
Sahabat Abdullah bin Abbas
radhiyallahu’anhu
Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam
semoga tercurah kepada Rasulallah Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Aku
bersaksi bahwa tidak ada ilah yang berhak disembah dengan benar
melainkan Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang tidak ada
sekutu bagi -Nya, dan aku juga bersaksai bahwa Muhammad
Shalallahu’alaihi wa sallam adalah seorang hamba dan utusan -Nya.
Amma ba'du:
Berikut ini adalah rangkaian kisah perjalanan hidup seorang
pahlawan dari pahlwan-pahlawan umat ini, seorang imam dari imam
kaum muslimin, seorang sahabat yang mulia dari kalangan para
sahabatnya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam. Yang
akan kita ambil dari kisah perjalanan hidupnya yang penuh dengan
suri tauladan dan perjalanannya.
Beliau radhiyallahu 'anhu lahir di sebuah lembah bukit 1, di
tengah-tengah kabilah Bani Hasyim tiga tahun sebelum terjadi
peristiwa hijrah. Dan ketika Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa
sallam wafat dirinya baru berusia tiga belas tahun, ada ulama yang
mengatakan umurnya lima belas tahun. Beliau berwajah ganteng,
1
. Lembah bukit inilah tempat dimana Rasulallah shalallahu 'alaihi wa
sallam dan Bani Hasyim menjalani masa embargo yang dilakukan oleh
kaum Quraisy terhadap mereka.
3
tampan, postur tubuh tinggi, disegani, mempunyai akal cemerlang,
hati yang bersih dan beliau termasuk dari kalangan lelaki yang
sempurna, dan Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam
pernah mendo'akan dirinya dengan berkata:
"Ya Allah, pahamkan ia dalam urusan agama dan ajarilah ilmu
tafsir". HR Ahmad 4/225 no: 2397.
Beliau menemani Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa
sallam kurang lebih selama tiga puluh bulan, dan meriwayatkan
hadits dari nabi dengan jumlah yang sangat banyak. Beliau
mempunyai pendapat-pendapat yang tidak dimiliki oleh sahabat
sahabat lainnya, karena keluasan ilmu yang dimiliknya, serta
pemahaman sempurna yang diperolehnya, akalnya yang cemerlang,
kemulian yang besar, lahir dari suku yang terhormat.
Dan beliau masih mempunyai hubungan kerabat bersama
Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam, karena dia adalah anak dari
paman nabi, dialah sang penerjemah al-Qur'an, lautan ilmu umat ini,
ahli tafsir bagi kitab Allah Shubhanahu wa ta’alla, ahli fikih pada
4
zamannya, yang bernama Abul Abbas, Abdullah bin Abbas bin Abdul
Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushai. Dan ibunya adalah
Umul Fadhl Lubabah binti al-Harits al-Hilaliyah saudara kandung
Maimunah binti al-Harits ummul mukminin.
Beliau termasuk ayah dari para khalifah Abassiyah, beliau
juga termasuk dari sepuluh bersaudara dari keluarga al-Abbas dari
Umul Fadhl, dan dia termasuk anak yang paling bungsu, namun
mereka semua satu persatu meninggal di negeri nan berjauhan satu
sama lainnya. Salah satu sisi keutamaan beliau ialah seperti yang
dijelaskan dalam sebuah hadits yang dibawakan oleh Imam Ahmad
dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma, bahwa Rasulallah Shalallahu
'alaihi wa sallam pernah meletakan tangannya diatas bahu atau
pundakku –ragu dari perawi- kemudian beliau bersabda:
"Ya Allah, pahamkan ia dalam urusan agama dan ajarilah ilmu
tafsir". HR Ahmad 4/225 no: 2397.
Berkata Ibnu Abbas menceritakan tentang dirinya, "Tatkala
Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam wafat maka aku berkata pada
5
teman sebayaku dari kalangan Anshar, "Mari kita bertanya
(menuntut ilmu) pada para sahabat Rasulallah, selagi mereka
sekarang masih banyak jumlahnya? Sahabatku menjawab, "Duhai
Ibnu Abbas sungguh mengherankan! Apakah kamu mengira orang
orang nantinya akan membutuhkanmu sedang sekarang diantara
manusia ada para sahabat Rasulallah Shalallahu'alaihi wa sallam
yang dijadikan rujukan?
