
Salafus Shalih Khawatir
Dari Sifat ‘Ujub
Muqodimah
Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam
semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa
sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.
Tsabit al-Bunany rahimahullah berkata: ‘Abu Ubaidah
radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Wahai sekalian manusia, sesungguhnya
aku adalah seseorang dari Quraisy dan tidak ada seseorang darimu
dari yang berkulit merah dan tidak pula yang berkulit hitam yang
melebihi aku dengan taqwa kecuali aku ingin berada di kulitnya.
0F
1
Dari Ma’mar, dari Ayyub, dari Nafi’ atau dari yang lain,
bahwa seorang laki-laki berkata kepada Ibnu Umar radhiyallahu
‘anhuma: ‘Wahai sebaik-baik manusia atau wahai sebaik-baik anak
manusia.’ Maka ia (Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu) berkata: ‘Aku
bukan sebaik-baik manusia dan bukan pula sebaik-baik anak
manusia, akan tetapi aku adalah seorang hamba dari hamba-hamba
Allah Shubhanahu wa ta’ala. Aku mengharap dan takut kepada Allah
1Siyar A’lam Nubala` 1/18. Mislakh artinya kulit. Maksudnya bahwa ia ingin
seperti petunjuk dan jalannya.
3
Shubhanahu wa ta’ala, demi Allah, kamu senantiasa dengan laki-laki
itu sehingga kalian membinasakannya.’2
Di dalam al-Hilyah3: Abul Asyhab meriwayatkan dari
seorang laki laki, Mutharrif bin Abdullah rahimahullah berkata:
‘Sungguh aku tidur di malam hari dan menyesal di pagi hari lebih
kusukai dari pada shalat di malam hari dan pagi hari merasa ‘ujub.’
Adz-Dzhaby rahimahullah berkata: ‘Tidaklah beruntung, demi Allah,
orang yang menganggap dirinya bersih atau merasa ‘ujub.’4
Dari Wahab bin Munabbih rahimahullah, ia berkata:
‘Ingatlah dariku tiga perkara: Hindarilah hawa nafsu yang dituruti,
teman yang jahat dan seseorang merasa ujub dengan dirinya.’5 Abu
Wahab al-Marwazi rahimahullah berkata: ‘Aku bertanya kepada
Ibnu Mubarak rahimahullah: ‘Apakah takabur itu? Ia menjawab:
‘Engkau merendahkan manusia (orang lain).’ Lalu aku bertanya:
‘Apakah ‘ujub itu? Ia menjawab: ‘Bahwa engkau merasa bahwa
engkau memiliki sesuatu yang tidak ada di sisi orang lain dan aku
2Siyar A’lam Nubala` 3/236.
3Hilyatul Auliya’ 2/200
4Siyar A’lam Nubala’ 4/190
5Siyar A’lam Nubala’ 4/549
4
5
tidak melihat sesuatu pada orang orang yang shalat yang lebih buruk
dari sifat ‘ujub.’6
Ahmad bin Abi Hawary berkata: ‘Abu Abdullah al-Anthaky
menceritakan kepada kami, ia berkata: ‘Fudhail dan at-Tsaury
rahimahumallah bertemu dan melakukan mudzakarah, lalu Sufyan
menjadi sedih dan menangis. Kemudian ia berkata: ‘Aku
mengharapkan majelis ini menjadi rahmat dan berkah untuk kita.’
Fudhail berkata kepadanya: ‘Akan tetapi aku –wahai Abu Abdillah-
khawatir bahwa ia lebih berbahaya terhadap kita. Bukankah engkau
sampai kepada pembicaraanmu yang terbaik dan aku sampai kepada
pembicaraanku yang terbaik, maka engkau memperindah ucapan
untukku dan aku memperindah ucapan untukmu? Maka Sufyan
menangis dan berkata: ‘Engkau mencintai aku semoga Allah
Shubhanahu wa ta’ala mencintaimu.’7
Imam Syafi’i rahimahullah berkata: ‘Apabila engkau merasa
khawatir sifat ‘ujub terhadap amal ibadahmu maka ingatlah ridha
yang engkau tuntut, kenikmatan apakah yang engkau inginkan, dari
siksaan apakah yang engkau takutkan. Maka siapa yang memikirkan
6 Siyar A’lam Nubala’ 8/407
7 Siyar A’lam Nubala’ 8/439
hal itu niscaya menjadi kecil amal ibadahnya di sisi -Nya.’
8Risydin
7F
bin Sa’ad berkata: ‘Hajjaj bin Syaddad menceritakan kepada kami, ia
mendengar Ubaidullah bin Abu Ja’far berkata –ia seorang yang
bijaksana-: ‘Apabila seseorang berbicara di satu majelis, lalu
pembicaraan itu membuat ia ‘ujub maka hendaklah ia berhenti. Dan
apabila ia diam, lalu diam itu membuatnya ‘ujub maka hendaklah ia
berbicara.’
