Artikel

Benarkah cara Berislam Anda


Tidak bisa dipungkiri Islam “lahir” lebih dari 14 abad yang


lalu. Selang waktu yang sangat lama ini sangat memungkinkan


untuk terjadi kesesatan di dalam “tubuh” Islam. Jangankan 14


abad, dalam waktu yang sangat singkat saja, suatu kaum bisa


menjadi sesat, sebagaimana terjadi pada Bani Israil ketika


ditinggalkan oleh Nabi Musa ‘alaihissalam selama 40 hari. Yang 


tadinya mereka hanya menyembah kepada Allah, akhirnya


mereka menyembah kepada berhala.


Begitu pula dengan jarak yang sangat jauh dengan pusat


penyebaran Islam di zaman dahulu, seperti: Madinah, Mekkah,


Baghdad, Mesir dll. Untuk bisa mencapai negeri Indonesia, para


penyebar Islam harus menempuh pelayaran dan perjalanan yang


sangat lama. Ini juga mendukung terjadinya kesesatan.


Berdasarkan catatan sejarah, di awal-awal masuknya Islam ke


Indonesia, Islam banyak disebarkan oleh para pedagang Islam


yang berinteraksi dengan masyarakat pribumi. Mereka tidak


terkenal sebagai ulama yang benar-benar menguasai ilmu Islam


secara mendalam sebagaimana ulama-ulama yang berada di


pusat penyebaran Islam di zaman dahulu. Seandainya benar


mereka adalah ulama-ulama yang memiliki ilmu yang sangat


dalam, tentunya kita akan mendapatkan peninggalan-peninggalan


ilmiah mereka, baik berupa: tulisan tangan, riwayat perkataan


mereka atau kemasyhuran mereka di dunia Islam. Tetapi ternyata


kita tidak menemukannya. Sehingga bisa disimpulkan bahwa


Islam di Indonesia dulunya diajarkan oleh orang-orang yang


belum mencapai derajat ulama yang mendalam ilmunya. Jika


demikian, maka Islam bisa ternoda dengan ketidakberilmuan


mereka. Ini juga sangat mendukung terjadinya kesesatan di


Indonesia.





4





Sebagaimana kita ketahui juga, agama yang banyak menyebar di


Indonesia sebelum masuknya agama Islam adalah agama Hindu,


Budha, Animisme, Dinamisme dan Atheis. Disadari atau tidak, ini


juga tidak menutup kemungkinan untuk terjadi percampuran


agama Islam dengan agama-agama tersebut. Belum lagi dengan


budaya yang beraneka ragam yang sekarang sangat tampak


pengaruhnya terhadap pemeluk-pemeluk Islam di Indonesia. Ini


juga bisa mendukung terjadinya kesesatan.


Dengan membaca apa yang telah penulis paparkan di atas, maka


Indonesia bisa menjadi “lahan” subur untuk menyebarnya


berbagai kesesatan. Oleh karena itu, dalam berislam kita harus


benar-benar memperhatikan apakah Islam yang kita jalani pada


saat ini adalah Islam yang benar dan jauh dari kesesatan ataukah


tidak. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengabarkan di


dalam hadits Abu Hurairah:


(( افْتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَتَفَرَّقَتِ النَّصَارَى


عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً وَتَفْتَرِقُ أُمَّتِى عَلَى ثَلاَثٍ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً


كُلُّهَا فِي النَّارِ إِلاَّ مِلَّةً وَاحِدَةً ))


Artinya: “Umat Yahudi terpecah-belah menjadi 71 atau 72


kelompok. Umat Kristen juga terpecah belah menjadi 71 atau 72


kelompok. Sedangkan umatku akan terpecah-belah menjadi 73


kelompok [1] . Seluruhnya di neraka kecuali satu kelompok. [2]


Hadits di atas dengan jelas mengabarkan bahwa kaum muslimin


akan berpecah-belah dan hanya ada satu kelompok yang selamat.


Ini harus kita imani, karena Rasulullah-shallallahu ‘alaihi wa


sallam-lah yang mengatakannya.


