. Saling mewarisi. Apabila seorang laki-laki melakukan akad pernikahan dengan seorang perempuan secara sah, maka keduanya dapat saling mewarisi, baik telah terjadi hubungan suami istri atau belum, karena Allah  berfirman:


وَلَكُمْ نِصْفُ مَاتَرَكَ أَزْوَاجُكُمْ إِن لَّمْ ضَكُن لَّهُنَّ وَلَدُُ فَإِن كَانَ لَهُنَّ وَلَدُُ


فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِن بَعْدِ وَصِيَّةٍ ضُوصِينَ بِهَآ أَوْدَضْنٍ...


“Dan bagimu (suami-suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika istri-istrimu itu mempunyai anak, maka kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya sesudah dipenuhi wasiat yang mereka buat atau (dan) sesudah dibayar hutangnya. Para istri memperoleh seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak. Jika kamu mempunyai anak, maka para istri memperoleh seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan sesudah dipenuhi wasiat yang kamu buat atau (dan) sesudah dibayar hutang-hutangmu…” (QS. an-Nisâ':12).


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


24


Sunnah dan adab pernikahan


1. Disunahkan mengumumkan perkawinan dan mendoakan kedua mempelai dengan ucapan:


بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ وَجَمَعَ بَيْنَكُمَا في خَيْرٍ


“Semoga Allah memberkatimu dan menyatukan kalian berdua dalam kebaikan”


2. Disunahkan ketika akan melakukan hubungan suami istri membaca doa:


بِسْمِ الله اللَّهُمَّ جَنِّبْنَا الشَّيْطَانَ وَجَنِّبِ الشَّيْطَانَ مَا رَزَقْتَنَا


“Dengan menyebut nama Allah. Ya Allah, jauhkanlah kami dari setan dan jauhkanlah setan dari apa yang Engkau anugerahkan kepada kami.”


3. Suami istri dilarang membuka rahasia hubungan biologis di antara mereka.


4. Laki-laki dilarang menggauli istrinya ketika haid dan nifas, atau setelah bersih dari keduanya dan ia belum mandi.


5. Seorang suami diharamkan menggauli istrinya pada duburnya, karena itu termasuk dosa besar.


6. Seorang suami wajib memberikan hak istrinya secara penuh dalam melakukan hubungan biologis, dan ia juga tidak boleh


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


25


melakukan ‘azal (mengeluarkan mani di luar vagina) karena khawatir istrinya hamil, kecuali dengan persetujuan sang istri atau karena kondisi darurat.


Sifat istri


Nikah dimaksudkan untuk memperoleh kesenangan, dan membentuk keluarga yang baik, serta masyarakat sejahtera. Oleh karena itu, perempuan yang akan dinikahi hendaknya orang yang dapat memenuhi kedua tujuan ini. Yaitu, memiliki kecantikan fisik dan rohani. Kecantikan fisik adalah kesempurnaan ciptaannya, dan kecantikan rohani adalah kebaikan agama dan akhlaknya. Mendapatkan perempuan yang memiliki kecantikan zahir dan batin merupakan kebahagian yang dikaruniakan oleh Allah. Dan, sebagaimana halnya laki-laki, perempuan juga berupaya mendapatkan laki-laki yang bertakwa.


Perempuan yang haram dinikahi


Perempuan yang haram dinikahi ada dua golongan: Pertama, perempuan yang haram dinikahi selamanya. Kedua, perempuan yang haram dinikahi sampai waktu tertentu.


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


26


Pertama: Perempuan yang haram dinikahi selamanya ada tiga golongan.


1. Perempuan yang haram dinikahi karena adanya ikatan nasab. Mereka terdiri dari tujuh orang.


Allah  berfirman:


حُرِّمَتْ عَلَيْكُمْ أُمَّهَاتُكُمْ وَبَنَاتُكُمْ وَأَخَبوَاتُكُمْ وَعَمَّباتُكُمْ وَخَبالاَتُكُمْ


وَبَنَاتُ اْلأَخِ وَبَنَاتُ اْلأُخْتِ...


