Artikel




KITAB TAUHID


Hak Allah Atas Hamba





Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih, Maha Penyayang


Segala puji hanya bagi Allah. Semoga Allah melimpahkan selawat dan salam kepada Nabi Muhammad, keluarga, dan sahabat-sahabat beliau.


Kitab Tauhid


Firman Allah Ta’ālā, “Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku.” [QS. Aż-Żāriyāt: 56].


Juga firman-Nya, “Dan sesungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada setiap umat (untuk menyerukan), ‘Beribadahlah kepada Allah (saja) dan jauhilah tagut.’” [QS. An-Naḥl: 36].


Juga firman-Nya, “Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan beribadah kecuali hanya kepada-Nya, dan hendaklah kamu berbuat baik kepada kedua orangtuamu dengan sebaik-baiknya. Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepada keduanya perkataan 'ah', dan janganlah kamu membentak mereka dan ucapkanlah kepada mereka perkataan yang mulia. Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua dengan penuh kesayangan, dan ucapkanlah, 'Wahai Tuhanku! Kasihilah mereka berdua sebagaimana mereka berdua telah mendidik aku waktu kecil.” [QS. Al-Isrā`: 23-24].


Juga firman-Nya, “Dan sembahlah Allah dan jangan menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” [QS. An-Nisā`: 36].


Juga firman-Nya, “Katakanlah (Muhammad); marilah kubacakan apa yang diharamkan kepadamu oleh Tuhanmu, yaitu janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang tuamu, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan. Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka; dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang tampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar. Demikian itu yang diperintahkan oleh Tuhanmu kepadamu supaya kamu memahaminya. Dan janganlah kamu dekati harta anak yatim, kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga sampai ia dewasa. Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil. Kami tidak membebankan kepada seseorang melainkan sekadar kesanggupannya. Dan apabila kamu berkata, maka hendaklah kamu berlaku adil, kendati pun dia adalah kerabatmu. Dan penuhilah janji Allah. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu ingat. Dan bahwa (yang diperintahkan) ini adalah jalanku yang lurus, maka ikutilah dia; dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu menceraiberaikan kamu dari jalan-Nya. Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu agar kamu bertakwa.” [QS. Al-An'ām: 151-153].


Ibnu Mas'ūd berkata, “Siapa yang ingin melihat wasiat Muhammad ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam yang tertera di atasnya cincin stempel milik beliau, maka hendaklah membaca firman Allah Ta’ālā, “Katakanlah (Muhammad) marilah kubacakan apa yang diharamkan kepadamu oleh Tuhanmu, yaitu janganlah kamu berbuat syirik sedikit pun kepada-Nya ...,' sampai firman-Nya, Dan bahwa (yang diperintahkan) ini adalah jalanku yang lurus, maka ikutilah dia ...” 


Mu'āż bin Jabal raḍiyallāhu ‘anhu berkata, Aku pernah dibonceng Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam di atas keledai, kemudian beliau bersabda kepadaku, “Wahai Mu'āż! Tahukah kamu apakah hak Allah yang harus dipenuhi oleh hamba-hamba-Nya, dan apa hak hamba-hamba-Nya yang pasti dipenuhi oleh Allah?” Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” Kemudian beliau bersabda, “Hak Allah yang harus dipenuhi oleh hamba-hamba-Nya ialah hendaknya mereka beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun, sedangkan hak hamba yang pasti dipenuhi oleh Allah ialah bahwa Allah tidak akan menyiksa orang-orang yang tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” Lalu aku bertanya, “Ya Rasulullah! Bolehkah aku menyampaikan berita gembira ini kepada orang-orang?” Beliau menjawab, “Jangan engkau lakukan itu, karena khawatir mereka nanti bersikap pasrah.” (HR. Bukhari dan Muslim dalam Aṣ-Ṣaḥīḥain).


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Adanya hikmah besar dalam penciptaan jin dan manusia.


2.    Ibadah adalah hakikat tauhid, sebab pertentangan yang terjadi antara Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dengan kaumnya adalah dalam masalah tauhid ini.


3.    Siapa yang belum merealisasikan tauhid ini dalam hidupnya, maka ia belum beribadah (menghamba) kepada Allah. Inilah sebenarnya makna firman Allah, “Dan sekali-kali kamu sekalian bukanlah penyembah (Tuhan) yang aku sembah.” [QS. Al-Kāfirūn: 3].


4.    Hikmah diutusnya para rasul yaitu untuk menyerukan tauhid dan melarang kemusyrikan.


5.    Dakwah para rasul itu mencakup seluruh umat manusia.


6.    Ajaran para nabi adalah satu yaitu tauhid.


7.    Masalah yang sangat penting adalah: bahwa ibadah kepada Allah tidak akan terealisasi dengan benar kecuali dengan adanya pengingkaran terhadap tagut. Inilah maksud dari firman Allah, “Siapa yang mengingkari tagut dan beriman kepada Allah, maka ia benar-benar telah berpegang teguh kepada tali yang paling kuat.” 


8.    Pengertian tagut bersifat umum, mencakup semua yang disembah selain Allah.


9.    Agungnya kedudukan tiga ayat muḥkamāt (jelas) yang terdapat dalam surah Al-An'ām dalam pandangan para ulama salaf; di dalamnya ada 10 pelajaran penting, dan yang pertama adalah larangan berbuat kesyirikan.


10.    Ayat-ayat muḥkamāt yang terdapat dalam surah Al-Isrā` mengandung 18 pelajaran penting, dimulai dengan firman Allah, “Janganlah kamu menjadikan bersama Allah sesembahan yang lain, agar kamu tidak menjadi terhina lagi tercela ...,” dan diakhiri dengan firman-Nya: “Dan janganlah kamu menjadikan bersama Allah sesembahan yang lain, sehingga kamu (nantinya) dicampakkan ke dalam neraka Jahanam dalam keadaan tercela lagi dijauhkan (dari rahmat Allah).” Allah Subḥānahu wa Ta’ālā juga telah mengingatkan kita tentang pentingnya masalah ini, dengan firman-Nya, “Itulah sebagian hikmah yang diwahyukan Tuhanmu kepadamu.” [QS. Al-Isrā`: 39].


11.    Ada satu ayat dalam surah An-Nisā` yang dikenal dengan istilah “Ayat 10 Hak”. Hak pertama yang Allah sebutkan adalah: “Beribadahlah kamu sekalian kepada Allah (saja), dan janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatu pun.” 


12.    Peringatan tentang wasiat Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam di akhir hayat beliau.


13.    Mengetahui hak-hak Allah yang wajib kita laksanakan.


14.    Mengetahui hak-hak para hamba yang pasti akan dipenuhi oleh Allah apabila mereka memenuhi hak-hak Allah.


15.    Masalah ini tidak diketahui oleh sebagian besar para sahabat.


16.    Boleh merahasiakan ilmu pengetahuan untuk maslahat tertentu.


17.    Dianjurkan untuk menyampaikan berita yang menggembirakan kepada sesama muslim.


18.    Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam merasa khawatir terhadap sikap memasrahkan diri pada keluasan rahmat Allah.


19.    Jawaban orang yang ditanya tentang hal yang ia tidak ketahui adalah, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih mengetahui.” 


20.    Diperbolehkan mengajarkan ilmu kepada orang tertentu saja, tanpa yang lain.


21.    Kerendahan hati Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam; sehingga beliau hanya naik keledai, serta mau memboncengkan salah seorang sahabatnya.