9
8F
Dari Sa’id bin Abdurrahman, dari Abu Hazim rahimahullah,
ia berkata: ‘Sesungguhnya seorang hamba melakukan kebaikan yang
membuatnya senang saat melakukannya dan Allah Shubhanahu wa
ta’ala tidak menjadikan keburukan yang lebih berbahaya
terhadapnya dan sesungguhnya seorang hamba melakukan
kejahatan kemudian ia merasa bersalah telah melakukannya, dan
Allah Shubhanahu wa ta’ala tidak menjadikan kebaikan yang lebih
bermanfaat baginya. Dan penjelasan hal itu bahwa seorang hamba
ketika melakukan kebaikan ia merasa bangga padanya dan merasa
bahwa ia mempunyai kelebihan terhadap orang lain, dan bisa jadi
Allah Shubhanahu wa ta’ala menggugurkan amal ibadahnya dan
mengugurkan bersamanya amal ibadah yang sangat banyak.
Sesungguhnya seorang hamba melakukan keburukan yang membuat
8Siyar A’lam Nubala’10/42.
9Siyar A’lam Nubala’6/10
6
ia merasa bersalah, bisa jadi Allah Shubhanahu wa ta’ala
memberikan baginya rasa takut pada -Nya, lalu ia bertemu Allah
Shubhanahu wa ta’ala dan sesungguhnya rasa takutnya tetap
berada di dalam rongganya.10
Adz-Dzahaby rahimahullah memberi komentar dalam
biografi Ibnu Hazm rahimahullah terhadap perkataannya (Saya
mengikuti kebenaran dan berijtihad serta tidak terikat dengan
mazhab), ia berkata: ‘Saya katakan: ‘Ya, siapa yang mencapai derajat
ijtihad dan beberapa imam bersaksi untuk hal itu, ia tidak boleh
bertaqlid. Sebagaimana seorang faqih yang masih pemula dan
seorang awam yang hapal al-Qur`an atau sebagian besar darinya, ia
sama sekali tidak boleh berijtihad. Bagaimana mungkin ia bisa
berijtihad, apa yang dia baca? Atas dasar apa ia membangun?
Bagaimana ia bisa terbang saat belum mempunyai bulu?
Bagian ketiga: Seorang faqih yang sudah mencapai puncak,
cerdas, paham, ahli hadits, yang hapal kitab-kitab ringkas (singkat)
dalam cabang ilmu, kitab dalam kaidah-kaidah ushul, membaca
nahwu, serta hapal terhadap kitabullah (al-Qur`an), mempelajari
tafsirnya dan mampu berdialog. Ini adalah martabat orang yang
sudah mencapai derajat ijtihad muqayad (terikat), sudah mampu
10 Siyar A’lam Nubala’6/10.
7
mempelajari dalil-dalil para imam. Maka siapa yang sudah jelas
kebenaran baginya dalam satu masalah, nash sudah kuat padanya,
dan diamalkan oleh salah seorang imam yang dikenal seperti Abu
Hanifah misalnya, atau seperti Malik atau Tsaury, atau Auza’i, atau
Syafi’i, Abu Ubaid, Ahmad, dan Ishaq rahimahumullah jami’an, maka
hendaklah ia mengikuti kebenaran padanya dan tidak mengambil
jalan rukhshah (keringanan) padanya, hendaklah ia bersikap wara’
dan setelah berdiri hujjah atasnya ia tidak boleh lagi melakukan
taqlid.
Jika ia khawatir hasutan dari para fuqaha maka hendaklah
ia menyembunyikannya dan tidak menampakkan perbuatannya.
Maka bisa jadi muncul sikap ‘ujub dalam jiwanya dan ingin
menampakkan nya, maka ia akan dihukum dengan penyakit hati
yang tercela. Berapa banyak orang yang menuturkan kebenaran dan
menyuruh yang ma’ruf lalu Allah Shubhanahu wa ta’ala
menguasakan para fuqaha atasnya. Sebagaimana ia merupakan
penyakit yang berjalan di dalam jiwa orang-orang yang berinfak dari
orang-orang kaya, pemilik waqaf dan tanah yang indah. Ia adalah
penyakit tersembunyi yang menjalar di jiwa para tentara, pemimpin
dan orang yang berjihad. Maka engkau melihat mereka bertemu
musuh dan bertemu kedua pasukan, sedangkan di dalam jiwa para
mujahid ada yang tersembunyi dari sikap sombong dan
8
menampakkan keberanian agar dikatakan11 dan sikap ‘ujub,
memakai pakaian berwarna keemasan, topi tentara yang indah,
perbekalan yang dihiasi terhadap jiwa orang-orang yang sombong,
dan kuda-kuda yang tangguh. Ditambah lagi melalaikan shalat,
zhalim terhadap rakyat, minum arak, maka bagaimana mungkin
mereka mendapat pertolongan? Bagaimana mungkin mereka tidak
terhinakan? Ya Allah, tolonglah agama -Mu dan berilah taufiq
kepada hamba hamba -Mu.