"Diharamkan atas kamu (mengawini) ibu-ibumu; anak-anakmu yang perempuan; saudara-saudaramu yang perempuan; saudara-saudara bapakmu yang perempuan; saudara-saudara ibumu yang perempuan; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang laki-laki; anak-anak perempuan dari saudara-saudaramu yang perempuan." (QS. an-Nisâ': 23)


a. Ibu; termasuk nenek, baik dari pihak ayah maupun ibu.


b. Anak perempuan; termasuk cucu perempuan, baik dari anak laki-laki maupun dari anak perempuan dan seterusnya


c. Saudara perempuan; baik saudara sekandung atau saudara sebapak atau saudara seibu.


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


27


d. Bibi dari garis bapak; termasuk bibi bapak, bibi kakek, bibi ibu, dan bibi nenek yang semua dari garis laki-laki.


e. Bibi dari garis ibu; bibi bapak, bibi kakek, bibi ibu, dan bibi nenek yang semua dari perempuan.


f. Keponakan perempuan dari saudara laki-laki sekandung, saudara laki-laki sebapak, saudara laki-laki seibu dan seterusnya.


g. Keponakan perempuan dari saudara perempuan sekandung, saudara perempuan sebapak, saudara perempuan seibu dan seterusnya.


2. Perempuan yang haram dinikahi karena menyusui. Mereka seperti perempuan yang haram dinikahi karena ikatan nasab.


Rasulullah " bersabda:


ضَحْرُمُ مِنَ الرَّضَاعِ مَا ضَحْرُمُ مِنَ النَّسَبِ


“Yang haram dinikahi karena menyusui sama dengan yang haram dinikahi karena ikatan nasab.”


Menyusui yang mengharamkan nikah harus memenuhi dua syarat berikut:


a. Menyusui terjadi sebanyak lima kali atau lebih. Jika seorang bayi disusui oleh seorang


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


28


perempuan hanya empat kali, maka perempuan tersebut bukan tergolong sebagai ibunya.


b. Menyusui dilakukan sebelum bayi disapih, artinya lima kali susuan tersebut dilakukan sebelum bayi disapih. Jika menyusuinya dilakukan setelah bayi disapih, atau sebagian dilakukan sebelum disapih dan sebagian lagi setelahnya, maka perempuan yang menyusui bukan tergolong sebagai ibu bayi itu. Setelah terpenuhinya kedua syarat ini, maka bayi yang disusui menjadi anak bagi perempuan yang menyusuinya, dan anak-anak dari perempuan tersebut menjadi saudaranya, baik anak yang lahir sebelum perempuan tersebut menyusuinya atau setelahnya. Demikian juga, anak-anak dari suami perempuan tersebut menjadi saudaranya, baik anak yang lahir dari perempuan yang menyusui tersebut atau bukan. Di sini wajib diketahui, bahwa seluruh kerabat bayi yang disusui selain anak-anaknya, tidak memiliki hubungan apa pun dengan perempuan yang menyusuinya.


3. Perempuan yang haram dinikahi karena ikatan perkawinan, mereka adalah:


a. Istri dari ayah dan kakek. Apabila seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan,


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


29


maka perempuan tersebut haram dinikahi oleh anak-anaknya, cucu-cucunya, dan seterusnya, baik itu setelah terjadi hubungan suami istri atau belum.


b. Istri dari anak. Apabila seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan, maka perempuan tersebut haram dinikahi ayahnya, kakeknya, dan seterusnya, baik kakek dari pihak bapak ataupun dari pihak ibunya, dan meskipun belum terjadi hubungan suami istri.


c. Ibu dan nenek dari istri. Apabila seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan, maka ibu dan nenek istrinya haram menikah dengannya, baik nenek dari garis bapak atau ibu. Dan, keharaman ini berlaku setelah melangsungkan akad dan sebelum melakukan hubungan suami istri.


d. Anak perempuan dan cucu perempuan dari istri. Apabila seorang laki-laki menikah dengan seorang perempuan kemudian ia menggaulinya, maka anak perempuan istrinya, cucu perempuannya, dan seterusnya haram menikah dengannya, baik anak-anak tersebut lahir dari hasil hubungan dengan suami yang sebelumnya atau setelahnya. Jika sebelum terjadi hubungan suami istri mereka telah


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


30


berpisah, maka anak perempuan istri tidak haram menikah dengan mantan suaminya.


