Artikel

Al-Qur’an  


Di Hati Seorang Muslim





Kedudukan Al Qur’an Di Hati Muslim





 Ada beberapa pertanyaan yang selalu menggelayuti hati ketika melihat


kondisi kaum muslimin. Pertanyaan itu sebagai berikut :


Bukankan Allah itu Maha Penyayang dan sangat menyayangi umat beriman ?.


Bukankan Allah itu Maha berkuasa dan mampu menjayakan kaum muslimin ?.


Bukankan Al Qur’an yang kita baca dalam shalat kita adalah sumber


kebahagiaan, kejayaan, kemakmuran bagi yang mengamalkannya ?.


Bukankah kaum muslimin itu umat terbaik yang diutus untuk memimpin,


bukan dipimpin umat lain, mendidik bukan dididik umat lain ?.  


Bukankah umat Islam dijadikan Allah sebagai umat yang satu ?.


Terus kalau kita ingin memproyeksikan hakekat di atas dengan kondisi kaum


muslimin pada masa kini, maka hasilnya akan menuntut kita untuk lebih


merenung, dimana kejayaan kaum muslimin ?, dimana harga diri kaum


muslimin, bahkan dimana harga darah seorang muslim di mata kaum muslimin


sendiri ?, dimana kepemimpinan, kejayaan kaum muslimin diatas kaum yang


lainnya ?, dimana solidaritas sesama kaum muslimin ? dalam skala nasional


maupun internasional .


Kemudian saya membaca ayat ini :





         "Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk


tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang telah turun


(kepada mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya


telah diturunkan al Kitab kepadanya, kemudian berlalulah masa yang panjang


atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan kebanyakan di antara mereka


adalah orang-orang yang fasik" ( QS. Al-Hadiid: 16)  


Dan merenungi rintihan Rasulullah kepada Robbnya dengan mengatakan :


 


   Kedudukan Al Qur’an Di Hati Muslim 3





"Berkatalah Rasul: wahai Robbku sungguh kaumku telah menjadikan Alquran


ini sesuatu yang ditinggalkan”. QS. Al-Furqaan: 30


 


Ditinggalkan karena mereka tak membacanya, atau tidak mau merenungi


maknanya atau tidak mau mengamalkan isinya.


 


Yang paling tepat untuk menjawab pertanyaan diatas adalah kita bersama


merenungi sambutan Rasulullah dan  para   sahabat   terhadap   Al Qur’an   dan   


bagaimana kedudukan Al Qur’an dihati mereka.  


 


Bagaimana Al Qur’an dihati Rasulallah dan para sahabat ?  


Pertama : para sahabat memandang kebesaran Al Quran dari kebesaran


yang menurunkannya, kesempurnaannya dari kesempurnaan yang


menurunkannya, mereka memandang bahwa Al Qur’an turun dari Raja,


Pemelihara, Sesembahan yang Maha Perkasa, Maha Mengetaui, Maha Kasih


Sayang, sebagaimana ditekankan oleh Allah dalam berbagai permulaan surat :





Dari pandangan ini mereka menerima Al Qur’an dengan perasaan bahagia


campur perasaan hormat, siap melaksanakan perintah dan perasaan cemas dan


harapan, serta perasaan kerinduan yang amat dalam, bagaimana tidak ?, karena


orang yang membaca Al Qur’an berarti seakan mendapat kehormatan


bermunajat dengan Allah, sekaligus seperti seorang prajurit yang menerima


perintah dari atasan dan seorang yang mencari pembimbing mendapat


Kedudukan Al Qur’an Di Hati Muslim


4


 pengarahan dari Dzat yang maha mengetahui. Dan perasaan inilah yang


digambarkan oleh Allah dalam Firmannya :





 "Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para


nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh,


dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri


petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah Yang Maha


Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan


menangis" (QS. Maryam: 58)





 "Sesungguhnya orang-orang yang diberi pengetahuan sebelumnya


apabila Al Quran dibacakan kepada mereka, mereka menyungkur atas muka


mereka sambil bersujud  dan mereka berkata: "Maha Suci Tuhan kami,


sesungguhnya janji Tuhan kami pasti dipenuhi"(108) Dan mereka menyungkur


atas muka mereka sambil menangis dan mereka bertambah khusyu' " ( QS. Al


Israa: 107-109)