Hadits di atas juga mengabarkan bahwa ketujuh puluh kelompok


tersebut masih digolongkan sebagai umat Nabi


Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam yang beragama Islam,


sehingga meskipun mereka terjatuh kepada kesesatan, mereka di


akhirat nanti masih berada di bawah kehendak Allah. Jika Allah





5





berkehendak untuk mengazab mereka maka Allah akan mengazab


mereka, jika tidak maka Allah tidak akan mengazab mereka. Akan


tetapi, kesemuanya pada akhirnya akan masuk surga.


Penulis perlu mengingatkan bahwa ada kelompok-kelompok di


dalam Islam yang menisbatkan diri mereka kepada Islam, tetapi


kelompok-kelompok tersebut sebenarnya bukanlah termasuk


umat Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, seperti:


Ahmadiyah, Jaringan Islam Liberal (JIL), beberapa


tarikat Shufiyah dan Syi’ah/Rafidhah yang melampaui batas dll.


Kelompok-kelompok tersebut tidak termasuk ketujuh puluh


kelompok yang disebutkan di dalam hadits di atas.


Siapakah satu kelompok yang disebutkan di dalam hadits


tersebut? Untuk menjawab pertanyaan ini, maka kita tidak boleh


mengaku-ngaku berada dalam kebenaran kecuali memang ada


dalilnya dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan seharusnya


kita selalu merasa was-was atau ragu apakah Islam yang kita jalani


pada saat ini sudah benar ataukah belum. Dengan demikian kita


akan bersemangat untuk mencari kebenaran tersebut.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mensifati mereka pada


kelanjutan hadits di atas:


(( فَقِيلَ لَهُ : مَا الْوَاحِدَةُ قَالَ : مَا أَنَا عَلَيْهِ الْيَوْمَ وَأَصْحَابِي ))


Artinya: Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun ditanya,


“Siapakah satu kelompok itu, Ya Rasulullah?” Maka


beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam pun menjawab, “Apa yang


sesuai dengan yang saya dan para sahabatku berada di atasnya


pada hari ini.”


Dengan demikian, Islam yang paling benar adalah Islam yang


sesuai dengan ajaran yang dibawa oleh Rasulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam tanpa ada penambahan dan pengurangan di


dalamnya dan juga Islam yang dijelaskan oleh para sahabat





6





Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena mereka langsung


menerima ilmu dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.


Sekarang ini banyak orang mengatakan bahwa kelompoknya


adalah kelompok yang paling benar, karena kelompoknya


berlandaskan Al-Qur’an dan As-Sunnah. Akan tetapi, mengapa


masih terjadi perpecahan di antara mereka sehinga yang satu


kelompok mengkafirkan yang lain dan yang lainnya mengatakan


sesat kelompok yang lain?


Ini semua terjadi karena mereka memahami Al-Qur’an dan As-


Sunnah hanya dengan akal-akal mereka atau mencukupkan diri


dengan bahasa Arab yang mereka kuasai. Sehingga mereka tidak


tahu apakah mereka telah terjatuh kepada kesesatan ataukah


tidak.


Saudara pembaca yang mudah-mudahan Allah merahmati kita


semua, Jika Al-Qur’an dan As-Sunnah ditafsirkan atau dijelaskan


dengan akal-akal manusia, maka akan terjadilah keberagaman


pemahaman, karena setiap orang sangat berbeda tingkat


pemahamannya dengan yang lain. Jika terus berlangsung


demikian, maka Islam di setiap zaman akan berbeda-beda dan


akan menjadi agama baru yang berbeda dengan Islam yang


dibawa oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.


Lalu, kita harus mengikuti pemahaman siapa? Jawabannya adalah


kita harus mengikuti pemahaman Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam, para sahabatnya dan orang-orang yang mengikuti jalan


mereka dengan baik.


