
Siapakah Yang Dimaksud Ulama?
Muqodimah
Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam
semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa
sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.
Ulama adalah: orang-orang yang mengenal syari’at syari’at
Allah Shubhanahu wa ta’alla, memahami dalam agama-Nya,
mengamalkan ilmunya di atas petunjuk dan ilmu pengetahuan, yang
Allah Shubhanahu wa ta’alla memberikan hikmah kepada mereka:
Dan barangsiapa yang diberi hikmah, sungguh telah diberi kebajikan
yang banyak. Dan tak ada yang dapat mengambil pelajaran kecuali
orang-orang yang berakal. (QS. al-Baqarah:269)
Para ulama adalah: orang-orang yang Allah Shubhanahu wa
ta’alla menjadikan sandaran manusia kepada mereka dalam bidang
fiqih dan ilmu (agama), serta berbagai perkara agama dan dunia.1
1Lihat: ath-Thabari: Jami’ul Bayan 3/327
3
Para ulama adalah: para fuqaha Islam, orang-orang yang
beredar fatwa terhadap perkataan ini di tengah manusia (umat
islam), orang-orang yang menentukan diri dengan melakukan
istinbath hukum-hukum Islam dan memberikan perhatian khusus
dengan mencatat kaidah-kaidah halal dari yang haram.2
Para ulama adalah: para pemimpin (imam) agama, mereka
mendapatkan kedudukan agung ini dengan ijtihad (kesungguhan)
dan sabar serta kesempurnaan keyakinan:
Dan Kami jadikan di antara mereka itu pemimpin-pemimpin
yang memberi petunjuk dengan perintah Kami ketika mereka
sabar.Dan adalah mereka meyakini ayat-ayat Kami. (QS. as
Sajdah:24)
Para ulama adalah: golongan yang berangkat (pergi/safar)
dari umat ini untuk mempelajari agama Allah Shubhanahu wa
ta’alla, kemudian melaksanakan kewajiban dakwah dan tugas
memberikan peringatan:
2Ibnul Qayyim: I’lamul Muwaqqi’in 1/7
Tidak sepatutnya bagi orang-orang yang mu'min itu pergi semuanya
(ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di
antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan
mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada
kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka
itu dapat menjaga dirinya. (QS. at-Taubah:122)
Para ulama adalah: orang orang yang memberi petunjuk
kepada manusia, yang tidak kosong/lowong satu masa/zaman dari
mereka, sehingga datang perkara Allah Shubhanahu wa ta’alla,
mereka adalah pemimpin tha`ifah manshurah (golongan yang
selamat) hingga hari kiamat. Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda:
“Senantiasa satu golongan dari umatku, melaksanakan perkara
Allah Shubhanahu wa ta’alla, tidak membahayakan mereka orang
yang menghina mereka atau menentang (berbeda) sehingga
5
datang perkara Allah Shubhanahu wa ta’alla, sedang mereka
nampak (menang) terhadap manusia.”3
Imam an-Nawawi rahimahullah berkata: ‘Adapun yang
dimaksud dengan golongan ini, maka imam al-Bukhari rahimahullah
berkata: ‘Mereka adalah para ulama’. Imam Ahmad bin Hanbal
rahimahullah berkata: ‘Jika mereka bukan ahli hadits, maka saya
tidak tahu lagi siapakah mereka.’ Qadhi ‘Iyadh rahimahullah berkata:
‘Sesungguhnya yang dimaksud imam Ahmad adalah Ahlus Sunnah
wal Jama’ah dan orang yang meyakini mazhab Ahli Hadits.’ Saya (an
Nawawi) berkata: ‘Bisa jadi bahwa golongan ini terbagi-bagi di
antara berbagai golongan kaum mukminin, di antara mereka adalah
para mujahid fi sabilillah, Ahli hadits, ahli zuhud, orang-orang yang
amar ma’ruf dan nahi munkar, dan di antara mereka berasal dari
berbagai golongan dari orang-orang baik (ta’at kepada Allah
Shubhanahu wa ta’alla), maka tidak mesti mereka berkumpul dalam
satu kelompok, bahkan bisa jadi mereka terpencar di berbagai
penjuru dunia.’4
Pendapat manapun yang paling kuat tentang golongan ini,
maka sesungguhnya yang disepakati bahwa para ulama adalah para
pemimpin mereka yang diutamakan/dikedepankan padanya dan
3HR. Al-Bukhari 8/149 dan Muslim 1920
4Syarh Muslim 13/67.
6
manusia mengikuti mereka.Sesungguhnya para ulama, sekalipun
jiwa mereka sudah tidak ada, maka peninggalan mereka tetap ada.
Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Para ulama tetap ada
sepanjang masa, jiwa mereka sudah tidak ada dan peninggalan
mereka tetap ada dalam jiwa.’5
Para ulama adalah: Pemimpin jama’ah yang kita
diperintahkan untuk mengikuti mereka dan kita diperingatkan dari
memisahkan diri-dari mereka.Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu
‘anhu, ia berkata: Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‘Tidak halal darah seorang muslim yang bersaksi bahwa tidak ada
Ilah (yang berhak disembah) selain Allah Shubhanahu wa ta’alla dan
sesungguhnya aku adalah utusan Allah Shubhanahu wa ta’alla,
kecuali dengan salah satu dari tiga perkara: ‘Tsayyib (yang pernah
5Diriwayatkan oleh Ibnu Abdil Barr: Jami’ Bayan Ilmi wa Fadhlih
1/68
7
menikah) yang berzinah, membunuh orang lain, dan yang
meninggalkan agamanya, memisahkan diri dari jama’ah.’6
Dari Abu Dzarr radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
‘Siapa yang memisahkan diri dari jama’ah sekadar satu jengkal
maka sungguh ia telah melepaskan ikatan Islam dari lehernya.’7
Dari Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
“Tetap bersama jama’ah dan hindarilah bercerai berai,
maka sesungguhnya syetan bersama satu orang, dan ia lebih jauh
dari dua orang, dan siapa yang menghendaki aroma surga maka
hendaklah ia selalu bersama jama’ah. Siapa yang kebaikannya
menyenangkan hatinya dan keburukannya menyedihkannya maka
itulah seorang mukmin.’8
6HR. Al-Bukhari 9/7, Muslim 3/1302, Ahmad 1/382, Abu Daud
4352, an-Nasa`i 7/90. Semuanya dari hadits Abdullah bin Mas’ud
radh.
7HR. Ahmad dalam Musnad 4/130, 202, 5/344, Abu Daud 4/241
no. 475
8HR. Ahmad 1/18, at-Tirmidzi 3/315 no. 2254
8
Sebagai kesimpulan dari ucapan para ulama tentang makna
jama’ah ada dua pendapat:
Pendapat pertama: bahwa jama’ah adalah jama’ah kaum muslimin
apabila mereka berkumpul terhadap satu imam secara syar’i.
Pendapat kedua: bahwa jama’ah adalah manhaj dan thariqah
(metode dan jalan) maka siapa yang berada di atas petunjuk Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam, para sahabatnya dan
salafus shaleh maka dia bersama jama’ah.
Dan di atas dua pendapat tersebut, maka sesungguhnya
pemimpin jama’ah ini adalah para ulama. Merekalah yang
melaksanakan bai’at untuk imam, taat kepadanya mengikuti
terhadap ketaatan mereka. Mereka adalah petunjuk di atas manhaj
dan thariqah, karena pengetahuan mereka dengan petunjuk Nabi
Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabatnya serta
salafus shaleh. Karena itulah, imam al-Ajury memaparkan dalam bab
‘Luzum Jama’ah’ beberapa ayat dan hadits, kemudian ia berkata:
“Tanda orang yang Allah Shubhanahu wa ta’alla
menghendaki kebaikan dengannya adalah menelusuri jalan ini:
Kitabullah (al-Qur`an al-Karim) dan sunnah-sunnah Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam, sunnah para sahabatnya dan orang
yang mengikuti mereka dengan kebaikan, serta yang ada pada para
pemimpin kaum muslimin di setiap negeri, seperti: Auza’i, Sufyan
9
ats-Tsaury, Malik bin Anas, asy-Syafi’i, Ahmad bin Hanbal, Qasim bin
Sallam rahimahumullah, dan orang yang seperti jalan mereka, serta
menjauhi setiap mazhab yang para ulama tersebut tidak
berpendapat kepadanya.’9
Bahkan, tatkala Abdullah bin Mubarak rahimahullah
ditanya: Siapakah jama’ah yang mesti diikuti? Ia menjawab: ‘Abu
Bakar, Umar...ia terus menyebutkan hingga sampai kepada
Muhammad bin Tsabit, Husain bin Waqid.’ Ia ditanya lagi: ‘Mereka
telah wafat, siapakah yang masih hidup? Ia menjawab: Abu Hamzah
as-Sukkary.’10
Maka ia menjadikan ulama adalah jama’ah yang wajib
diikuti.Sesungguhnya tuntutan perkara untuk mengikuti jama’ah
adalah bahwa seorang mukallaf wajib mengikuti sesuatu yang
konsensus para mujtahid, dan mereka itulah yang dimaksudkan al
Bukhari rahimahullah: ‘Dan mereka adalah ahli ilmu.’11
9Asy-Syari’ah 14
10Mengutip dari asy-Syathiby: I’tisham 1/771
11Ibnu Baththal: mengutip dari Ibnu Hajar rahimahullah: Fathul
Bari 13/316
10