Artikel




Kapan Kesyirikan Dimulai?


Segala puji hanya bagi Allah Shubhanahu wa ta’alla, kami


memuji -Nya, memohon pertolongan dan ampunan kepada -Nya,


kami berlindung kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla dari


kejahatan diri-diri kami dan kejelekan amal perbuatan kami.


Barangsiapa yang -Dia beri petunjuk, maka tidak ada yang dapat


menyesatkannya, dan barangsiapa yang -Dia sesatkan, maka tidak


ada yang dapat memberinya petunjuk.


Aku bersaksi bahwasanya tidak ada ilah yang berhak


diibadahi dengan benar kecuali Allah Shubhanahu wa ta’alla


semata, yang tidak ada sekutu bagi -Nya. Dan aku juga bersaksi


bahwasannya Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam


adalah hamba dan Rasul -Nya. Amma Ba'du. Sesungguhnya


diantara perkara yang menjadi kesepakatan bersama bahwa awal


mula kesyirikan yang terjadi dikalangan makhluk adalah kesyirikan


yang dilakukan setan. Sebagaimana dinukil oleh para ulama,


Berkata al-Hafidh Ibnu Jarir ath-Thabari dalam tafsirnya ketika


menjelaskan firman Allah tabaraka wa ta'ala:





"Dan barangsiapa di antara mereka, mengatakan:


"Sesungguhnya aku adalah Tuhan selain daripada Allah", Maka


orang itu Kami beri Balasan dengan Jahannam". (QS al-Anbiyaa':


29).


Imam Ibnu Juraij menjelaskan, "Barangsiapa yang mengatakan


dari kalangan para malaikat, sesungguhnya aku adalah ilah selain


Allah Shubhanahu wa ta’alla, maka tidak ada yang mengucapkan


perkataan semacam itu kecuali Iblis, mengajak pengikutnya untuk


menyembah dirinya, maka turunlah ayat ini yang menjelaskan


tentang kelancangan Iblis".


Imam Qatadah mengatakan, "Ayat ini berbicara khusus


tentang musuh Allah Shubhanahu wa ta’alla yang bernama Iblis,


tatkala mengucapkan apa yang dia katakan tadi sehingga Allah


Shubhanahu wa ta’alla melaknatnya, dan menjadikan dirinya


terkutuk".1


Sedang Imam Dhahak menjelaskan firman Allah ta'ala


diatas tadi, "Dan barangsiapa di antara mereka, mengatakan".


Yakni dari kalangan para malaikat sesungguhnya aku adalah ilah


selain Allah Shubhanahu wa ta’alla, beliau mengatakan, "Tidak


ada seorangpun malaikat yang mengatakan seperti itu kecuali


Iblis, yang mengajak makhluk untuk menyembah dirinya dan


1 . Lihat ucapan beliau ini dalam tafsir Thabari 9/17/13. dan dalam kitab


Tarikhul Umam wal Muluk 1/83. Dengan sanad yang shahih.


5


memprakasai kekafiran".2 Inilah awal mula kesyirikan yang terjadi


dikalangan makhluk, jika demikian lalu kapan awal mula


kesyirikan terjadi ditengah-tengah bani Adam? Para ulama


berselisih pendapat tentang masalah ini menjadi beberapa


pendapat, diantaranya:


Pendapat pertama: Sesungguhnya kesyirikan perdana yang


terjadi dikalangan bani Adam bermula dari Qabil, seperti


dijelaskan dalam sebuah riwayat yang dibawakan oleh Imam


Thabari dalam kitab Tarikhnya yang mengatakan hal tersebut.