22.    Boleh membonceng seseorang di atas hewan tunggangan, jika memang binatang itu kuat.


23.    Keutamaan Mu'āż bin Jabal.


24.    Agungnya kedudukan perkara tauhid ini.  


Bab: Fadilah Tauhid dan Dosa-dosa yang Dihapusnya


Firman Allah Ta’ālā, “Orang-orang yang beriman dan tidak menodai keimanan mereka dengan kezaliman (kesyirikan), mereka itulah yang mendapat ketenteraman dan mereka itulah yang mendapat petunjuk.” [QS. Al-An'ām: 82].


'Ubādah bin Aṣ-Ṣāmit raḍiyallāhu ‘anhu berkata, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang bersaksi bahwa tidak ada sesembahan yang hak selain Allah saja, tiada sekutu bagi-Nya, dan Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, dan bahwa Isa adalah hamba, Rasul-Nya, dan kalimat-Nya yang disampaikan kepada Maryam, serta Ruh dari pada-Nya, serta surga itu benar adanya, neraka juga benar adanya, maka Allah pasti memasukkannya ke dalam surga, apa pun amal yang telah diperbuatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim). 


Imam Bukhari dan Muslim meriwayatkan pula hadis 'Itbān: “Sesungguhnya Allah mengharamkan neraka bagi orang yang mengucapkan 'Lā ilāha illallāh' dengan hanya mengharapkan wajah Allah.” 


Abu Sa'īd Al-Khudriy raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan dari Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, “Musa berkata, 'Ya Rabb! Ajarkanlah kepadaku sesuatu (zikir) yang dengannya aku mengingat-Mu dan berdoa kepada-Mu.' Allah berfirman, 'Ya Musa! Ucapkanlah: Lā ilāha illallāh.' Musa berkata, 'Ya Rabb! Semua hamba-Mu mengucapkan itu.' Allah menjawab, 'Ya Musa! Seandainya ketujuh langit serta seluruh penghuninya selain Aku, serta ketujuh bumi diletakkan dalam satu sisi timbangan, dan kalimat Lā ilāha illallāh diletakkan pada sisi lain timbangan, niscaya kalimat Lā ilāha illallāh lebih berat timbangannya.'” (HR. Ibnu Ḥibbān dan Al-Ḥākim sekaligus mensahihkannya).


Dalam riwayat Tirmizi -yang ia nilai sebagai hadis hasan-, Anas bin Mālik meriwayatkan, Aku mendengar Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Ta’ālā berfirman, 'Hai anak Adam! Jika engkau datang kepada-Ku dengan membawa dosa sejagat raya, dan engkau ketika menjumpaiku (mati) dalam keadaan tidak menyekutukan-Ku dengan sesuatu pun, pasti Aku akan datang kepadamu dengan membawa ampunan sejagat raya pula.” 


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Luasnya karunia Allah.


2.    Besarnya pahala tauhid di sisi Allah.


3.    Tauhid juga dapat menghapus berbagai jenis dosa.


4.    Penjelasan makna ayat yang ada dalam surah Al-An'ām.


5.    Meyakini lima perkara yang ada dalam hadis 'Ubādah.


6.    Jika Anda mengorelasikan antara hadis 'Ubādah dan hadis 'Itbān serta hadis-hadis setelahnya, akan jelas bagi Anda pengertian kalimat “Lā ilāha illallāh,” juga kesalahan orang-orang yang tersesat karena hawa nafsunya.


7.    Peringatan tentang syarat penting yang disebutkan dalam hadits 'Itbān (yaitu ikhlas karena Allah dan tidak menyekutukan-Nya).


8.    Para nabi pun perlu diingatkan tentang keistimewaan “Lā ilāha illallāh”.


9.    Penjelasan bahwa timbangan kalimat “Lā ilāha illallāh” mengungguli berat timbangan seluruh makhluk, padahal banyak pengucapnya hanya memiliki timbangan amal yang sedikit.


10.    Pernyataan bahwa bumi itu tujuh lapis seperti halnya langit.


11.    Langit dan bumi itu ada penghuninya.


12.    Penetapan sifat-sifat Allah apa adanya, berbeda dengan pendapat Asy'ariyyah.


13.    Jika Anda memahami hadis Anas, maka Anda akan mengetahui bahwa sabda Rasul yang ada dalam hadis 'Itbān: “Sesungguhnya Allah mengharamkan masuk neraka bagi orang-orang yang mengucapkan 'Lā ilāha illallāh' dengan penuh ikhlas karena Allah, dan tidak menyekutukan-Nya'; maksudnya adalah meninggalkan kesyirikan, bukan hanya mengucapkan kalimat tersebut dengan lisan.


14.    Perhatikan korelasi antara dua hal; yaitu Nabi Muhammad dan Nabi Isa adalah sama-sama hamba Allah dan Rasul-Nya.


15.    Mengetahui keistimewaan Nabi Isa, sebagai Kalimat Allah.


16.    Mengetahui bahwa Nabi Isa adalah ruh di antara ruh-ruh yang diciptakan Allah.


17.    Mengetahui keistimewaan iman terhadap keberadaan surga dan neraka.


18.    Memahami sabda Rasul “Apa pun amal yang telah dikerjakannya.”


19.    Mengetahui bahwa timbangan amalan di hari Kiamat nanti mempunyai dua daun.


20.    Mengetahui kebenaran adanya Wajah bagi Allah.





Bab: Siapa yang Merealisasikan Tauhid Akan Masuk Surga Tanpa Hisab


Firman Allah Ta’ālā, “Sesungguhnya Ibrahim adalah seorang imam yang dapat dijadikan teladan lagi patuh kepada Allah dan hanif (berpegang teguh pada kebenaran), dan sekali-kali ia bukanlah termasuk orang yang mempersekutukan (Tuhan).” [QS. An-Naḥl: 120].


Allah Ta’ālā berfirman, Dan orang-orang yang tidak menyekutukan (sesuatu apa pun) dengan Rabb mereka.” [QS. Al-Mu`minūn: 59].


Ḥuṣain bin Abdurrahman berkata, Suatu ketika aku berada di sisi Sa'īd bin Jubair, lalu ia bertanya, “Siapa di antara kalian melihat bintang yang jatuh semalam?” Aku menjawab, “Aku.” 


Lalu aku berkata, “Ketahuilah, sesungguhnya aku ketika itu tidak sedang melaksanakan salat, karena aku disengat kalajengking.” Ia lantas bertanya padaku, “Lalu apa yang engkau lakukan?” Aku menjawab, “Aku minta dibacakan ruqyah.” Ia bertanya lagi, “Apa yang mendorongmu melakukan hal itu?” Aku menjawab, “Yaitu sebuah hadis yang diriwayatkan oleh Asy-Sya'biy kepada kami.” Ia bertanya lagi, “Apakah hadis yang dituturkan kepadamu itu?” Aku menjawab, “Dia menuturkan hadis kepada kami dari Buraidah bin Al-Ḥuṣaib, bahwa beliau berkata, ‘Tidak boleh melakukan ruqyah kecuali karena penyakit 'ain atau terkena sengatan.’” 


Sa'īd pun berkata, “Sungguh telah berbuat baik orang yang telah mengamalkan apa yang telah didengarnya, tetapi Ibnu 'Abbās menuturkan hadis kepada kami dari Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda, ‘Telah diperlihatkan kepadaku beberapa umat, lalu aku melihat seorang nabi bersama sekelompok orang, dan seorang nabi bersama satu dan dua orang saja, dan nabi yang lain lagi tanpa ada seorang pun yang menyertainya. Tiba-tiba diperlihatkan kepadaku sekelompok orang yang banyak jumlahnya, aku mengira bahwa mereka itu umatku, tetapi dikatakan kepadaku, 'Mereka ini adalah Musa dan kaumnya.' Tiba-tiba aku melihat lagi sekelompok orang lain yang jumlahnya sangat besar, maka dikatakan kepadaku, 'Mereka itu adalah umatmu, dan bersama mereka ada 70.000 orang yang masuk surga tanpa hisab dan tanpa disiksa lebih dahulu.'” 