Kedua: Perempuan yang haram dinikahi sampai waktu tertentu. Mereka adalah:


a. Saudara perempuan dan bibi dari istri, baik dari pihak ayah maupun ibu. Pengharaman ini berlaku sampai suami telah berpisah dengan istrinya, karena istri wafat atau ia menceraikannya, dan masa iddah istri telah berakhir.


b. Perempuan yang menjalani masa iddah. Selama perempuan menjalani masa iddah, maka tidak diperbolehkan bagi laki-laki menikahinya atau melamarnya sampai iddahnya berakhir.


c. Perempuan yang sedang berihram haji atau umrah. Perempuan yang sedang berihram tidak diperbolehkan melangsungkan akad pernikahan sampai ihramnya berakhir.


Talak


Pada dasarnya talak merupakan perbuatan yang dibenci, namun terkadang ia juga menjadi keniscayaan karena beberapa faktor. Misalnya, perempuan akan tersiksa jika tetap bersama suaminya. Atau sebaliknya, suami tersiksa hidup


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


31


bersama istrinya. Atau, karena faktor lain. Oleh karena itu, Allah memperbolehkan talak sebagai kasih sayang-Nya kepada hamba-Nya.


Apabila seorang suami tidak menyukai istrinya dan ia tidak mampu bersabar hidup bersamanya, maka ia diperbolehkan menceraikannya dengan wajib memperhatikan beberapa hal:


1. Ia tidak diperbolehkan mencerai istrinya ketika istri sedang haid. Jika ia menceraikan istrinya ketika haid, maka ia telah melakukan perbuatan haram dan ia wajib merujuknya kembali, lalu jika ia mau, dia boleh menceraikannya setelah haidnya berakhir. Namun yang lebih baik, dia tidak menceraikannya sampai datang masa haid yang kedua. Dan, setelah suci dari haid yang kedua, dia diperbolehkan menceraikannya, jika ia mau, atau tetap menjadikannya sebagai istri.


2. Ia tidak diperbolehkan menceraikan istrinya pada masa suci (tidak sedang haid), sedangkan pada masa itu, ia telah menggaulinya, kecuali jika ia mengetahui bahwa istrinya sedang hamil. Jika ia ingin menceraikan istrinya pada masa suci dan ia telah menggaulinya, maka ia harus menunggu terlebih dulu sampai ia haid, lalu suci kembali. Setelah itu, jika ia mau, ia boleh menceraikannya sebelum menggaulinya. Kecuali, jika ia mengetahui


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


32


bahwa istrinya sedang hamil, maka ia boleh menceraikannya.


Konsekwensi talak


Terjadinya perceraian antara suami dan istri melahirkan beberapa konsekwensi hukum sebagai berikut:


1. Istri yang dicerai wajib menjalankan iddah, jika mantan suaminya telah menggaulinya atau pernah berduaan dengannya. Jika suami menceraikan istrinya sebelum ia menggaulinya, atau berduaan dengan istrinya, maka tidak ada iddah bagi istri. Masa iddah tersebut adalah: Pertama, tiga kali haid, jika wanita yang dicerai termasuk wanita yang masih haid. Kedua, tiga bulan, jika wanita yang dicerai tidak lagi haid. Dan ketiga, sampai melahirkan, jika wanita yang dicerai sedang hamil. Hikmah dari iddah adalah untuk memberikan kesempatan kepada suami untuk merujuk istrinya kembali, juga untuk memastikan apakah adanya kandungan atau tidak.


2. Istri yang dicerai diharamkan menikah kembali dengan mantan suaminya, jika mantan suami tersebut telah menceraikannya lebih dari dua kali. Misalnya, seorang suami menceraikan istrinya, lalu ia merujuknya kembali pada masa iddahnya.