          Perasaan diatas  menyebabkan Umu Aiman menangis ketika teringat


akan wafatnya Rasulullah. Suatu saat Abu Bakar dan Umar berkunjung kepada


ibu asuh Rasulallah, Ummu Aiman dan ketika mereka duduk, menagislah


Ummu Aiman karena teringat wafatnya Rasulallah, maka berkatalah Abu Bakar  


dan  Umar, “Kenapa anda menangis sementara Rasulullah mendapatkan tempat


yang mulia” ? Ummu Aiman menjawab, "Saya menangis bukan karena


meninggalnya beliau melainkan karena  terputusnya wahyu Allah yang datang


kepada beliau pada pagi dan petang hari", maka saat itu pula meledaklah


tangisan mereka bertiga .


Kedudukan Al Qur’an Di Hati Muslim


5


          Dari perasaan diatas para sahabat membaca dan menerima Al Qur’an


untuk dilaksanakan secara spontan tanpa menunggu-nunggu dan tanpa protes


sedikitpun, walau-pun hal itu bertentangan dengan kebiasaan mereka, tapi


mereka bisa menundukkan perasaan mereka dengan kecintaan kepada Allah.


          Ketika turun perintah untuk memakai jilbab pada surat Al Ahzab : 59,


malam hari Rasulallah menyampaikan ayat itu kepada para sahabat, pagi


harinya para istri sahabat sudah memakai jilbab semua, bahkan `Aisyah


mengatakan, "Sebaik-baik wanita adalah wanita Anshor, mereka diperintah untuk


memakai hijab pada malam hari sementara pada  paginya mereka sudah


memakainya, bahkan ada yang merobek kelambu mereka untuk dijadikan jilbab".


          Ketika diharamkannya khomer dan ayat itu sampai kepada mereka,


saat itu juga langsung mereka membuang simpanan khomernya dan menuang


apa yang masih berada pada tangannya.  


 Salah satu rahasia keajaiban para sahabat dalam berinteraksi dengan Al


Qur’an adalah keimanan mereka kepada Allah, surga dan neraka-Nya, juga


kepada janji-Nya, sehingga mereka melakukan sesuatu yang apabila dilihat oleh


orang yang tak/tidak memahami latar belakang ini akan sulit menafsirkannya.


          Seperti ketika mereka membaca tentang janji Allah buat orang-orang


yang berjihad karena cinta kepada Allah, seorang sahabat yang bernama Umair


bin Hamam sedang makan korma bertanya: wahai Rasulullah, “Dimana saya


kalau saya mati dalam perang ini ? Rasululloh menjawab "Di sorga", berkatalah


Umair : "Sungguh menunggu waktu masuk surga sampai  menghabiskan makan


kurma tujuh biji ini adalah sangat lama”, dan akhirnya dibuanglah sisa kurma


yang belum dimakan dan langsung memasuki pertempuran sampai menemui


syahidnya.


          Kondisi keimanan yang tinggi ini menjadi episode kehidupan mereka


untuk menjadi bagian dari yang diceritakan oleh Allah dalam Al Qur’an, Hal itu


seperti perhatian orang-orang Anshor terhadap orang-orang muhajirin atau


perhatian mereka terhadap orang-orang yang lemah, seperti yang Allah ceritakan


dalam surat Al Hasyr dimana Rasulullah kedatangan tamu dan beliau tidak


memiliki sesuatu untuk menjamunya, akhirnya beliau tawarkan hal itu kepada


Kedudukan Al Qur’an Di Hati Muslim


6


 sahabatnya, siapa yang bersedia membawa tamu beliau, dengan sepontan salah


satu sahabat bersedia, tetapi ketika sampai rumah ternyata istrinya bilang


bahwa tidak ada persediaan makanan kecuali makan malam anaknya, maka


sahabat tadi memerintahkan istrinya agar mengeluarkan makanan tadi untuk


tamunya dan mengeluarkan dua piring kemudian segera mematikan lampu


ketika tamunya sedang makan, tamunya makan dan tuan rumah menampakkan


seakan-akan ikut makan bersama, agar dia bisa makan dengan enak,  ketika


sampai pagi hari sahabat tadi bertemu dengan rasul dan beliau bilang kalau


Allah heran dengan apa dia lakukan, maka turunlah firman Allah ayat


kesembilan dari surat al Hasyr.  


