Artikel




Perilaku Kita


Segala puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla, kami


memuji -Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada -Nya,


kami berlindung kepada -Nya dari kejahatan diri-diri kami dan


kejelekan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang Allah


Shubhanahu wa ta’alla beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat


menyesatkannya, dan barangsiapa yang Allah Shubhanahu wa


ta’alla sesatkan, maka tidak ada yang dapat memberinya


petunjuk.


Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak


diibadahi dengan benar kecuali Allah Shubhanahu wa ta’alla


semata, yang tidak ada sekutu bagi -Nya. Dan aku juga bersaksi


bahwasannya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam


adalah hamba dan Rasul -Nya. Amma Ba'du:


Sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta’alla telah


menulis catatan takdir seluruh makhluk serta telah menentukan


kejadian-kejadiannya. Allah Shubhanahu wa ta’alla telah


menciptakan segala sesuatu lalu menentukan takdir sesuai


dengan ilmu -Nya, hal itu sebagaimana dijelaskan oleh Allah ta'ala


didalam firman -Nya:





"Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu menurut


ukuran. dan perintah Kami hanyalah satu perkataan seperti


kejapan mata. dan sesungguhnya telah Kami binasakan orang


yang serupa dengan kamu. maka adakah orang yang mau


mengambil pelajaran? dan segala sesuatu yang telah mereka


perbuat tercatat dalam buku-buku catatan. dan segala (urusan)


yang kecil maupun yang besar adalah tertulis". (QS  al-Qomar: 49


53).


 


Maka segala sesuatu telah ditentukan catatan takdirnya, Allah


Shubhanahu wa ta’alla menyatakan hal itu didalam firman -Nya:





"Dan segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab". (QS an


Naba': 29).


 


Dan dalam hal ini Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah


bersabda dalam hadits yang shahih:





"Allah telah mencatat takdir seluruh makhluk sebelum penciptaan


langit dan bumi lima ribu tahun. Beliau menyatakan, "Dan


Arsynya Allah itu berada diatas air". HR Muslim no: 2653.


 


Maka hak mencipta dan mengurusi adalah mutlak untuk


Allah Shubhanahu wa ta’alla semata, dan sesungguhnya ilmu


Nya meliputi segala sesuatu. Allah Shubhanahu wa ta’alla


menyatakan didalam firman -Nya:





"Allah -lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula


bumi. perintah Allah berlaku padanya, agar kamu mengetahui


bahwasanya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu, dan


sesungguhnya Allah ilmu -Nya benar-benar meliputi segala


sesuatu". (QS ath-Thalaaq: 12).





Kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla memberi fitrah


pada manusia berada diatas tauhid. Sebagaimana di tegaskan


oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam firman -Nya:





"(Tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia


menurut fitrah itu. tidak ada peubahan pada fitrah Allah. (Itulah)


agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak


mengetahui". (QS ar-Ruum: 30).


 


Kalau seandainya manusia lebih menyukai kejelekan, maka


dipastikan penyebabnya ialah fitrahnya sudah rusak yang


terkadang terpengaruh oleh lingkungannya, seperti dijelaskan


dalam sebuah hadits, bahwa Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi


wa sallam bersabda:





"Tidaklah bayi terlahir melainkan dalam keadaan suci, maka


kedua orang tua lah yang merubah dirinya menjadi seorang


Yahudi atau Nahsrani atau Majusi". HR Bukhari no: 1358. Muslim


no: 2658.





Dan keadaan manusia pada awal sejarahnya adalah umat


yang satu yang berada diatas tauhid, agama yang lurus. Maka


tatkala terjadi perselisihan diantara mereka Allah Shubhanahu wa


ta’alla mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan


peringatan, untuk menepis perselisihan yang terjadi dikalangan


mereka dan mengembalikan manusia kepada jalan yang benar,


dan sebagai bentuk kasih sayang dan keutamaan yang Allah


Shubhanahu wa ta’alla berikan pada mereka. Allah Shubhanahu


wa ta’alla menyatakan hal tersebut didalam firman -Nya:





"Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul


perselisihan), maka Allah mengutus para Nabi, sebagai pemberi


peringatan, dan Allah menurunkan bersama mereka kitab yang


benar, untuk memberi keputusan di antara manusia tentang


perkara yang mereka perselisihkan". (QS al-Baqarah: 213).