Apakah mereka masih ada pada zaman sekarang ini? Ya, orang-


orang yang mengikuti pemahaman para sahabat dan orang-orang


yang mengikutinya dengan baik masih ada pada zaman sekarang


ini sampai hari kiamat nanti. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam bersabda:





7





(( لاَ تَزَالُ طَائِفَةٌ مِنْ أُمَّتِى ظَاهِرِينَ عَلَى الْحَقِّ لاَ يَضُرُّهُمْ مَنْ خَذَلَهُمْ


حَتَّى يَأْتِىَ أَمْرُ اللَّهِ وَهُمْ كَذَلِكَ ))


Artinya : ”Senantiasa ada sekelompok orang di kalangan umatku


yang selalu tampak dengan kebenarannya. Orang yang tidak


mengacuhkan mereka tidak dapat memberikan mudarat kepada


mereka sampai datang perkara Allah dan mereka tetap dengan


kebenarannya.” [3]


Mengapa kita harus mengikuti pemahaman para sahabat dan


orang-orang yang mengikutinya dengan baik? Setidaknya ada


empat alasan mengapa kita harus mengikuti pemahaman mereka,


yaitu:


1. Allah subhanahu wa ta’ala telah me-ridha-i mereka di


dalam Al-Qur’an dengan firman-Nya:





﴿ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ ﴾


     Artinya: “Allah telah ridha kepada mereka dan mereka pun


telah ridha kepada Allah.” (QS Al-Bayyinah : 8)


2. Mereka adalah umat terbaik di hadapan Allah





(( خَيْرُ النَّاسِ قَرْنِى ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ثُمَّ الَّذِينَ يَلُونَهُمْ ))


Artinya: “Sebaik-baik manusia adalah yang hidup di zamanku,


kemudian yang hidup setelah zamanku, kemudian yang hidup


setelahnya.”  [4]


3. Allah mengancam orang-orang yang menyelisihi mereka di


dalam Al-Qur’an dengan firman-Nya


﴿ وَمَنْ يُشَاقِقِ الرَّسُولَ مِنْ بَعْدِ مَا تَبَيَّنَ لَهُ الْهُدَى وَيَتَّبِعْ غَيْرَ سَبِيلِ


الْمُؤْمِنِينَ نُوَلِّهِ مَا تَوَلَّى وَنُصْلِهِ جَهَنَّمَ وَسَاءَتْ مَصِيرًا ﴾ [ النساء : 115 ]


Artinya: “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas


kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-





8





orang mukmin, kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang


telah dikuasainya itu dan kami masukkan ia ke dalam Jahannam,


dan Jahannam itu seburuk-buruk tempat kembali.” (QS An-Nisa’ :


115)


“Jalan orang-orang mukmin”, siapakah mereka? Tidak lain,


mereka adalah sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.


4. Allah di dalam Al-Qur’an telah memuji mereka dan


menyediakan untuk mereka surga


﴿ وَالسَّابِقُونَ الْأَوَّلُونَ مِنَ الْمُهَاجِرِينَ وَالْأَنْصَارِ وَالَّذِينَ اتَّبَعُوهُمْ بِإِحْسَانٍ


رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ وَأَعَدَّ لَهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي تَحْتَهَا الْأَنْهَارُ


خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ ﴾ [ التوبة : 100 ]


Artinya: “Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama


(masuk Islam) dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-


orang yang mengikuti mereka dengan baik, Allah telah me-ridha-i


mereka dan mereka pun telah ridha kepada Allah. Dan Allah


menyediakan bagi mereka surga-surga yang mengalir sungai-


sungai di dalamnya selama-lamanya. Mereka kekal di dalamnya.


Itulah kemenangan yang besar.” (QS At-Taubah : 100)


Pada ayat di atas Allah menyebutkan keutamaan kaum Muhajirin


dan Anshar serta orang-orang yang mengikuti mereka dengan


baik. Allah telah me-ridha-i mereka dan menyediakan surga untuk


mereka kelak. Oleh karena itu, kita harus bisa mengikuti jejak


mereka agar bisa menjadi seperti orang-orang yang disebutkan


setelah kaum Muhajirin dan Anshar dan mendapatkan keutamaan


berupa ke-ridha-an Allah dan surga.