          Kedua : Rasulullah dan para sahabat memandang Al Qur’an sebagai


obat bagi segala penyakit hati dan ketika mereka membaca Al Quran yang


berbicara tentang segala kelemahan hati, penyakit hati, mereka tidaklah merasa


tersinggung bahkan mereka berusaha mengoreksi hati mereka dan


membersihkan segala sifat yang dicela oleh Al Qur’an serta berusaha untuk


bertaubat dari apa yang dikatakan buruk oleh Al Qur’an .


  Maka sudah pantaslah ketika Al Qur’an banyak menceritakan sifat-sifat


munafiqin mulai dari malas shalat, sedikit berdzikir, pengecut, mengambil orang


kafir sebagai pemimpin dan lain-lainnya, para sahabat segera mengkoreksi hati


mereka dan mencari obatnya, walaupun mereka tidak dihinggapi penyakit itu,


berkatalah Abdullah ibnu Mulaikah :





 “Aku mendapatkan tujuh puluh dari sahabat nabi, mereka semua takut kalau


terkena penyakit nifaq”.  


Ketika sahabat Handholah merasa adanya fluktuasi keimanan, maka


segeralah ia datang kepada Rasulallah dengan mengatakan “Ya Rasulallah


nifaqlah Handholah”, berkatalah Rasul Allah : "Kenapa ?" Handlolah menjawab:  


“Wahai Rasul Allah kalau saya sedang berada disamping engkau dan engkau


ingatkan kami dengan sorga dan neraka, jadilah sorga dan neraka seakan-akan


jelas dimata kami, tapi jika kami pulang dan bergaul dengan anak istri serta sibuk


 


   Kedudukan Al Qur’an Di Hati Muslim 7


 dengan harta kami, kami banyak lupa, bersabdalah Rasulallah, “Wahai


Handholah kalau kalian berada dalam kondisi seperti itu  (seakan melihat sorga


dan neraka) terus menerus pastilah para malaikat menyalami kalian dijalan-jalan


kalian”.


 


          Dari sensitifitas perasaan Handholah dalam berinteraksi dengan Al


Qur’an, ia bisa mengalahkan perasaan ingin dekat dengan istrinya pada malam


pertama dan ditinggalkannya untuk berjihad sampai syahid, padahal ia belum


sempat mandi junub, sehingga Rasulullah bersabda bahwa ia dimandikan oleh


para malaikat .


           


Ketiga : Para sahabat memandang bahwa Al Qur’an adalah nasehat dari Dzat


yang amat sayang dengan mereka yang sangat perlu didengar, yang berarti


bahwa mereka sangat menyadari kalau mereka bisa salah, tapi akan segera


kembali kepada kebenaran manakala ada teguran dari Al Qur’an.


          Ma’qil bin Yasar pernah menikahkan adik perempuannya dengan salah


seorang sahabat, tapi kemudian di cerainya sampai habis masa iddahnya,


kemudian bekas suami tadi melamar lagi dan karena Ma’qil sedang marah beliau


tolak  lamarannya dan bertekad untuk tidak menikahkan kembali keduanya,


padahal adiknya juga masih cinta dengan bekas suaminya serta ingin kembali


kepadanya. Dengan kejadian ini Allah menurunkan ayat :


 


"Apabila kamu mentalak isteri-isterimu, lalu habis masa iddahnya, maka


janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal


suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang


ma'ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara


 


   Kedudukan Al Qur’an Di Hati Muslim 8


 kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci. Allah


mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui" QS. Al-Baqarah: 232


     Setelah turun ayat ini Ma’qil langsung menikahkan adiknya lagi dengan


sahabat mantan suamiya .