Yaitu, dikisahkan bahwa tatkala Qabil telah membunuh


saudaranya Habil, dirinya langsung melarikan diri dari ayahnya


Adam menuju negeri Yaman. Sesampainya disana dirinya


disambangi Iblis sambil mengatakan padanya, 'Sesungguhnya


persembahan Habil di terima oleh Allah dan dimakan oleh api


disebabkan dirinya dulu mengabdi kepada api dan


menyembahnya, maka lakukankah hal yang sama seperti dirinya,


buat tungku api untukmu dan anak keturunanmu". Lalu Qabil


membikin tempat khsusus untuk api, dan dialah pionir yang


membikin tungku api lalu menyembahnya".3


2 . Durarul Mantsur 4/317 oleh Imam Suyuthi dan disandarkan riwayat ini


kepada Ibnu Abi Hatim.


3 . Tarikhul Umam wal Muluk 1/165 oleh Imam Thabari. Al-Kaamil 1/32


oleh Ibnu Atsir.


6


Pendapat ini, sebagaimana kita lihat di nukil oleh Imam


Thabari tanpa menyebut mata rantai sanad, dimana beliau


langsung mengatakan, 'Dikisahkan', dengan ungkapan yang


digantung tanpa memastikan kebenarannya. Yang menunjukan


kalau riwayat ini lemah menurut pendapat beliau, dan memang


benar riwayat ini adalah lemah, sebagaimana akan datang


penjelasnnya yang menyelisihi hal ini menurut pendapat yang


benar.


Pendapat kedua: Sesungguhnya awal mula kesyirikan dimulai dari


zamannya Yarid bin Mahla'il, bapaknya nabi Idris a'laihi sallam,


seperti dikisahkan oleh Ibnu Jarir lagi dalam kitab Tarikhnya.


Beliau mengatakan, "Telah menceritakan padaku al-Harits, dia


berkata telah menceritakan kepada kami Sa'ad, dirinya berkata


telah mengabarkan padaku Hisyam, dirinya berkata telah


mengabarkan padaku bapak ku dari Abu Sholeh dari Ibnu Abbas,


beliau berkata, "Pada zamannya Yarid patung dan berhala di


produksi, maka ada yang kembali dari agama yang lurus


(murtad)".4


4 . Tarikhul Umam wal Muluk 1/170 oleh Imam Thabari. Al-Kaamil 1/34


oleh Ibnu Atsir. Dan ar-Raudhul Anfi 1/14 oleh as-Suhaili.


7


Namun, didalam sanad ini ada perawi yang bernama


Hisyam bin Muhammad bin Sa'ib al-Kalbi dari bapaknya, dan


keduanya adalah perawi yang lemah bahkan dikatakan dirinya


perawi yang tertuduh sehingga tidak bisa di terima riwayatnya.5


Terlebih, riwayat ini menyelisihi riwayat yang shahih –


sebagaimana akan datang- lalu al-Kalbi di sini meriwayatkan tafsir


dari Abu Sholeh6 dari Ibnu Abbas, sedangkan Abu sholeh ini tidak


pernah meriwayatkan sedikitpun dari sahabat Ibnu Abbas, dia


tidak pernah mendengar satupun hadits darinya, begitu juga al-


Kalbi tidak pernah mendengar dari Abu Sholeh melainkan


beberapa huruf saja darinya, dan apa yang di riwayatkan oleh al-


Kalbi tidak layak untuk di nukil dalam sebuah kitab, lantas


5 . Bisa dilihat kritikan pada rawi yang bernama Hisyam ini dalam


Thabaqaat Khalifah hal: 167. Tarikh Baghdad 14/45 oleh KhaCb al-


Baghdadi. Al—Ansaab 10/454 oleh as-Sam'ani. Mu'jamul Udaba'i 19/746


oleh Yaaqut. Wafiyaatul A'yaan 6/82, 84 oleh Ibnu Khulakan. Mizanul


I'Cdal 4/ 205, 304, Dan Siyar a'lamu Nubala 10/101 oleh adz-Dzahabi.


Lisanul Mizan 6/196 oleh Ibnu Hajar.


Adapun rawi yang bernama Muhammad bin Sa'il al-Kalbi bisa dilihat


dalam Thabaqaat Kubra 6/249 oleh Ibnu Sa'ad. Al-Ma'arif hal: 533 oleh


Ibnu Qutaibah. Tarikhul Kabir 1/101 oleh Bukhari. Mizanul I'Cdal 3/559.


al-Wafi bil Wafiyaat 3/83 oleh ash-Shufdi.


