Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam
semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa
sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.
Al-Waqidy rahimahullah berkata: Abu Bakar bin Abi Sabrah
menceritakan kepadaku, Dari Abdul Majid bin Suhail, dari Auf bin
Harits, ia berkata: Aku mendengar Aisyah radhiyallaha ‘anha
berkata: ‘Ummu Habibah radhiyallahu ‘anha memanggilku di saat
menjelang ajalnya, ia berkata: ‘Telah terjadi di antara kita sesuatu
yang biasa terjadi di antara para madu (istri), semoga Allah ta’ala
mengampuni aku dan engkau apa yang telah terjadi.’ Aku berkata:
‘Semoga Allah ta’ala mengampuni semuanya dan aku memaafkan
semua itu.’ Ia berkata: ‘Engkau telah membahagiakan aku, semoga
Allah ta’ala membahagiakan engkau.’ Dan ia juga mengutus
seseorang kepada Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha dan
mengatakan hal serupa.1
Laits bin Sa’ad dan yang lainnya berkata: ‘Seorang laki laki
menulis kepada Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu: ‘Tuliskanlah
kepadaku seluruh ilmu.’ Maka ia menulis surat jawaban kepadanya:
‘Sesungguhnya ilmu itu sangat banyak, akan tetapi jika engkau
1
Siyar A’lam Nubala 2/223
4
mampu bertemu Allah ta’ala dalam kondisi beban ringan dari darah
manusia, kosong perut dari harta mereka, menahan lisan dari
kehormatan mereka, selalu bersama jama’ah mereka, maka
lakukanlah.’2
Dari Umar bin Dzar, ia berkata: Atha` bin Abi Rabah
menceritakan kepadaku. Ia berkata: Fathimah istri Umar bin Abdul
Aziz menceritakan kepadaku bahwa ia masuk kepadanya (Umar),
ternyata ia berada di tempat shalatnya, tangannya berada di
keningnya, air matanya mengalir, aku bertanya: ‘Wahai Amirul
Mukminin, apakah telah terjadi sesuatu? Ia menjawab: ‘Wahai
Fathimah, sesungguhnya aku memegang urusan umat Muhammad
shallalahu ‘alaihi wa sallam, maka aku memikirkan orang fakir yang
kelaparan, orang sakit yang tersia-sia, yang tidak punya pakaian lagi
kesusahan, orang yang teraniaya, yang tertawan, orang tua, yang
mempunyai banyak tanggungan di penjuru negeri, aku meyakini
bahwa Rabb-ku akan menanyakannya kepadaku tentang mereka
dan sesungguhnya lawanku di belakang mereka adalah Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka aku merasa khawatir bahwa
hujjahku tidak kuat saat bersengketa, karena itu aku merasa kasihan
terhadap diriku, maka aku menangis.’3
2
Siyar 3/222
3
Siyar 5/131-132
5
Dari Musa bin Uqbah, ia berkata: ‘Tatkala ‘Iyadh bin
Ghanam memegang jabatan, datangkan segolongan dari kerabatnya
kepadanya meminta silaturrahim, maka ia menemui mereka dengan
muka berseri, menampung dan memuliakan mereka. Mereka
menetap beberapa hari, kemudian mereka berbicara kepadanya
dalam hubungan kekerabatan dan mengabarkan kepadanya tentang
kesusahan yang mereka rasakan karena mengharapkan bantuannya.
Maka ia memberikan kepada setiap orang dari mereka sepuluh dinar
–mereka berjumlah lima orang-, maka mereka menolaknya, marah
dan mencelanya.
Ia berkata: ‘Wahai para anak pamanku, demi Allah, aku
tidak mengingkari hubungan kekerabatan denganmu, tidak pula
hakmu, dan tidak pula kesusahanmu. Akan tetapi, demi Allah, aku
tidak mendapatkan apa yang bisa kuberikan kepadamu kecuali
dengan cara menjual pembantuku dan menjual sesuatu yang
kubutuhkan, maafkanlah aku.