      


Sahabat hidup dengan misi, “Risalah menyelamat-kan seluruh manusia dari


perbudakan manusia untuk manusia menuju penghambaan Allah yang Esa dan


mengeluarkan mereka dari kedhaliman sistim manusia menuju keadilan Islam


dari kesempitan dunia menuju keluasan dunia dan akherat”, dan pastilah kaum


yang membawa misi demikian ada pendukung dan musuhnya, maka mereka


menjadikan Al Qur’an sebagai pembimbing untuk mengetahui musuh-musuh


Allah, dan musuh mereka, siapa wali-wali mereka dan wali-wali Allah dan


mereka memperlakukan manusia sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Allah,


mereka cinta terhadap ayah, anak,  istri, serta kerabat mereka. Tetapi jika yang


dicintai itu memusuhi Allah dan Rasul-Nya serta membenci Islam, maka mereka


segera merubah sikapnya dengan hanya memihak Allah dan mencabut perasaan


cintanya kepada selain Allah, Allah berfirman :





." Kamu tak akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat,


saling berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul


Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara


saudara ataupun keluarga mereka. Meraka itulah orang-orang yang telah


menanamkan keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan


pertolongan yang datang daripada-Nya. Dan dimasukan-Nya mereka ke dalam


surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya.


Kedudukan Al Qur’an Di Hati Muslim


9


 Allah ridha terhadap mereka, dan merekapun merasa puas terhadap (limpahan


rahmat)-Nya. Mereka itulah golongan Allah. Ketahuilah, bahwa sesungguhnya


hizbullah itu adalah golongan yang beruntung" QS. Al-Mujaadilah: 22


          Ayat


ini turun berkenaan ketika Abu Ubidah bin Jaroh membunuh


ayahnya di perang Badar, karena ayahnya bersama pasukan kuffar Quraisy .


          Keempat : Para sahabat memandang bahwa seluruh alam semesta


dan diri mereka adalah ciptaan Allah dan tidak mungkin membudidayakan alam


semesta serta mengatur mereka kecuali Dzat yang menciptakannya, sehingga


mereka meyakini bahwa keimannya menuntut untuk menjadikan Al Qur’an


sebagai satu kesatuan yang utuh yang tidak bisa dipisahkan antara satu dengan


lainnya,  mereka menjadikan Al Quran sebagai way Of live –pedoman hidup-


mereka dan sangat sensitif terhadap usaha-usaha yang akan memisahkan satu


bagian sistim Islam dengan bagian yang lainnya.


          Pantaslah kalau Kholifah Abu Bakar berpidato ketika banyak orang


yang murtad dan tidak mau membayar zakat, dengan mengatakan :





 “Apakah agama ini akan dikurangi padahal saya masih hidup, demi Allah


kalau mereka menghalangi tali yang mereka serahkan kepada Rasulallah pastilah


aku perangi mereka atas keengganannya”.  


Mereka menyadari betul adanya perbedaan antara orang yang belum mampu


melaksanakan, dengan orang yang sengaja memilih-milih apa yang mau


dilakukan dan apa yang ditolak.  


Yang pertama masih dalam ruang lingkup iman seperti Raja Habsyi yang


dishalati ghoib oleh Rasulallah, padahal ia belum melaksanakan hukum Islam,


karena belum mampu. Adapun yang sengaja pilih-pilih seperti memilih beras,


mereka mencap orang tersebut  sudah keluar dari Islam atau munafiqin,


sebagaimana yang Allah firmankan :


 


   Kedudukan Al Qur’an Di Hati Muslim 10





“Apakah kalian beriman dengan sebagian kitab dan kafir terhadap sebagian


yang lain? Tidaklah balasan orang yang melakukan demikian kecuali kehinaan


didunia dan dihari qiamat mereka dikembalikan ke adzab yang sangat keras.


Allah tidak lengah dari apa yang kamu perbuat.” QS. Al-Baqarah: 85


 


Keuniversalan dan keintegralan Al Qur’an ini digambarkan oleh sahabat Ali


bin Abi Tholib dalam ucapannya :





“Dia adalah Kitabullah yang di dalamnya ada berita orang sebelum kalian,


kabar apa yang terjadi setelah kalian, hukum diantara kalian, dia adalah


keputusan yang serius bukan main-main, barang siapa meninggalkannya


dengan kesombongan pasti dihancurkan oleh Allah , barang siapa mencari


petunjuk dari selainnya akan disesatkan oleh Allah, dialah tali Allah yang kokoh,


