Sesungguhnya segala puji adalah milik Allah. Kita
memuji, memohon pertolongan dan meminta ampunan-Nya. Kita
berlindung kepada Allah dari kejahatan dan keburukan amal
perbuatan kita. Siapa yang ditunjuki Allah, maka tidak ada yang
dapat menyesatkannya. Siapa yang disesatkan Allah maka tidak
ada yang dapat menunjukinya. Aku bersaksi bahwa tidak ada
sesemabahan yang haq kecuali Allah semata, tidak ada sekutu
bagiNya. Dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
utusanNya. Semoga shalawat, salam dan keberkahan dilimpahkan
kepada beliau, keluarga, sahabat, dan segenap orang yang
mengikutinya. Amma ba’du.
Di antara hal yang menyibukkan hati kebanyakan umat Islam
adalah mencari rizki. Dan menurut pengamatan, sejumlah umat
Islam memandang bahwa bepegang kepada Islam akan
mengganggu rizki mereka. Tidak hanya sebatas itu, bahkan lebih
parah dan menyedihkan lagi bahwa ada sejumlah orang yang
masih mau menjaga sebagian kewajiban syariat Islam tetapi
mereka mengira bahwa jika ingin mendapatkan kemudahan di
bidang materi dan kemapanan ekonomi, hendaknya menutup
mata dari sebagian hukum-hukum Islam, terutama yang
berkenaan dengan halal dan haram.
4
Mereka itu lupa atau pura-pura lupa bahwa Sang Khaliq Azza wa
Jalla tidak mensyariatkan agamaNya hanya sebagai petunjuk bagi
umat manusia dalam perkara-perkara akhirat dan kebahagiaan
mereka di sana saja, tetapi Allah mensyaratkan agama ini juga
untuk menunjuki manusia dalam urusan kehidupan dan
kebahagian mereka di dunia. Bahkan doa yang sering dipanjatkan
Nabi kita Shallallahu ‘alaihi wa sallam, kekasih Allah Subhanahu
wa Ta’ala, yang dijadikanNya sebagai teladan bagi umat manusia
adalah.
﴿ رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّار ِ﴾
“Wahai Tuhan kami, karuniakanlah kepada kami kebaikan di
dunia dan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api Neraka”[1]
Allah dan Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang mulia tidak
meninggalkan umat Islam tanpa petunjuk dalam kegelapan,
berada dalam keraguan dalam usahanya mencari penghidupan.
Tetapi sebaliknya, sebab-sebab rizki itu telah diatur dan
dijelaskan. Seandainya umat ini mau memahami, menyadari,
berpegang teguh dengannya serta menggunakan sebab-sebab itu
dengan baik, niscaya Allah Yang Maha Pemberi Rizki dan memiliki
kekuatan akan memudahkannya mencapai jalan-jalan untuk
mendapatkan rizki dari setiap arah, serta akan dibukakan
untuknya keberkahan dari langit dan bumi.
5
Didorong oleh keinginan untuk mengingatkan dan mengenalkan
saudara-saudara sesama Muslim tentang berbagai sebab di atas
dan untuk meluruskan pemahaman mereka tentang hal ini serta
untuk mengingatkan orang yang telah tersesat dari jalan yang
lurus dalam berusaha mencari rizki, maka saya bertekad dengan
memohon taufik dari Allah untuk mengumpulkan sebagian sebab-
sebab untuk mendapatkan rizki tersebut dalam buku kecil ini.
Buku ini saya beri judul “Mafatih ar-Rizqi fi Dhau’al Kitab wa as-
Sunnah”.
HAL-HAL YANG SAYA PERHATIKAN DALAM MAKALAH INI
Di antara hal-hal yang saya perhatikan –dengan karunia Allah-
dalam makalah ini adalah sebagai berikut :
1. Rujukan utama dalam makalah ini adalah al-Qur’an dan Sunnah
Rasul-Nya yang mulia.
2. Saya menukil hadits-hadits dari maraji’ (sumber) aslinya. Saya
juga menyebutkan pandangan ulama tentang derajat hadits
tersebut (shahih, hasan, dha’if dan lain sebagainya,-pent), kecuali
apa yang saya nukil dari ash-Shahihain (al-Bukhari dan Muslim).
Sebab segenap umat Islam telah sepakat untuk menerima
(keshahian keduanya) [2]
6
3. Ketika menggunakan dalil dari ayat-ayat al-Qur’an dan hadits-
hadits, saya berusaha mengambil faidah (penjelasan) dari kitab-
kitab tafsir dan kitab-kitab syarah (keterangan) hadits-hadits.