Beliau meneruskan, "Kemudian aku tinggalkan dirinya. Lalu
aku mulai bertanya kepada para sahabat, hingga pada suatu ketika
sampai padaku sebuah hadits dari seorang sahabat, lantas aku
mendatangi pintu rumahnya namun dirinya sedang tidur siang.
Selanjutnya aku hamparkan kain sarungku didepan pintunya,
kemudian angin panas yang membawa debu menampar wajahku,
sampai akhirnya sahabat tersebut keluar dan melihatku, lalu
berkata, "Wahai anak paman Rasulallah, apa keperluanmu datang
kesini? Kenapa tidak engkau utus utusan agar aku mendatangimu
saja? Aku menjawab, "Tidak, karena aku lebih berhak untuk
mendatangimu". Kemudian aku menanyakan hadits yang dimaksud.
Beliau melanjutkan, "Kemudian sahabatku yang dulu dari
kalangan Anshar tersebut hidup sepertiku, lalu dia melihat orang
orang lain telah berkumpul disekelilingku untuk bertanya tentang
ilmu, maka dia berkata, "Sungguh anak muda ini lebih berakal
6
dariku".2 Telah shahih dari Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma dalam
shahih Bukhari dimana beliau berkata, "Diriku dan ibuku adalah
termasuk orang-orang yang tidak mampu berangkat hijrah. HR
Bukhari no: 4587. Dalam redaksi lain beliau membaca firman Allah
ta'ala:
"Kecuali mereka yang tertindas baik laki-laki atau wanita ataupun
anak-anak yang tidak mampu". (QS an-Nisaa': 98).
Beliau berkata, "Aku bersama ibuku termasuk dari orang-orang yang
mendapat udzur Allah (untuk tidak berhijrah)". HR Bukhari no: 4588.
Dan beliau hijrah bersama ayahnya sebelum penaklukan
Makah lalu bertemu bersama Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa
sallam di Juhfah ketika Nabi hendak pergi perang menaklukan kota
Makah, lantas diriku ikut serta dalam ekspedisi tersebut, ikut
peperangan Hunain dan Thaif pada tahun delapan hijriyah.
Ada ulama lain yang mengatakan, "Hal itu terjadi pada
tahun Sembilan hijriyah karena peristiwa haji wada' terjadi pada
tahun sepuluh hijriyah, kemudian dia menemani Nabi Muhammad
2 . al-Bidayah wa Nihayah oleh Ibnu Katsir 12/86.
Shalallahu ‘alaihi wa sallam semenjak saat itu dan terus
menemaninya, belajar kepada beliau serta menghafal,
mengumpulkan ucapan, perbuatan dan kejadian serta kondisi
beliau. Kemudian mengambil dari para sahabat ilmu yang banyak,
dengan dibarengi kecerdasan, pikiran yang tajam, ahli balaghah,
fasih, gagah, bagus dan seorang oratur ulung. 3
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Ibnu Abbas
radhiyallahu 'anhu, beliau menceritakan, "Pernah suatu ketika Umar
mengikut sertakan diriku pada majelisnya ahli Badar. Maka seolah
olah mereka tidak senang dengan kehadiranku, lalu ada yang
bertanya padanya, "Kenapa engkau bawa serta anak ini, kami juga
mempunyai anak-anak yang sebaya dengannya? Umar menjawab,
"Seperti yang kalian lihat". Pada suatu hari beliau mengajakku lalu
memasukan diriku pada majelisnya mereka kembali.
Dan tidaklah aku memahami kecuali kalau beliau mengajak
ketika itu untuk membuktikan pada mereka, beliau lalu bertanya
pada majelis, "Apa yang kalian ketahui tentang maksud firman Allah
tabaraka wa ta'ala:
3 . al-Bidayah wa Nihayah oleh Ibnu Katsir 12/81.
"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan". (QS an
Nashr: 1).
