Artikel







Bab: Istigasah dan Doa kepada Selain Allah Adalah Syirik


Firman Allah Ta’ālā, “Dan janganlah kamu berdoa kepada selain Allah, yang tidak dapat memberikan manfaat dan tidak pula mendatangkan bahaya kepadamu; jika kamu berbuat hal itu maka sesungguhnya kamu dengan demikian termasuk orang-orang yang zalim (musyrik). Dan jika Allah menimpakan kepadamu suatu bahaya, maka tidak ada yang dapat menghilangkannya kecuali Dia. Dan jika Allah menghendaki kebaikan bagi kamu, maka tak ada yang dapat menolak karunia-Nya. Dia memberikan kebaikan itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya di antara hamba-hamba-Nya dan Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” [QS. Yūnus: 106-107].


Juga firman-Nya, “Maka mintalah rezeki itu kepada Allah dan sembahlah Dia (saja) serta bersyukurlah kepada-Nya. Hanya kepada-Nyalah kamu sekalian dikembalikan.” [QS. Al-'Ankabūt: 17].


Juga firman-Nya, “Dan tiada yang lebih sesat daripada orang yang memohon kepada sesembahan-sesembahan selain Allah, yang tiada dapat mengabulkan permohonannya sampai hari Kiamat dan sembahan-sembahan itu lalai dari (memperhatikan) permohonan mereka. Dan apabila manusia dikumpulkan (pada hari Kiamat) niscaya sembahan-sembahan itu menjadi musuh mereka dan mengingkari pemujaan mereka.” [QS. Al-Aḥqāf: 5-6].


Juga firman-Nya, “Atau siapakah yang mengabulkan (doa) orang-orang yang dalam kesulitan di saat ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan, dan yang menjadikan kamu sekalian menjadi khalifah di bumi? Adakah sesembahan (yang hak) selain Allah?” [QS. An-Naml: 62].


Imam Aṭ-Ṭabarāniy -dengan menyebutkan sanadnya- meriwayatkan, Pernah ada pada zaman Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam seorang munafik yang selalu menyakiti orang-orang mukmin, maka salah seorang di antara orang mukmin berkata, “Marilah kita bersama-sama beristigasah (memohon perlindungan) kepada Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam supaya dihindarkan dari tindakan buruk orang munafik ini.” Ketika itu Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam menjawab, “Sesungguhnya aku tidak boleh dimintai perlindungan, hanya Allah sajalah yang boleh dimintai perlindungan.” 


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Penyebutan lafal doa setelah istigasah merupakan bentuk penyebutan kata yang umum setelah yang khusus; karena doa lebih umum maknanya daripada istigasah.


2.    Penjelasan tentang ayat: “Dan janganlah kamu berdoa kepada selain Allah, yang tidak dapat memberikan manfaat dan tidak pula mendatangkan bahaya kepadamu.” 


3.    Meminta perlindungan kepada selain Allah adalah syirik besar.


4.    Orang yang paling saleh sekali pun jika melakukan perbuatan ini untuk mengambil hati orang lain, maka ia termasuk golongan orang-orang yang zalim (musyrik).


5.    Penjelasan tentang ayat yang kedua.


6.    Meminta perlindungan kepada selain Allah tidak dapat mendatangkan manfaat duniawi, di samping perbuatan itu termasuk perbuatan kafir.


7.    Penjelasan tentang ayat yang ketiga.


8.    Meminta rezeki itu hanya kepada Allah, sebagaimana halnya meminta surga hanya kepada-Nya.


9.    Penjelasan tentang ayat yang keempat.


10.    Tidak ada orang yang lebih sesat daripada orang yang berdoa kepada selain Allah.


11.    Sesembahan selain Allah tidak merasa dan tidak tahu kalau ada orang yang memohon kepadanya.


12.    Sesembahan selain Allah akan benci dan marah kepada orang yang memohon kepadanya pada hari Kiamat.


13.    Permohonan ini dianggap ibadah kepada sesembahan selain Allah.


14.    Pada hari Kiamat, sesembahan selain Allah itu akan mengingkari ibadah yang ditujukan kepada mereka.


15.    Permohonan kepada selain Allah inilah yang menyebabkan seseorang menjadi orang yang paling sesat.


16.    Penjelasan tentang ayat yang kelima.


17.    Satu hal yang sangat mengherankan adalah adanya pengakuan dari para penyembah berhala bahwa tidak ada yang dapat mengabulkan permohonan orang yang berada dalam kesulitan kecuali Allah. Sebab itu, ketika mereka berada dalam keadaan sulit dan terjepit, mereka memohon kepada-Nya dengan ikhlas dan memurnikan ketaatan untuk-Nya.


18.    Hadis di atas menunjukkan tindakan preventif yang dilakukan Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam untuk melindungi ketauhidan, dan etika sopan santun beliau kepada Allah.





Bab: Firman Allah Ta’ālā, “Apakah mereka mempersekutukan (Allah) dengan berhala-berhala yang tidak dapat menciptakan sesuatu pun?! Sedangkan berhala-berhala itu tidak mampu memberi pertolongan kepada mereka, dan kepada dirinya sendiri pun berhala-berhala itu tidak dapat memberi pertolongan.” [QS. Al-A'rāf: 191-192].


Firman-Nya: “Dan sesembahan-sesembahan yang kalian memohon kepadanya selain Allah, tidak memiliki apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tidak akan mendengar seruanmu itu; kalau pun mereka mendengar, mereka tidak dapat memperkenankan permintaanmu; dan pada hari Kiamat mereka akan mengingkari kesyirikanmu, dan tidak ada yang dapat memberikan keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oleh Yang Maha Mengetahui.” [QS. Fāṭir: 13-14].


Dalam Aṣ-Ṣaḥīḥ, diriwayatkan dari Anas bin Mālik, ia berkata, Ketika perang Uhud Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam terluka kepalanya, dan pecah gigi gerahamnya, maka beliau bersabda, “Bagaimana akan beruntung suatu kaum yang melukai Nabinya?!” Kemudian turunlah ayat: “Tak ada hak apa pun bagimu dalam urusan mereka itu.” [QS. Āli 'Imrān: 28].