Maka siapa yang menuntut ilmu untuk diamalkan niscaya
ilmu akan mematahkannya dan ia menangis terhadap dirinya. Dan
siapa yang menuntut ilmu untuk mengajar, berfatwa,
membanggakan diri dan riya`, niscaya ia menjadi sombong,
merendahkan orang lain, dibinasakan sifat ‘ujub dan semua jiwa
akan membencinya.
sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu, *
dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya. (QS. asy
Syams:9-10)
11 Maksudnya agar dikatakan jagoan dan pemberani, sebagaimana dalam
hadits tiga orang yang dinyalakan api neraka dengan mereka. Lihat: Shahih
Musliam, bab imarah no. 1905.
9
Ia mengotorinya dengan perbuatan fasik dan maksiat.12
12 Siyar A’lam Nubala` 18/191-192
Salaf Dan Sabar Terhadap
Musibah
Muqodimah
Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam
semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa
sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.
Dari A’masy, dari Syahr bin Hausyab, dari Harits bin
Umairah, ia berkata: ‘Aku sedang duduk di sisi Mu’adz radhiyallahu
‘anhu, dan ia sedang sakaratul maut, dia pingsan lalu sadar, ia
berkata: ‘Cekiklah diriku (maksudnya: lakukanlah apapun
terhadapku, pent), demi kemulian -Mu, sesungguhnya aku
mencintai-Mu.’1
Dari Mubarrid: Ada yang berkata kepada Hasan bin Ali:
Sesungguhnya Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Fakir lebih
kusukai dari pada kaya dan sakit lebih kusukai dari pada sehat.’ Ia
berkata: ‘Semoga Allah Shubhanahu wa ta’ala memberi rahmat
kepada Abu Dzarr, adapun saya mengatakan: ‘Barangsiapa yang
bertawakkal terhadap pilihan terbaik yang dipilih Allah Shubhanahu
wa ta’ala untuknya niscaya ia tidak berangan-angan terhadap
sesuatu. Inilah definisi pendirian terhadap ridha yang terjadi, seperti
yang sudah ditaqdirkan.’2
1Siyar A’lam Nubala` 1/460.
2Siyar A’lam Nubala’ 3/262.
3
Dari Wahb bin Munabbih rahimahullah: ‘Sesungguhnya Isa
alaihissalam berkata kepada Hawariyin: ‘Orang yang paling berkeluh
kesah dari kalian terhadap musibah adalah yang paling cinta
terhadap dunia.’3
Dari Sya’by, ia berkata: Syuraih rahimahullah berkata:
‘Sesungguhnya aku mendapat musibah maka aku memuji Allah
Shubhanahu wa ta’ala empat kali; aku memuji -Nya karena tidak
lebih berat darinya, aku memuji karena -Dia memberiku kesabaran
terhadapnya, memuji ketika Dia memberi taufik kepadaku untuk
membaca istirja’ karena mengharapkan pahala, dan aku memuji
ketika -Dia tidak menimpakannya pada agamaku.’4
Ghassan bin Mufadhdhal al-Ghalaby rahimahullah berkata:
‘Sebagian sahabatku menceritakan kepadaku, ia berkata: Seorang
laki-laki datang kepada Yunus bin Ubaid rahimahullah, lalu
mengadukan kepadanya tentang kesulitan dalam kehidupannya
serta duka citanya terhadap hal itu. Ia berkata: ‘Apakah engkau
senang matamu ditukar dengan seratus ribu? Ia menjawab: Tidak. Ia
(Yunus) berkata: ‘Dengan matamu? Ia menjawab: ‘Tidak.’ Ia (Yunus)
berkata: Dengan lisanmu? Ia menjawab: Tidak. Ia (Yunus)
berkatanya: ‘Dengan lisanmu? Ia menjawab: Tidak. Ia (Yunus)
3Siyar A’lam Nubala’ 1/551.
4Siyar A’lam Nubala’ 4/105.
4
berkata: ‘Dengan akalmu? Ia menjawab: Tidak. Dan ia menyebutkan
nikmat nikmat Allah Shubhanahu wa ta’ala terhadapnya. Kemudian
Yunus berkata kepadanya: ‘Saya melihat engkau memiliki ratusan
ribu dan engkau masih mengeluhkan kebutuhan.’5
Dari Asy’ats bin Sa’id, ia berkata: Ibnu Aun berkata:
‘Seorang hamba tidak mendapatkan hakikat ridha sehingga ridhanya
di saat fakir seperti ridhanya di saat kaya. Bagaimana engkau
menerima ketentuan Allah Shubhanahu wa ta’ala dalam perkaramu,
kemudian engkau marah jika engkau melihat ketentuan -Nya
berbeda dengan keinginanmu. Bisa jadi yang engkau inginkan dari
hal itu jika dimudahkan- Nya merupakan bencana bagimu, dan
engkau meridhai ketentuan -Nya apabila sesuai keinginanmu?
Engkau tidak bersikap obyektif terhadap dirimu dan tidak
mendapatkan pintu ridha.’