Kemudian beliau bangkit dan masuk ke dalam rumahnya. Maka orang-orang pun memperbincangkan tentang identitas mereka. Ada di antara mereka yang berkata, “Barangkali mereka itu orang-orang yang telah menyertai Nabi dalam hidupnya.” Ada lagi yang berkata, “Barangkali mereka itu orang-orang yang dilahirkan dalam lingkungan Islam sehingga tidak pernah menyekutukan Allah dengan sesuatu pun.” Dan yang lainnya menyebutkan yang lain pula. 


Kemudian Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam keluar kepada mereka, lalu mereka menyampaikan perbincangan mereka tersebut kepada beliau; maka beliau pun bersabda, “Mereka itu adalah orang-orang yang tidak pernah minta dibacakan ruqyah, tidak pernah meminta lukanya ditempeli besi yang dipanaskan, dan tidak pula melakukan taṭayyur, dan hanya kepada Rabb-lah mereka bertawakal.” 


Kemudian 'Ukkāsyah bin Miḥṣan berdiri dan berkata, “Wahai Rasulullah! Mohonkanlah kepada Allah agar aku termasuk golongan mereka.” Kemudian Rasul bersabda, “Ya, engkau termasuk golongan mereka.” 


Kemudian seseorang yang lain berdiri juga dan berkata, “Mohonkanlah kepada Allah agar aku juga termasuk golongan mereka.” Rasul menjawab, “Kamu telah didahului oleh 'Ukkāsyah.”


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Mengetahui adanya tingkatan-tingkatan manusia dalam bertauhid.


2.    Mengetahui makna merealisasikan tauhid.


3.    Pujian Allah kepada Nabi Ibrahim, karena beliau tidak pernah melakukan kesyirikan.


4.    Pujian Allah kepada para pemimpin wali-wali Allah (para sahabat Rasulullah) karena keselamatan diri mereka dari kesyirikan.


5.    Tidak meminta ruqyah dan tidak meminta supaya lukanya diobati dengan tempelan besi yang panas adalah termasuk pengamalan tauhid yang murni.


6.    Tawakal kepada Allah adalah sifat yang mendasari semua sikap tersebut.


7.    Kedalaman ilmu para sahabat, karena mereka mengetahui bahwa orang-orang yang dinyatakan dalam hadis tersebut tidak akan mendapatkan kedudukan yang tinggi kecuali dengan adanya pengamalan.


8.    Semangat para sahabat untuk berlomba-lomba dalam mengerjakan amal kebaikan.


9.    Keistimewaan umat Islam dalam kuantitas dan kualitasnya.


10.    Keutamaan para pengikut Nabi Musa.


11.    Umat-umat terdahulu ditampakkan kepada Nabi Muhammad ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.


12.    Setiap umat dikumpulkan sendiri-sendiri bersama para Nabinya.


13.    Sedikitnya orang-orang yang mengikuti dakwah para Nabi.


14.    Nabi yang tidak mempunyai pengikut akan datang sendirian pada hari Kiamat.


15.    Manfaat dari mengetahui hal ini adalah agar tidak berbangga dengan jumlah yang banyak dan tidak berkecil hati dengan jumlah yang sedikit.


16.    Diperbolehkan melakukan ruqyah disebabkan terkena penyakit 'ain dan sengatan binatang berbisa.


17.    Kedalaman ilmu para ulama salaf, hal itu bisa diketahui dari ucapan Sa'īd bin Jubair, “Sungguh telah berbuat baik orang yang mengamalkan apa yang telah didengarnya, tetapi ....” Dengan demikian jelaslah bahwa hadis yang pertama tidak bertentangan dengan hadis yang kedua.


18.    Kemuliaan sifat para ulama salaf, karena ketulusan hati mereka, dan mereka tidak memuji seseorang dengan pujian yang dibuat-buat.


19.    Sabda Nabi, “Engkau termasuk golongan mereka” adalah salah satu dari tanda-tanda kenabian beliau.


20.    Keutamaan 'Ukkāsyah.


21.    Penggunaan kata sindiran.


22.    Kemuliaan akhlak Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.





Bab: Kekhawatiran dari Kesyirikan


Firman Allah ‘Azza wa Jalla, “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa saja yang dikehendaki-Nya.” [QS. An-Nisā`: 48].


Al-Khalīl (Kekasih Allah) Nabi Ibrahim ‘alaihis-salām berkata, “Dan jauhkanlah aku dan anak cucuku dari perbuatan (menyembah) berhala.” [QS. Ibrāhīm: 35].


Dalam suatu hadis Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesuatu yang paling aku khawatirkan dari kalian adalah perbuatan syirik kecil.” Kemudian beliau ditanya tentang itu, beliau pun menjawab, “Yaitu sifat ria.” 


Ibnu Mas'ūd raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mati dalam keadaan berdoa (menyembah) kepada sesembahan selain Allah, maka ia akan masuk neraka.” (HR. Bukhari).


Imam Muslim meriwayatkan dari Jābir raḍiyallāhu ‘anhu bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang menemui Allah (wafat) dalam keadaan tidak berbuat syirik kepada-Nya, ia pasti masuk surga, dan siapa yang menemui-Nya (wafat) dalam keadaan berbuat kesyirikan, ia pasti masuk neraka.” 


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Adanya kekhawatiran terjatuh dalam kesyirikan.


2.    Sifat ria (ingin dipuji) termasuk perbuatan syirik.


3.    Sifat ria termasuk syirik kecil.


4.    Sifat ria adalah dosa yang paling ditakuti oleh Rasulullah terhadap orang-orang saleh.


5.    Dekatnya surga dan neraka.


6.    Dekatnya surga dan neraka telah sama-sama disebutkan dalam satu hadis.


7.    Siapa yang mati tidak dalam kesyirikan maka ia pasti masuk surga, dan siapa yang mati dalam kesyirikan maka ia pasti masuk neraka, meskipun ia termasuk orang yang banyak ibadahnya.


8.    Hal yang sangat penting adalah permohonan Nabi Ibrahim untuk dirinya dan anak cucunya agar dijauhkan dari perbuatan menyembah berhala.


9.    Nabi Ibrahim mengambil 'ibrah (pelajaran) dari keadaan sebagian besar manusia (yang tersesat), sebagaimana perkataan beliau, “Ya Rabb! Sesungguhnya berhala-berhala itu telah menyesatkan banyak manusia.” 


10.    Bab ini mengandung penjelasan tentang makna “Lā ilāha illallāh” sebagaimana yang disebutkan oleh Bukhari (yaitu: pembersihan diri dari syirik dan pemurnian ibadah kepada Allah).


11.    Keutamaan orang yang dirinya bersih dari kesyirikan.





Bab: Berdakwah kepada Kalimat Syahadat “Lā Ilāha Illallāh” 


Firman Allah Ta’ālā, “Katakanlah, 'Inilah jalan (agama)ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku, aku berdakwah kepada Allah dengan hujah yang nyata, Mahasuci Allah, dan aku tidak termasuk orang-orang yang musyrik.” [QS. Yūsuf: 108].