 


Sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta’alla yang


menciptakan segala sesuatu, meliputi segala sesuatu tersebut,


dan mengetahuinya serta melindungi segala sesuatu tadi, dalam


sebuah kitab yang Allah Shubhanahu wa ta’alla tidak lupa


didalamnya, Allah Shubhanahu wa ta’alla menyatakan hal itu


dalam firman -Nya:





"Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah


mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi?;


bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab


(Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah


bagi Allah". (QS al-Hajj: 70).


Maka setiap gerak gerik para hamba itu diketahui oleh -Nya,


tertulis di Lauh Mahfudh, namun yang perlu dipahami bahwa


maksud hal itu bukan berarti para hamba itu dikendalikan seperti


robot, yang diharuskan bagi mereka untuk melakukan yang baik


maupun yang buruk dalam perilakunya, akan tetapi, ilmu Allah


Shubhanahu wa ta’alla dengan perilaku hamba bila disandarkan


pada kita seperti halnya sebuah penemuan baru, karena kita


lemah dan kapasitas keilmuan kita juga terbatas, sedangkan ilmu


Nya meliputi segala sesuatu.


Sehingga perbuatan apapun yang dilakukan oleh seorang


hamba maka telah nampak semuanya di Lauh Mahfudh, dan


perbuatan yang dilakukan oleh hamba tersebut sama persis





seperti yang diketahui oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla, karena


sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta’alla mengetahui apa yang


telah terjadi, dan apa yang sedang terjadi dan yang akan terjadi.


Allah Shubhanahu wa ta’alla menciptakan segala sesuatu dan


mengetahui segala sesuatu. Allah Shubhanahu wa ta’alla


menyatakan didalam firman -Nya:





"(Yang memiliki sifat-sifat yang) demikian itu ialah Allah Tuhan


kamu; tidak ada Tuhan selain dia; Pencipta segala sesuatu, maka


sembahlah dia; dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu". (QS


al-An'aam: 102).


Allah Shubhanahu wa ta’alla telah mengetahui


perbuatan para hamba semuanya, dan -Dia telah mencatatnya di


dalam Lauh Mahfudh, bukan karena sebagai pelaziman untuk


dikerjakan oleh seorang hamab, namun, hanyalah sebagai bukti


nyata bahwa Allah itu maha mengetahui hamba -Nya serta apa


yang dilakukan oleh mereka.  


Dan sungguh Allah Shubhanahu wa ta’alla mengetahui


bahwa hamba –Nya si fulan akan lahir pada waktu tertentu,


dalam keadaan kafir atau beriman, sebagai orang yang taat atau


ahli maksiat, termasuk orang-orang yang berbahagia atau





sebaliknya. Itu semua menunjukan bahwa ilmu Allah Shubhanahu


wa ta’alla meliputi segala sesuatu. Allah Shubhanahu wa ta’alla


menegaskan hal itu dalam firman -Nya:





"Apakah Allah yang menciptakan itu tidak mengetahui (yang


kamu lahirkan atau rahasiakan); dan Dia Maha Halus lagi Maha


Mengetahui?". (QS al-Mulk: 14).


 


Maka sesungguhnya perbuatan para hamba itu


semuanya telah diketahui oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla,


detailnya diketahui sebagaimana yang lainnya. Allah Shubhanahu


wa ta’alla menyatakan didalam firman -Nya:





"Dan segala sesuatu telah Kami catat dalam suatu kitab". (QS an


Naba': 29).


 


Dijelaskan dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari sahabat Ali


bin Abi Thalib radhiyallahu 'anhu, bahwa Rasulallah Shalallahu


'alaihi wa sallam bersabda:





"Tidaklah salah seorang diantara kalian, dan tidaklah ada


makhluk yang bernyawa melainkan telah ditentukan tempatnya


di surga maupun dineraka, telah dicatat menjadi orang sengsara


maupun bahagia". Maka ada seorang sahabat bertanya, "Ya


Rasulallah, kenapa kita tidak bersandar pada catatan takdir dan


meninggalkan amal? Bukankah orang yang ditentukan sebagai


orang yang bahagia akan mengerjakan amalan ahli sa'adah


(bahagia), dan siapa yang ditentukan sebagai orang yang


sengsara maka akan mengerjakan amalan orang yang sengsara?


Rasulallah menjawab, "Adapun orang yang bahagia maka akan


dimudahkan untuk mengerjakan amalan orang yang bahagia,


adapun orang yang sengsara maka akan dimudahkan untuk


mengerjakan amalan orang yang sengsara, kemudian beliau


membaca firman Allah ta'ala:  





"Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan


bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik


(syurga), Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang


mudah". (QS al-Lail: 5-7). HR Bukhari no: 4948. Muslim no: 2647.


Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam


menjelaskan bahwa Allah Shubhanahu wa ta’alla mengetahui


hamba -Nya yang menjadi calon penghuni surga dan penghuni


neraka, dan hal tersebut telah ditentukan sebelumnya, lalu beliau


melarang untuk bersandar pada catatan takdir sebagimana


dilakukan oleh orang-orang yang ingkar, kemudian beliau


mengajak untuk beramal. Barangkali ada yang berkata, selagi


Allah Shubhanahu wa ta’alla telah menentukan padaku kalau


diriku termasuk dari kalangan yang taat, atau termasuk ahli


maksiat, lantas ngapain saya beramal?  


Kita jawab, "Apakah anda telah melongok ke lauh


mahfudh, sehingga bisa melihat apakah anda termasuk ahli surga


atau ahli neraka? Tentunya tidak mungkin anda mampu melongok


dan melihat catatan takdir yang ada di lauh mahfudh tersebut,


karena hal itu hanya Allah Shubhanahu wa ta’alla semata yang


mengetahuinya. Sebagaimana ditegaskan oleh -Nya dalam firman -Nya:





"(Dia adalah Tuhan) yang mengetahui yang ghaib, maka Dia tidak


memperlihatkan kepada seorangpun tentang yang ghaib itu.


Kecuali kepada Rasul yang diridhai -Nya, maka sesungguhnya -Dia


mengadakan penjaga-penjaga (malaikat) di muka dan di


belakangnya". (QS al-Jinn: 26-27).


 


Dari sini kita jadi tahu bahwa ilmu Allah Shubhanahu wa ta’alla


dengan perilaku perbuatan dan akhir perjalanan seorang hamba


adalah ilmu inkisyaf bila dinisbatkan pada kita, maknanya bahwa


Allah Shubhanahu wa ta’alla mengetahui setiap perbuatan yang


dilakukan oleh para hamba sebelum menciptakan mereka serta


sebelum menciptakan perbuatan mereka, dan Allah Shubhanahu


wa ta’alla telah mencatat itu semua didalam lauh mahfudh, maka


setiap orang tidak mengetahui dengan apa dia akan mengakhiri


kehidupannya, akan tetapi, wajib bagi mereka untuk terus


berbuat karena setiap orang akan dimudahkan untuk


mengerjakan sesuai dengan catatan takdir yang telah ditentukan


sebelumnya.  


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan,


"Sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta’alla mengetahui segala


urusan tepat dengan kejadiannya, terkadang -Dia menjadikan


sebab yang menjadi faktor terjadinya hal tersebut, dan Allah


Shubhanahu wa ta’alla mengetahui bahwa kejadian tersebut


terjadi dengan sebab tersebut, Allah Shubhanahu wa ta’alla


mengetahui bahwa orang ini termasuk hamba yang bahagia kelak


diakhirat, dan orang ini termasuk yang sengsara, hal tersebut


karena dirinya mengerjakan amalan para ahli maksiat, dan Allah


Shubhanahu wa ta’alla mengetahui bahwa orang ini termasuk


orang yang sengsara diakhirat dengan sebab mengerjakan


perbuatan ahli maksiat itu…".


Sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta’alla maha


mampu untuk melakukan segala sesuatu, maka tidak terjadi


sesuatupun dari perilaku perbuatan para hamba, melainkan Allah


Shubhanahu wa ta’alla terlebih dahulu mengetahui sebelum


terjadinya perbuatan tersebut, dan kalau seandainya Allah


Shubhanahu wa ta’alla menghendaki niscaya -Dia akan


mengabarkan pada kita atas perbuatan tadi, akan tetapi, dengan


kasih sayang dan pengasih -Nya kepada para hamba, maka -Dia


tidak membebani mereka melainkan dengan sesuatu yang


mereka mampu untuk mengerjakannya atau jika tidak


mengerjakan maka sebagai bentuk ujian bagi mereka, kemudian


Allah Shubhanahu wa ta’alla menjelaskan bagi mereka kebenaran





lalu mengaruniakan akal padanya dan membiarkan mereka untuk


bisa memilih, Allah Shubhanahu wa ta’alla menyatakan didalam


firman -Nya:





"Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka


barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan


barangsiapa yang ingin (kafir) biarlah ia kafir".  (QS al-Kahfi: 29).


Kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla menjadikan


segala sesuatu ada sebabnya, maka apa yang berada disisi –Nya


bisa diraih dengan sebab-sebab yang telah disyariatkan, dunia


juga demikian bisa diraih dengan melakukan sebab, surga ada


sebab yang harus dilakukan supaya bisa menjadi penghuninya,


neraka juga seperti itu ada sebab yang menyebabkan masuk ke


dalamnya, dan Allah Shubhanahu wa ta’alla menyuruh kita untuk


melakukan sebab, seperti tertuang dalam firman -Nya:





"Hai orang-orang yang beriman, ruku'lah kamu, sujudlah kamu,


sembahlah Tuhanmu dan perbuatlah kebajikan, supaya kamu


mendapat kemenangan". (QS al-Hajj: 77).





Lalu mengandengkan ganjaran dan balasan sesuai


dengan pilihan yang dipilih oleh seorang hamba, maka bagi siapa


yang beriman dan beramal sholeh, Allah Shubhanahu wa ta’alla


akan tolong dirinya dan dimasukan ke dalam surge -Nya, seperti


disebutkan dalam firman -Nya:





"Adapun orang yang memberikan (hartanya di jalan Allah) dan


bertakwa, dan membenarkan adanya pahala yang terbaik


(syurga), Maka Kami kelak akan menyiapkan baginya jalan yang


mudah". (QS al-Lail: 5-7).


 


Dan bagi orang yang ingkar dan menolak enggan menerima


kebenaran yang dijelaskan oleh Allah maka Allah akan masukan


ke dalam neraka. Allah Shubhanahu wa ta’alla menyatakan dalam


firman -Nya:


 


"Dan adapun orang-orang yang bahil dan merasa dirinya cukup,


serta mendustakan pahala terbaik, Maka kelak Kami akan


menyiapkan baginya (jalan) yang sukar". (QS al-Lail: 8-10).


 


Maka Allah Shubhanahu wa ta’alla menolong hamba


yang mau menerima kebeneran dan beriman pada -Nya, seperti


dijelaskan dalam firman -Nya:





"Dan oraang-orang yang mau menerima petunjuk, Allah


menambah petunjuk kepada mereka dan memberikan balasan


ketaqwaannya". (QS Muhammad: 17).


 


Dan barangsiapa yang mengikari dan berpaling dari Allah


Shubhanahu wa ta’alla dan kebenaran yang telah dijelaskan maka


sesungguhnya -Dia tidak akan memberinya petunjuk,


sebagaimana ditegaskan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam


firman -Nya:





"Bagaimana Allah akan menunjuki suatu kaum yang kafir sesudah


mereka beriman, serta mereka telah mengakui bahwa Rasul itu


(Muhammad) benar-benar rasul, dan keterangan-keteranganpun


 


18


telah datang kepada mereka? Allah tidak menunjuki orang-orang


yang zalim". (QS al-Imraan: 86).


 


Sehingga kesimpulannya seluruh pembebanan syariat


dalam bingkai taklif, manusia itu sanggup untuk mengerjakan


atau memilih untuk tidak mengerjakannya, karena Allah


Shubhanahu wa ta’alla menciptakan beban taklif tersebut


memang sesuai bagi kedua-duanya, bagi orang yang mengikuti


atau yang mengingkari, seperti disebutkan dalam firman -Nya:





"Sesungguhnya Kami telah menunjukinya jalan yang lurus; ada


yang bersyukur dan ada pula yang kafir". (QS al-Insaan: 3).


 


Maksudnya akan kami beri dia petunjuk pada jalan yang lurus,


maka adakalanya dia bersyukur atas karunia nikmat yang Allah


Shubhanahu wa ta’alla berikan atau adakalanya dia kufur


terhadap nikmat yang banyak tersebut, maka hal itu cocok, bisa


dikerjakan pada orang pertama, sebagaimana bisa dilakukan pula


pada orang yang kedua, dan ini semua bisa ditentukan oleh akal,


maka jiwa bisa menerima dua hal, memilih menjadi orang fajir


atau orang yang bertakwa. Allah Shubhanahu wa ta’alla


menyatakan didalam firmanNya:





"Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah


mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan


ketakwaannya". (QS asy-Syams: 7-8).


Kemanapun jiwa menentukan arah tersebut maka


berakhir pada keselarasaan pahala dan balasan yang akan


diperolehnya, jika dirinya taat maka baginya surga, seperti


dijanjikan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam firman -Nya:  





"Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa


itu".(QS asy-Syams: 9).