6
5F
Dari Ahmad bin Isham, ia berkata: ‘Zuhair bin Nu’aim
rahimahullah berkata: ‘Sesungguhnya perkara ini tidak sempurna
kecuali dengan dua perkara: sabar dan yakin, jika keyakinan tidak
disertai kesabaran ia tidak sempurna, dan jika kesabaran tidak
disertai keyakinan niscaya ia tidak sempurna. Dan Abu Darda`
radhiyallahu ‘anhu memberikan contoh bagi keduanya, ia berkata:
5Siyar A’lam Nubala’ 6/292.
6Sifat Shafwah: 3/311.
5
‘Perumpamaan yakin dan sabar adalah seperti dua orang petani
yang menggali tanah, apabila salah seorang duduk niscaya duduklah
yang lain.’7
Dari Utsman bin Haitsam rahimahullah, ia berkata: ‘Ada
seorang laki laki di Bashrah dari Bani Sa’ad, ia salah seorang
pemimpin pasukan Ubaidillah bin Ziyad, ia terjatuh dari loteng lalu
kakinya patah. Lalu Abu Qilabah radhiyallahu ‘anhu datang
mengunjungi, ia berkata kepadanya: ‘Aku berharap ia menjadi
kebaikan bagimu.’ Ia menjawabnya: ‘Wahai Abu Qilabah! kebaikan
apakah saat kedua kakiku patah? Ia menjawab: ‘Yang ditutup Allah
Shubhanahu wa ta’ala terhadapmu jauh lebih banyak.’
Setelah tiga hari, datanglah surat dari Ibnu Ziyad agar
keluar untuk membunuh Husain radhiyallahu ‘anhu. Ia berkata
kepada utusan: Apa yang engkau ketahui tentang musibah Telah
menimpaku.’ Maka tidak berlalu kecuali hanya tujuh hari hingga
sampai berita terbunuhnya Husain radhiyallahu ‘anhu. Laki-laki itu
berkata: ‘Semoga Allah Shubhanahu wa ta’ala memberi rahmat
kepada Abu Qilabah radhiyallahu ‘anhu, sungguh ia benar,
sesungguhnya ia benar-benar menjadi kebaikan bagiku.’8
7Sifar shafwah: 4/8
8Sifat Shafwah 3/238
Salafus Shalih Zuhud Di Dunia
Abdul Aziz bin Nashir al-Julayyil
Bahauddin bin Fatih Aqil
Muqodimah
Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam
semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa
sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.
Dalam kitab Zuhud karya Ibnu Mubarak rahimahullah, ia
berkata: Ma’mar menceritakan kepada kami, dari Hisyam bin Urwah,
dari bapaknya, ia berkata: ‘Umar radhiyallahu ‘anhu datang ke
negeri Syam dan disambut oleh para pemimpin dan pembesar. Ia
berkata: ‘Di mana saudaraku Abu Ubaidah? Mereka menjawab: ‘Ia
datang sekarang.’ Lalu ia datang di atas unta yang diikat hidungnya
dengan tali. lalu ia memberi salam kepadanya. Kemudian ia berkata
kepada semua orang: ‘Berpalinglah kalian dari kami.’ Lalu ia berjalan
bersamanya hingga sampai ke tempat tinggalnya, ia mampir
kerumahnya namun ia tidak melihat di dalamnya selain pedang,
perisai dan tunggangannya. Umar radhiyallahu ‘anhu berkata
kepadanya: ‘Andaikan engkau menjadikan sesuatu, atau ia berkata
sesuatu. Ia (Abu Ubaidah radhiyallahu ‘anhu) menjawab: ‘Wahai
Amirul Mukminin, sesungguhnya ini akan menyampaikan kita ke
tempat terakhir.’1
1Siyar A’lam Nubala` 1/16
3
Dari Nu’aim bin Hammad, ia berkata: ‘Ibnu Mubarak
menceritakan kepada kami. Ia berkata: ‘Muhammad bin Mutharrif
menceritakan kepada kami. Ia berkata: ‘Abu Hazim menceritakan
kepada kami. Dari Abdurrahman bin Sa’id bin Yarbu’, dari Malik ad
Daar2 bahwa Umar radhiyallahu ‘anhu mengambil empat ratus dinar
lalu berkata kepada gulam (pegawainya): ‘Pergilah dengannya
kepada Abu Ubaidah, kemudian engkau tunggu beberapa saat di
rumah sehingga engkau melihat apa yang dia lakukan. Ia berkata:
‘Maka ghulam itu pergi dengannya seraya berkata: ‘Amirul
Mukminin berkata kepadamu, ambilah ini. Ia (Abu Ubaidah)
berkata: ‘Semoga Allah Shubhanahu wa ta’alla menyambung dan
memberi rahmat kepadanya.’ Kemudian ia berkata: ‘Wahai jariyah,
pergilah dengan tujuh (dinar) ini dan berikan kepada fulan, lima
(dinar) ini kepada fulan, sehingga ia menghabiskannya. Lalu ghulam
itu kembali kepada Umar radhiyallahu ‘anhu dan mengabarkan
kepadanya. Ternyata ia mendapatinya sudah menyiapkan hal serupa
untuk Mu’adz bin Jabal radhiyallahu ‘anhu, lalu ia mengutusnya
pergi kepadanya. Mu’adz radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Semoga Allah
Shubhanahu wa ta’ala menyambungnya. Wahai jariyah, pergilah ke
rumah fulan dengan ini, rumah fulan seperti ini. Lalu muncul istri
2Malik ad-Daar: Budak yang dimerdekakan oleh Umar radhiyallahu ‘anhu. Ia
meriwayatkan darinya dan dari Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu. Lihat
biografinya dalam Thabaqat 5/7
4
Muadzh radhiyallahu ‘anhu seraya berkata: ‘Demi Allah, kita adalah
orang miskin maka berikanlah untuk kami.’ Dan tidak tersisa lagi di
kain selain dua dinar maka dinar tersebut ia berikan kepadanya.