Ibnu 'Abbās raḍiyallāhu ‘anhumā meriwayatkan, Ketika Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam mengutus Mu'āż bin Jabal ke Yaman, beliau bersabda kepadanya, “Sungguh kamu akan mendatangi orang-orang Ahli Kitab (Yahudi dan Nasrani), maka hendaklah pertama kali yang harus kamu sampaikan kepada mereka adalah syahadat 'Lā ilāha illallāh' -dalam riwayat yang lain disebutkan: supaya mereka menauhidkan Allah-. Jika mereka mematuhi apa yang kamu dakwahkan, maka sampaikan kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka salat lima waktu dalam sehari semalam. Jika mereka telah mematuhi apa yang telah kamu sampaikan, maka sampaikanlah kepada mereka bahwa Allah telah mewajibkan kepada mereka zakat; yang diambil dari orang-orang kaya di antara mereka dan diberikan kepada orang-orang yang fakir di antara mereka. Jika mereka telah mematuhi apa yang kamu sampaikan, maka jauhkanlah dirimu (jangan mengambil zakat) dari harta pilihan mereka, dan takutlah kamu dari doanya orang-orang yang teraniaya, karena sesungguhnya tidak ada tabir penghalang antara doanya dan Allah.” (HR. Bukhari dan Muslim).


Imam Bukhari dan Muslim juga meriwayatkan dari Sahl bin Sa'd bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam di saat perang Khaibar bersabda, “Sungguh akan aku serahkan bendera (komando perang) ini besok pagi kepada orang yang mencintai Allah dan Rasul-Nya, dan dia dicintai oleh Allah dan Rasul-Nya, Allah akan memberikan kemenangan dengan sebab kedua tangannya.” Maka semalam suntuk para sahabat memperbincangkan siapakah di antara mereka yang akan diserahi bendera itu. Ketika pagi mereka mendatangi Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dan masing-masing berharap agar ia yang diserahi bendera tersebut. Lalu Rasulullah bertanya, “Di mana Ali bin Abi Ṭālib?” Mereka menjawab, “Dia sedang sakit pada kedua matanya.” Kemudian mereka mengutus orang untuk memanggilnya. Ali pun datang, kemudian Rasulullah meludahi kedua matanya dan mendoakannya. Seketika itu dia langsung sembuh seperti tidak pernah terkena penyakit. Kemudian Rasulullah menyerahkan bendera itu kepadanya dan bersabda, “Melangkahlah engkau ke depan dengan tenang hingga engkau sampai di tempat mereka. Kemudian ajaklah mereka kepada Islam, dan sampaikanlah kepada mereka hak-hak Allah dalam Islam yang wajib mereka kerjakan. Sungguh demi Allah! Bila Allah memberi hidayah kepada seseorang dengan perantaraan kamu, itu lebih baik dari memiliki unta-unta merah (yang paling berharga).” 


يَدُوكُونَ (yadūkūna): mereka saling bertanya-tanya, memperbincangkan.


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Berdakwah kepada syahadat “Lā ilāha illallāh” adalah jalannya orang-orang yang setia mengikuti Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.


2.    Peringatan tentang pentingnya ikhlas dalam berdakwah, sebab kebanyakan orang kalau mengajak kepada kebenaran, justru mereka mengajak kepada kepentingan dirinya sendiri.


3.    Memiliki al-baṣīrah (ilmu dan hikmah) dalam berdakwah adalah termasuk kewajiban.


4.    Di antara bukti keindahan tauhid adalah bahwa tauhid itu memurnikan Allah Ta’ālā dari penghinaan.


5.    Di antara bukti kejelekan syirik adalah bahwa syirik itu merendahkan Allah.


6.    Termasuk pelajaran yang sangat penting adalah wajib menjauhkan umat Islam dari lingkungan orang orang musyrik; agar tidak terjerumus ke golongan mereka, walaupun dia belum melakukan perbuatan syirik.


7.    Tauhid adalah kewajiban pertama.


8.    Tauhid adalah masalah yang harus didakwahkan pertama kali sebelum mendakwahkan kewajiban yang lain termasuk salat.


9.    Pengertian “supaya mereka menauhidkan Allah” adalah pengertian syahadat.


10.    Seseorang terkadang termasuk Ahli Kitab, tapi ia tidak tahu pengertian syahadat yang sebenarnya, atau ia memahaminya namun tidak mengamalkannya.


11.    Peringatan akan pentingnya sistem pengajaran dengan bertahap.


12.    Memulai perkara dari hal yang sangat penting kemudian yang penting dan begitu seterusnya.


13.    Salah satu sasaran pembagian zakat adalah orang fakir.


14.    Kewajiban orang yang berilmu adalah menjelaskan tentang sesuatu yang masih diragukan oleh orang yang belajar.


15.    Dilarang mengambil harta yang terbaik dalam penarikan zakat.


16.    Menghindarkan diri dari doa keburukan yang diucapkan oleh orang yang terzalimi.


17.    Pemberitahuan bahwa doa orang yang teraniaya itu dikabulkan.


18.    Di antara bukti kebenaran tauhid adalah ujian yang dialami oleh Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat, seperti kesulitan, kelaparan maupun wabah penyakit.


19.    Sabda Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, “Demi Allah! Akan aku serahkan bendera …” adalah salah satu dari tanda-tanda kenabian beliau.


20.    Kesembuhan kedua mata Ali setelah diludahi Rasulullah adalah salah satu tanda kebenaran kenabian beliau.


21.    Keutamaan Ali bin Abi Ṭālib raḍiyallāhu ‘anhu.


22.    Keutamaan para sahabat Rasulullah, ini dapat dilihat dari perbincangan mereka di malam hari dan kesibukan mereka dalam menanggapi kabar mengenai tanda-tanda kemenangan.


23.    Kewajiban mengimani takdir Allah, karena bendera tidak diserahkan kepada orang yang sudah berusaha, malah diserahkan kepada orang yang tidak berusaha untuk memperolehnya.


24.    Adab dalam berjihad tampak dalam sabda Rasulullah, “Berangkatlah engkau dengan tenang.” 


25.    Disyariatkan untuk mendakwahi musuh kepada Islam sebelum memeranginya.


26.    Syariat ini berlaku pula terhadap mereka yang sudah pernah didakwahi dan diperangi sebelumnya.


27.    Dakwah harus dilaksanakan dengan bijaksana, sebagaimana yang diisyaratkan dalam sabda Nabi, “Sampaikanlah kepada mereka tentang hak-hak Allah dalam Islam yang wajib mereka kerjakan.” 


28.    Wajib mengenal hak-hak Allah dalam Islam.


29.    Besarnya pahala bagi orang yang bisa memasukkan seorang saja ke dalam Islam.


30.    Diperbolehkan bersumpah dalam berfatwa atau menyampaikan petunjuk.





Bab: Penafsiran Tauhid dan Syahadat “Lā Ilāha Illallāh” 


Firman Allah Ta’ālā, “Orang-orang yang mereka seru itu, mereka sendiri mencari jalan kepada tuhan mereka, siapa di antara mereka yang lebih dekat (kepada Allah), dan mereka mengharapkan rahmat-Nya serta takut akan siksa-Nya; sesungguhnya siksa Tuhanmu adalah sesuatu yang (harus) ditakuti.” [QS. Al-Isrā`: 57].


Juga firman-Nya, “Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapak dan kaumnya, 'Sesungguhnya aku berlepas diri dari apa yang kalian sembah, kecuali (Allah) Yang telah menciptakan aku, karena hanya Dia yang akan menunjukkanku (kepada jalan kebenaran).'Dan ia (Ibrahim) menjadikannya (kalimat tauhid) sebagai kalimat yang kekal pada keturunannya agar mereka kembali (kepadanya).” [QS. Az-Zukhruf: 26-28].