4. Saya memaparkan tentang apa yang dimaksud dengan sebab-
sebab yang disyariatkan dalam mencari rizki dengan bantuan
keterangan-keterangan –setelah memohon pertolongan dari Allah
Subhanahu wa Ta’ala- dari ucapan-ucapan para ulama, untuk
menghilangkan keraguan-keraguan di dalamnya.
5. Saya tidak bermaksud membicarakan manfaat-manfaat dari
sebab-sebab yang Allah Subhanahu wa Ta’ala jadikan selain
masalah rizki. Kecuali disebutkan secara kebetulan. Mudah-
mudahan Allah Subhanahu wa Ta’ala memudahkan saya untuk
membicarakan hal-hal tersebut di masa yang akan datang.
6. Saya jelaskan beberapa kata asing yang ada di dalam hadits-
hadits, untuk lebih menyempurnakan manfaat, insya Allah.
7. Saya tuliskan beberapa maraji’ (sumber) yang cukup untuk
memudahkan siapa saja yang ingin kembali padanya.
8. Saya tidak bermaksud menyebutkan sebab-sebab rizki
seluruhnya. Tetapi yang saya bahas adalah apa yang dimudahkan
oleh Allah padaku untuk mengumpulkannya.
Hakikat rizki
7
Rizki atau sering juga disebut rezeki, berasal dari kata rozaqo –
yarzuku – rizqon, yang bermakna “memberi / pemberian”.
Sehingga makna dari rizki adalah segala sesuatu yang
dikaruniakan Alloh Subhanahu wa Ta’laa kepada hamba-hamba-
Nya dan dimanfaatkan oleh hamba tersebut.
Dari pengertian di atas dapat difahami bahwa yang termasuk
dalam ketagori rizki, tidak terbatas hanya pada besar kecilnya gaji
dan pendapatan atau banyak tidaknya harta maupun uang yang
tersimpan. Tetapi makna rizki lebih luas daripada itu. Kesehatan
tubuh dan jiwa, udara yang kita hirup, air hujan yang turun,
keluarga yang menyenangkan, kepandaian, terhindarnya dari
kecelakaan atau musibah, dan lain sebagainya adalah bagian dari
rizki Alloh Subhanahu wa Ta’laa.
Termasuk juga turunnya hidayah Islam pada diri seorang hamba,
pemahaman akan ilmu agama, terbukanya pintu-pintu amal
sholih dan bahkan khusnul khotimah dan mati syahid juga
merupakan bagian dari rizki yang tiada tara. Dan masih banyak
lagi karunia Alloh Subhanahu wa Ta’laa yang sangat luar biasa,
yang di-karuniakan kepada hamba-hamba-Nya dan tidak mungkin
terhitung.
Setelah kita memahami makna dari rizki, tentu tidak ada alasan
bagi kita untuk tidak bersyukur kepada Ar Roziq (Maha Pemberi
8
Rizki). Semua makhluk pasti mendapatkan rizkinya. Entah dia
manusia yang beriman atau kafir, kelompok jin yang taat atau jin
syetan, semua binatang, para malaikat, tumbuhan dan semua
makhluk-Nya yang Dia ciptakan. Hal ini menunjukkan asma dan
sifat-Nya Ar Rohman (Maha Pengasih).
Rizki Alloh Subhanahu wa Ta’laa pasti terus mengalir. Tidak ada
satu makhlukpun yang sanggup menghalangi berjalannya rizki
pada seseorang bila, Alloh Subhanahu wa Ta’laa menghendaki itu
terjadi pada seseorang. Begitu pula sebaliknya, tidak ada satu
makhlukpun yang sanggup memberikan rizki pada seseorang, bila
Alloh Subhanahu wa Ta’laa menghendaki hal itu tidak terjadi
padanya. Kepastian datangnya rizki di dunia, seiring kepastian
nyawa hadir pada diri seorang makhluk. Atau kata lainnya, tanda
rizki dunia seseorang itu habis adalah hadirnya kematian padanya.
Bila rizki sudah tetap, lalu kenapa dibutuhkan kunci-kunci rizki?
Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda :
(( …ثمُيُرْسَلُ إلِيَهِْ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحُ وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَات : بِكَتْبِ
رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ أَوْ سَعِيْدٌ … ))
“…Kemudian diutuslah malaikat kepadanya untuk meniupkan ruh
kepadanya, dan diperintahkan untuk menulis empat hal : menulis
rizkinya, ajalnya, amalnya dan apakah ia celaka atau bahagia…”
(HR. Bukhori dan Muslim)
9
Memang ada empat perkara ketetapan Alloh Subhanahu wa
Ta’laa yang terjadi pada diri manusia, dimana tidak ada satu
manusiapun yang bisa merubah hal itu, yaitu rizki, ajal, amal dan
celaka dimana manusia tidak ada yang bisa untuk memahaminya
kecuali atas izin Alloh Subhanahu wa Ta’laa. Empat perkara di atas
adalah permasalahan ghoib yang tidak ada makhluk yang
mengetahuinya selain Alloh Subhanahu wa Ta’laa.
Sementara itu, berkenaan dengan rizki, jodoh, amal serta
kebahagiaan, manusia hanya diberi kesempatan untuk
menentukan pilihan dan berikhtiyar untuk mengusahakan sebab
agar terpenuhinya segala pi-lihannya. Sedangkan hasil,
kembalinya tetap kepada takdir Alloh Subhanahu wa Ta’laa.
Manusia tidak akan bisa memastikan akan hidup selamanya
walaupun dia berusaha semaksimal mungkin untuk
memperpanjang usianya. Manusia tidak akan bisa menjamin akan
miskin dan sengsara selamanya, kalau Alloh Subhanahu wa Ta’laa
mentakdirkan dia menjadi kaya atau bahagia di waktu tertentu,
begitu pula sebaliknya.
Segala bentuk usaha / ikhtiyar yang dilakukan manusia di dalam
meraih pilihannya, dinilai sebagai ibadah bila dilaksanakan karena
Alloh Subhanahu wa Ta’laa dan tidak bertentangan dengan
kaidah-kaidah ajaran Islam. Walaupun terkadang hasil yang dia
10
capai dari ikhtiyarnya tersebut tidak sesuai dengan apa yang dia
inginkan. Tapi yang harus ada pada hati setiap muslim, adalah
sikap husnudzon (prasangka baik) kepada Alloh Subhanahu wa
Ta’laa. Apa yang Dia pilihkan untuk makhluknya, adalah yang
terbaik bagi makhluk tersebut. Alloh Subhanahu wa Ta’laa tidak
mungkin salah dalam memberikan suatu ketetapan.
Banyak hikmah yang diambil dari ditentukannya kunci-kunci rizki :
-Akan lebih melapangkan jalan rizki, yang sebelumnya terasa
sempit.
-Seandainya secara lahir, jalan rizki belum lapang, bisa jadi
dengan kunci-kunci rizki yang diusahakan, akan menambah sikap
qonaah (menerima segala takdir Alloh Subhanahu wa Ta’laa) di
hati.
-Dengan kunci-kunci rizki, maka akan menambah barokah rizki
yang didapat manusia, walupun menurut ukuran lahir, rizki
tersebut sangat sedikit.
-Bila di dunia ini belum terkabulkan apa yang kita usahakan akan
atau kebahagiaan. Tetapi wajib difahami juga, bahwa empat hal di
atas adalah meliputi ilmu Alloh Subhanahu wa Ta’laa berkenaan
dengan kunci-kunci rizki, maka bisa jadi Alloh Subhanahu wa
Ta’laa akan menggantinya di akhirat kelak.
11
-Dengan mengusahakan kunci-kunci rizki seperti yang disyariatkan
Alloh Subhanahu wa Ta’laa, maka bertambah pula amal sholih
kita.
-Dan fadhilah-fadhilah lain yang Alloh Subhanahu wa Ta’laa
janjikan pada umat-Nya yang selalu beramal sholih.
Diantara hal yang menyibukkan hati kebanyakan umat Islam
adalah mencari rizki (yang bersifat materi dan kemapanan
duniawi). Sejumlah besar umat Islam memandang bahwa
berpegang dengan Islam akan mengurangi rizki mereka. Tidak
hanya sebatas itu, bahkan lebih parah dan menyedihkan lagi
bahwa ada sejumlah orang yang masih mau menjaga sebagian
kewajiban syari’at tetapi mereka mengira bahwa jika ingin
mendapatkan kemudahan di bidang materi dan kemapanan
ekonomi hendaknya menutup mata dari sebagian hukum Islam.
Na’udzu billahi min dzalik.