Kemudian ada sebagian mereka yang berkata, "Allah
Shubhanahu wa ta’alla telah menyuruh kita untuk memuji -Nya
serta meminta ampunan apabila kita di anugerahi kemenangan dan
di taklukan Makah bagi kita". Dan sebagian lagi diam tidak berbicara
sedikitpun, kemudian umar mengajukan pertanyaanya padaku,
"Apakah seperti itu pendapatmu wahai Ibnu Abbas? Aku jawab,
"Bukan". Terus bagaimana maksudnya, tanyanya lagi. Aku jawab,
"Itu adalah tanda sudah dekatnya ajal Rasulallah Shalallahu 'alaihi
wa sallam yang Allah Shubhanahu wa ta’alla kabarkan padanya.
Sebagaimana firman -Nya:
"Apabila telah datang pertolongan Allah dan kemenangan". (QS an
Nashr: 1).
Itu adalah tanda sudah dekatnya kematianmu, maka:
"Maka bertasbihlah dengan memuji Tuhanmu dan mohonlah ampun
kepada -Nya. Sesungguhnya -Dia adalah Maha Penerima taubat".
(QS an-Nashr: 3).
Kemudian Umar mengomentari, "Tidaklah aku mengetahui dari ayat
ini melainkan seperti apa yang engkau katakan". HR Bukhari no:
4970.
Para Muhajirin pernah mengatakan pada Umar, "Kenapa
anda tidak mengajak anak-anak kami (bermajelis) sebagaimana anda
mengajak Ibnu Abbas". Umar menjawab, "Dia anak yang cerdas,
dirinya sangat kritis dan cepat tanggap dan mengerti". 4
Asy-Sya'bi pernah menceritakan, "Berkata Ibnu Abbas
radhiyallahu 'anhuma, berkata padaku Abul Abbas ayahnya, "Wahai
anakku, sesungguhnya Umar sangat dekat denganmu, ingatlah tiga
(pesan) dariku, jangan engkau sebarkan kejelekan mereka, jangan
menghibah seorangpun dihadapan mereka, dan jangan coba-coba
kamu berdusta". 5 Murid asy-Sya'bi mengatakan, "Aku pernah
bertanya pada Ibnu Abbas, "Satu orang lebih baik dari seribu". Ibnu
Abbas menjawab, "Akan tetapi, satu orang lebih baik dari sepuluh
ribu".
4
5
. Siyar a'lamu Nubala 3/345.
. Siyar a'lamu Nubala 3/346.
10
Al-Hafidh Ibnu Katsir menjelaskan, "Dirinya diberi tugas
sebagai gubernur Bashrah pada khilafahnya Ali, beliau membimbing
kaum muslimin disana untuk memimpin ibadah haji beberapa tahun,
beliau yang berkhutbah atas mereka di Arafah, beliau juga membuka
pelajaran tafsir disana dengan surat al-Baqarah, dalam salah satu
redaksi surat an-Nuur. Sampai dikisahkan oleh salah seorang yang
mengikuti kajiannya, "Beliau menafsirkan surat tadi dengan tafsir
yang kalau seandainya orang-orang Romawi, Turkia dan Dailim
mendengarnya niscaya mereka akan masuk Islam".
Beliau mengatakan tentang dirinya, "Sesungguhnya diriku
mencapai derajat seperti itu karena dahulu aku bertanya untuk satu
masalah pada tiga puluh orang dari kalangan para sahabat Nabi
Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam.6
Berkata Thawus seorang ahli tafsir serta muridnya, "Belum
pernah aku melihat ada seorang pun yang lebih ta'dhim
(mengagungkan) larangan-larangan Allah Shubhanahu wa ta’alla
melebihi Ibnu Abbas". Abur Raja' mengatakan, "Aku pernah melihat
Ibnu Abbas, pada bawah kelopak matanya ada bekas hitam seperti
tali sandal karena saking seringnya beliau menangis (karena takut
kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla)".
6
. al-Bidayah wa Nihayah oleh Ibnu Katsir 12/90.
11
Al-Waqidi mengkisahkan, "Telah mengabarkan padaku
Daud bin Jubair berkata aku mendengar Ibnul Musayib berkata,
"Ibnu Abbas adalah manusia yang paling berilmu". Telah
mengabarkan padaku Abdurahman bin Abi Zinad dari ayahnya dari
Ubaidillah bin Utbah berkata, "Adalah Ibnu Abbas mempunyai
beberapa perkara yang tidak dimiliki oleh orang banyak, dengan
ilmunya yang jauh melesat kedepan, dengan fikihnya yang banyak
orang membutuhkan pendapatnya, bijaksananya, dan ahli nasab.