Dalam Aṣ-Ṣaḥīḥ juga, diriwayatkan dari Ibnu Umar raḍiyallāhu ‘anhumā, bahwa ia mendengar Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam membaca doa ketika beliau berdiri dari rukuk pada rakaat yang terakhir dalam salat Subuh, “Allāhumma il'an fulānan wa fulānan (Ya Allah! Laknatilah si polan dan si polan).” Itu beliau baca setelah membaca, Sami'allāhu li man ḥamidah, rabbanā walakal-ḥamdu.” Setelah itu turunlah firman Allah, “Tak ada hak apa pun bagimu dalam urusan mereka itu.” [QS. Āli 'Imrān: 28].


Dalam riwayat yang lain: Beliau mendoakan kebinasaan atas Ṣafwān bin Umayyah, Suhail bin 'Amr, dan Al-Ḥāriṡ bin Hisyām. Maka turunlah ayat: “Tak ada hak apa pun bagimu dalam urusan mereka itu.” [QS. Āli 'Imrān: 28].


Dalam Aṣ-Ṣaḥīḥ juga, diriwayatkan dari Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu, ia berkata, Ketika diturunkan kepada Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam firman Allah, “Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat.” [QS. Asy-Syu'arā`: 214]. Lantas beliau berdiri dan bersabda, “Wahai kaum Quraisy! Tebuslah diri kamu sekalian (dari siksa Allah dengan memurnikan ibadah kepada-Nya). Sedikit pun aku tidak bisa berbuat apa-apa di hadapan Allah untuk kalian. Wahai 'Abbās bin 'Abdul-Muṭṭalib! Sedikit pun aku tidak bisa berbuat apa-apa untukmu di hadapan Allah. Wahai Ṣafiyyah, bibi Rasulullah! Sedikit pun aku tidak bisa berbuat apa-apa untukmu di hadapan Allah nanti. Wahai Fāṭimah binti Rasulullah! Mintalah kepadaku apa saja yang kau kehendaki, tapi sedikit pun aku tidak bisa berbuat apa-apa untukmu di hadapan Allah nanti.” 


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Penjelasan tentang kedua ayat tersebut di atas.


2.    Kisah perang Uhud.


3.    Rasulullah, pemimpin para rasul, dalam salat Subuh telah membaca kunut sedang para sahabat di belakangnya mengamini.


4.    Orang-orang yang beliau doakan agar Allah membinasakan mereka adalah orang-orang kafir.


5.    Mereka telah melakukan perbuatan yang tidak dilakukan oleh orang-orang kafir yang lain, antara lain melukai kepala Rasulullah, berupaya untuk membunuh beliau, serta mengoyak-koyak tubuh para korban yang terbunuh, padahal yang terbunuh itu adalah sanak famili mereka.


6.    Dalam peristiwa itulah Allah menurunkan firman-Nya kepada beliau: “Tak ada hak apa pun bagimu dalam urusan mereka itu.” 


7.    Firman Allah, “Atau Dia menerima tobat mereka, atau menyiksa mereka”, terbukti di kemudian hari ketika Allah menerima tobat sebagian mereka; dengan masuknya mereka ke dalam agama Islam, dan menjadi orang-orang yang beriman.


8.    Dianjurkannya melakukan kunut nazilah.


9.    Boleh menyebutkan nama orang-orang yang didoakan kebinasaan beserta nama orang tua mereka dalam salat.


10.    Boleh melaknat orang kafir tertentu di dalam kunut.


11.    Kisah Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam ketika diturunkan kepada beliau firman Allah, “Dan berilah peringatan kepada keluargamu yang terdekat.” 


12.    Kesungguhan Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dalam hal ini, sehingga beliau melakukan sesuatu yang menyebabkan dirinya dituduh gila; ini sama halnya apabila dilakukan oleh orang mukmin pada masa sekarang.


13.    Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam memperingatkan keluarganya yang paling jauh kemudian yang terdekat dengan sabdanya, “Sedikit pun aku tidak bisa berbuat apa-apa untukmu di hadapan Allah nanti ...” Sampai beliau bersabda,” Wahai Fāṭimah putri Muhammad! Aku tidak bisa berbuat apa pun untukmu di hadapan Allah nanti.” Jika (kita telah mengetahui) beliau sebagai pemimpin para rasul telah berterus-terang tidak bisa membela putrinya sendiri yang merupakan pemimpin kaum wanita di jagat raya ini, dan kita juga mengimani bahwa apa yang beliau katakan itu benar; lalu kita membandingkannya dengan apa yang terjadi pada diri kaum khawāṣ (para tokoh yang dikultuskan) dewasa ini, maka akan tampak bagi kita, bahwa tauhid ini sudah ditinggalkan, dan tuntunan agama sudah menjadi asing.


Bab: Firman Allah Ta’ālā, “Sehingga apabila telah dihilangkan rasa takut dari hati mereka (para malaikat), mereka berkata, 'Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhanmu?' Mereka menjawab, 'Perkataan yang benar, dan Dialah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar.'“ [QS. Saba`: 23].


Dalam Aṣ-Ṣaḥīḥ, Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila Allah menetapkan suatu perintah di atas langit, para malaikat mengibas-ngibaskan sayapnya, karena patuh akan firman-Nya, seolah-olah firman yang didengarnya itu bagaikan gemerincing rantai besi (yang ditarik) di atas batu rata, hal ini memekakkan mereka (sehingga jatuh pingsan karena ketakutan); [Sehingga apabila telah dihilangkan rasa takut dari hati mereka, mereka berkata, 'Apakah yang telah difirmankan oleh Tuhanmu?' Mereka menjawab, 'Perkataan yang benar, dan Dialah Yang Mahatinggi lagi Mahabesar.’”] Ketika itulah (setan-setan) pencuri berita mendengarnya, pencuri berita itu sebagian di atas sebagian yang lain -Sufyān bin 'Uyainah (perawi) sambil mencontohkan dengan telapak tangannya, dengan direnggangkan dan dibuka jari-jemarinya- ketika mereka (penyadap berita) mendengar berita itu, disampaikanlah kepada yang ada di bawahnya, dan seterusnya, sampai ke tukang sihir dan tukang ramal. Tapi kadang-kadang setan pencuri berita itu terkena syihāb (lemparan bintang, meteor) sebelum sempat menyampaikan berita itu, dan kadang-kadang sudah sempat menyampaikan berita sebelum terkena syihāb. Kemudian dengan satu kalimat yang didengarnya itulah tukang sihir dan tukang ramal itu melakukan seratus macam kebohongan, mereka mendatangi tukang sihir dan tukang ramal seraya berkata, 'Bukankah ia telah memberi tahu kita bahwa pada hari anu akan terjadi anu (dan itu terjadi benar)?!' Sehingga ia dipercayai dengan sebab kalimat yang didengarnya dari langit tersebut.” 