Kunci – Kunci Rizki
1. Istighfar dan Taubat
12
Alloh Subhanahu wa Ta’laa berfirman :
“Maka aku katakan kepada mereka, ”Mohonlah ampun kepada
Robb-mu, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya
Dia akan mengirimkan hujan yang lebat dan membanyakkan harta
dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan
me-ngadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”
(QS. Nuh : 10-12).
Ibnu Katsir berkata,”Maknanya, jika kalian bertaubat kepada
Alloh, meminta ampun kepada-Nya dan kalian senantiasa
menta’ati-Nya, niscaya Dia akan membanyakkan rizki kalian dan
menurunkan hujan serta keberkahan dari langit, mengeluarkan
untuk kalian berkah dari bumi, menumbuhkan tumbuhan-
tumbuhan untuk kalian, membanyakkan anak dan melimpahkan
air susu perahan untuk kalian, membanyakkan harta dan anak-
anak untuk kalian, menjadikan kebun-kebun yang di da-lamnya
bermacam-macam buah-buahan untuk kalian serta menga-lirkan
sungai-sungai di antara kebun-kebun itu.” (Tafsir Ibnu Katsir, 4 /
449)
Sebagian umat Islam menyangka bahwa istighfar dan taubat
hanyalah cukup dengan lisan semata, dengan hanya
memperbanyak kalimat, “Astaghfirullohal ‘adzim”. Tetapi kalimat
itu tidak membe-kas di dalam hati, juga tidak berpengaruh dalam
13
perbuatan anggota badan. Sesungguhnya istighfar dan taubat ini
adalah taubatnya orang yang dusta.
Imam An Nawawi menjelaskan,”Para ulama berkata,”Bertaubat
dari segala dosa adalah wajib. Jika dosa itu antara hamba dengan
Alloh, yang tidak ada sangkut pautnya dengan hak manusia maka
syaratnya ada tiga, -pertama, hendaknya ia menjauhi dosa
(maksiat) itu, -dua, ia harus menyesali perbuatan dosa itu, -tiga, ia
harus berkeinginan untuk tidak mengulanginya lagi. Jika salah
satunya hilang maka taubatnya tidak sah. Jika taubat itu berkaitan
dengan hak manusia maka syaratnya ada empat. Ketiga syarat di
atas dan -ke empat, hendaknya ia membebaskan diri (memenuhi)
hak orang tersebut. Jika berbentuk harta benda atau sejenisnya
maka ia harus mengembalikannya. Jika berupa (had) hukuman
tuduhan atau sejenisnya maka ia harus memberinya kesempatan
untuk membalas-nya atau meminta maaf padanya. Jika berupa
ghibah (menggunjing) maka ia harus meminta maaf.”
(Riyadush Sholihin).
2. Taqwa
Alloh Subhanahu wa Ta’laa berfirman : “Barangsiapa bertaqwa
kepada Alloh, niscaya Dia akan mengada-kan jalan keluar baginya
14
dan memberinya rizki dari arah yang tidak disangka-sangka.” (QS.
Ath Tholaq : 2-3 )
Al Hafidz Ibnu Katsir berkata,”Maknanya, barangsiapa bertaqwa
kepada Alloh dengan melakukan apa yang diperinyahkan-Nya dan
meninggalkan apa yang dilarang-Nya, niscaya Alloh akan
memberi-nya jalan keluar serta rizki dari arah yang tidak disangka-
sangka, yakni dari arah yang tidak pernah terlintas dalam
benaknya.”
(Tafsir Ibnu Katsir, QS. Ath Tholaq : 2-3).
Para ulama telah menjelaskan apa yang dimaksud dengan taqwa.
Di antaranya, Imam Ar Roghib Al Ashfahani berkata,”Taqwa yaitu
menjaga jiwa dari perbuatan yang membuatnya berdosa, dan itu
dengan meninggalkan apa yang dilarang, dan menjadi sempurna
dengan meninggalkan sebagian yang dihalalkan.”
(Al Mufrodat fie Ghoribil Qur’an)
Orang yang melihat dengan kedua bola matanya apa yang
diharam-kan Alloh, atau mendengarnya dengan kedua telinganya
apa yang di-murkai Alloh Subhanahu wa Ta’laa, atau
mengambilnya dengan kedua tangannya apa yang tidak diridloi
Alloh Subhanahu wa Ta’laa, atau berjalan ke tempat yang di kutuk
15
Alloh Subhanahu wa Ta’laa, berarti ia tidak menjaga dirinya dari
dosa.