Dan belum pernah aku melihat seorangpun yang lebih paham dari
pendahulunya tentang hadits Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa
sallam dari pada beliau, juga tentang perkara-perkara yang
diputuskan oleh Abu Bakar, Umar dan Utsman, dari pada beliau.
Tidak ada orang yang lebih fakih menurutku dari pada beliau, serta
lebih mengetahui bait-bait syair dan bahasa Arab, tafsir al-Qur'an
dan ilmu perbintangan serta ilmu syariat dari pada beliau. Tidak pula
aku mengetahui ada generasi pendahulu yang lebih kuat
pendapatnya yang dibutuhkan umat melebihi dirinya.
Beliau mempunyai majelis yang satu hari hanya membahas
fikih, pada hari berikutnya tafsir, hari berikutnya tentang sejarah
peperangan, hari berikutnya yang berkaitan dengan syair, hari
berikutnya bahasa arab. Dan belum pernah aku melihat seorang
alim pun yang duduk satu majelis bersamanya melainkan duduk
12
tenang menyimaknya, tidak ada seorang penanya pun yang bertanya
padanya melainkan beliau mendapati jawaban yang memuaskan,
dan terkadang aku bisa menghafal bait syair yang keluar dari
mulutnya yang beliau sebutkan lebih dari tiga puluh bait syair".
Mujahid mengkisahkan, "Adalah Ibnu Abbas dinamakan
dengan lautan ilmu yang tak bertepi disebabkan keluasan ilmu yang
beliau miliki". Imam Atha' mengatakan, "Belum pernah sebelumnya
aku menyaksikan sebuah majelis ilmu yang lebih mulia dari pada
majelis ilmunya Ibnu Abbas, paling banyak mengandung ilmu, serta
kewibawaan, para ahli tafsir bertanya padanya, para ahli bahasa
juga bertanya padanya, para ahli syair juga menanyakan syair yang
dimilik, seakan-akan mereka semua sedang mengambil air dari satu
danau yang sangat luas".
Berkata Mughirah dari asy-Sya'bi, ditanyakan pada Ibnu
Abbas, "Dengan apa engkau memperoleh ilmu yang banyak ini".
beliau menjawab, "Dengan lidah yang sering bertanya dan akal yang
(suka) menghafal".
Diantara kata-kata hikmah serta wasiat-wasiat beliau adalah:
Bahwa pernah ada seseorang yang bernama Jundub datang
pada beliau dan berkata, "Berilah aku wasiat? Beliau lalu memberi
wasiat dengan menuturkan, "Aku wasiatkan padamu untuk
13
mentauhidkan Allah Shubhanahu wa ta’alla, serta mengamalkan
kandungannya, mengerjakan sholat, dan membayar zakat, maka
sesungguhnya setiap kebajikan yang engkau kerjakan setelah
melakukan itu semua maka akan diterima, terangkat naik kehadirat -Nya, dan sungguh engkau tidak menambah setiap harinya dari
kebajikan melainkan terhitung amal sholeh.
Dan sholatlah bagaikan sholatnya orang yang akan pergi
jauh yang tidak pernah kembali lagi, dan jadilah engkau di pagi hari
seperti orang asing atau musafir karena sejatinya engkau adalah
calon penghuni kubur, menangislah karena dosa-dosamu, dan
bertaubatlah dari kesalahan yang engkau perbuat, jadikanlah dunia
ini lebih ringan dari pada tali sendalmu, dan seakan-akan engkau
telah pergi meninggalkanya dan sedang menghadap kepada Allah
Shubhanahu wa ta’alla, ketahuilah tidak ada yang bermanfaat bagi
semua yang engkau tinggalkan, melainkan amal sholehmu".