Juga firman-Nya, “Mereka menjadikan orang-orang alim dan pendeta-pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan (mereka mempertaruhkan pula) Almasih putra Maryam; padahal mereka itu tiada lain hanyalah diperintahkan untuk beribadah kepada satu sembahan, tiada sembahan yang hak selain Dia. Mahasuci Allah dari perbuatan syirik mereka.” [QS. At-Taubah: 31].


Juga firman-Nya, “Di antara sebagian manusia ada yang menjadikan tuhan-tuhan tandingan selain Allah, mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah, adapun orang-orang yang beriman maka lebih besar cintanya kepada Allah.” [QS. Al-Baqarah: 165].


Dalam Ṣaḥīḥ Muslim, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang mengucapkan, 'Lā ilāha illallāh', dan mengingkari sesembahan selain Allah, maka terlindungilah harta dan darahnya, adapun perhitungan amalannya maka terserah kepada Allah.” 


Keterangan tentang bab ini akan dipaparkan pada bab-bab berikutnya.





    Dalam bab ini terdapat persoalan yang paling besar dan urgen


Yaitu pembahasan tentang makna tauhid dan kalimat syahadat. Masalah tersebut telah diterangkan oleh bab ini dengan beberapa hal yang cukup jelas:


1-    Ayat dalam surah Al-Isrā`. Diterangkan dalam ayat ini sanggahan terhadap orang-orang musyrik yang berdoa kepada orang-orang yang saleh. Ayat ini juga mengandung suatu penjelasan bahwa perbuatan mereka itu adalah syirik besar.


2-    Ayat dalam surah At-Taubah. Diterangkan dalam ayat ini bahwa orang-orang Ahli Kitab telah menjadikan orang-orang alim dan pendeta-pendeta mereka sebagai tuhan-tuhan selain Allah, dan dijelaskan pula bahwa mereka hanya diperintahkan untuk menyembah kepada satu sesembahan. Padahal penafsiran yang sebenarnya adalah bahwa mereka itu hanya diperintahkan untuk taat kepada orang-orang alim dan para pendeta tersebut dalam hal yang bukan kemaksiatan, bukan dalam hal berdoa kepada mereka.


3-    Ucapan Nabi Ibrahim ‘alaihis-salām kepada orang-orang kafir, “Sesungguhnya saya berlepas diri dari apa yang kalian sembah, kecuali (Allah) Yang telah menciptakan aku ....” Di sini beliau mengecualikan Allah dari segala sesembahan. Allah Subḥānahu wa Ta’ālā menyebutkan bahwa sikap berlepas diri (dari segala sembahan yang batil) dan pernyataan setia (kepada Allah) adalah makna yang sebenarnya dari syahadat “Lā ilāha illallāh”. Lantas Allah berfirman, “Dan ia (Ibrahim) menjadikannya (kalimat tauhid) sebagai kalimat yang kekal pada keturunannya agar mereka kembali (kepadanya).” 


4-    Ayat dalam surah Al-Baqarah yang berkenaan dengan orang-orang kafir yang dikatakan oleh Allah dalam firman-Nya, “Dan mereka tidak akan bisa keluar dari neraka.” [QS. Al-Baqarah: 167] Disebutkan dalam ayat tersebut, bahwa mereka menyembah sekutu-sekutu selain Allah, yaitu dengan mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah. Ini menunjukkan bahwa mereka mempunyai kecintaan yang besar kepada Allah, namun kecintaan mereka ini belum bisa memasukkan mereka ke dalam agama Islam. Lalu bagaimana dengan mereka yang cintanya kepada sesembahan selain Allah itu lebih besar dari cintanya kepada Allah? Lalu bagaimana lagi dengan orang-orang yang hanya mencintai sesembahan selain Allah, dan tidak mencintai Allah?!


5-    Sabda Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, “Siapa yang mengucapkan, 'Lā ilāha illallāh', dan mengingkari sesembahan selain Allah, maka terlindungilah harta dan darahnya, adapun perhitungan amalnya maka terserah kepada Allah.” 


Ini termasuk hal sangat penting yang menjelaskan pengertian “Lā ilāha illallāh”. Sebab apa yang dijadikan Rasulullah sebagai pelindung darah dan harta bukanlah sekadar pengucapan kalimat itu dengan lisan atau memahami arti dan lafalnya, atau mengetahui akan kebenarannya, bahkan bukan pula karena tidak meminta kecuali kepada Allah yang tiada sekutu bagi-Nya; akan tetapi harus disertai dengan pengingkaran terhadap seluruh sesembahan selain Allah. Jika dia masih ragu atau bimbang, maka harta dan darahnya belumlah bisa terlindungi. Sungguh, betapa besar dan pentingnya penjelasan makna “Lā ilāha illallāh” yang termuat dalam hadis ini?!


Juga sungguh, betapa jelasnya keterangan yang dikemukakannya, dan kuatnya argumentasi yang diajukan bagi orang-orang yang menentangnya?!





Bab: Mengalungkan Gelang, Benang, dan Sejenisnya untuk Menangkal Bahaya Adalah Perbuatan Syirik


Firman Allah Ta’ālā, “Katakanlah (hai Muhammad kepada orang-orang musyrik), 'Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu seru selain Allah, jika Allah hendak mendatangkan kemudaratan kepadaku, apakah berhala-berhala itu dapat menghilangkan kemudaratan itu? atau jika Allah menghendaki untuk melimpahkan suatu rahmat kepadaku, apakah mereka mampu menahan rahmat-Nya?' Katakanlah, 'Cukuplah Allah bagiku, hanya kepada-Nyalah orang-orang yang berserah diri bertawakal.'” [QS. Az-Zumar: 38].


Imrān bin Ḥuṣain raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan bahwa Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam melihat seorang laki-laki memakai gelang yang terbuat dari kuningan di tangannya, kemudian beliau bertanya, “Apakah itu?” Laki-laki itu menjawab, “Gelang penangkal penyakit.” Maka beliau bersabda, “Lepaskan gelang itu, karena sesungguhnya ia tidak akan menambah kecuali kelemahan pada dirimu, dan jika kamu mati sedangkan gelang ini masih ada pada tubuhmu maka kamu tidak akan beruntung selama-lamanya.” (HR. Ahmad dengan sanad lā ba`sa bihi -yakni hasan-).


Imam Ahmad juga meriwayatkan dari 'Uqbah bin 'Āmir dalam hadis marfū’; Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang menggantungkan tamīmah (jimat) maka Allah tidak akan mengabulkan keinginannya, dan Siapa yang menggantungkan Wada'ah (jimat dari tumbuhan laut), maka Allah tidak akan memberikan ketenangan kepadanya.” 


Dalam riwayat lain: “Siapa yang menggantungkan tamīmah (jimat), maka ia telah berbuat kesyirikan.” 


Ibnu Abī Ḥātim meriwayatkan dari Ḥużaifah bahwa ia melihat seorang laki-laki yang di tangannya ada benang untuk mengobati sakit panas, maka dia putuskan benang itu seraya membaca firman Allah, “Dan sebagian besar dari mereka tidak beriman kepada Allah, melainkan dalam keadaan mempersekutukan Allah (dengan sesembahan lain).” [QS. Yūsuf: 106].


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Larangan keras memakai gelang, benang dan sejenisnya untuk tujuan-tujuan seperti tersebut di atas.