Ghulam pun pulang dan mengabarkan kepada Umar radhiyallahu
‘anhu. Maka ia merasa senang dengan hal itu dan berkata:
‘Sesungguhnya mereka adalah bersaudara satu sama lain.’3
Dari Abu Ismail at-Tirmidzy rahimahullah, ia berkata:
Sulaiman bin Ayyub bin Isa bin Musa menceritakan kepada kami.
Bapakku menceritakan kepadaku, dari kakekku, dari Musa, dari
Thalhah, dari bapaknya bahwa datang kepadanya harta dari
Hadhramaut sebanyak tujuh ratus ribu, maka ia gelisah semalam
suntuk. Istrinya bertanya kepadanya: ‘Ada apa denganmu? Ia
menjawab: ‘Aku berpikir sejak tadi malam, aku bertanya: Apa yang
diduga seorang laki-laki terhadap Rabb-nya semalaman sedangkan
harta ini ada di rumahnya? Ia (istrinya) berkata: ‘Di manakah engkau
dari teman-temanmu apabila sudah tiba waktu subuh, letakkanlah di
mangkok besar lalu bagilah.’ Ia berkata kepadanya: ‘Engkau seorang
yang diberi taufiq, putri seseorang yang diberi taufik.’ Ia adalah
Ummu Kultrum binti ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu. Di pagi harinya
ia meminta mangkok besar lalu membaginya di antara kalangan
Muhajirin dan Anshar. Ia mengirim kepada Ali radhiyallahu ‘anhu
3Siyar A’lam Nubala` 1/456.
5
satu mangkok. Istrinya berkata kepadanya: ‘Wahai Abu Muhammad,
apakah ada bagian untuk kita dari harta ini? Ia menjawab: ‘Di
manakah engkau sejak hari ini? Bagianmu adalah yang masih tersisa.
Ia (istrinya) berkata: ‘Masih ada satu bungkusan yang isinya sekitar
seribu dirham.’4
Dari ats-Tsaury rahimahullah, dari Abu Qais, dari Huzail bin
Syurahbil, dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
‘Siapa yang menghendaki akhirat ia merugikan dunia, dan siapa yang
menghendaki dunia ia merugikan akhirat, wahai kaum, rugikanlah
yang fana untuk yang kekal.’5
Dari Abdullah bin Yazid, dari Abdullah bin Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: ‘Kalian lebih lama shalat dan lebih
banyak ijtihad dari pada sahabat Rasulullah shallallahu ‘alahi wa
sallam, dan mereka lebih utama dari kalian.’ Ada yang bertanya:
Dengan apa? Ia menjawab: ‘Mereka lebih zuhud di dunia dan lebih
mengharap akhirat dari kalian.’6
Dari Auza’i, dari Bilal bin Sa’ad, bahwa Abu Darda`
radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Aku berlindung kepada Allah
Shubhanahu wa ta’ala dari tercerai berainya hati.’ Ada yang
bertanya: ‘Apa yang dimaksud tercerai berainya hati? Ia menjawab:
4Siyar A’lam Nubala`1/21.
5Siyar A’lam Nubala`1/496.
6Sifat Shafwah 1/420
6
‘Bahwa dijadikan untukku harta di setiap lembah.’7 Dari Abu Abidah
bin Ma’n, dari A’masy, dari Abu Bukhtary, ia berkata: Asy’ats bin
Qais dan Jarir bin Abdullah radhiyallahu ‘anhuma datang dan
berkunjung kepada Salman radhiyallahu ‘anhu di Khush, keduanya
memberi salam dan berkata kepadanya: ‘Apakah engkau adalah
sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam? Ia berkata: ‘Tidak
tahu.’ Maka kedua nya menjadi ragu.’ Ia berkata: ‘Sesungguhnya
sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alahi wa sallam adalah yang masuk
surga bersamanya.’ Keduanya berkata: ‘Kami datang dari sisi Abu
Darda` radhiyallahu ‘anhu. Ia berkata: ‘Mana hadiahnya? Keduanya
berkata: ‘Kami tidak membawa hadiah.’ Ia berkata: ‘Bertaqwalah
kamu kepada Allah Shubhanahu wa ta’ala dan tunaikanlah amanah.