Jadi, orang yang membangkang perintah Alloh Subhanahu wa
Ta’laa serta melakukan apa yang dilarang-Nya, dia bukanlah
termasuk orang-orang yang bertaqwa. Orang yang menceburkan
diri ke dalam maksiat, sehingga ia pantas mendapat murka Alloh
Subhanahu wa Ta’laa, maka ia telah mengeluarkan dirinya dari
barisan orang-orang yang bertaqwa.
3. Tawakkal kepada Alloh Subhanahu wa Ta’laa
Alloh Subhanahu wa Ta’laa berfirman :
“Dan barangsiapa bertawakkal kepada Alloh, niscaya Alloh akan
mencukupkan (keperluan)nya. Sesungguhnya Alloh melaksanakan
urusan (yang dikehendaki)-Nya. Sesungguhnya Alloh telah menga-
dakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.”
(QS. Ath Tholaq : 3) Menafsirkan ayat tersebut, Ar Robi’ bin
Khutsaim berkata,”(mencu-kupkan) dari setiap yang membuat
sempit manusia.”
(Syarhus Sunnah, 14 / 298)
Menjelaskan makna tawakkal para ulama berkata, diantaranya
Imam Ghozali, Beliau berkata,”Tawakkal adalah penyandaran hati
hanya kepada “WAKIIL” (yang ditawakkali) semata.”
16
(Ihya’ Ulumuddin, 4 / 259)
Al Allamah Al Manawi berkata,”Tawakkal adalah menampakkan
kelemahan serta penyandaran (diri) kepada yang ditawakkali.”
(Faidhul Qodir, 5 / 311)
Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda :
(( لَوْ أَنَّكُمْ كُنْتُمْ تَوَكَّلُوْنَ عَلَى اللهِ حَقَّ تَوَكَّلِهِ لَرُزِقْتُمْ كَمَا تُرْزَقُ الطَّيْرُ تَغْدُوْ
خِمَاصًا وَتَرُوْحُ بِطَانًا )) [رواه الترمذي وابن حبان]
“Sungguh, seandainya kalian bertawakkal kepada Alloh sebenar-
benar tawakkal, niscaya kalian akan diberi rizki sebagaimana rizki
burung-burung. Mereka berangkat pagi-pagi dalam keadaan lapar
dan pulang sore hari dalam keadaan kenyang.”
(HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban)
Sebagian manusia ada yang berkata,”Jika orang yangbertawakkal
kepada Alloh itu akan diberi rizki, maka kenapa kita harus lelah,
berusaha dan mencari penghidupan. bukankah kita cukup duduk-
duduk dan bermalas-malasan, lalu rizki kita datang dari langit.”
Perkataan ini sungguh menunjukkan kebodohan orang yang
mengucapkannya tentang hakekat tawakkal. Imam Ahmad
berkata,”Dalam hadits tersebut tidak ada isyarat yang
membolehkan untuk meninggalkan usaha. Sebaliknya justru di
17
dalamnya ada isyarat yang menunjukkan perlunya mencari rizki.
Jadi maksud hadits tersebut, bahwa seandainya mereka
bertawakkal pada Alloh dalam bepergian, kedatangan dan usaha
mereka, dan mereka mengeta-hui bahwa kebaikan (rizki) itu di
tangan-Nya, tentu mereka tidak akan pulang kecuali dalam
keadaan mendapatkan harta dengan selamat, sebagaimana
burung-burung tersebut.”(Tuhfatul Ahwadzi, 7 / 8)
Imam ahmad menambahkan,”Para shahabat juga berdagang dan
bekerja dengan pohon kurmanya. Dan merekalah teladan kita.”
(Fathul Bari, 11 / 305-306)
4. Beridah kepada Alloh Subhanahu wa Ta’laa sepenuhnya
Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda :
(( إِنَّ اللهَ تَعَلىَ يَقُولُ : يَا ابْنَ آدَمَ تَفَرَّغْ لِعِبَدَتِى أَمَْـَلأُصَدْرَكَ غِنىً، وَأَسُدُّ
فَقْرَكَ. وَإِنْ لاَ تَفْعَلْ مَلَأْتُ يَدَكَ شُغْلاً، وَلَمْ أَسُدَّ فَقْرَكَ ))
“Sesungguhnya Alloh Ta’laa berfirman,”Wahai anak Adam.