2.    Kondisi sahabat Nabi tadi yang apabila mati sedangkan gelang (atau sejenisnya) itu masih melekat pada tubuhnya, maka ia tidak akan beruntung selamanya; ini menunjukkan kebenaran pernyataan para sahabat bahwa syirik kecil itu lebih berat daripada dosa besar.


3.    Syirik tidak dapat dimaafkan dengan alasan tidak tahu.


4.    Gelang, benang, dan sejenisnya tidak berguna untuk menangkal atau mengusir suatu penyakit, bahkan ia mendatangkan bahaya; berdasarkan sabda Nab ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, “Ia hanya akan menambah kelemahan pada dirimu.” 


5.    Wajib mengingkari orang-orang yang melakukan perbuatan tersebut.


6.    Penjelasan bahwa orang yang menggantungkan sesuatu dengan tujuan tersebut, maka Allah akan menjadikan orang tersebut memiliki ketergantungan pada barang tersebut.


7.    Penjelasan bahwa orang yang menggantungkan tamīmah (jimat) telah melakukan perbuatan syirik.


8.    Mengikatkan benang pada tubuh untuk mengobati penyakit panas adalah bagian dari syirik.


9.    Pembacaan ayat di atas oleh Ḥużaifah menunjukkan bahwa para sahabat menggunakan ayat-ayat yang berkaitan dengan syirik besar sebagai dalil untuk syirik kecil, sebagaimana penjelasan yang disebutkan oleh Ibnu 'Abbās dalam salah satu ayat yang ada dalam surah Al-Baqarah.


10.    Menggantungkan wada'ah (jimat dari tumbuhan laut) untuk mengusir atau menangkal penyakit, termasuk syirik.


11.    Orang yang menggantungkan tamīmah (jimat) didoakan agar Allah tidak mengabulkan keinginannya, dan orang yang menggantungkan wada'ah didoakan juga agar Allah tidak memberikan ketenangan pada dirinya.


Bab: Ruqyah dan Jimat


Dalam Aṣ-Ṣaḥīḥ, Abū Basyīr Al-Anṣāriy raḍiyallāhu ‘anhu meriwayatkan bahwa dia pernah bersama Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dalam suatu perjalanan, lalu beliau mengutus seorang utusan untuk menyampaikan pesan, “Agar tidak terdapat lagi di leher unta kalung dari tali busur panah atau kalung apa pun, bila ada maka harus diputuskan.” 


Ibnu Mas'ūd raḍiyallāhu ‘anhu berkata, Aku telah mendengar Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya ruqyah, tamīmah (jimat), dan tiwalah (jimat pengasihan) adalah syirik.” (HR. Ahmad dan Abu Daud).


Tamīmah (jimat) adalah sesuatu yang diikatkan pada anak-anak untuk menangkal dan menolak penyakit ‘ain. Jika yang diikatkan itu berasal dari ayat-ayat Al-Qur`ān, sebagian ulama salaf memberikan keringanan dalam hal ini; dan sebagian yang lain tidak memperbolehkan dan melarangnya, di antaranya Ibnu Mas'ūd raḍiyallāhu ‘anhu.


Ruqyah (mantra keselamatan) adalah yang disebut juga dengan istilah azimat. Ini diperbolehkan apabila penggunaannya bersih dari hal-hal syirik, karena Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam telah memberikan keringanan dalam hal ruqyah ini untuk mengobati penyakit ‘ain atau sengatan hewan berbisa.


Tiwalah (jimat pengasihan) adalah sesuatu yang dibuat dengan anggapan bahwa hal tersebut dapat menjadikan seorang istri mencintai suaminya, atau seorang suami mencintai istrinya.


Dalam hadis marfū’ dari Abdullah bin 'Ukaim, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang menggantungkan sesuatu (dengan anggapan bahwa barang tersebut bermanfaat atau dapat melindungi dirinya) maka Allah akan menjadikan orang tersebut selalu bergantung kepadanya.” (HR. Ahmad dan Tirmizi).


Imam Ahmad meriwayatkan dari Ruwaifi' raḍiyallāhu ‘anhu, ia menuturkan, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda kepadaku, “Wahai Ruwaifi'! Semoga engkau berumur panjang. Oleh karena itu, sampaikanlah kepada orang-orang bahwa siapa yang menggulung jenggotnya, atau memakai kalung dari tali busur panah, atau bersuci dari buang air dengan kotoran binatang atau tulang, maka sesungguhnya Muhammad berlepas diri dari orang tersebut.” 


Sa'īd bin Jubair berkata, “Siapa yang memotong jimat dari seseorang maka tindakannya itu sama dengan memerdekakan seorang budak.” (HR. Wakī').


Wakī' meriwayatkan pula bahwa Ibrāhim (An-Nakha'iy) berkata, “Dahulu mereka (guru-guru beliau) membenci segala jenis jimat, baik dari ayat-ayat Al-Qur`ān maupun bukan dari ayat-ayat Al-Qur`ān.” 


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Pengertian ruqyah dan tamīmah.


2.    Pengertian tiwalah.


3.    Ketiga hal di atas merupakan bentuk syirik dengan tanpa pengecualian.


4.    Ruqyah yang benar (yaitu dengan menggunakan ayat-ayat Al-Qur`ān atau doa-doa yang telah diajarkan oleh Rasulullah) untuk mengobati penyakit ‘ain, sengatan serangga atau yang lainnya, tidak termasuk syirik.


5.    Jika jimat itu terbuat dari ayat-ayat Al-Qur`ān, maka para ulama berbeda pendapat; apakah ia diperbolehkan atau tidak?


6.    Mengalungkan tali busur panah pada leher binatang untuk mengusir penyakit ‘ain, termasuk syirik juga.


7.    Ancaman berat bagi orang yang mengalungkan tali busur panah dengan maksud dan tujuan di atas.


8.    Besarnya pahala bagi orang yang memutus jimat dari tubuh seseorang.


9.    Kata-kata Ibrāhim An-Nakha'iy di atas tidaklah bertentangan dengan perbedaan pendapat yang telah disebutkan, sebab yang dimaksud Ibrāhim di sini adalah murid-murid Abdullah bin Mas'ūd.


Bab: Mencari Berkah dari Pepohonan, Bebatuan atau yang Sejenisnya


Firman Allah Ta’ālā, “Maka apakah patut kalian (hai orang-orang musyrik) menganggap Al-Lāt dan Al-'Uzzā, serta Manāh, yang ketiga? Apakah (patut) untuk kamu (anak) laki- laki dan untuk Allah (anak) perempuan? Yang demikian itu tentulah suatu pembagian yang tidak adil.Itu tidak lain hanyalah nama-nama yang diada-adakan oleh kamu dan bapak-bapak kamu; Allah tidak menurunkan suatu keterangan pun untuk (menyembah)nya. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti sangkaa-sangkaan dan apa yang diingini oleh hawa nafsu mereka; padahal telah datang kepada mereka petunjuk dari Tuhan mereka.” [QS. An-Najm: 19-23].


Abu Wāqid Al-Laiṡiy berkata, Kami keluar bersama Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam ke Hunain sementara kami saat itu baru saja meninggalkan kekafiran (masuk Islam). Kaum musyrikin memiliki pohon besar (yang terdapat di pertengahan jalan kami); mereka biasa beriktikaf pada pohon itu dan menggantungkan senjata mereka di atasnya (agar berberkah). Pohon itu mereka namakan Żātu Anwāṭ. Kami lalu berkata, “Wahai Rasulullah! Buatkanlah kami Żātu Anwāṭ sebagaimana Żātu Anwāṭ kepunyaan mereka.” Beliau lantas bersabda, “Allāhu akbar! Sungguh itu tradisi (orang-orang sebelum kalian). Demi Allah yang jiwaku ada di tangan-Nya! Kalian benar-benar telah mengatakan suatu perkataan seperti yang dikatakan oleh Bani Israel kepada Musa: 'Buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka memiliki sesembahan.' Musa menjawab, 'Sungguh kalian adalah kaum yang tidak mengetahui.' [QS. Al-A'rāf: 138]. Kalian pasti akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian.” (HR. Tirmizi dan beliau mensahihkannya).