Tidak ada seorang pun yang datang dari sisinya kecuali dengan
membawa hadiah.’ Keduanya berkata: ‘Janganlah engkau
mengangkat hal ini terhadap kami, sesungguhnya kami mempunyai
harta maka gunakanlah.’ Ia berkata: ‘Aku tidak menghendaki kecuali
hadiah.’ Keduanya berkata: ‘Demi Allah, ia tidak mengirim sesuatu
bersama kami kecuali ia berkata: ‘Sesungguhnya padamu ada
seorang laki laki yang apabila Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam
bersamanya tidak ada orang lain yang mendengarnya, apabila kalian
berkunjung kepadanya maka sampaikanlah salamku kepadanya.’ Ia
7Siyar A’lam Nubala`2/348
7
berkata: ‘Hadiah apakah yang kuinginkan dari kalian selain ini?
Hadiah apakah yang lebih utama darinya?8
Qatadah berkata: ‘Tatkala ‘Amir9 hampir wafat, ia
menangis. Ia (Qatadah) bertanya: ‘Apa yang menyebabkan engkau
menangis.’ Ia menjawab: ‘Aku menangis bukan karena khawatir
terhadap kematian dan bukan pula karena sayang terhadap dunia,
akan tetapi aku menangis terhadap kehausan di panas terik (puasa)
dan shalat malam.’10
Musa at-Taimy berkata (dalam menggambarkan sifat
Abdurrahman bin Aban bin Utsman bin Affan rahimahullah): ‘Aku
belum pernah melihat seseorang yang lebih mengumpulkan agama
dan kekuasaan serta kemuliaan darinya.’ Ada yang berkata: ‘Ia
pernah membeli satu keluarga, memberi pakaian kepada mereka
dan memerdekakan mereka, ia berkata: ‘Aku memohon pertolongan
(kepada Allah Shubhanahu wa ta’ala) dengan memerdekakan
mereka terhadap kematian.’ Ia meninggal dunia di masjidnya.
Dikatakan: Ia banyak ibadah dan mengadu kepada Allah Shubhanahu
wa ta’ala. Ali bin Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhu pernah
8Siyar A’lam Nubala`1/549
9Abu Abdillah Amir bin Abdu Qais at-Tamimy al-Bashry, tabi’in ahli ibadah.
Ka’bul Ahbar pernah melihatnya dan berkata: ‘Ini adalah rahib (ahli ibadah)
umat ini. Siyar 4/15.
10 Siyar A’lam Nubala`4/19
8
melihatnya dan merasa kagum terhadap ibadahnya, maka ia
mencontohnya dalam kebaikan.’11
Dari Abu Abbas as-Sarraj, ia berkata: Aku mendengar
Ibrahim bin Basysyar, ia berkata: Ali bin Fudhail menceritakan
kepadaku. Ia berkata: Aku mendengar bapakku berkata kepada Ibnu
Mubarak: ‘Engkau menyuruh kami bersikap zuhud dan sedikit dari
dunia dan kami melihat engkau datang dengan berbagai macam
barang, bagaimana hal ini? Ia berkata: ‘Wahai Abu Ali, sesungguhnya
aku melakukan hal ini untuk menjaga mukaku, memuliakan
kehormatanku dan meminta pertolongan dengannya untuk taat
kepada Rabb -ku.’ Ia berkata: ‘Wahai Ibnu Mubarak alangkah
sempurnanya hal ini.’12,
Dari Ziyad bin Mahik, ia berkata: ‘Syaddad bin Aus berkata:
‘Sesungguhnya kalian tidak akan melihat dari dunia kecuali sebab
sebabnya dan kalian tidak akan melihat keburukan kecuali sebab
sebabnya. Semua kebaikan ada di surga dan semua keburukan ada
di neraka. Sesungguhnya dunia adalah benda yang sudah siap,
disantap oleh setiap orang yang baik dan jahat, dan akhirat adalah
janji yang benar dan diputuskan padanya oleh Raja Yang Maha
11 Siyar A’lam Nubala` 5/10.
12 Siyar A’lam Nubala` 8/387.
9
Perkasa. Dan bagi semuanya ada anak anak, maka jadilah kalian dari
anak anak akhirat dan janganlah kalian menjadi anak anak dunia.’13
Dari Abdullah bin ukhti (saudari) Muslim bin Sa’ad, ia
berkata: ‘Aku ingin menunaikan ibadah haji, pamanku (Muslim)
menyerahkan kepadaku sepuluh ribu dirham dan berkata kepadaku:
‘Jika engkau sampai di Madinah maka perhatikanlah keluarga yang
lebih fakir di Madinah maka berikanlah kepada mereka.’ Ketika aku
masuk kota Madinah, aku bertanya tentang keluarga yang paling
miskin di Madinah, lalu aku ditunjukkan kepada satu keluarga. Aku
mengetuk pintu dan dijawab oleh seorang wanita: ‘Siapa engkau?