Beribadahlah sepenuhnya kepada-Ku ! Niscaya Aku penuhi di
dalam dada dengan kekayaan dan aku penuhi kebutuhanmu. Jika
tidak kalian lakukan, niscaya aku penuhi tanganmu dengan
kesibukan dan tidak aku penuhi kebutuhanmu.” (HR. Ibnu Majah)
Al Mulla Ali Al Qori menjelaskan makna hadits -تَفَرَّغْ لِعِبَدَتِى –
“beribadahlah sepenuhnya kepada-Ku.”, Beliau berkata,”Makna-
18
nya, jadikanlah hatimu benar-benar sepenuhnya (konsentrasi)
untuk beribadah kepada Robb-mu.” (Murqotul Mafatih, 9 / 26)
Hendaknya seseorang tidak mengira bahwa yang dimaksud
beribadah sepenuhnya adalah dengan meninggalkan usaha untuk
mendapatkan penghidupan dan duduk di masjid sepanjang siang
dan malam. Hendaknya seorang hamba beribadah dengan hati
dan jasadnya, khusyu’ dan merendahkan diri dihadapan Alloh
Maha Esa. Menghadirkan hati, betapa besar keagungan Alloh
Subhanahu wa Ta’laa.
5. Melajutkan Haji dengan Umroh atau sebaliknya
Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda :
(( تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وِالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِي الْكِيْرُ
خَبَثَ الْحَدِيدِ ))
“Lanjutkanlah haji dengan umroh atau sebaliknya. Karena
sesungguhnya keduanya dapat menghilangkan kemiskinan dan
dosa-dosa sebagaimana api dapat mengilangkan kotoran besi.”
(HR. An Nasa’i)
Syaikh Abul Hasan As Sindi menjelaskan haji dengan umroh atau
sebaliknya, berkata,”Jadikanlah salah satunya mengikuti yang lain,
dimana ia dilakukan sesudahnya. Artinya, jika kalian menunaikan
19
haji maka tunaikanlah umroh. Dan jika kalian menunaikan umroh
maka tunaikanlah haji, sebab keduanya saling mengikuti.”
(Hasyiyatul Imam As Sindi ‘ala Sunan An Nasa’i, 5 / 115)
Sedangkan Imam Ath Thoyyibi dalam menjelaskan sabda Nabi
shalallahu ‘alaihi wasallam :
(( فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ ))
“…Sesungguhnya keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-
dosa…”
“Kemampuan keduanya untuk menghilangkan kemiskinan seperti
kemampuan amalan bersedekah dalam menambah harta.”
(Faidhul Qodir, 3 / 225)
6. Silaturrahim
Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda :
(( مَنْ سَرَّهُ أَنْ يُسْطَ لَهُ فِى رِزْقِهِ ، وَأَنْ يُنْسَأَ لَهُ فِى أَثَرِهِ فَلْيَصِلْ رَحِمَهُ ))
“Siapa yang senang untuk dilapangkan rizkinya dan diakhirkan
ajalnya (diperpanjang usianya), maka hendaklah ia menyambung
(tali) silaturrahmi.” (HR. Bukhori)
20
Makna “ar rahim” adalah para kerabat dekat. Al Hafidz Ibnu Hajar
berkata,”Ar rahim secara umum adalah dimaksudkan untuk para
kerabat dekat. Antar mereka terdapat garis nasab (keturunan),
baik berhak mewarisi atau tidak, dan sebagai mahrom atau tidak.
Menurut pendapat lain, mereka adalah “maharim” (para kerabat
dekat yang haram dinikahi) saja. Pendapat pertama lebih kuat,
sebab menurut batasan yang kedua, anak-anak paman dan anak-
anak bibi bukan kerabat dekat karena tidak termasuk yang haram
dinikahi, padahal tidak demikian.”(Fathul Bari, 10 / 14)
Silaturrahim, sebagaimana dikatakan oleh Al Mulla Ali Al Qori
adalah kinayah (ungkapan / sindiran) tentang berbuat baik
kepada para kerabat dekat -baik menurut garis keturunan
maupun perkawinan- berlemah lembut dan mengasihi mereka
serta menjaga keadaan mereka. (Murqotul Mafatih, 8 / 645)
7. Berinfaq di Jalan Alloh Subhanahu wa Ta’laa
Alloh Subhanahu wa Ta’laa berfirman : “Dan barang apa saja yang
kamu nafkahkan maka Alloh akan menggantinya dan Dialah