6 . Beliau adalah Abu Sholeh Baadzam, ada yang mengatakan Badzaan,


mantan sahaya Ummu Hani binti Abi Thalib. Yang meriwayatkan darinya


al-A'masy, dan Isma'il as-Sudi, jika ada riwayat yang datang darinya maka


tidak dianggap. Beliau termasuk ruwatul Arba'ah. Lihat Tahdzibu Tahdzib


1/263 no: 770 oleh Ibnu Hajar.


8


bagaimana mungkin bisa di jadikan sebagai hujah. Artinya,


riwayat ini tidak bisa dijadikan sebagai argumen.7


Pendapat ketiga: Sesungguhnya awal mula kesyirikan yang terjadi


ditengah-tengah anak cucu Adam bermula dari anak


keturunannya Qabil.


Dan yang menunjukan akan hal tersebut adalah sebuah


riwayat dari Ibnu al-Kalbi dalam bukunya al-Ashnam. Beliau


menceritakan, telah mengabarkan padaku bapak ku, dia berkata,


"Pertama kali berhala di sembah tatkala nabi Adam meninggal


dunia, yang dibuat oleh anaknya bani Syitsa bin Adam di sebuah


gua yang berada diatas gunung yang dijadikan sebagai


persinggahan Adam ketika turun dari langit di negeri India".


Kemudian, di riwayatkan dari bapaknya dari Abu Sholeh


dari Ibnu Abbas, beliau berkata, "Lalu Bani Syitsa mendatangkan


jasad nabi Adam dalam gua kemudian mereka mengagungkan dan


memuliakannya. Lalu ada seseorang dari bani Qabil bin Adam


yang mengusulkan, 'Wahai bani Qabil! Sesungguhnya bani Syitsa


telah mengagungkan dan berkeliling di sekitarnya, lantas kenapa


kalian diam saja tidak berbuat apa-apa? Maka dirinya membuat


7 . Lihat ucapan ini oleh Abu Hatim Ibnu Hibban dalam kitab al-Majruhiin


2/253.


9


patung kakeknya nabi Adam untuk mereka, dan dia lah pionir


yang melakukan kesyirikan".8


Dan riwayat ini juga bersumber dari Hisyam bin


Muhammad bin Sa'ib al-Kalbi dari bapaknya, dan bapaknya


meriwayatkan dari Abu Sholeh dari Ibnu Abbas. Sebagaimana


riwayat diawal tadi disebutkan beberapa kritikan maka riwayat ini


juga hampir sama yang saya pikir tidak perlu mengulangnya


kembali. Namun, kita nukilkan di sini untuk menjelaskan bahwa


riwayat ini sangat lemah.


Pendapat keempat: Sesungguhnya awal mula kesyirikan yang


terjadi di tengah-tengah anak cucu Adam bermula pada kaumnya


nabi Nuh. Pendapat ini berdalil dengan beberapa dalil


diantaranya;


1. Firman Allah tabaraka wa ta'ala:





"Dan mereka berkata: "Jangan sekali-kali kamu meninggalkan


(penyembahan) tuhan-tuhan kamu dan jangan pula sekali-kali kamu


8 . al-Ashnaam hal: 50, 51. oleh Ibnul Kalbi. Ighatsatul Lahfan 2/622 oleh


Ibnu Qoyim.


10


meninggalkan (penyembahan) wadd, dan jangan pula suwwa', yaghuts,


ya'uq dan nasr". (QS Nuh: 23).


Yang menunjukan bahwa nama-nama tersebut yang


tercantum dalam ayat adalah kaumnya nabi Nuh ialah haditshadits


yang menjelaskan hal tersebut dalam tafsir ayat ini.