Aku menjawab: ‘Saya seorang laki-laki dari Baghdad dan aku dititipi
uang sepuluh ribu dan aku diminta untuk memberikannya kepada
keluarga paling fakir di Madinah, dan orang-orang menunjuk kalian
maka ambillah.’ Ia berkata: ‘Wahai hamba Allah, sesungguhnya
temanmu memberi syarat ‘keluarga paling fakir’, dan mereka yang
berada di samping kami lebih fakir dari kami.’ Maka aku
meninggalkan mereka dan datang kepada mereka (keluarga yang
ditunjuk). Lalu aku mengetuk pintu dan dijawab oleh seorang
wanita, lalu aku mengatakan kepadanya seperti yang kukatakan
kepada wanita sebelumnya. Ia menjawab: ‘Wahai hamba Allah, kami
13 Sifat Shafwah 1/709.
10
dan tetangga kami sama sama fakir maka bagilah di antara kami dan
mereka.’14
Dari Ibrahim bin Syabib bin Syaibah, ia berkata: ‘Kami
sedang duduk duduk di hari Jum’at, lalu datang seorang laki-laki
yang memakai satu pakaian dan berselimut, kemudian bertanya,
sementara kami terus berbicara dalam masalah fiqih hingga kami
berpaling (pulang). Kemudian ia datang kepada kami pada Jum’at
berikutnya, kami jadi menyukainya dan bertanya kepadanya tentang
tempat tinggalnya, ia menjawab: ‘Saya tinggal di Harbiyyah.’ Kami
bertanya kepadanya tentang kunyahnya (nama panggilannya), ia
menjawab: ‘Abu Abdillah.’ Kami merasa senang duduk bersamanya
dan kami melihat bahwa majelis kami adalah majelis fiqih. Kami
melakukan hal itu dalam waktu yang lama, kemudian ia terputus
dari kami, sebagian dari kami berkata kepada yang lain: ‘Ada apa
dengannya? Majelis kita menjadi makmur dengan Abu Abdillah dan
sekarang menjadi terasa hambar. Sebagian dari kami berjanji di pagi
hari akan datang ke Harbiyyah lalu bertanya tentang dia. Kami
datang ke Harbiyyah, karena kami merasa malu bertanya tentang
Abu Abdillah. Lalu kami melihat anak-anak yang baru pulang dari
belajar mengaji, kami berkata: ‘Tahukah kalian Abu Abdillah.’
Mereka menjawab: ‘Mungkin yang kalian maksudkan adalah
14 Sifat Shafwah 2/206.
11
pemburu? Kami menjawab: ‘Ya.’ Mereka berkata: ‘sebentar lagi dia
datang.’ Lalu kami duduk menunggunya, tiba-tiba ia datang
memakai sarung dengan satu kain dan di pundaknya satu kain, dan
dibawanya beberapa burung yang sudah disembelih dan yang masih
hidup. Tatkala ia melihat kami, ia tersenyum kepada kami dan
bertanya: ‘Apakah gerangan yang membuat kalian datang? Kami
menjawab: ‘Kami kehilangan engkau, engkau telah memakmurkan
majelis kami, apa yang membuat engkau menghilang dari majelis
kami? Ia berkata: ‘Saya mempunyai tetangga yang saya meminjam
pakaian darinya setiap hari kemudian saya datang kepadamu
dengan mengenakannya. Ia adalah seorang pendatang lalu ia
kembali ke negerinya, maka saya tidak mempunyai baju untuk
datang kepada kalian. Maukah kalian masuk ke rumah lalu
menikmati rizqi yang diberikan Allah Shubhanahu wa ta’ala?
Sebagian dari kami berkata: ‘Masuklah ke rumahnya.’ Ia datang ke
pintu, lalu memberi salam, kemudian masuk. Ia memberi ijin kepada
kami lalu kami masuk, ia datang dengan sepotong tikar,
membukanya lalu kami duduk. Ia masuk menemui seorang wanita
lalu menyerahkan kepadanya burung-burung yang sudah disembelih
dan mengambil burung-burung yang masih hidup. Kemudian ia
berkata: ‘Insya Allah, saya datang kepada kalian sebentar lagi.’ Ia
datang ke pasar lalu menjualnya dan membeli roti, sementara
12
istrinya sudah memasak burung tadi dan menyiapkannya. Lalu ia
menghidangkan kepada kami roti dan daging burung. Lalu kami
memakannya, ia berdiri dan mendatangkan garam dan air. Sebagian
dari kami berkata kepada yang lain: ‘Apakah kalian pernah melihat
seperti ini? Maukah kalian merubah kondisinya, sedang kalian
adalah para pemuka di kota Basrah? Sebagian dari mereka berkata:
‘Saya lima ratus. Yang lain berkata: Saya delapan ratus. Dan berkata
ini dan berkata ini. Dan sebagian dari mereka menjamin akan
mengambil dari yang lain untuknya. Maka jumlah yang dikumpulkan
mencapai lima ribu dirham. Mereka berkata: ‘Ayo pergi bersama
kami lalu kita datang kepadanya dengan ini dan meminta kepadanya
agar merubah sebagian kondisinya.