Sebagian ulama menyebutkan, Ibnu Abbas pernah memberi
nasehat dengan beberapa kalimat yang lebih baik dari pada kuda
yang banyak". Beliau juga pernah memberi nasehat, "Janganlah
engkau berbicara dengan perkara yang tidak penting bagimu sampai
sekiranya engkau merasa yakin betul bisa membawa maslahat,
janganlah mendebat orang-orang pandir, jangan pula mendebat
14
orang yang sabar karena kesabarannya akan mengalahkanmu,
sedang orang pandir maka akan melecehkanmu.
Jangan sekali-kali engkau menyebut (kejelekan) saudaramu
bila dia sudah berpaling dari hadapanmu kecuali seperti apa yang
engkau sukai darinya bila mana engkau telah berpaling dari
hadapannya. Beramallah seperti amalan seseorang yang mengetahui
kalau dirinya akan mendapat upah yang lebih baik, dan dimaafkan
kesalahannya.
Pernah suatu ketika ada seseorang yang berkata padanya,
"Wahai Ibnu Abbas, ini lebih baik dari sepuluh ribu". Maka Ibnu
Abbas menjawab, "Sebuah kalimat yang lebih baik darinya sepuluh
ribu". Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma pernah mengatakan,
"Perkara ma'ruf yang paling sempurna ialah yang segera dikerjakan,
dianggap remeh dan menutupi (dari penglihatan orang), maksud
ucapan beliau yaitu untuk bersegera ketika memberi sedekah, dan
jadikan seakan-akan amalan yang sepele dihadapan orang yang
dikasih, serta menutupi dari penglihatan mata orang banyak, jangan
memamerkannya. Karena dengan menampakan akan membuka
pintu riya', menyakiti hati orang yang diberi serta membikin malu
dirinya".
Beliau juga pernah mengatakan, "Manusia yang paling
utama dimataku ialah teman dudukku, kalau seandainya aku mampu
15
untuk menghalangi lalat menempel diwajahnya niscaya akan aku
lakukan". Beliau mengatakan, "Tidaklah aku berpendapat bahwa
setiap orang yang datang padaku untuk meminta kebutuhan
kemudian aku mampu membantunya kecuali beberapa hal yang aku
cukupkan pada Allah azza wa jalla. Yaitu orang yang memulai
memberi salam padaku, atau memberi ruang didalam majelis, atau
berdiri untuk memberi kesempatan duduk padaku, atau seseorang
yang memberiku air minum ditengah kehausan, atau seorang
mukmin yang mendo'akan diriku dikeheningan malam".
Abdullah bin Buraidah berkata, "Pernah suatu ketika ada
orang yang mencaci maki Ibnu Abbas, maka beliau berkata,
"Sesungguhnya engkau benar-benar telah mencaciku dan mencaci
tiga perkara. Sesungguhnya aku mengetahui ada sebuah ayat dari
kitab Allah yang aku sangat berharap sekiranya manusia
mengetahuinya seperti apa yang aku pahami. Bisa saja aku adukan
perkara ini ke meja hakim dari hakimnya kaum muslimin agar
menghukumi secara adil, lalu aku keluar dari mejanya dengan
kebahagian (karena memenangkan kasus), namun, aku tidak akan
mengadukan kepadanya selama-lamanya. Dan terakhir, kalau
sekiranya aku mendengar hujan telah menimpa suatu negeri dari
negerinya kaum muslimin melainkan diriku turut berbahagia, sedang
16
17
diriku tidak mempunyai seekor binatang ternak pun di negeri
mereka".
Al-Waqidi mengatakan, "Ada seseorang bertanya kepada
Ibnu Abbas tentang makna firman Allah tabaraka wa ta'ala:
"Dan apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya
langit dan bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu,
kemudian Kami pisahkan antara keduanya". (QS al-Anbiyaa': 30).?
Beliau menjawab, "Dahulu langit adalah suatu benda yang
padu tidak menurunkan hujan, demikian pula bumi adalah benda
satu yang tidak menumbuhkan tanaman, kemudian dipisahkan
sehingga yang satu menurunkan hujan dan yang satu menumbuhkan
tanaman".