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


33


Atau, ia menikahinya kembali setelah masa iddahnya selesai. Setelah itu, ia menceraikan lagi istrinya untuk kedua kalinya, lalu merujuknya kembali pada masa iddah. Atau, menikahinya kembali setelah masa iddah, lalu ia menceraikannya lagi untuk ketiga kalinya. Setelah talak yang ketiga, wanita tersebut diharamkan menikah dengan mantan suaminya. Kecuali, jika ia telah menikah dengan laki-laki lain secara sah dan telah terjadi hubungan suami istri, lalu suami keduanya menceraikannya dan telah selesai masa iddahnya. Setelah itulah, baru suami pertama boleh menikah kembali dengan mantan istrinya. Allah mengharamkan wanita menikah dengan mantan suami yang telah menceraikannya sebanyak tiga kali, sebagai rasa kasih sanyang-Nya kepada kaum wanita dari tindakan penganiayaan seorang laki-laki.


Khulu’


Khulu’ artinya permintaan seorang istri kepada suami yang tidak ia sukai agar mau menceraikannya dengan memberikan sejumlah harta kepadanya. Jika seorang suami tidak menyukai istrinya, lalu ia ingin menceraikannya, maka ia tidak diperbolehkan mengambil sesuatu dari istrinya, tetapi ia harus bersabar atau menceraikannya.


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


34


Seorang istri seharusnya tidak menuntut khulu' (kepada suaminya, penj), kecuali bila ia disakiti dan tidak mungkin tetap bersabar bersamanya, sebagaimana suami juga tidak boleh sengaja menyakiti istrinya sehingga ia menuntut khulu'.


Dan, seyogyanya suami tidak mengambil lebih banyak dari mahar yang diberikan kepadanya (istri).


Khiyar dalam nikah


Suami istri memiliki hak memilih antara tetap melestarikan perkawinan mereka atau mengakhirinya karena beberapa faktor. Misalnya, suami mendapatkan cacat atau penyakit pada istrinya, atau sebaliknya, istri menemukan cacat atau penyakit pada suaminya, dimana cacat tersebut tidak mereka ketahui ketika akad perkawinan. Jika hal ini terjadi, maka masing-masing memiliki hak memilih antara menjaga perkawainan atau membatalkannya.


Beberapa contoh:


1. Jika salah seorang dari suami istri menjadi gila, atau mengidap penyakit yang menyebabkan hak salah seorang dari mereka dalam perkawinan tidak terpenuhi secara sempurna, maka pihak lain (yang merasa dirugikan) memiliki hak membatalkan


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


35


perkawinan. Jika hal itu dilakukan sebelum terjadinya hubungan suami istri, maka sang suami berhak meminta kembali maskawin yang telah ia berikan. Namun, jika dilakukan setelah terjadi hubungan suami istri, maka suami tidak berhak meminta kembali maskawinnya. Sebagian ulama mengatakan, bahwa suami boleh menuntut pengembalian maskawinnya dari seorang wali perempuan yang telah menipunya, jika si wali tersebut mengetahui adanya aib.


2. Jika seorang suami tidak mampu memberikan maskawin secara tunai, maka istri memiliki hak membatalkan perkawinan, selama belum terjadi hubungan suami istri. Namun, jika telah terjadi hubungan suami istri, ia tidak memiliki hak tersebut.


3. Jika seorang suami tidak dapat memenuhi hak nafkah istrinya, maka sang istri perlu menunggu beberapa waktu menurut kemampuannya. Setelah itu, ia boleh membatalkan perkawinannya melalui pengadilan agama.


4. Jika seorang suami pergi dan tidak diketahui keberadaannya, sedangkan ia tidak meninggalkan nafkah untuk istrinya, dan tidak berwasiat kepada orang lain untuk memberi nafkah pada istrinya, dan tidak ada orang lain yang memenuhi nafkahnya,


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


36


serta sang istri tidak memiliki harta yang dapat ia gunakan untuk memenuhi kebutuhannya, lalu ia meminta ganti kepada suaminya (setelah ia kembali), maka istri berhak membatalkan nikahnya melalui pengadilan agama.