Diantara yang paling masyhur adalah riwayat yang dibawakan


oleh Imam Bukhari didalam kitab Shahihnya dari sahabat Ibnu


Abbas radhiyallahu 'anhuma. Disebutkan, 'Nama-nama ini


adalah orang-orang sholeh dari kalangan kaumnya nabi Nuh,


tatkala mereka meninggalkan maka setan mewahyukan


kepada kaumnya untuk membikin prasasti tepat diatas majelis


yang biasa mereka jadikan sebagai tempat untuk mengajar


lalu memberi nama sesuai dengan tempat duduknya masingmasing,


lalu mereka pun menuruti perintahnya, dan


kondisinya belum sampai di sembah. Hingga tatkala generasi


tadi meninggal dunia dan hilangnya ilmu di situlah pertama


kali patung tadi di sembah'.9


Dan sebagaimana di keluarkan oleh Ibnu Jarir ath-


Thabari didalam tafsirnya beliau mengatakan, "Mereka adalah


orang-orang yang sholeh yakni –Yaghuts, Ya'uq,….- yang hidup


9 . Telah lewat takhrijnya.


11


pada generasi setelah nabi Adam dan nabi Nuh. Dan mereka


mempunyai murid-murid yang senantiasa mengikutinya,


tatkala orang-orang sholeh tadi meninggal dunia, berkata


salah seorang muridnya yang biasa mengikuti pengajiannya


kepada mereka, 'Bagaimana kalau sekiranya kita bikin gambar


mereka agar membuat kita lebih termotivasi untuk beribadah


manakala melihatnya'.


Lantas mereka pun membikin gambar orang-orang


sholeh tadi, tatkala generasi tersebut meninggal lalu datang


generasi berikutnya, datanglah Iblis mendorong mereka


sambil berkata, 'Sesungguhnya generasi sebelum kalian


menyembahnya, dan mereka biasa meminta hujan padanya'.


Setelah itu mereka menyembahnya".10


Imam Ibnu Qoyim menjelaskan, "Telah berkata, bukan


hanya seorang dari ulama salaf, tatkala orang-orang sholeh


tadi meninggal maka kaumnya berdiam diri disebelah


kuburanya, kemudian mereka membikin reliefnya, hingga


beberapa abad lamanya, lalu pada akhirnya mereka


disembah".11


10 . Jami'ul Bayaan fii Tafsir 12/29/62 oleh Ibnu Jarir. Durarul Mantsur


6/269 oleh Suyuthi.


11 . Ighatsatul Lahfan 1/210 oleh Ibnu Qoyim


12


2. Dalil kedua yang dijadikan sebagai landasan pendapat ini ialah


firman Allah tabaraka wa ta'ala:


َ نَ ﴿ A سُ ($Cٱ E$





ُ


َ أ G َةِI َ Jَ<َKَL $M ِّ ٱ NِK$C ﴾ Q َ ! رِ3ِ 


 وَ ُ َ !Pَ ِِّ *


 ُ  ٱ ] Q ة: RS [ا


"Manusia itu adalah umat yang satu. (setelah timbul perselisihan), maka


Allah mengutus para Nabi, sebagai pembawa kabar gembira dan pemberi


peringatan". (QS al-Baqarah: 213).


Akan menjadi jelas sisi pengambilan dalil ayat ini bila anda


mau merujuk kepada buku-buku tafsir yang menjelaskan


tentang ayat ini. dan sebelumnya telah kami singgung sedikit


diantaranya.


3. Dalil berikutnya yang menguatkan pendapat ini ialah atsar


yang dibawakan oleh Ibnu Jarir dengan sanadnya hingga


sampai pada sahabat Ibnu Abbas radhiyallahu 'anhuma


berkata, "Jarak antara nabi Adam dengan nabi Nuh sepuluh


masa, seluruh umatnya berada pada syariat yang benar,


selanjutnya terjadi perselisihan, maka Allah Shubhanahu wa


ta’alla mengutus para Nabi sebagai pembawa kabar gembira


dan pemberi peringatan".