An-Nawwās bin Sam'ān raḍiyallāhu ‘anhu berkata, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila Allah Ta’ālā hendak mewahyukan perintah-Nya, maka Dia firmankan wahyu tersebut, dan langit-langit bergetar dengan kerasnya karena takut kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Ketika para malaikat mendengar firman tersebut mereka jatuh pingsan dan bersujud, dan di antara mereka yang pertama kali bangun adalah Jibril, lalu Allah sampaikan wahyu yang Ia kehendaki kepada Jibril. Kemudian Jibril melewati para malaikat, setiap ia melewati langit maka para penghuninya bertanya kepadanya, 'Wahai Jibril! Apa yang telah Allah firmankan kepadamu?'


Jibril menjawab, 'Dia firmankan yang benar, dan Dialah yang Mahatinggi lagi Mahabesar.' Seluruh malaikat yang ia lewati bertanya kepadanya seperti pertanyaan pertama sampai Jibril menyampaikan wahyu tersebut sesuai dengan yang telah diperintahkan oleh Allah ‘Azza wa Jalla kepadanya.” 


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Penjelasan tentang ayat yang telah disebutkan di atas.


2.    Ayat tersebut mengandung argumentasi yang memperkuat kebatilan syirik, khususnya yang berkaitan dengan orang-orang saleh, dan ayat itu juga memutuskan akar-akar pohon syirik yang ada dalam hati seseorang.


3.    Penjelasan tentang firman Allah, “Mereka berkata, 'Perkataan yang benar dan Dialah yang Mahatinggi lagi Mahabesar.'” 


4.    Menerangkan tentang sebab pertanyaan para malaikat tentang wahyu yang difirmankan Allah.


5.    Jibril kemudian menjawab pertanyaan mereka dengan perkataan, “Dia firmankan anu dan anu.” 


6.    Menyebutkan bahwa malaikat yang pertama kali mengangkat kepalanya adalah Jibril.


7.    Jibril memberikan jawaban tersebut kepada seluruh malaikat penghuni langit, karena mereka semua bertanya kepadanya.


8.    Semua malaikat penghuni langit jatuh pingsan ketika mendengar firman Allah.


9.    Langit pun bergetar keras ketika mendengar firman Allah itu.


10.    Jibril adalah malaikat yang menyampaikan wahyu ke tujuan yang telah diperintahkan Allah kepadanya.


11.    Hadis di atas menyebutkan tentang adanya setan-setan yang mencuri berita wahyu.


12.    Cara mereka mencuri berita, sebagian mereka naik di atas sebagian yang lain.


13.    Peluncuran syihāb (lemparan bintang) untuk menembak jatuh setan-setan pencuri berita.


14.    Adakalanya setan pencuri berita itu terkena syihāb sebelum sempat menyampaikan berita yang didengarnya, dan adakalanya sudah sempat menyampaikan berita ke telinga manusia yang menjadi abdinya sebelum terkena syihāb.


15.    Adakalanya ramalan tukang ramal itu benar.


16.    Dengan berita yang diterimanya, ia melakukan seratus macam kebohongan.


17.    Kebohongannya tidak akan dipercaya kecuali karena adanya berita dari langit (melalui setan penyadap berita).


18.    Kecenderungan manusia untuk menerima suatu kebatilan. Ini tampak dari sikap mereka yang bersandar hanya pada satu kebenaran yang diucapkan oleh tukang ramal, tanpa memperhitungkan atau mempertimbangkan seratus kebohongan yang disampaikannya.


19.    Satu kebenaran tersebut beredar luas dari sebagian mereka ke sebagian yang lain, bahkan mereka menghafal dan menjadikannya sebagai bukti bahwa apa yang dikatakan oleh tukang ramal itu benar.


20.    Menetapkan sifat sifat Allah (seperti yang terkandung dalam hadis di atas), berbeda dengan paham Asy'ariyyah yang mengingkarinya.


21.    Penjelasan bahwa bergetarnya langit dan pingsannya para malaikat itu; karena adanya rasa takut mereka kepada Allah.


22.    Para malaikat pun bersujud kepada Allah.


Bab: Syafaat


Firman Allah ‘Azza wa Jalla, “Dan berilah peringatan dengan apa yang telah diwahyukan itu kepada orang-orang yang takut akan dikumpulkan kepada Rabb mereka (pada hari Kiamat), sedang mereka tidaklah mempunyai seorang pelindung dan pemberi syafaat pun selain Allah, agar mereka bertakwa.” [QS. Al-An'ām: 51].


Juga firman-Nya, “Katakanlah (hai Muhammad), 'Hanya milik Allahlah syafaat itu semuanya.'” [QS. Az-Zumar: 44].


Juga firman-Nya, “Tiada seorang pun yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa seizin-Nya.” [QS. Al-Baqarah: 255].


Juga firman-Nya, “Dan berapa banyak malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna, kecuali sesudah Allah mengizinkan (untuk diberi syafaat) bagi siapa saja yang dikehendaki dan diridai-Nya.” [QS. An-Najm: 26].


Juga firman-Nya, “Katakanlah, 'Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai tuhan) selain Allah, mereka tak memiliki kekuasaan seberat zarah pun di langit maupun di bumi, dan mereka tidak mempunyai suatu andil apa pun dalam (penciptaan) langit dan bumi, dan sama sekali tidak ada di antara mereka menjadi pembantu bagi-Nya. Dan tiadalah berguna syafaat di sisi Allah, kecuali bagi orang yang telah diizinkan-Nya memperoleh syafaat itu.” [QS. Saba`: 22-23].


Abul-'Abbās berkata, “Allah telah menyangkal segala hal yang menjadi tumpuan kaum musyrikin, selain diri-Nya sendiri, dengan menyatakan bahwa tidak ada seorang pun selain-Nya yang memiliki kekuasaan, atau sebagiannya, atau menjadi pembantu Allah. Adapun tentang syafaat, maka telah ditegaskan oleh Allah bahwa syafaat ini tidak berguna kecuali bagi orang yang telah diizinkan untuk memperolehnya, sebagaimana firman-Nya, “Dan mereka tidak dapat memberi syafaat, kecuali kepada orang yang diridai Allah.” [QS. Al-Anbiyā`: 28].