Perkawinan dengan non muslim


Seorang muslim diharamkan menikah dengan orang kafir, selain ahli kitab (Yahudi dan Nasrani). Dan, seorang muslimah juga diharamkan menikah dengan orang kafir, baik ahli kitab maupun bukan. Sebagaimana seorang wanita kafir yang memeluk agama Islam diharamkan memasrahkan dirinya kepada suaminya, sebelum suaminya tersebut memeluk agama Islam.


Beberapa hukum perkawinan dengan non muslim


1. Jika suami istri memeluk agama Islam, maka pernikahan mereka tetap sah, selama tidak ada penghalang secara syar'i yang membatalkan pernikahan tersebut. Misalnya, istri adalah muhrim suami, atau suami tidak sah menikah dengan istrinya. Jika demikian, maka keduanya harus dipisah.


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


37


2. Jika seorang suami yang istrinya ahli kitab telah memeluk Islam, maka pernikahan mereka sah.


3. Jika salah satu dari suami istri yang bukan ahli kitab (baca: kafir) memeluk Islam, sebelum terjadinya hubungan intim, maka pernikahan mereka batal.


4. Jika seorang istri dari suami non muslim, baik ahli kitab maupun bukan, telah memeluk Islam, sebelum terjadinya hubungan suami istri, maka pernikahan mereka batal, karena wanita muslim tidak boleh menikah dengan non muslim.


5. Jika seorang istri dari suami yang kafir memeluk Islam, setelah tejadinya hubungan suami istri, maka status perkawinannya dibiarkan sampai berakhirnya masa iddah. Jika telah berakhir masa iddah, ternyata suami belum memeluk Islam, maka pernikahan mereka batal, dan istri diperbolehkan menikah dengan laki-laki lain. Atau, jika ia mau, ia menunggu sampai suami memeluk Islam, dan ia tidak berhak memperoleh hak apa pun dari suaminya selama masa tunggu, dan begitu juga sebaliknya. Dan, jika suami memeluk agama Islam, maka wanita tersebut menjadi istrinya kembali, tanpa melangsungkan akad pernikahan baru, walaupun masa tunggu telah berlangsung selama bertahun-tahun. Hukum ini juga berlaku bagi suami dari istri


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


38


non muslim, bukan ahli kitab, yang memeluk Islam. (Menurut pendapat jumhur ulama, jika setelah iddah berakhir, suami belum memeluk Islam, maka pernikahan mereka batal, dan jika ingin kembali, dia harus melangsungkan akad pernikahan yang baru. penj.)


6. Jika seorang istri murtad dari Islam, sebelum terjadinya hubungan suami istri, maka hukum pernikahan batal, dan ia tidak berhak atas maskawin. Dan, jika sebaliknya, suami yang murtad dari Islam, maka pernikahan batal, dan ia wajib memberikan setengah maskawin. Jika suami atau istri yang murtad tersebut kembali memeluk Islam, maka pernikahan mereka yang pertama tetap sah, selama tidak terjadi talak.


Bahaya perkawinan dengan wanita ahli kitab


Allah memperbolehkan perkawinan dengan tujuan memperbaiki akhlak, membersihkan masyarakat dari kerusakan, menjaga kemaluan, membangun sistem Islam yang baik bagi masyarakat, serta melahirkan umat yang bersaksi tidak ada ilah yang berhak disembah kecuali Allah dan bersaksi bahwa Muhammad utusan Allah.


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


39


Tujuan yang mulia ini tidak akan terealisir kecuali melalui perkawinan dengan seorang wanita yang beragama, mulia, dan berakhlak. Perkawinan dengan wanita ahli kitab hanya akan melahirkan dampak kerusakan sebagai berikut:


1. Di dalam lingkungan keluarga.


Jika seorang suami memiliki kepribadian kuat, maka ia akan mampu menanamkan pengaruhnya kepada sang istri yang sangat memungkinkan istri memeluk Islam. Namun bisa sebaliknya, terkadang seorang istri sangat memegang teguh keyakinannya, dan ia bisa melakukan hal-hal yang diperbolehkan oleh agamanya, seperti meminum minuman keras, memakan daging babi, dan berkhianat. Jika demikian kondisinya, keluarga akan hancur dan anak-anak tumbuh dengan terbiasa melakukan kemungkaran dalam Islam. Bahkan, persoalannya akan semakin rumit, jika sang istri yang begitu kuat dan fanatik dengan agamanya justru mengajak anak-anaknya ke gereja, yang menjadikan mereka terbiasa menyaksikan ibadah ritual orang-orang Nasrani. Dan, jika anak tumbuh dengan kebiasaan seperti itu, maka ia pun akan berkembang seperti itu juga.