Bagaimana agar kita bisa benar-benar yakin bahwa Islam yang kita


jalani adalah Islam yang sesuai dengan pemahaman mereka? Agar


kita bisa yakin, maka kita harus benar-benar mempelajari Islam ini


dan menghidupkan keilmiahan dalam beragama. Kita tidak


menerima, mengamalkan dan berkeyakinan kecuali benar-benar





9





memiliki dalil dari Al-Qur’an dan HaditsNabi shallallahu ‘alaihi wa


sallam. Hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang


menyebar di dunia Islam pun harus diseleksi lagi, karena hadits


tersebut bermacam-macam; Ada hadits shahih dan hasan (kedua


hadits inilah yang bisa menjadi hujjah/dalil); dan ada juga


haditsdha’if/lemah dan maudhu’/palsu (kedua hadits ini tidak bisa


dijadikan hujjah).


Tidak cukup dengan itu, kita harus meneliti lagi apakah


pemahaman kita akan tafsir Al-Qur’an danhadits tersebut sudah


sesuai dengan pemahaman orang-orang Islam yang terdahulu


(kaum salaf dari kalangan sahabat, tabi’in, tabi’ut-tabi’in dan


orang-orang yang mengikuti mereka dengan baik) dengan


membaca nukilan-nukilan perkataan mereka di kitab-kitab para


ulama yang terpercaya keilmuannya.


Di dalam urusan dunia saja kita harus ilmiah dalam menerima


segala sesuatu, contohnya:


Dalam bidang kedokteran, para dokter tidak bisa menerima suatu


cara pengobatan kecuali dengan adanya penelitian dan bukti


ilmiah. Begitu pula dalam bidang teknologi, para ilmuan tidak bisa


mengatakan bahwa sesuatu penemuan tersebut adalah ilmu


pengetahuan kecuali bisa dibuktikan dan dijelaskan dengan teori-


teori ilmiah.


Apalagi dalam beragama, maka kita juga harus menghidupkan


keilmiahan dalam beragama, sehingga kita nantinya tidak salah


dalam memahami agama ini dan tidak tersesat.


Kita juga seharusnya jangan terlalu fanatik dengan madzhab


fiqh tertentu, seperti: madzhab Syafi’i, madzhab Hanbali


(Ahmad), madzhab Hanafi dan madzhab Maliki. Imam-


imam madzhabtersebut tidaklah ma’shum (terjaga dari dosa),


sehingga memungkinkan bagi mereka terjatuh kepada kesalahan-


kesalahan.





10





Tidaklah ada pada suatu madzhab fiqh tersebut kecuali di


dalamnya ada kebenaran dan kesalahan. Apa-apa yang benar dan


sesuai dengan dalil, maka kita ikuti. Dan apa-apa yang salah atau


menyelisihi dalil maka kita harus tolak. Kebenaran


yang muthlaq tidak ada terdapat pada suatu madzhab tertentu.


Dengan demikian, Sudah benarkah cara berislam Anda? Jika


belum benar, maka marilah kita sama-sama memperbaikinya,


berlapang dada menerima kebenaran dan tidak sombong.


Akhirul-kalam, penulis mengharapkan kepada pembaca untuk


bisa menyebarkan kebaikan yang terdapat pada tulisan ini dengan


menyampaikannya kepada orang-orang di sekitar pembaca,


keluarga dan kaum muslimin. Mudahan tulisan ini bermanfaat.


Amin.


[1]  Sampai di sini HR Abu Dawud no. 4596, At-Tirmidzi no. 2640


dan Ibnu Majah no. 3991 (Hadits ini di-shahih-kan oleh Syaikh Al-


Albani).


[2]  HR Al-Marwazi di As-Sunnah no. 59 dan Al-Hakim di Al-


Mustadrak no. 444. Hadits ini memiliki syahid dari Anas bin Malik,


sebagaimana diriwayatkan oleh Ath-Thabrani di Al-Mu’jam Al-


Aushath no. 4886.


[3]  HR Muslim no. 5059


[4]  HR Al-Bukhari no. 2652 dan Muslim no. 6635


Sumber : http://kajiansaid.wordpress.com



Tulisan Terbaru

Menjaga Shalat dan Kh ...

Menjaga Shalat dan Khusyuk dalam Melaksanakannya

Menjampi Air Termasuk ...

Menjampi Air Termasuk Ruqyah Yang Syar'i