Syafaat yang diperkirakan oleh orang-orang musyrik itu tidak akan ada pada hari Kiamat; sebagaimana yang telah dinyatakan oleh Al-Qur`ān dan diberitakan oleh Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, “Beliau (pada hari Kiamat) akan datang lalu bersujud kepada Allah dan menghaturkan segala pujian kepada-Nya -yakni beliau tidak memberi syafaat terlebih dahulu-. Setelah itu baru dikatakan kepada beliau, 'Angkatlah kepalamu, berbicaralah niscaya ucapanmu pasti akan didengar, dan mintalah niscaya permintaanmu akan dikabulkan, dan berilah syafaat niscaya syafaatmu akan diterima.'” 


Abu Hurairah bertanya kepada beliau, “Siapakah orang yang paling beruntung mendapatkan syafaatmu?” Beliau menjawab, “Yaitu orang yang mengucapkan 'Lā ilāha illallāh' dengan ikhlas dari dalam hatinya.”


Syafaat yang ditetapkan ini diperuntukkan kepada orang-orang yang memurnikan tauhid dan keikhlasan dengan seizin Allah; bukan untuk orang yang menyekutukan Allah dengan yang lain-Nya.


Pada hakikatnya, bahwa hanya Allahlah yang melimpahkan karunia-Nya kepada orang-orang yang memurnikan tauhid dan keikhlasan tersebut, dengan memberikan ampunan kepada mereka dengan sebab doanya orang yang telah diizinkan oleh Allah untuk memberi syafaat; untuk memuliakannya dan menempatkannya di tempat yang terpuji.


Jadi, syafaat yang ditiadakan oleh Al-Qur`ān adalah yang di dalamnya terdapat kesyirikan. Untuk itu, Al-Qur`ān telah menetapkan dalam beberapa ayatnya bahwa syafaat itu hanya ada dengan izin Allah. Bahkan Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam pun sudah menjelaskan bahwa syafaat itu hanya diperuntukkan bagi orang-orang yang bertauhid dan ikhlas karena Allah semata.” Selesai ucapan Syekh Abul-'Abbās.


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Tafsir ayat-ayat di atas.


2.    Syafaat yang dinafikan adalah syafaat yang di dalamnya terdapat unsur-unsur kesyirikan.


3.    Penjelasan tentang kriteria syafaat yang ditetapkan (yaitu untuk orang-orang yang bertauhid dengan ikhlas, dan dengan izin Allah).


4.    Penjelasan tentang adanya syafaat besar, yaitu: Al-Maqām Al-Maḥmūd (kedudukan yang terpuji).


5.    Cara yang dilakukan oleh Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam ketika hendak mendapatkan syafaat, beliau tidak langsung memberi syafaat, tapi beliau mulai dengan bersujud kepada Allah. Kemudian setelah diizinkan oleh Allah barulah beliau memberi syafaat.


6.    Adanya pertanyaan: “Siapakah orang yang paling beruntung mendapatkan syafaat beliau?” 


7.    Syafaat itu tidak diberikan kepada orang yang menyekutukan Allah.


8.    Penjelasan tentang hakikat syafaat yang sebenarnya.








Bab: Firman Allah Ta’ālā, “Sesungguhnya kamu (hai Muhammad) tidak akan dapat memberi hidayah (petunjuk) kepada orang yang kamu cintai.” [QS. Al-Qaṣaṣ: 56] 


Dalam hadis sahih dari Ibnu Al-Musayyib, dari ayahnya, ia berkata, Ketika Abu Ṭālib akan meninggal dunia, maka datanglah Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, dan pada saat itu Abdullah bin Abi Umayyah, dan Abu Jahal ada di sisinya. Lalu Rasulullah bersabda kepadanya, “Wahai pamanku! Ucapkanlah 'Lā ilāha illallāh'; kalimat yang dapat aku jadikan bukti untukmu di hadapan Allah.” 


Tetapi Abdullah bin Abi Umayyah dan Abu Jahal berkata kepada Abu Ṭālib, “Apakah kamu akan membenci agama 'Abdul-Muṭṭalib?” 


Kemudian Nabi mengulangi sabdanya lagi, dan mereka berdua pun mengulangi kata-katanya pula. Maka ucapan terakhir yang dikatakan oleh Abu Ṭālib adalah bahwa ia tetap masih berada pada agamanya 'Abdul-Muṭṭalib, dan dia menolak untuk mengucapkan kalimat: 'Lā ilāha illallāh'.


Kemudian Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh akan aku mintakan ampun untukmu kepada Allah, selama aku tidak dilarang.” 


Lalu Allah menurunkan firman-Nya, “Tidak layak bagi seorang Nabi serta orang-orang yang beriman memintakan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik, walaupun orang-orang musyrik itu adalah kaum kerabatnya, sesudah jelas bagi mereka, bahwasanya orang-orang musyrik itu adalah penghuni neraka Jahīm.” [QS. At-Taubah: 113].


Dan yang berkaitan dengan Abu Ṭālib, Allah menurunkan firman-Nya, “Sesungguhnya kamu (hai Muhammad) tak sanggup memberikan hidayah (petunjuk) kepada orang-orang yang kamu cintai, akan tetapi Allahlah yang memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.” [QS. Al-Qaṣaṣ: 56].








    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Tafsir firman Allah, “Sesungguhnya kamu (hai Muhammad) tak sanggup memberikan hidayah (petunjuk) kepada orang-orang yang kamu cintai, akan tetapi Allahlah yang memberi petunjuk kepada orang yang dikehendaki-Nya.” 


2.    Tafsir firman Allah, “Tidak layak bagi seorang Nabi serta orang-orang yang beriman memintakan ampunan (kepada Allah) bagi orang-orang musyrik.” 


3.    Masalah yang sangat penting, yaitu tafsir sabda Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, “Ucapkanlah kalima Lā ilāha illallāh”, berbeda dengan apa yang dipahami oleh orang-orang yang mengaku dirinya berilmu.


4.    Abu Jahal dan kawan-kawannya mengerti maksud Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam ketika beliau menyeru, “Ucapkanlah kalimat Lā ilāha illallāh”. Oleh karena itu, celakalah orang yang pemahamannya tentang asas utama Islam ini lebih rendah daripada Abu Jahal.