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


40


2. Dampaknya terhadap masyarakat.


Banyaknya kaum wanita ahli kitab di tengah masyarakat Islam merupakan permasalahan yang sangat berbahaya, mengingat kondisi umat Islam saat ini yang lemah, sementara di satu sisi, kaum Nasrani begitu maju dalam tingkat kehidupan materi. Mereka bisa menjadi delegasi untuk melancarkan perang pemikiran yang berbahaya bagi umat Islam beserta kerusakan yang ditimbulkannya. Dan, tradisi-tradisi kaum Nasrani yang mereka bawa, pertama-pertama adalah budaya pembauran antara laki-laki dan wanita, mode pakaian yang seronok, serta perilaku-prilaku yang bertentangan dengan ajaran Islam.


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


41


أحكام الأطعمة


HUKUM TENTANG MAKANAN


Allah  memerintahkan kepada hamba-hamba-Nya memakan makanan yang baik, dan melarang memakan makanan yang buruk.


Allah  berfirman:


ضَا أَضُّهَا الَّذِضنَ آمَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَا رَزَقْنَاكُمْ وَ اشْكُرُوا للهِ إِن كُنتُمْ


إِضَّاهُ تَعْبُدُونَ


"Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rezeki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada Allah kamu menyembah." (QS. al-Baqarah:172)


Pada dasarnya, setiap makanan adalah halal selain yang telah dikecualikan. Allah memperbolehkan semua yang baik bagi hamba-hamba-Nya yang beriman agar mereka memanfaatkannya, dan nikmat Allah tidak boleh dipergunakan untuk kemaksiatan. Allah juga telah menjelaskan kepada hamba-hamba-Nya makanan dan minuman yang halal dan haram.


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


42


Allah  berfirman:


... وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَّاحَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلاَّ مَا اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ...


“…padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya...” (QS. al-An'âm:119)


Apa yang tidak Allah jelaskan keharamannya maka itu dihalalkan. Rasulullah " bersabda:


إِنَّ اللهَ فَرَضَ فَرَائِضَ فَبلاَ تُ بََيِّعُوْاَاو وَحَبدَّ حُبدُوْدَا فَبلاَ تَعْتَبدُّوْاَاو


وَحَبرَّمَ أَشْبيآءَ فَبلاَ تَنْتَهِكُوْاَباو وَسَبكَتَ عَبنْ أَشْبيآءَ رَحْمَبم ة لَّكُبمْ يْب رَ


نِسْيَانٍو فَلاَ تَبْحَثُوْا عَنْهَا


“Sesungguhnya Allah telah mewajibkan beberapa kewajiban maka jangan kalian abaikan, menetapkan beberapa had (hukuman) maka jangan kalian langgar, mengharamkan beberapa hal maka jangan kalian lecehkan, dan membiarkan banyak hal karena kasih sayang-Nya kepada kalian maka jangan kalian cari-cari (perdebatkan)”. (HR. Tabrani)


Makanan, minuman, dan pakaian yang tidak diharamkan oleh Allah tidak boleh diharamkan. Kaidah dalam hal ini adalah, “Setiap makanan yang


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


43


suci dan tidak membahayakan adalah mubah.” Makanan yang najis seperti bangkai, darah, khamer, dan makanan yang tercampur najis adalah jenis makanan haram, karena dapat membahayakan. Bangkai adalah binatang yang mati tanpa melalui penyembelihan yang sesuai dengan agama. Yang dimaksud dengan darah adalah darah yang mengalir pada binatang yang disembelih. Berbeda dengan darah yang tersisa pada daging setelah penyembelihan, atau yang tersisa pada urat-urat, maka darah tersebut diperbolehkan.