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Penjelasan tentang ayat yang terdapat dalam surah An-Najm.


2.    Mengetahui bentuk permintaan mereka.


3.    Mereka belum melakukan apa yang mereka minta.


4.    Mereka melakukan itu semua untuk mendekatkan diri mereka kepada Allah, karena mereka beranggapan bahwa Allah menyukai perbuatan itu.


5.    Apabila mereka tidak mengerti hal ini, maka selain mereka lebih tidak mengerti lagi.


6.    Mereka memiliki kebaikan-kebaikan dan jaminan magfirah (ampunan) yang tidak dimiliki oleh orang-orang selain mereka.


7.    Nabi Muhammad ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam tidak menerima alasan mereka, bahkan menyanggah mereka dengan sabdanya, “Allāhu akbar! Sungguh itu hanya tradisi-tradisi... Kalian pasti akan mengikuti tradisi orang-orang sebelum kalian.” Beliau bersikap keras terhadap permintaan mereka itu dengan ketiga kalimat ini.


8.    Satu hal yang sangat penting adalah pemberitahuan dari Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bahwa permintaan mereka itu persis seperti permintaan Bani Israel kepada Nabi Musa, “Buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka mempunyai sesembahan-sesembahan.” 


9.    Pengingkaran terhadap hal tersebut adalah termasuk di antara makna dan konsekuensi “Lā ilāha illallāh” yang sebenarnya, yang belum dipahami oleh mereka yang baru masuk Islam.


10.    Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam menggunakan sumpah dalam menyampaikan petunjuknya, dan beliau tidak berbuat demikian kecuali untuk kemaslahatan.


11.    Syirik itu ada yang besar dan ada yang kecil, buktinya mereka tidak dianggap murtad dengan permintaannya itu.


12.    Perkataan mereka, “Sementara kami dalam keadaan baru saja meninggalkan kekafiran (masuk Islam)” menunjukkan bahwa para sahabat lain (yang lebih dahulu masuk Islam) mengerti bahwa perbuatan mereka termasuk syirik.


13.    Diperbolehkan bertakbir ketika merasa terperanjat, atau mendengar sesuatu yang tidak patut diucapkan dalam agama, ini berlainan dengan pendapat orang yang menganggapnya makruh.


14.    Diperintahkan menutup pintu yang menuju kepada kesyirikan.


15.    Dilarang meniru dan melakukan suatu perbuatan yang menyerupai perbuatan orang-orang jahiliah.


16.    Boleh marah ketika menyampaikan pelajaran.


17.    Kaidah umum, bahwa di antara umat ini ada yang mengikuti tradisi-tradisi umat sebelumnya, berdasarkan Sabda Nabi, “Itulah tradisi (orang orang sebelum kamu).” 


18.    Ini adalah salah satu dari tanda kenabian Nabi Muhammad, karena terjadi sebagaimana yang beliau kabarkan.


19.    Celaan Allah yang ditujukan kepada orang Yahudi dan Nasrani yang terdapat dalam Al-Qur`ān berlaku juga untuk kita.


20.    Sudah menjadi ketentuan umum di kalangan para sahabat, bahwa ibadah itu harus berdasarkan perintah Allah dan Rasul-Nya. Dengan demikian, hadis di atas mengandung suatu isyarat tentang hal-hal yang akan ditanyakan kepada manusia di alam kubur. Adapun pertanyaan, “Siapakah Tuhanmu?” maka sudah jelas; sedangkan pertanyaan, “Siapakah Nabimu?”, ini berdasarkan keterangan masalah-masalah gaib yang beliau beritakan akan terjadi; dan “Apakah agamamu?” ini berdasarkan pada ucapan mereka, “Buatkanlah untuk kami sesembahan sebagaimana mereka itu mempunyai sesembahan-sesembahan.” 


21.    Tradisi Ahli Kitab itu tercela seperti tradisinya orang-orang musyrik.


22.    Orang yang baru saja pindah dari tradisi-tradisi batil yang sudah menjadi kebiasaan dalam dirinya, tidak bisa dipastikan secara mutlak bahwa dirinya terbebas dari sisa-sisa tradisi tersebut, sebagai buktinya mereka mengatakan, “Kami baru saja meninggalkan kekafiran (masuk Islam).” 





Bab: Menyembelih Binatang Bukan Karena Allah


Firman Allah Ta’ālā, “Katakanlah! Bahwa sesungguhnya salatku, penyembelihanku, hidupku dan matiku hanya semata-mata untuk Allah, Rabb semesta alam, tiada sekutu bagi-Nya. Demikian itulah yang diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” [QS. Al-An'ām: 162-163].


Juga firman-Nya, “Maka dirikanlah salat untuk Rabb-mu, dan sembelihlah kurban (untuk-Nya).” [QS. Al-Kauṡar: 2].


Ali bin Abi Ṭālib raḍiyallāhu ‘anhu berkata, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku tentang empat perkara, “Allah melaknat orang-orang yang menyembelih binatang bukan karena Allah, Allah melaknat orang-orang yang melaknat kedua orang tuanya, Allah melaknat orang-orang yang melindungi orang yang berbuat kejahatan, dan Allah melaknat orang-orang yang mengubah tanda batas tanah.” (HR. Muslim).


Ṭāriq bin Syihāb meriwayatkan bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ada seseorang yang masuk surga karena seekor lalat, dan ada lagi yang masuk neraka karena seekor lalat pula.” 


Para sahabat bertanya, “Bagaimana itu bisa terjadi, ya Rasulullah?” 


Beliau menjawab, “Ada dua orang berjalan melewati sekelompok orang yang memiliki berhala; tidak boleh seorang pun melewatinya kecuali dengan mempersembahkan sembelihan binatang untuknya terlebih dahulu. Maka mereka berkata kepada salah satu di antara kedua orang tadi, 'Persembahkanlah sesuatu untuknya!' Ia menjawab, 'Saya tidak mempunyai apa pun untuk saya persembahkan untuknya.' Mereka berkata lagi, 'Persembahkan untuknya walaupun seekor lalat!' Maka ia pun mempersembahkan untuknya seekor lalat, lalu mereka melepaskannya untuk meneruskan perjalanannya, dan ia pun masuk ke dalam neraka karenanya.


Kemudian mereka berkata lagi kepada yang satunya, 'Persembahkanlah untuknya sesuatu!' Ia menjawab,” Aku tidak akan mempersembahkan sesuatu apa pun untuk selain Allah.' Lalu mereka pun memenggal lehernya, dan ia pun masuk ke dalam surga.” (HR. Ahmad).


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Penjelasan tentang makna ayat: “Sesungguhnya salatku dan penyembelihanku ...” 


2.    Penjelasan tentang makna ayat: “Maka dirikanlah salat untuk Rabmu, dan sembelihlah kurban (untuk-Nya).” 


3.    Orang yang pertama kali dilaknat oleh Allah berdasarkan hadis di atas adalah orang yang menyembelih karena selain Allah.