Lalu kami berdiri pulang sambil berboncengan, kami
melewati Marbad15 ternyata ada Muhammad bin Sulaiman,
Gubernur Bashrah, sedang duduk di bangunan tinggi miliknya, ia
berkata: ‘Wahai ghulam, bawa ke sini Ibrahim bin Syabib bin Syaibah
di antara rombongan tersebut.’ Maka aku datang, masuk
kepadanya, lalu ia bertanya kepadaku tentang cerita kami, dari
mana kami datang, maka sangat kebetulan aku menceritakan. Ia
berkata: ‘Aku akan mendahului kalian untuk berbuat baik
kepadanya, wahai ghulam (pegawainya), bawalah ke sini bungkusan
15 Pasar Arab yang terkenal di Bashrah.
13
dirham.’ Maka ia datang dengannya. Ia berkata: ‘Bawa ke sini
ghulam ahli karpet. Lalu ia datang. Ia berkata: ‘Bawalah bungkusan
ini bersama laki-laki ini hingga engkau menyerahkannya kepada
orang yang kami perintahkan.’
Maka aku berdiri dan bersegera pergi. Tatkala aku sampai
di pintu, aku memberi salam. Lalu Abu Abdillah menjawab,
kemudian ia keluar menemuiku. Tatkala ia melihat tukang tikar dan
bungkusan di lehernya, seolah olah aku menghamburkan bara api di
wajahnya, ia menghadapiku dengan wajah bukan seperti wajah yang
pertama seraya berkata: ‘Apakah hubungannya aku dan engkau?
Aku berkata: ‘Wahai Abu Abdillah, duduklah sehingga aku bisa
mengabarkan ceritanya, dan dialah yang engkau ketahui salah
seorang yang jabbar (yang kejam) maksudnya Muhammad bin
Sulaiman. Jikalau ia menyuruh aku menyerahkannya menurut
pendapatku niscaya aku kembali kepadanya lalu kukabarkan bahwa
aku telah menyerahkannya. Maka jagalah Allah Shubhanahu wa
ta’alla, jagalah Allah pada dirimu.’ Ia menjadi bertambah marah,
berdiri lalu masuk rumah dan menutup pintu. Maka aku mondar
mandir kebingungan, tidak tahu apa yang akan kukatakan kepada
gubernur. Kemudian aku tidak mendapat jalan lain selain berkata
jujur. Aku datang dan menceritakan kisahnya. Ia berkata: ‘Demi
Allah, dia seorang Harury (Khawarij), wahai ghulam, bawa pedang ke
14
sini.’ Lalu ia datang membawa pedang. Ia berkata kepadanya:
‘Peganglah tangan laki-laki ini sehingga pergi denganmu kepada laki
laki itu. Bila ia keluar menemuimu maka potonglah lehernya dan
bawa kepalanya kepadaku.’
Ibrahim berkata: ‘Aku berkata: ‘Semoga Allah Shubhanahu
wa ta’alla memperbaiki sang gubernur. Demi Allah, kami telah
melihat seorang laki-laki, dia bukanlah seorang Khawarij, akan tetapi
aku pergi lalu aku datang kepadamu dengannya dan aku tidak
menghendaki hal itu kecuali menebus darinya. Ia berkata: Maka aku
memberi jaminan kepadanya. Lalu aku berlalu hingga mendatangi
pintu lalu memberi salam. Ternyata seorang wanita sedang
menangis, kemudian ia membuka pintu, berlindung dan memberi
ijin masuk kepadaku, maka aku masuk. Ia berkata: ‘Apa masalahnya
di antara kalian dan Abu Abdillah? Aku bertanya: ‘Ada apa
dengannya? Ia berkata: ‘Ia masuk menuju ember, mengambil air
darinya lalu berwudhu, kemudian aku mendengarnya berdoa: ‘Ya
Allah, ambillah aku kepada -Mu dan janganlah Engkau memberi
cobaan kepada ku,’ kemudian ia merebahkan badannya dan ia terus
mengatakan hal itu. Maka aku menyusulnya dan ternyata ia telah
wafat.
Aku berkata: Wahai fulanah, sesungguhnya bagi kami ini
merupakan cerita agung, maka janganlah engkau melakukan sesuatu
15
padanya.’ Aku datang kepada Muhammad bin Sulaiman dan
menceritakan kisahnya kepadanya. Ia berkata: ‘Aku akan pergi untuk
shalat kepada orang ini. Ia berkata: ‘Tersebarlah beritanya di
Bashrah, maka gubernur dan mayoritas penduduk Bashrah
menghadirinya. Semoga Allah Shubhanahu wa ta’ala memberi
rahmat kepadanya.16
16 Sifat Shafwah 4/9-12
16