Makanan yang halal terdiri dari dua jenis: hewan dan tumbuhan. Semua yang tidak membahayakan dari makanan tersebut diperbolehkan. Sedang hewan terdiri dari dua jenis: hewan darat dan hewan laut. Binatang laut seluruhnya halal dan tidak disyaratkan adanya penyembelihan, karena itu bangkai laut juga halal.


Semua binatang darat halal kecuali beberapa jenis yang diharamkan oleh syariat Islam, yaitu:


1. Keledai jinak


2. Binatang buas kecuali biawak Arab (dikenal orang dengan kadal Mesir), dan


3. Semua jenis burung itu halal, kecuali burung yang berkuku panjang untuk mencengkram buruannya. Ibnu Abbas ra. berkata, “Rasulullah


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


44


melarang binatang buas yang bertaring, dan burung yang memiliki kuku panjang.” (HR. Muslim)


Dan, diharamkan pula burung pemakan bangkai, seperti burung elang dan gagak, karena burung tersebut memakan makanan yang kotor. Semua binatang yang menjijikan juga diharamkan, seperti ular, tikus dan binatang melata. Selain binatang dan burung tersebut halal dimakan, seperti kuda, hewan ternak, ayam, keledai liar, biawak Arab, burung onta, kelinci, dan lain-lainnya.


Tidak termasuk jenis binatang yang halal, adalah hewan yang banyak memakan najis yang disebut dengan Jallâlah. Hewan ini haram dimakan, sebelum dibiarkan selama tiga hari dan memakan makanan yang suci. Dimakruhkan memakan bawang merah dan bawang putih atau sejenisnya, yang memiliki bau kurang sedap, terutama ketika hendak pergi ke masjid. Jika seseorang terpaksa harus memakan makanan yang haram, karena jika tidak memakannya, ia akan mati, maka ia boleh melakukannya sekedar untuk menyambung hidupnya, kecuali memakan racun. Jika seseorang menemukan buah di atas sebuah pohon, atau jatuh dari atasnya, di sebuah kebun yang tidak ada pagar dan penjaganya, maka ia diperbolehkan


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


45


memakannya, tanpa boleh membawanya, atau menaiki pohonnya, atau melemparinya.


Hukum penyembelihan


Syarat halalnya binatang darat adalah adanya penyembelihan secara syar’i. Oleh karena itu, diperlukan mengetahui pembahasan tentang penyembelihan.


Penyembelihan artinya memotong hewan darat yang halal dimakan, dengan memutuskan hulqûm (urat bagian pernapasan) dan mari' (urat tempat mengalirnya makanan dan minuman). Atau, dengan melukai bagian mana pun sampai mengucurkan darah pada hewan yang sulit disembelih di lehernya. Hewan yang dapat disembelih tidak boleh dimakan tanpa melalui penyembelihan, karena hewan yang tidak disembelih termasuk bangkai.


Syarat-syarat penyembelihan:


1. Penyembelih memiliki kemampuan untuk melakukannya, yaitu penganut agama samawi seperti muslim dan Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani) yang berakal. Oleh karena itu, tidak dihalalkan hewan hasil


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


46


sembelihan orang gila, orang mabuk, dan anak kecil yang belum bisa membedakan (antara yang baik dan buruk). Penyembelihan mereka tidak sah karena tidak adanya akal. Demikian juga, tidak dihalalkan hewan yang disembelih oleh orang kafir, ateis, majusi, dan penyembah kubur.


2. Adanya alat penyembelih. Diperbolehkan menyembelih dengan semua jenis alat tajam yang bisa mengalirkan darah, apakah terbuat dari besi, batu, atau yang lainnya. Selain gigi (tulang) dan kuku, tidak diperbolehkan menyembelih dengan kedua jenis alat ini.