dialah peringatan yang bijaksana, dialah jalan yang lurus, dialah yang


dengannya hawa nafsu tidak menyeleweng, dan tidak akan rancu dengannya


lisan, dan tidak kenyang-kenyangnya dari (membacanya, mempelajarinya) para


ulama, tak akan usang karena diulang-ulang, dan tak habis-habis keajaibannya,


dan dialah yang jin tak henti-hentinya dari mendengarnya sehingga dia


Kedudukan Al Qur’an Di Hati Muslim


11


 mengatakan; “Sungguh kami mendengar Al- Qur’an yang penuh keajaiban,


menunjukkan ke jalan lurus, maka kami beriman dengannya", barang siapa yang


berkata dengannya pasti benar, barang siapa beramal dengannya pasti diberi


pahala, barang siapa menghukumi dengannya pastilah adil, barang siapa


mengajak kepadanya pasti di tunjuki kejalan yang lurus.  


          Kelima : Para sahabat memandang bahwa Al Qur`an adalah kasih


sayang dari Allah, mereka melihat bahwa seluruh isi Al Quran, baik itu aqidah,


hukum, perintah, larangan serta berita–beritanya hanyalah untuk kebaikan


manusia, maka mereka menerimanya dengan senang hati, adapun yang menolak


hukum Islam pada dasarnya adalah lebih memihak kepada para pemeras orang


lemah dari pada memihak orang yang diperas, lebih sayang dengan para


pembunuh dari pada yang dibunuh atau lebih memihak para penggarong dan


pemerkosa dari pada yang di garong dan diperkosa, lebih memihak musuh Allah


dari pada memihak Allah, dan  secara implisit menuduh Allah keras dan dholim,


orang yang semacam ini perlu intropeksi akan hakekat keimanannya.


          Sedangkan para sahabat memahami hal tersebut di atas sebagaimana


memahami wajibnya puasa dari firman Allah :


"Telah diwajibkan bagi kalian untuk berpuasa" QS. Al-Baqarah





 Mereka juga memahami wajibnya  jihad,  menegakkan qishos, mengamalkan


wasiyat dengan firman Allah :





 "Telah diwajibkan bagi kalian hukum qishash" "Diwajibkan atas kamu, apabila


seorang di antara kamu kedatangan (tanda-tanda) maut" "Diwajibkan bagi kalian


untuk berperang" QS. Al-Baqarah


 Para sahabat menjadikan Al Qur’an sebagai penerang hakekat hidup, dari Al


Qur’an mereka mengetahui bahwa dunia ini hanya seperti tanaman di ladang


Kedudukan Al Qur’an Di Hati Muslim


12


 yang hijau kemudian menguning dan hancur, maka mereka sangat zuhud


dengan dunia, mereka mengetahui dari Al Qur’an bahwa rizqi, umur sudah


ditentukan oleh Allah dan tidak akan berkurang karena perjuangan, maka


mereka terus berjuang dan berjihad tanpa takut mati dan tidak pula takut


kehilangan harta, mereka mengetahui bahwa mereka diciptakan dalam kondisi


bertingkat-tingkat dalam hal ekonomi, kecerdasan dan kekuatan fisik untuk


menguji mereka akan tugas yang mereka pikul, maka ketika mereka menjadi


para gubernur dan kholifah mereka melihat itu semua sebagai tugas bukan


suatu kehormatan, apalagi ketika mereka mendengar Rasulallah bersabda


seperti yang diriwayatkan oleh Imam Bukhori-Muslim :





 “Tidaklah ada seorang hamba yang dijadikan Allah memimpin rakyat


kemudian tidak serius dalam memikirkan kemaslahatannya kecuali tidak akan


mencium baunya sorga” HR. Muttafaq 'alaih.





 “Tidaklah ada seorang wali (pemimpin) rakyat dari kaum muslimin kemudian


mati dalam kondisi curang terhadap mereka kecuali Allah haramkan atas dia


sorga” HR. Muttafaq 'alaihi.


Para sahabat ketika mendengar hadits ini mereka langsung bersungguh


sungguh dalam memikirkan nasib rakyatnya, sangat berhati hati dalam


mengelola harta rakyat sampai Kholifah Umar mengatakan, “Saya menempatkan


diri saya dengan baitul mal ini seperti wali yatim dengan harta anak yatim, kalau


kaya tidak makan sama sekali darinya dan kalau miskin makan secukupnya”,


dan pantaslah Umar dalam musim kelaparan ikut merasakan dan ikut terdengar


keroncongan perutnya, beliau mengatakan kepada perutnya :





 .