4.    Adanya laknat terhadap orang yang melaknat kedua orang tuanya. Hal itu bisa terjadi bila ia melaknat kedua orang tua seseorang, lalu orang tersebut melaknat kedua orang tuanya.


5.    Adanya laknat terhadap orang yang melindungi pelaku kejahatan, yaitu orang yang memberikan perlindungan kepada seseorang yang melakukan kejahatan yang wajib diterapkan kepadanya hukum Allah. Maka hukum itu akan kembali kepada orang yang melindunginya.


6.    Adanya laknat terhadap orang yang mengubah tanda batas tanah, yaitu mengubah tanda yang membedakan antara hak milik seseorang dengan hak milik tetangganya, dengan digeser maju atau mundur.


7.    Ada perbedaan antara melaknat orang tertentu dengan melaknat orang-orang ahli maksiat secara umum.


8.    Adanya kisah besar dalam hadis ini, yaitu kisah seekor lalat.


9.    Orang tersebut ke dalam neraka karena mempersembahkan seekor lalat yang ia sendiri tidak sengaja berbuat demikian, tapi ia melakukan hal tersebut untuk melepaskan diri dari perlakuan buruk para pemuja berhala itu.


10.    Mengetahui besarnya bahaya kesyirikan dalam pandangan orang-orang mukmin; ini terlihat dari ketabahan hatinya dalam menghadapi eksekusi hukuman mati dan penolakannya untuk memenuhi permintaan mereka, padahal mereka tidak meminta kecuali amalan lahiriah saja.


11.    Orang yang masuk neraka dalam hadis ini adalah orang Islam, karena jika ia orang kafir, maka Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam tidak akan bersabda, “Ia masuk neraka dengan sebab lalat.” 


12.    Hadis ini merupakan syāhid (penguat) bagi hadis sahih: “Surga itu lebih dekat kepada seseorang di antara kalian daripada tali sandalnya sendiri, dan neraka juga demikian.” 


13.    Mengetahui bahwa amalan hati adalah tolok ukur yang sangat penting, walaupun bagi para pemuja berhala.





Bab: Larangan Menyembelih Karena Allah di Tempat Penyembelihan yang Bukan Karena Allah


Firman Allah Ta’ālā, “Janganlah kamu dirikan salat di masjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar takwa (Masjid Qubā`), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu lakukan salat di dalamnya. Di dalamnya ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan Allah menyukai orang-orang yang menyucikan diri.” [QS. At-Taubah: 108].


Ṡābit bin Aḍ-Ḍaḥḥāk raḍiyallāhu ‘anhu berkata, Ada seseorang yang bernazar akan menyembelih unta di Buwānah, lalu ia bertanya kepada Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam tentang itu. Maka Nabi bertanya, “Apakah di tempat itu ada berhala yang pernah disembah oleh orang-orang Jahiliah?” Para sahabat menjawab, “Tidak.” 


Nabi pun bertanya lagi, “Apakah di tempat itu pernah dirayakan hari raya mereka?” 


Para sahabat pun menjawab, “Tidak.” Maka Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Laksanakan nazarmu itu, karena tidak boleh melaksanakan nazar maksiat kepada Allah, dan dalam hal yang tidak dimiliki oleh anak Adam.” (HR. Abu Daud, dan sanadnya sesuai syarat Imam Bukhari dan Imam Muslim).


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Penjelasan tentang firman Allah, “Janganlah kamu dirikan salat di masjid itu selama-lamanya.” 


2.    Kemaksiatan itu bisa berdampak negatif bagi penduduk bumi, sebagaimana ketaatan berdampak positif.


3.    Masalah yang masih meragukan hendaknya dikembalikan kepada masalah yang sudah jelas, agar keraguan itu menjadi hilang.


4.    Seorang mufti boleh mengajukan pertanyaan-pertanyaan sebelum berfatwa untuk mendapatkan keterangan yang jelas.


5.    Mengkhususkan tempat untuk bernazar tidak dilarang selama tempat itu bebas dari hal-hal yang terlarang.


6.    Tidak diperbolehkan mengkhususkan tempat, jika di tempat itu ada berhala-berhala yang pernah disembah pada masa jahiliah, walaupun semuanya sudah dihilangkan.


7.    Tidak diperbolehkan mengkhususkan tempat untuk bernazar, jika tempat itu pernah digunakan untuk melakukan perayaan orang-orang jahiliah, walaupun hal itu sudah tidak dilakukan lagi.


8.    Tidak diperbolehkan melakukan nazar di tempat-tempat tersebut, karena nazar tersebut termasuk kategori nazar maksiat.


9.    Peringatan dari perbuatan yang menyerupai perbuatan orang-orang musyrik dalam acara-acara keagamaan dan perayaan-perayaan mereka, walaupun tidak bermaksud demikian.


10.    Tidak boleh ada nazar dalam kemaksiatan.


11.    Tidak boleh seseorang bernazar dalam hal yang tidak menjadi hak miliknya.





Bab: Bernazar untuk Selain Allah Adalah Syirik


Firman Allah Ta’ālā, “Mereka menepati nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” [QS. Al-Insān: 7].


Juga firman-Nya, “Dan apa pun yang kalian nafkahkan, dan apa pun yang kalian nazarkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya.” [QS. Al-Baqarah: 270].


Dalam Aṣ-Ṣaḥīḥ, diriwayatkan dari Aisyah raḍiyallāhu ‘anhā bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang bernazar untuk menaati Allah maka ia wajib menaatinya, dan siapa yang bernazar untuk bermaksiat kepada Allah maka ia tidak boleh bermaksiat kepada-Nya (dengan melaksanakan nazarnya itu).” 


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Kewajiban memenuhi nazar.


2.    Apabila sudah menjadi ketetapan bahwa nazar itu ibadah kepada Allah, maka menujukan nazar kepada selain Allah adalah syirik.


3.    Dilarang melaksanakan nazar yang maksiat.





Bab: Meminta Perlindungan kepada Selain Allah Adalah Syirik


Firman Allah Ta’ālā, “Dan bahwa ada beberapa orang laki-laki dari manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari jin, maka jin-jin itu hanya menambah dosa dan kesalahan.” [QS. Al-Jinn: 6].


Khaulah binti Ḥakīm berkata, Aku mendengar Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Siapa yang singgah di suatu tempat, lalu membaca doa: 'A'ūżu bikalimātillāhit-tāmmāti min syarri mā khalaqa (Aku berlindung dengan kalam Allah yang sempurna dari kejahatan semua makhluk yang Dia ciptakan)'; maka tidak ada sesuatu pun yang membahayakan dirinya sampai dia beranjak dari tempatnya itu.” (HR. Muslim).


    Pelajaran penting yang terkandung dalam bab ini:


1.    Penjelasan tentang maksud ayat yang ada dalam surah Al-Jinn.


2.    Meminta perlindungan kepada selain Allah adalah syirik.


3.    Hadis tersebut di atas, sebagaimana disimpulkan oleh para ulama, merupakan dalil bahwa kalam Allah itu bukan makhluk, karena meminta perlindungan kepada makhluk itu syirik.


4.    Doa ini sangat utama walaupun singkat.


5.    Sesuatu yang bisa mendatangkan kebaikan dunia, baik dengan menolak kejahatan atau mendatangkan keberuntungan, tidak berarti sesuatu itu tidak termasuk syirik.



Tulisan Terbaru

Menjaga Shalat dan Kh ...

Menjaga Shalat dan Khusyuk dalam Melaksanakannya

Menjampi Air Termasuk ...

Menjampi Air Termasuk Ruqyah Yang Syar'i