Pemberi rizki yang sebaik-baiknya.” (QS. Saba’ : 39)
Ibnu Katsir berkata dalam menafsirkan ayat di atas,”Betapapun
sedikit apa yang kamu infaqkan dari apa yang diperintahkan Alloh
kepadamudan apa yang diperbolehkan-Nya, niscaya Dia akan
21
menggantinya untukmu di dunia, dan di akhirat engkau akan
diberi pahala dan ganjaran.” (Tafsir Ibnu Katsir, 3 / 595)
Syaikh Ibnu Asyur berkata,”Yang dimaksud dengan infaq di sini
adalah infaq yang dianjurkan dalam agama. Seperti berinfaq
kepada orang-orang fakir dan berinfaq di jalan Alloh untuk
menolong agama.” (Tafsirut Tahrir wa Tanwir, 22 / 221)
8. Memberi Nafkah kepada Orang yang Sepenuhnya Menuntut
Ilmu Syari’at (Agama)
(( كَانَ أَخَوَانِ عَلَى عَهْدِ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم فَكَانَ أَحَدُهُمَا
يَأْتِى النَّبِي صلى الله عليه وسلم وَاْلآخِرُ يَحْتَرِفُ، فَشَكَا الْمُحْتَرِفُ أَخَاهُ إِلَى
النَّبِى ، فَقَالَ صلى الله عليه وسلم لَعَلَّكَ تُرْزَقُ بِهِ ))
“Dahulu ada dua orang bersaudara pada masa Rosululloh
Sholallohu ‘alaihi was salam . Salah seorang dari mereka
mendatangi Nabi Sholallohu ‘alaihi was salam (untuk menuntut
ilmu) dan (saudaranya) yang lain pergi bekerja. Lalu saudaranya
yang bekerja itu mengadu pada Nabi Sholallohu ‘alaihi was salam .
Maka Beliau Sholallohu ‘alaihi was salam bersabda,”Mudah-
mudahan engkau diberi rizki karena sebab dia” (HR. Tirmidzi)
22
Al Mulla Ali Al Qori menjelaskan sabda Nabi Sholallohu ‘alaihi was
salam :
(( لَعَلَّكَ تُرْزَقُ بِهِ))
”…Mudah-mudahan engkau diberi rizki dengan sebab dia”
“Yang menggunakan shighot majhul (ungkapan kata kerja pasif)
itu berkata, yakni, aku berharap atau aku takutkan bahwa engkau
sebe-narnya diberi rizki karena berkahnya. Dan bukan berarti
dia(si penuntut ilmu) diberi rizki karena pekerjaanmu. Oleh sebab
itu jangan engkau mengungkit-ungkit pekerjaanmu kepadanya.”
(Murqotul Mafatih, 9 / 171)
9. Berbuat Baik pada Orang yang Lemah
Mush’ab bin Sa’d Rodliallohu ‘anhu berkata : “Bahwasanya Sa’d
Rodliallohu ‘anhu merasa dirinya memiliki kelebihan daripada
orang lain, maka Rosululloh Sholallohu ‘alaihi was salam
bersabda:
(( هَلْ تُنْصَرُونَ وَتُرْزَقُونَ إِلاَّ بِضُعَفَا ئِكُمْ ))
“Bukankah kalian ditolong dan diberi rizki lantaran orang-orang
yang lemah diantara kalian ?” (HR. Bukhori)
23
Karena itu, siapa yang ingin ditolong Alloh dan diberi rizki oleh-
Nya maka hendaklah ia memuliakan orang-orang yang lemah dan
berbuat baik kepada mereka.” (Shohihul Bukhori)
10. Hijrah di Jalan Alloh Subhanahu wa Ta’laa
Alloh Subhanahu wa Ta’laa berfirman :
“Barangsiapa berhijrah di jalan Alloh, niscaya mereka mendapati
di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rizki yang banyak.”
(QS. An Nisa : 100)
Qotadah berkata,”Maknanya, keluasan dari kesesatan kepada
petunjuk, dan dari kemiskinan kepada banyaknya kekayaan.”
(Tafsir Al Qurthubi, 5 / 348)
Imam Al Qurthubi berkata,”Sebab, keluasan negeri dan
banyaknya bangunan menunjukkan keluasan rizki. Juga
menunjukkan kela-pangan dada yang siap menanggung kesedihan
dan pikiran serta hal-hal lain yang menunjukkan kemudahan.”
(Tafsir Al Qurthubi, 5 / 348)
Imam Ar Roghib Al Ashfahani berkata bahwa hijrah adalah keluar
dari negeri kafir kepada negeri yang iman, sebagaimana para
shahabat yang berhijrah dari Makkah ke Madinah.
24
Sayid Muhammad Rosyid Ridlo mengatakan bahwa hijrah di jalan
Alloh Subhanahu wa Ta’laa harus dengan sebenar-benarnya.