Kedudukan Al Qur’an Di Hati Muslim


13


 “Silahkan perutku engkau keroncongan atau tidak keroncongan, engkau tak


akan kenyang kecuali kalau seluruh kaum muslimin sudah kenyang”.


          Dan itu semua dikarenakan para sahabat diberi keimanan sebelum


menerima Al Quran sehingga mereka selalu membacanya siang dan malam dan


memiliki waktu mingguan dan bulanan dalam menghatamkan bacaan Al-Qur’an,


mereka tidak pernah merasa kenyang dari membaca Al Qur’an dan


mentadaburinya sebagaimana Allah ceritakan kondisi mereka :





 “Orang-orang yang Kami berikan kitab, mereka membacanya dengan sebenar


benar bacaan mereka itulah orang yang benar–benar beriman dengannya”.





 (Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang


beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut


kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah:


"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak


mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima


pelajaran" (QS. Az-Zumar: 9).


          Mereka tidak hanya mencukupkan diri dengan membaca, akan tetapi


tapi mereka mentadabburinya sehingga diantara mereka ada yang mengulang


ulang satu ayat dalam shalatnya sampai fajar.  


Terakhir, mereka melihat Al Quran sebagai sesuatu yang mengorbit


kepada tauhid yang isinya berkisar :





Kedudukan Al Qur’an Di Hati Muslim


14


 A : Tauhid: Mengetahui Allah bahwa Dia adalah yang Maha Esa, Agung,


Mulia, Pemberi Rahmat dan dekat dengan hamba-Nya.


B : Bukti-bukti ketauhid-an dan kekuasan Allah .





 C : Hak tauhid yaitu perintah untuk dijalankan, larangan untuk


ditinggalkan, ibadah untuk ditunaikan, ikhlas dalam beribadah dan


menjadikan hukum ditegakkan hanya untuk Allah, karena Allah telah


menegaskan bahwa hukum hanya milik Allah dan kalau menyembah Allah


haruslah menjadikan hukumnya sebagai aturan  kehidupan dan itu sarat


agar agama seseorang menjadi agama yang lurus :





 “Hukum itu milik Allah dan tidaklah kalian diperintah kecuali untuk


menyembah kepada-Nya, dan itulah agama yang lurus”.  





 D : Balasan yang didapat dari bertauhid yang berupa pahala buat ahli


tauhid dari ketinggian  didunia, stabilitas kedudukan, keberkahan hidup,


keamanan, kejayaan, masuk sorga, dan kemenangan terhadap musuh. juga


hukuman terhadap orang musyrikin, kafirin dan munafiqin dari kehinaan


didunia, kesempitan dalam kehidupan dan adzab yang kekal di akherat.   


Kedudukan Al Qur’an Di Hati Muslim





 E : Kriteria muwahhidin  (ahli tauhid) seperti tawadhu’ terhadap


kebenaran, akhlaq yang baik, kesiapan untuk berkorban, setia dengan janji,


amar ma’ruf dan nahi mungkar, serta mengajak manusia kepada kebaikan.





 F : Pemahaman-pemahaman yang membantu ahli tauhid untuk bisa


istiqamah dalam iman seperti keterangan akan hakekat dunia dan


bahwasanya dia itu kesenangan yang menipu, dan bahwa umur manusia itu


sangat terbatas dan menghadapi sakaratul maut  adalah sebuah kesulitan


yang akan dihadapi oleh setiap manusia.


Terakhir sebagai penutup, itulah sifat dan interaksi para sahabat


terhadap Al Qur’an dan semoga kita bisa mencontoh mereka, mereka telah


bersusah payah untuk kebahagiaan kita, rasa lelah sudah hilang, mereka


telah bahagia untuk selama-lamanya dan didunia sejak zaman mereka


sampai hari qiamat selalu dikenang dan didoakan oleh orang yang datang


setelah mereka, alangkah bahagianya mereka.





 



Tulisan Terbaru

Syarat-Syarat Orang Y ...

Syarat-Syarat Orang Yang Meruqyah Dan Yang Diruqyah

Syarah Makna Salah Sa ...

Syarah Makna Salah Satu Asmaul Husna (As-Syafi)