4. Ucapan Imam Qatadah yang mengatakan, "Dikisahkan kepada


kami bahwa jarak antara nabi Adam dan nabi Nuh 'alihima


13


sallam sepuluh masa, semuanya berada diatas petunjuk dan


syariat yang benar. Selanjutnya terjadi perselisihan, maka


Allah Shubhanahu wa ta’alla mengutus nabi Nuh, dan beliau


adalah rasul pertama yang di utus untuk penduduk bumi".


5. Juga diriwayatkan dari Ikrimah berkata, "Jarak antara nabi


Adam dan nabi Nuh sepuluh masa, seluruhnya berada di atas


agama Islam".12


Inilah Pernyatan-pernyataan yang valid dari para ulama


salaf yang menjelaskan kapan awal mula terjadinya kesyirikan di


umat bani Adam. Dan ini merupakan pendapat yang terpilih dan


yang paling kuat, bahwa awal mula kesyirikan terjadi pada


umatnya nabi Nuh, dan sebelumnya umat manusia berada diatas


agama yang lurus. Akan tetapi, ada sesuatu yang mengganjal


dalam masalah ini dimana ada ulama yang berpendapat bahwa


awal mula kesyirikan terjadi pada zamannya nabi Adam 'alaihi


sallam, berdalil dengan firman Allah ta'ala:





"Dialah yang menciptakan kamu dari diri yang satu dan dari padanya -Dia


menciptakan isterinya, agar dia merasa senang kepadanya. Maka setelah


dicampurinya, isterinya itu mengandung kandungan yang ringan, dan teruslah


Dia merasa ringan (beberapa waktu). kemudian tatkala Dia merasa berat,


keduanya (suami-isteri) bermohon kepada Allah, Tuhannya seraya berkata:


"Sesungguhnya jika Engkau memberi kami anak yang saleh, tentulah kami


termasuk orang-orang yang bersyukur". Tatkala Allah memberi kepada


keduanya seorang anak yang sempurna, maka keduanya menjadikan sekutu


bagi Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan -Nya kepada keduanya


itu. Maka Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan". (QS al-


A'raaf: 189-190).


Sesungguhnya disebutkan dalam penjelasan tafsir ayat


diatas beberapa atsar dari sebagian ulama salaf yang meragukan


adanya kesyirikan pada zamannya nabi Adam 'alaihi sallam,


seperti mereka menyebutkan;


• Sebuah riwayat yang dibawakan oleh Imam Ahmad dengan


sanadnya dari al-Hasan13 dari Samurah14 dari Nabi Muhammad


Shalallahu 'alaihi wa sallam bersabda:


13 . Beliau adalah Hasan bin Abi al-Hasan al-Bashari mantan sahaya


Ummu Salamah dan Rab'i binti Nadhar atau Zaid bin Tsabit, Abu Sa'id al-


Imam salah satu Imam. Meriwayatkan hadits darinya beberapa ulama


hadits, dan dirinya juga meriwayatkan dari beberapa sahabat. Lihat


biografinya dalam al-Khulashah hal: 77 oleh al-Khazraji.


15





"Manakala Hawa melahirkan serta merta Iblis


mengelilinganya –Dan sebelumnya anak yang dia lahirkan


selalu meninggal- lantas Iblis berpesan, "Berilah nama pada


anak ini Abdul Harits, niscaya dirinya tidak mati". Selanjutanya


Hawa pun memberi nama anaknya yang baru lahir tadi Abdul


Harits, dan betul anak itu hidup. Dan kejadian itu berawal dari


wahyu setan dan atas perintahnya".15


Inilah satu-satunya hadits yang disandarkan kepada Rasulallah


Shalallahu 'alaihi wa sallam dalam masalah ini.