5.    Kesungguhan Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dalam berupaya untuk mengislamkan pamannya.


6.    Bantahan terhadap orang-orang yang mengatakan bahwa 'Abdul-Muṭṭalib dan leluhurnya itu beragama Islam.


7.    Permintaan ampun Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam untuk Abu Ṭālib tidak di kabulkan, bahkan beliau dilarang memintakan ampun untuknya.


8.    Bahaya berkawan dengan orang-orang berpemikiran dan berperilaku jahat.


9.    Bahaya mengagung-agungkan para leluhur dan orang-orang terkemuka.


10.    “Nama besar” inilah yang dijadikan oleh orang-orang jahiliah sebagai dalil kebenaran yang mereka klaim; sebagaimana dijadikan Abu Jahal sebagai dalil.


11.    Hadis di atas mengandung bukti bahwa amalan seseorang itu tergantung di akhir hidupnya; sebab jika Abu Ṭālib mau mengucapkan kalimat tauhid, maka pasti akan berguna bagi dirinya di hadapan Allah.


12.    Perlu direnungkan, betapa besarnya syubhat kesyirikan dalam hati orang-orang yang sesat itu; sebab dalam kisah di atas disebutkan bahwa mereka tidak mendebat Abu Ṭālib kecuali supaya menolak untuk mengucapkan kalimat tauhid, padahal Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam sudah berusaha semaksimal mungkin, dan berulang kali memintanya untuk mengucapkannya. Dan karena kalimat tauhid itu memiliki makna yang jelas dan konsekuensi yang besar, maka cukuplah bagi mereka dengan menolak untuk mengucapkannya.





Bab: Penyebab Utama Kekafiran Adalah Berlebih-lebihan dalam Mengagungkan Orang-orang Saleh


Firman Allah ‘Azza wa Jalla, “Wahai Ahli Kitab! Janganlah kalian melampaui batas dalam agama kalian, dan janganlah kalian mengatakan terhadap Allah kecuali yang benar. Sungguh, Almasih Isa putra Maryam itu adalah utusan Allah dan (yang diciptakan dengan) kalimat-Nya yang disampaikan-Nya kepada Maryam, dan (dengan tiupan) roh dari-Nya.” [QS. An-Nisā`: 171].


Dalam Aṣ-Ṣaḥīḥ; Ibnu 'Abbās raḍiyallāhu ‘anhumā menjelaskan tentang firman Allah: “Dan mereka (kaum Nabi Nuh) berkata, 'Janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) tuhan-tuhan kamu, dan janganlah sekali-kali kamu meninggalkan (penyembahan) Wadd, dan jangan pula Suwā’, Yagūṡ, Ya`ūq, dan Nasr.'” [QS. Nūh: 23].


Beliau (Ibnu 'Abbās) mengatakan, “Ini adalah nama orang-orang saleh dari kaum Nabi Nuh. Ketika mereka meninggal dunia, setan membisikkan kepada kaum mereka agar membuat patung-patung mereka di tempat-tempat majelis mereka saat mereka masih hidup, dan menamai patung-patung tersebut dengan nama-nama mereka. Lalu mereka pun melakukan apa yang dibisikkan setan tersebut. Pada awalnya, patung-patung yang mereka buat belum dijadikan sesembahan, namun setelah para pembuat patung itu meninggal, dan ilmu agama dilupakan, mulai saat itulah patung-patung tersebut disembah.” 


Ibnul-Qayyīm berkata, “Para ulama salaf mengatakan, 'Setelah mereka itu meninggal, banyak orang yang berbondong-bondong mendatangi kuburan mereka, lalu mereka membuat patung-patung mereka, kemudian setelah waktu berjalan beberapa lama akhirnya patung-patung tersebut dijadikan sesembahan.” Umar raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian berlebih-lebihan dalam memujiku, sebagaimana orang-orang Nasrani berlebih-lebihan dalam memuji Isa bin Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah: Abdullah (hamba Allah) dan Rasul-Nya.” (HR. Bukhari dan Muslim).


Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Jauhilah oleh kalian sikap berlebih-lebihan, karena sesungguhnya sikap berlebihan itulah yang telah membinasakan orang-orang sebelum kalian.” 


Imam Muslim meriwayatkan dari Ibnu Mas'ūd raḍiyallāhu ‘anhu bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Binasalah orang-orang yang berlebih-lebihan!” Beliau mengulanginya tiga kali.


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Orang yang memahami bab ini dan dua bab setelahnya, akan jelas baginya tentang keterasingan Islam, dan ia akan melihat betapa kuasanya Allah itu untuk mengubah hati manusia.


2.    Mengetahui bahwa awal munculnya kesyirikan di muka bumi ini adalah karena sikap berlebih-lebihan dalam mengultuskan orang-orang saleh.


3.    Mengetahui apa yang pertama kali diperbuat oleh manusia sehingga ajaran para Nabi menjadi berubah, dan apa faktor penyebabnya? Padahal mereka mengetahui bahwa para Nabi itu adalah utusan Allah.


4.    Mengetahui sebab-sebab diterimanya bidah (oleh manusia), padahal syariat dan fitrah manusia menolaknya.


5.    Faktor yang menyebabkan terjadinya hal di atas adalah bercampurnya kebenaran dengan kebatilan:


-    Adapun yang pertama (kebenaran) ialah: rasa cinta kepada orang-orang saleh.


-    Sedang yang kedua (kebatilan) ialah: tindakan yang dilakukan oleh orang-orang alim yang ahli dalam masalah agama, dengan maksud untuk suatu kebaikan, tetapi orang-orang yang hidup sesudah mereka menduga bahwa apa yang mereka maksudkan bukanlah hal itu.


6.    Tafsir ayat yang terdapat dalam surah Nūh.


7.    Mengetahui watak manusia bahwa kebenaran yang ada pada dirinya bisa berkurang, dan kebatilan malah bisa bertambah.


8.    Bab ini mengandung suatu bukti tentang kebenaran pernyataan ulama salaf bahwa bidah adalah penyebab kekafiran.


9.    Setan mengetahui dampak yang diakibatkan oleh bidah, walaupun maksud pelakunya baik.


10.    Mengetahui kaidah umum, yaitu bahwa sikap berlebih-lebihan dalam agama itu dilarang, dan mengetahui pula dampak negatifnya.