 


Jika memilih untuk berbuat maksiat maka baginya adalah neraka,


seperti disebutkan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam


firman     -Nya:





"Dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya". (QS


asy-Syams: 10).


 


Dan ketika dirinya menentukan arah diantara dua jalan tersebut


maka disitulah letak penghitungan kelak di sisi Allah Shubhanahu


wa ta’alla pada hari kiamat. Maka yang namanya orang menjadi


 


20


taat atau berbuat maksiat itu tergantung pada pilihan seorang


hamba, kemudian Allah Shubhanahu wa ta’alla menjadikan


pahala dan balasan selaras dengan pilihannya tersebut. Allah


Shubhanahu wa ta’alla menyatakan didalam firman -Nya:





"Barangsiapa yang mengerjakan amal yang saleh maka


(pahalanya) untuk dirinya sendiri dan barangsiapa mengerjakan


perbuatan jahat, maka (dosanya) untuk dirinya sendiri; dan sekali


kali tidaklah Rabb-mu menganiaya hamba-hamba -Nya". (QS


Fushshilat: 46).  


 


Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam pernah bersabda


didalam sebuah hadits qudsi, Allah Shubhanahu wa ta’alla


menyatakan:





"Wahai hamba -Ku, hanyalah itu amalan kalian yang Aku hitung


untuk kalian, kemudian Aku balas amalan tersebut, maka


barangsiapa yang mendapati baik (balasannya) memujilah


kepada Allah, dan barangsiapa yang menjumpai buruk


(balasanya) maka jangan mencela melainkan dirinya sendiri". HR


Muslim no: 2577.


Maka segala sesuatu kejadian yang terjadi dialam


semesta ini hanyalah terjadi sesuai dengan kehendak Allah azza


wa jalla, dan setiap kebaikan terjadi itupun berdasarkan ke


inginan -Nya baik secara hukum alam maupun sesuai syariat,


adapun setiap kejelekan yang terjadi maka hal tersebut terjadi


karena kehendak -Nya secara hukum alam bukan hukum syar'i.


karena tidak mungkin terjadi suatu kejadian di alam kekuasaan


Nya melainkan setelah mendapat izin, dan diketahui serta


dikehendaki oleh Allah azza wa jalla, dan Allah Shubhanahu wa


ta’alla menegaskan hal itu melalui firman -Nya:





 "Al-Qur'an ini tidak lain hanyalah peringatan bagi semesta


alam".(QS Shaad: 87).


Di tangan Allah Shubhanahu wa ta’alla segala kebaikan,


sedangkan kejelekan tidak bisa dikembalikan pada -Nya. Dan


setiap perbuatan Allah Shubhanahu wa ta’alla di kerajaan -Nya


adalah baik, adapun setiap kejelekan terjadi maka hal itu sambil





dibarengi bersama hikmah secara mutlak, dan hikmah secara


mutlak ini dibarengi bersama dengan kebaikan secara mutlak.


Dan kejelekan hanyalah terjadi selaras dengan ketentuan takdir


dari Allah azza wa jalla. Allah Shubhanahu wa ta’alla menyatakan


hal itu dalam firman -Nya:





"Allah, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain -Dia.


Sesungguhnya -Dia akan mengumpulkan kamu di hari kiamat,


yang tidak ada keraguan terjadinya. dan siapakah orang yang


lebih benar perkataan(nya) dari pada Allah? (QS an-Nisaa': 87).


 


Kesimpulannya semua jenis kebaikan dan kebajikan yang


ada itu semua dari Allah ta'ala, dan seluruh kejelekan dan


perbuatan buruk maka bersumber dari hamba. Seperti dinyatakan


oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla dalam firman -Nya:





"Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah, dan apa


saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu


sendiri. Kami mengutusmu menjadi Rasul kepada segenap


manusia. dan cukuplah Allah menjadi saksi". (QS an-Nisaa': 79).



Tulisan Terbaru

Perjalanan Hidup SA’D ...

Perjalanan Hidup SA’D BIN MU’ADZ r.a

Kejadian-kejadian pen ...

Kejadian-kejadian penting yang terjadi setelah Fathu Makkah sampai Rasulullah saw. Wafat. Bagian 1 Oleh: DR. Mustafa as Siba’i.

Peperangan Rasulullah ...

Peperangan Rasulullah saw. Bagian 3 Oleh: DR. Mustafa as Siba’i.

Peperangan Rasulullah ...

Peperangan Rasulullah saw. Bagian 1 Oleh: DR. Mustafa as Siba’i.