Al-Hafidh Ibnu Katsir mengomentari hadits ini dengan


mengatakan, "Demikian pula hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu


14 . Beliau adalah sahabat Samurah bin Jundub bin Hilal al-Fazari, lalu


tinggal di Bashrah. Beliau termasuk penghafal hadits yang sangat banyak


dari Nabi shalallahu 'alaihi wa sallam. Meninggal di Bashrah pada tahun


85 H. Lihat biografinya dalam kitab al-Khulashah hal: 156 oleh al-Khazraji.


15 . HR Ahmad 5/11. Tirmidzi no: 3077. dan al-Hakim 2/545. Hadits ini


dilemahkan oleh Ibnu Katsir 2/274, syaikh al-Albani dalam silsilah


Dha'ifah no: 342. Lihat pembahasan dalam catatan kaki oleh Syaikh


Ahmad Syakir terhadap Tafsir Thabari 13/309. dan Kitab Israiliyaat wal


Maudhu'aat hal: 209-210, oleh Ibnu Syuhbah.


16


Jarir melalui jalur Muhammad bin Bitsar Bandar dari Abdu


Shamad bin Abdul Harits. Begitu juga dibawakan oleh


Tirmidzi16 dalam tafsir ayat ini, dari jalur Muhammad bnin al-


Mutsana dari Abdu Shamad. Dan beliau menyatakan, 'Hadits


ini hasan gharib, dan kami tidak mengetahui melainkan dari


haditsnya Umar bin Ibrahim". Hadits ini juga diriwayatkan oleh


sebagian ulama dari jalur Abdu Shamad secara terputus.


Dan diriwayatkan oleh al-Hakim17 didalam kitab


Mustadraknya dari Abdu shamad secara marfu', kemudian


diakhir hadits beliau mengatakan, "Hadits ini sanadnya shahih


dan tidak dikeluarkan oleh Imam Bukhari dan Muslim". Dan


diriwayatkan oleh Imam Abu Muhammad Ibnu Abi Hatim


dalam tafsirnya dari Abu Zura'ah ar-Razi dari Hilal bin Fiyadh


daru Umar bin Ibrahim secara marfu'.Begitu juga dibawakan


16 . Beliau adalah Abu Isa, Muhammad bin Isa bin Surah at-Tirmidzi,


Hafidh yang buta mata, salah seorang imam terkenal, penulis kitab al-


Jami' dan tafsir. Meninggal pada tahun 270 H. Lihat biografinya dalam al-


Khulashah hal: 355 oleh al-Khazraji.


17 . Beliau adalah Imam besar dalam hafalan yang bernama Abu Abdillah,


Muhammad bin Abdullah bin Hamdawiah an-Naisaburi yang lebih dikenal


dengan al-Hakim. Lahir pada tahun 321 H dan meninggal pada tahun 405


H. diantara karya tulis beliau yang banyak ialah Mustadrak 'ala Shahihain.


al-Madkhal ila Shahih dan yang lainya. Lihat biografinya dalam


Tadzkiratul Hufaadh 3/1029. oleh Imam Dzahabi


17


oleh al-Hafidh Abu Bakar bin Mardawaih18 didalam tafsirnya


dari haditsnya Syaadz bin Fiyadh dari Umar bin Ibrahim secara


marfu'.


Saya berkata –Imam Ibnu Katsir-" Syaadz ini adalah Hilal


sedangkan nama Syaadz merupakan julukannya".19


• Atsar dari sebagian sahabat, Diantaranya:


a. Diriwayatkan dari Ibnu Abbas beberapa redaksi semisal


riwayat dimuka tadi, melalui beberapa jalur, seperti:


i. Melalui jalur Muhammad bin Ishaq bin Yasar dari


Dawud bin al-Hushain dari Ikrimah dari beliau20.


Namun, sanad ini tidak mulus sehingga tidak diterima


oleh pakar hadits, sebab penyakitnya, setiap riwayat


yang dibawa oleh Dawud bin al-Hushain dari Ikrimah


maka riwayatnya adalah munkar, bahkan sebagian


ulama hadits menyatakan lemah.21


18 . Beliau adalah al-Hafidh al-Alamah Abu Bakar, Ahmad bin Musa bin


Mardawaih al-Ashfahani, pemilik kitab Tafsir. Lahir pada tahun 323 H dan


meninggal pada tahun 410 H. Lihat biografinya dalam Thabaqaat


Mufasiriin 1/93 oleh ad-Dawudi.