11.    Bahaya dari tindakan iktikaf di kuburan dengan niat untuk suatu amal saleh.


12.    Mengetahui larangan adanya patung-patung, dan hikmah dibalik perintah menghancurkannya (yaitu: untuk menjaga kemurnian tauhid dan mengikis kesyirikan).


13.    Mengetahui besarnya kedudukan kisah kaum nabi Nuh ini, dan manusia sangat memerlukan akan hal ini, walaupun banyak di antara mereka yang telah melupakannya.


14.    Satu hal yang sangat mengherankan, bahwa mereka (para ahli bidah) telah membaca dan memahami kisah ini, baik lewat kitab-kitab tafsir maupun hadis, tapi Allah menutup hati mereka, sehingga mereka mempunyai keyakinan bahwa apa yang dilakukan oleh kaum Nabi Nuh adalah amal ibadah yang paling utama, dan mereka pun beranggapan bahwa yang dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya hanyalah kekafiran yang menghalalkan darah dan harta.


15.    Dinyatakan bahwa tujuan mereka berlebih-lebihan terhadap orang- orang saleh tersebut adalah demi mengharapkan syafaat mereka.


16.    Mereka menduga bahwa orang-orang berilmu yang membuat patung itu bermaksud demikian.


17.    Pernyataan yang sangat penting yang termuat dalam sabda Nabi, “Janganlah kalian memujiku dengan berlebih-lebihan, sebagaimana orang-orang Nasrani berlebih-lebihan dalam memuji Isa bin Maryam.” Semoga selawat dan salam senantiasa dilimpahkan Allah kepada beliau yang telah menyampaikan risalah dengan sebenar-benarnya.


18.    Ketulusan hati beliau kepada kita dengan memberikan nasihat bahwa orang-orang yang berlebih-lebihan itu akan binasa.


19.    Pernyataan bahwa patung-patung itu tidak disembah kecuali setelah ilmu agama dilupakan. Dengan demikian dapat diketahui nilai keberadaan ilmu ini dan bahayanya jika hilang.


20.    Penyebab hilangnya ilmu agama adalah meninggalnya para ulama.





Bab: Larangan Beribadah kepada Allah di Sisi Kuburan Orang-orang Saleh, Apalagi Sampai Menyembahnya


Dalam Aṣ-Ṣaḥīḥ; Aisyah raḍiyallāhu ‘anhā meriwayatkan bahwa Ummu Salamah raḍiyallāhu ‘anhā bercerita kepada Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam tentang gereja yang ia lihat di negeri Habasyah (Ethiopia), yang di dalamnya terdapat gambar-gambar (atau patung-patung), maka Rasulullah bersabda, “Mereka itu, apabila ada orang yang saleh atau hamba yang saleh meninggal, mereka bangun di atas kuburannya sebuah tempat ibadah, dan mereka membuat di dalamnya patung-patung tersebut, dan mereka adalah sejelek-jelek makhluk di sisi Allah.” 


Mereka dicap sebagai sejelek-jelek makhluk karena melakukan dua fitnah sekaligus; yaitu fitnah memuja kuburan dengan membangun tempat ibadah di atasnya dan fitnah membuat patung-patung.


Dalam riwayat Imam Bukhari dan Muslim, Aisyah juga berkata, Ketika Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam akan diambil nyawanya, beliau pun segera menutup mukanya dengan kain, dan ketika napasnya terasa sesak maka dibukanya kembali kain itu. Ketika beliau dalam keadaan demikian itulah beliau bersabda, “Laknat Allah ditimpakan kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani; karena mereka menjadikan kuburan para Nabi mereka sebagai tempat peribadatan.” Beliau mengingatkan umatnya agar menjauhi perbuatan mereka, dan jika bukan karena hal itu, maka pasti kuburan beliau akan ditampakkan, hanya saja beliau khawatir kalau kuburannya nanti dijadikan tempat peribadatan.(HR. Bukhari dan Muslim).


Imam Muslim meriwayatkan dari Jundub bin Abdullah, ia berkata, Aku pernah mendengar Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda lima hari sebelum beliau meninggal dunia, “Sungguh, aku menyatakan setia kepada Allah dengan menolak bahwa aku mempunyai seorang khalīl (kekasih mulia) dari kalian, karena sesungguhnya Allah telah menjadikan aku sebagai kekasih-Nya, sebagaimana Dia telah menjadikan Ibrahim sebagai kekasih-Nya. Seandainya aku menjadikan seorang kekasih dari umatku, maka aku akan jadikan Abu Bakar sebagai kekasihku. Dan ketahuilah, bahwa sesungguhnya umat-umat sebelum kalian telah menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai tempat-tempat ibadah, dan ingatlah, janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai tempat beribadah, karena aku benar-benar melarang kalian dari perbuatan itu.” 


Di akhir hayatnya, Nabi melarang perbuatan tersebut, dan beliau melaknat -sebagaimana dalam hadis Aisyah- orang yang melakukan perbuatan itu. Dan salat di kuburan termasuk pula dalam pengertian menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah, walaupun tidak dibangunkan padanya masjid; inilah maksud dari kata-kata Aisyah raḍiyallāhu ‘anhā, “Dikhawatirkan akan dijadikan sebagai tempat ibadah.” Para sahabat pun belum pernah membangun masjid (tempat ibadah) di sekitar kuburan beliau, karena setiap tempat yang digunakan untuk salat berarti telah dijadikan sebagai masjid, bahkan setiap tempat yang dipergunakan untuk salat disebut masjid, sebagaimana yang telah disabdakan oleh Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa, “Telah dijadikan bumi ini untukku sebagai masjid dan alat bersuci.” 


Imam Ahmad meriwayatkan sebuah hadis marfū’ dengan sanad jayyid, dari Ibnu Mas'ūd raḍiyallāhu ‘anhu, “Sesungguhnya, termasuk sejelek-jelek manusia adalah orang yang masih hidup saat hari Kiamat tiba, dan orang yang menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah.” (HR. Abu Ḥātim ibnu Ḥibbān dalam Ṣaḥīḥ-nya).


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Larangan membangun tempat beribadah (masjid) di sisi kuburan orang-orang yang saleh, walaupun niatnya baik.