Mereka berkata: ‘Demi Allah, Allah ta’ala tidak
memaafkanmu, sesungguhnya engkau adalah penguasa setengah
negeri Syam, sedangkan engkau hanya memberi kepada kami
sesuatu yang tidak cukup untuk biaya pulang?
6
Ia menjawab: ‘Apakah kalian menyuruh aku mencuri harta
Allah ta’ala? Demi Allah, sungguh aku dibelah dengan gergaji lebih
kusukai dari pada berkhianat sekeping uang atau berbuat zhalim.’
Mereka berkata: ‘Kami memaafkan engkau pada yang
engkau miliki, maka berikanlah kami pekerjaan (jabatan), kami
mengerjakan seperti yang dikerjakan orang orang kepadamu dan
kami mendapatkan manfaat seperti yang mereka dapatkan,
sedangkan engkau mengetahui kondisi kami, dan kami tidak akan
berbuat zalim terhadap sesuatu yang engkau jadikan untuk kami.
Ia berkata: ‘Demi Allah, sungguh aku mengenal keutamaan
dan kebaikan kalian, akan tetapi bila sampai kabar kepada Umar
radhiyallahu ‘anhu bahwa aku mengangkat beberapa pejabat dari
kaumku, maka ia akan mencelaku.’
Mereka berkata: ‘Sungguh Abu Ubaidah radhiyallahu ‘anhu
mengangkat engkau, sedang engkau mempunyai hubungan
kekerabatan dengannya, ternyata Umar radhiyallahu ‘anhu
menyetujuinya, maka jika engkau mengangkat kami niscaya dia akan
menyetujuinya.’
7
Ia menjawab: ‘Sesungguhnya kedudukanku di sisi Umar
radhiyallahu ‘anhu bukan seperti kedudukan Abu Ubaidah
radhiyallahu ‘anhu.’ Maka mereka pergi sambil mencelanya.4
Sulaiman at-Taimy berkata: Ahnaf berkata: ‘Ada tiga
perkara padaku yang tidak kusebutkan kecuali bagi orang yang ingin
mengambil pelajaran: ‘Aku tidak pernah datang ke pintu sulthan
(penguasa) kecuali diundang, aku tidak pernah masuk di antara dua
orang sehingga keduanya memasukkan aku di antara mereka dan
aku tidak pernah menyebutkan seseorang setelah berdiri dari sisiku
kecuali dengan kebaikan.’5
Dan darinya pula: ‘Aku bukanlah seorang yang santun, akan
tetapi aku berusaha agar selalu santun.’6
Al-Ashma’i berkata: dari Mu’tamir bin Hayyan, dari Hisyam
bin Uqbah saudara Dzii-rimmah, ia berkata: ‘Aku menyaksikan Ahnaf
bin Qais saat datang kepada satu kaum dalam masalah darah. Maka
ia berbicara padanya, dan ia berkata: ‘Ajukanlah tuntutan.’ Mereka
berkata: ‘Kami menuntut dua diyat.’ Ia berkata: ‘Itu bagi kalian.’
Maka tatkala mereka diam, ia berkata: ‘Aku memberikan kepada
kalian apa yang kalian minta, dengarkanlah: ‘Sesungguhnya Allah
4
Sifat Shafwah 1/660-670.
5
Siyar 4/92
6
Referensi yang sama.
8
ta’ala memutuskan dengan satu diyat, sesungguhnya Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam memutuskan dengan satu diyat, dan
sesungguhnya bangsa Arab saling memberi di antaranya satu diyat,
dan kalian pada hari ini mengajukan tuntutan. Saya khawatir bahwa
besok kalian akan dituntut, maka manusia tidak ridha darimu kecuali
seperti yang kamu contohkan.’ Mereka berkata: ‘Kembalikanlah ia
(tuntutan) kepada satu diyat.’7