3. Memutus urat hulqûm (tempat keluarnya nafas), urat mari’ (tempat mengalirnya makanan dan minuman), dan salah satu urat wadaj (urat leher). Hikmah penetapan penyembelihan pada bagian ini dan memutuskan semua urat ini, adalah agar darah dapat keluar mengingat ia merupakan tempat berkumpulnya urat-urat, di samping agar ruh lebih mudah keluar. Sehingga, daging menjadi lebih baik dan hewan lebih ringan.


Hewan yang sulit disembelih pada bagian tersebut, seperti hewan buruan dan yang lainnya,


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


47


maka penyembelihannya dengan melukai bagian mana saja dari tubuhnya. Hewan yang mengalami musibah seperti tercekik, terbentur benda berat, terjatuh dari tempat yang tinggi, terluka karena beradu taring, dan diterkam oleh binatang buas dihalalkan memakannya, jika masih hidup dan sempat disembelih.


4. Penyembelih membaca bismillâh, dan disamping itu, ia disunahkan mengucapkan takbir.


Adab menyembelih:


1. Dimakruhkan menyembelih dengan alat yang tumpul (tidak tajam).


2. Dimakruhkan mengasah alat di hadapan hewan yang melihatnya.


3. Dimakruhkan mengarahkan hewan sembelihan ke arah selain kiblat.


4. Dimakruhkan mematahkan leher hewan atau mengulitinya sebelum hewan tersebut mati.


Disunahkan menyembelih sapi dan kambing dalam posisi dibaringkan di sebelah kiri, sedangkan onta disunahkan berdiri dengan kaki kiri terikat.


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


48


Berburu


Diperbolehkan berburu jika dibutuhkan, sedang bila sekedar untuk hiburan dan bermain saja maka itu dimakruhkan. Setelah hewan buruan didapat, ada dua keadaan:


1. Masih didapati dalam keadaan hidup, maka ia harus disembelih


2. Didapati sudah mati atau masih ada kehidupan yang sudah tidak tetap, maka ia halal dimakan


Syarat-syarat pemburu sama dengan syarat-syarat penyembelih, yaitu:


1. Berakal, baik muslim maupun ahli kitab. Oleh karena itu, seorang muslim tidak dihalalkan memakan binatang buruan orang gila, orang yang mabuk, majusi, ateis, dan yang lainnya.


2. Alat berburu harus tajam sehingga dapat mengucurkan darah, selain kuku dan gigi (semua jenis tulang belulang). Dan, binatang buruan tersebut harus terluka oleh ketajamannya bukan hantamannya. Dihalalkan memakan binatang buruan yang mati oleh terkaman anjing dan burung yang terdidik untuk berburu. Binatang yang


Beberapa Hukum Berlandaskan Fiqih Islam


49


terdidik untuk berburu, adalah jika ia dilepas, ia akan pergi, dan jika dipanggil, ia akan datang. Lalu, jika ia menerkam buruannya, ia membawanya kepada majikannya, dan tidak menerkamnya untuk dirinya sendiri.


3. Alat berburu sengaja dilepaskan untuk berburu. Oleh karena itu, jika alat tersebut jatuh dari tangan seseorang hingga membunuh buruannya, maka tidak dihalalkan, karena tidak disengaja. Demikian juga, jika anjing buruan pergi sendiri tanpa diutus, lalu menerkam buruannya hingga mati, maka tidak dihalalkan, karena tidak sengaja dilepas. Jika seseorang melemparkan buruannya dengan alat, lalu mengenai buruan lain, atau mengenai beberapa binatang buruan, maka semua halal.


4. Mengucapkan bismillâh ketika melepaskan alat atau binatang untuk berburu, dan disunahkan pula mengucapkan takbir.


**Peringatan.


Diharamkan memelihara anjing selain untuk tujuan yang diperbolehkan oleh Rasulullah " , yaitu untuk berburu, menjaga hewan ternak, dan menjaga tanaman.



 



Tulisan Terbaru

Menjaga Shalat dan Kh ...

Menjaga Shalat dan Khusyuk dalam Melaksanakannya

Menjampi Air Termasuk ...

Menjampi Air Termasuk Ruqyah Yang Syar'i