2.    Larangan keras adanya patung-patung dalam tempat ibadah.


3.    Pelajaran penting yang dapat kita ambil dari sikap keras Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dalam masalah ini adalah bagaimana beliau menjelaskan terlebih dahulu kepada para sahabat, bahwa orang yang membangun tempat ibadah di sekitar kuburan orang saleh termasuk sejelek-jelek makhluk di hadapan Allah; kemudian, lima hari sebelum wafat, beliau mengeluarkan pernyataan yang melarang umatnya menjadikan kuburan-kuburan sebagai tempat ibadah; terakhir, beberapa saat menjelang wafatnya, beliau masih merasa belum cukup dengan tindakan-tindakan yang telah diambilnya, sehingga beliau menambahnya dengan melaknat orang-orang yang melakukan perbuatan ini.


4.    Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam melarang pula perbuatan tersebut dilakukan di sisi kuburan beliau, walaupun kuburan beliau sendiri belum ada.


5.    Menjadikan kuburan nabi-nabi sebagai tempat ibadah merupakan tradisi orang-orang Yahudi dan Nasrani.


6.    Rasulullah melaknat mereka karena perbuatan mereka sendiri.


7.    Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam melaknat mereka dengan tujuan memberikan peringatan kepada kita agar tidak berbuat hal yang sama terhadap kuburan beliau.


8.    Alasan tidak ditampakkannya kuburan beliau (yaitu: agar tidak dijadikan sebagai tempat ibadah).


9.    Penjelasan makna “menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah, (yaitu: melakukan suatu ibadah, seperti: salat di sisi kuburan, meskipun tidak dibangun di atasnya sebuah tempat ibadah). 


10.    Rasulullah menggabungkan penyebutan antara orang yang menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah dengan orang yang masih hidup di saat hari Kiamat tiba; dalam rangka memberikan peringatan pada umatnya tentang perbuatan yang menghantarkan kepada kesyirikan sebelum terjadi, di samping mengingatkan pula bahwa akhir kehidupan dunia adalah merajalelanya kesyirikan.


11.    Khotbah beliau yang disampaikan lima hari sebelum wafatnya mengandung sanggahan terhadap dua kelompok yang kedua-duanya termasuk sejelek-jelek ahli bidah. Bahkan sebagian ulama salaf menyatakan bahwa keduanya di luar 72 golongan yang ada dalam umat Islam, yaitu Rāfiḍah dan Jahmiyyah. Sebab munculnya kesyirikan dan terjadinya penyembahan kuburan adalah orang-orang Rāfiḍah; merekalah orang pertama yang membangun tempat ibadah di atas kuburan.


12.    Penjelasan tentang kerasnya sakaratul-maut yang dirasakan oleh Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.


13.    Beliau dimuliakan oleh Allah dengan dijadikan sebagai kekasih (khalīl) Allah.


14.    Pernyataan bahwa khalīl itu lebih tinggi derajatnya dari pada ḥabīb (kekasih).


15.    Pernyataan bahwa Abu Bakar raḍiyallāhu ‘anhu adalah sahabat Nabi yang paling mulia.


16.    Hal tersebut merupakan isyarat bahwa Abu Bakar akan menjadi khalifah sepeninggal beliau.





Bab: Berlebih-lebihan terhadap Kuburan Orang-orang Saleh Menjadi Penyebab Dijadikannya Sesembahan Selain Allah


Imam Malik meriwayatkan dalam kitabnya Al Muwaṭṭa` bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ya Allah! Janganlah Engkau jadikan kuburanku sebagai berhala yang disembah. Allah sangat murka kepada orang-orang yang telah menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai tempat ibadah.” 


Ibnu Jarīr meriwayatkan dengan sanadnya dari Sufyān, dari Manṣūr, dari Mujāhid, berkaitan dengan ayat: “Jelaskan kepadaku (wahai kaum musyrikin) tentang (berhala yang kamu anggap sebagai anak perempuan Allah) Al-Lāta dan al-'Uzzā.” [QS. An-Najm: 19]. Ia (Mujahid) berkata, “(Al-Lāta) adalah orang yang dahulunya tukang aduk tepung, kemudian dia meninggal, maka mereka pun senantiasa mendatangi kuburannya.” 


Demikian pula penafsiran Ibnu 'Abbās sebagaimana yang dituturkan oleh Ibnul-Jauzā`, “Dia itu pada mulanya adalah tukang mengaduk tepung untuk para jemaah haji.” 


Ibnu 'Abbās raḍiyallāhu ‘anhumā berkata, “Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam melaknat kaum wanita yang menziarahi kuburan, serta orang-orang yang membuat tempat ibadah dan memberi lampu penerang di atas kuburannya.” (HR. Ahl As-Sunan).


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan berhala.


2.    Penjelasan tentang apa yang dimaksud dengan ibadah.


3.    Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dengan doanya itu tiada lain hanyalah memohon kepada Allah supaya dihindarkan dari sesuatu yang dikhawatirkan terjadi pada umatnya.


4.    Dalam doanya, beliau sertakan pula apa yang dilakukan oleh orang-orang terdahulu dengan menjadikan kuburan para nabinya sebagai tempat beribadah.


5.    Penjelasan bahwa Allah sangat murka terhadap orang-orang yang menjadikan kuburan sebagai tempat ibadah.


6.    Di antara masalah yang sangat penting untuk dijelaskan dalam bab ini adalah mengetahui sejarah penyembahan Al-Lāta yang merupakan berhala terbesar orang-orang jahiliah.


7.    Mengetahui bahwa berhala itu asal usulnya adalah kuburan orang saleh.


8.    Al-Lāta adalah nama orang yang dikuburkan itu, pada mulanya adalah seorang pengaduk tepung untuk disajikan kepada para jemaah haji.


9.    Rasulullah melaknat para wanita penziarah kubur.


10.    Beliau juga melaknat orang-orang yang memberikan lampu penerang di atas kuburan.





Bab: Upaya Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dalam Menjaga Tauhid dan Menutup Jalan yang Menuju kepada Kesyirikan


Firman Allah Ta’ālā, “Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) untukmu, amat belas kasihan lagi penyayang kepada orang orang mukmin.” [QS. At-Taubah: 128].


Abu Hurairah raḍiyallāhu ‘anhu berkata, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, dan janganlah kalian jadikan kuburanku sebagai tempat perayaan, serta ucapkanlah selawat untukku, karena sesungguhnya ucapan selawat kalian akan sampai kepadaku di mana saja kalian berada.” (HR. Abu Daud dengan sanad hasan, dan para perawinya ṡiqāt).