Dan beliau terkena musibah (buta) pada salah satu
matanya, yang mengakibatkan badannya menjadi kurus, dan tatkala
satu lagi matanya terkena musibah maka baru kembali lagi daging
beliau, demikian dikatakan tentang beliau pada sebagian buku-buku
sirah. Beliau sendiri yang mengkisahkan, "Aku tertimpa musibah
(kebutaan pada mata) seperti apa yang kalian lihat sekarang ini,
pada awalnya aku sangat berharap untuk sembuh, namun, tatkala
keduanya terkena musibah, hatiku menjadi tenang".
Ikrimah meriwayatkan dari Ibnu Abbas radhiyallahu
'anhuma, bahwa mata beliau terkena air, maka ditawarkan pada
beliau, "Bagaimana kalau kami ambil air tersebut dari matamu, tapi
menyebabkan anda tidak bisa sholat selama tujuh hari? Beliau
menjawab, "Jangan, karena orang yang meninggalkan sholat sedang
ia mampu untuk mengerjakan, dirinya akan bertemu kepada Allah
Shubhanahu wa ta’alla dalam keadaan murka pada pelaku nya.
Dalam salah satu redaksi disebutkan, "Bahwa ditawarkan pada
beliau, "Kami hilangkan air ini dari matamu dengan syarat engkau
selama lima hari tidak bisa sholat melainkan bersandar pada
tongkat? Dalam redaksi lain, "Kecuali dengan berisyarat? Maka
beliau menjawab, "Tidak, demi Allah walaupun hanya aku tinggalkan
satu raka'at, karena sesungguhnya orang yang meninggalkan satu
sholat saja dengan sengaja, dirinya akan bertemu dengan Allah
Shubhanahu wa ta’alla dalam keadaan murka kepadanya".
Al-Madaini pernah melantunkan sebuah bait syair kepada Ibnu
Abbas tatkala dirinya tertimpa kebutaan:
Biarpun Allah telah mengambil cahaya kedua mataku
Tapi dalam pendengaran dan lidahku masih bercahaya
18
19
Hatiku penuh dengan hikmah dan akalku tidak terkotori
Dan lidahku menebas bagaikan pedang yang tajam
Maka tatkala sampai pada tahun enam puluh delapan
Abdullah bin Abbas meninggal dunia di Thaif, dan Muhammad bin
al-Hanafiyah yang menyolati jenazah beliau. Dia berkata, "Pada hari
ini telah meninggal dunia lautan ilmu". Diriwayatkan oleh at
Thabarani didalam Mu'jamul Kabir dengan sanadnya sampai pada
Sa'id bin Jubair, berkata, "Ibnu Abbas meninggal dunia di Thaif. Lalu
datang seekor burung yang belum pernah terlihat sebelumnya
masuk kedalam kuburnya, kemudian tidak terlihat keluar kembali.
Dan ketika beliau di kubur terdengar ada orang yang membaca ayat
ini dari arah dalam kuburnya dan tidak ada seorangpun yang
mengenali siapa yang membacanya:
"Hai jiwa yang tenang. Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati
yang puas lagi diridhai -Nya. Maka masuklah ke dalam jama'ah
hamba-hamba -Ku, masuklah ke dalam surga -Ku". (QS al-Fajr: 27
30).
Imam Dzahabi mengomentari, "Dan kisah ini mutawatir". 7
al-Hafidh Ibnu Katsir menjelaskan, "Dan beliau ketika meninggal
berumur tujuh puluh dua tahun, semoga Allah meridhoi Ibnu Abbas,
dan memberi balasan atas jasanya terhadap Islam dan kaum
muslimin dengan sebaik-baik balasan. Dan semoga Allah
Shubhanahu wa ta’alla mengumpulkan kita pada negeri pemuliaan
bersama para nabi, shidiqin dan syuhada karena mereka adalah
sebaik-baik teman".8
Akhirnya kita ucapkan segala puji bagi Allah Shubhanahu
wa ta’alla Rabb semesta alam. Shalawat serta salam semoga Allah
Shubhanahu wa ta’alla curahkan kepada Nabi kita Muhammad
Shalallahu ‘alaihi wa sallam, kepada keluarga beliau serta para
sahabatnya.
7
8
. Siyar a'lamu Nubala 3/331-359.
. Bidayah wa Nihayah Ibnu Katsir 12/87-111.