Artinya, maksud orang yang berhijrah dari negerinya itu adalah
untuk mendapatkan ridho Alloh Subhanahu wa Ta’laa dengan
menegakkan agam-Nya yang ia merupakan kewajiban baginya,
dan merupakan sesuatu yang dicintai Alloh Subhanahu wa Ta’laa,
juga untuk menolong saudara-saudaranya yang beriman dari
permusuhan orang-orang kafir.
UCAPAN TERIMA KASIH DAN DOA
Inilah (karya sederhana itu), dan segala puji bagi Allah Yang Maha
Esa, tempat meminta segala sesuatu, yang semoga memberi
nikmat kepada hambaNya yang lemah ini berupa rahmat,
ampunan dan kemuliaan untuk menyelesaikan pembahasan ini.
Kami ucapkan terima kasih sekaligus panjatkan doa kepada
saudaraku Dr.Sayyid Muhammad Sadati asy-Syinqithi. Saya
banyak mengambil manfaat dari beliau dalam penulisan makalah
ini. Ucapan terima kasih serta penghargaan juga kami sampaikan
kepada para pengurus Maktab at-Ta’awun li ad-Da’wah wa al-
25
Irsyad (Kantor Urusan Kerjasama Dakwah dan Penyuluhan) Divisi
Orang-Orang Asing di Batha’, Riyadh yang berada di bawah
Koordinasi Departemen Urusan Agama Islam, Wakaf, Dakwah dan
Penyuluhan Kerajaan Saudi Arabia. Dimana sebelumnya makalah
ini berasal dari dua kali materi ceramah yang saya sampaikan di
kantor tersebut. Doa saya juga untuk putra saya tersayang,
Hammad Ilahi serta anak-anak saya yang lain. Mereka secara
bersama-sama dengan saya, memeriksa naskah yang telah di
seting dari buku ini. Mudah-mudahan Allah melimpahkan balasan
kepada semuanya dengan sebaik-baik balasan di dunia maupun di
akhirat.
Saya memohon kepada Allah yang memiliki keagungan dan
kemuliaan, semoga Dia menjadikan pekerjaan saya ini benar-
benar ikhlas karena mencari ridhaNya, serta menjadikannya
sebagai simpanan saya dan simpanan kedua orang tua saya pada
hari yang tidak bermanfaat lagi harta dan anak-anak kecuali yang
datang kepada Allah dengan hati yang bersih. Sebagaimana saya
juga memohon kepada Rabb yang Mahahidup lagi terus menerus
mengurus makhlukNya, semoga Dia memberi taufik kepada saya,
juga kepada saudara-saudara, anak-anak, karib-kerabat saya serta
segenap umat Islam untuk berpegang dan mengambil manfaat
dari sebab-sebab rizki yang disyariatkan. Semoga pula Dia
26
memudahkan kebaikan bagi kita di dunia dan di akhirat.
Sesungguhnya Dia Maha Mendengar lagi Maha Mengabulkan.
Amin
Semoga shalawat, salam dan keberkahan dilimpahkan kepada
Nabi kita Muhammad, kepada keluarga, sahabat, dan segenap
pengikutnya.
[Disalin dari kitab Mafatih ar-Rizq fi Dhau’ al-Kitab was-Sunnah,
Penulis DR Fadhl Ilahi, Edisi Indonesia Kunci-Kunci Rizki Menurut
Al-Qur’an dan As-Sunnah, Penerjemah Ainul Haris Arifin, Lc.
Penerbit Darul Haq- Jakarta]
_______
Footnote
[1]. Imam al-Bukhari meriwayatkan dari Anas Radhiyallahu anhu,
beliau berkata :
كَانَ أَكْثَرُ دُعَاءِ النَّبِيِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ ))رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً
وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ ((
"Doa yang sering dipanjatkan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
adalah : Wahai Tuhan kami, karuniakanlah kepada kami kebaikan
di dunia dan di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api
Neraka”[Shahih al-Bukhari, Kitab ad-Da’awat, Bab Qaul an-Nabi
Shallallahu ‘alaihi wa sallam Rabbana Atina fi ad-Dunya Hasanah,
11/191 no. 6389]
27
[2]. Muqadimah Imam an-Nawawi dalam syarahnya terhadap
Shahih Muslim, hal.14, juga Nuzhat an-Nazhar fi Taudhih Nukhbat
al-Fikar, oleh al-Hafizh Ibnu Hajar, hal.29
http://almanhaj.or.id