Ali bin Al-Ḥusain meriwayatkan, bahwa ia melihat seseorang masuk ke dalam celah yang ada pada kuburan Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, kemudian berdoa, maka ia pun melarangnya seraya berkata kepadanya, Maukah kamu aku beritahu sebuah hadis yang aku dengar dari bapakku, dari kakekku, dari Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, “Janganlah kalian jadikan kuburanku sebagai tempat perayaan, dan janganlah kalian jadikan rumah-rumah kalian sebagai kuburan, dan ucapkanlah doa salam untukku, karena doa salam kalian akan sampai kepadaku dari mana saja kalian berada.” (HR. Aḍ-Ḍiyā` dalam kitab Al Mukhtārah).


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Penjelasan tentang ayat yang terdapat dalam surah Barā`ah.


2.    Rasulullah telah memperingatkan umatnya dan berusaha dengan sungguh-sungguh dalam menjauhkan umatnya dari jalan yang menuju kepada kesyirikan, serta menutup setiap jalan yang menjurus kepadanya.


3.    Rasulullah sangat menginginkan keimanan dan keselamatan kita, dan amat belas kasihan lagi penyayang kepada kita.


4.    Larangan Rasulullah untuk tidak menziarahi kuburannya dengan cara tertentu (yang tidak disyariatkan), padahal menziarahi kuburan beliau termasuk amalan yang amat baik.


5.    Rasulullah melarang seseorang banyak melakukan ziarah kubur.


6.    Rasulullah menganjurkan untuk melakukan salat sunah di dalam rumah.


7.    Satu hal yang sudah menjadi ketetapan di kalangan kaum salaf, bahwa menyampaikan selawat untuk Nabi tidak perlu masuk ke dalam kuburannya.


8.    Alasannya karena selawat dan salam seseorang untuk beliau akan sampai kepada beliau di mana pun ia berada, maka tidak perlu harus mendekat, sebagaimana yang diduga oleh sebagian orang.


9.    Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam di alam barzakh, akan ditampakkan seluruh amalan umatnya yang berupa selawat dan salam untuknya.





Bab: Penjelasan Bahwa Sebagian Umat Ini Ada yang Menyembah Berhala


Firman Allah Ta’ālā, “Tidakkah kamu memperhatikan orang-orang yang diberi bagian dari Kitab; mereka beriman kepada jibt dan tagut?!” [QS. An-Nisā`: 51].


Firman Allah Ta’ālā, “Katakanlah, 'Maukah aku beritakan kepadamu tentang orang-orang yang lebih buruk pembalasannya daripada (orang-orang fasik) itu di hadapan Allah? Yaitu orang-orang yang dilaknati dan dimurkai, dan di antara mereka ada yang dijadikan kera dan babi, dan orang-orang yang menyembah Tagut.” [QS. Al-Mā`idah: 61].


Firman Allah Ta’ālā, “Orang-orang yang berkuasa atas urusan mereka berkata, 'Sungguh kami akan mendirikan sebuah rumah peribadatan di atas gua mereka.'” [QS. Al-Kahf: 21].


Abu Sa'īd raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh kalian akan mengikuti tradisi umat-umat sebelum kalian selangkah demi selangkah sampai kalaupun mereka masuk ke dalam liang biawak niscaya kalian akan masuk ke dalamnya pula.” Para sahabat bertanya, “Ya Rasulullah! Orang-orang Yahudi dan Nasranikah?” Beliau menjawab, “Siapa lagi?!” (HR. Bukhari dan Muslim)


Imam Muslim meriwayatkan dari Ṡaubān raḍiyallāhu ‘anhu bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sungguh Allah telah membentangkan bumi kepadaku, sehingga aku dapat melihat belahan timur dan barat, dan sungguh kekuasaan umatku akan sampai pada belahan bumi yang telah dibentangkan kepadaku itu, dan aku diberi dua simpanan yang berharga; merah dan putih (imperium Persia dan Romawi).


Sungguh aku meminta kepada Rabb-ku untuk umatku agar jangan dibinasakan dengan sebab kelaparan (paceklik) yang berkepanjangan, dan jangan dikuasakan kepada musuh selain dari kaum mereka sendiri, sehingga musuh itu nantinya akan merampas seluruh negeri mereka.


Lalu Rabb berfirman, 'Hai Muhammad! Jika aku telah menetapkan suatu perkara, maka ketetapan itu tak akan bisa berubah, dan sesungguhnya Aku telah memberikan kepadamu untuk umatmu agar tidak dibinasakan dengan sebab paceklik yang berkepanjangan, dan tidak akan dikuasai oleh musuh selain dari kaum mereka sendiri, sehingga mereka tidak akan bisa merampas seluruh negeri mereka, meskipun manusia yang ada di jagat raya ini berkumpul menghadapi mereka, sampai umatmu itu sendiri sebagian menghancurkan sebagian yang lain, dan sebagian mereka menawan sebagian yang lain.” 


Hadits ini diriwayatkan pula oleh Al-Barqāniy dalam Ṣaḥīḥ-nya dengan tambahan: “Dan yang aku khawatirkan terhadap umatku tiada lain adalah adanya pemimpin yang menyesatkan. Ketika terjadi pertumpahan darah di antara mereka, maka tidak akan berakhir sampai datangnya hari Kiamat, dan hari Kiamat tidak akan kunjung tiba kecuali ada di antara umatku yang mengikuti orang-orang musyrik, dan sebagian yang lain menyembah berhala. Sungguh akan ada pada umatku 30 orang pendusta, semuanya mengklaim sebagai nabi, padahal aku adalah penutup para nabi, tidak ada nabi lain setelah aku. Meskipun demikian, akan tetap ada segolongan dari umatku yang tetap tegak membela kebenaran, dan mereka selalu mendapat pertolongan Allah Ta’ālā, mereka tak tergoyahkan oleh orang-orang yang menelantarkan mereka dan memusuhi mereka, sampai datang keputusan Allah -Tabāraka wa Ta'ālā-.” 



Tulisan Terbaru

Menjaga Shalat dan Kh ...

Menjaga Shalat dan Khusyuk dalam Melaksanakannya

Menjampi Air Termasuk ...

Menjampi Air Termasuk Ruqyah Yang Syar'i