19 . Tafsir Ibnu Katsir 2/274.


20 . Tafsir Ibnu Jarir 6/9/99.


21 . Lihat ucapan ini dalam kitab al-Khulashah hal: 109 oleh al-Khazraji.


18


ii. Jalur kedua melalui Abdullah bin Mubarak dari Syuraik


dari Khashif dari Sa'id bin Jubair dari Ibnu Abbas22.


Tapi, didalam sanad ini ada rawi yang bernama Khasif


dan dia adalah perawi yang lemah23. Dan Syuraik juga


perawi yang bercampur hafalannya24. Sehingga riwayat


dengan sanad ini tidak shahih.


iii. Redaksi yang dibawakan oleh Ibnu Jarir ath-Thabari,


beliau berkata, 'Telah menceritakan kepada saya


Muhammad bin Sa'ad, dia berkata telah menceritakan


padaku bapak ku, dia berkata telah menceritakan


padaku pamanku, dirinya berkata telah menceritakan


padaku ayahku dari ayahnya dari Ibnu Abbas25. Lalu


menyebutkan riwayat diatas. Inilah mata rantai sanad


yang sudah tercium sekali kelemahannya, sehingga


22 . Tafsir Ibnu Katsir 2/275. Dan disandarkan riwayatkan kepada Ibnu Abi


Hatim.


23 . Lihat penjelasannya oleh Ibnu Hajar dalam Tahdzibu Tahdzib 2/87 no:


2026.


24 . Lihat ucapan ini dalam kitab al-Khulashah hal: 109 oleh al-Khazraji


dalam biografinya Syuraik al-Qadhi.


25 . Tafsir Ibnu Jarir 6/9/99.


19


riwayat ini dikenal karena kelemahannya dari tafsir


yang disandarkan kepada Ibnu Abbas.26


iv. Redaksi yang dibawakan oleh ath-Thabari melalui jalur


al-Qosim berkata, telah menceritakan kepada kami al-


Husain dia berkata telah menceritakan kepada kami


Hajaj dari Ibnu Juraij dia berkata, Ibnu Abbas


mengatakan, lalu disebutkan sama dengan riwayat


diatas. Tapi, atsar ini terputus dan lemah. Karena rawi


yang bernama Hajaj bin Arthaah perawi yang lemah,


dan Ibnu Juraij tidak pernah bertemu dengan Ibnu


Abbas.


b. Didalam masalah ini ada riwayat yang dibawakan melalui


jalur Ubai bin Ka'ab semisal dengan redaksi di atas. Dan di


riwayatkan dari Ibnu Abbas dari beliau. Imam Ibnu Katsir


mengomentari, "Secara keseluruhan atsar ini diterima dari


Ibnu Abbas oleh para sahabat-sahabatnya. Semisal


Mujahid, Sa'id bin Jubair dan Ikrimah. Diantara yang setuju


dari kalangan Thabaqah tsaniyah adalah Qatadah dan as-


Sudi, dan masih banyak lagi dari kalangan ulama salaf dan


26 . Lihat penjelasannya tentang kritikan terhadap para rawi atsar ini


dalam Lisanul Mizan 3/18-19, 5/174 dan Tahdzibu Tahdzib 2/294


keduanya oleh Ibnu Hajar. Tarikh Kabir 1/2/299 dan 4/1/908 oleh Imam


Bukhari. Thabaqaat 1/211, 213 oleh Ibnu Sa'ad.


20


sekumpulan para ulama khalaf. Dan dari para ulama tafsir


yang datang belakangan yang tidak bisa dihitung


banyaknya.


Sepertinya wallahu a'lam pokok isi redaksi hadits ini


diambil dari ahli kitab, sebab Ibnu Abbas juga


meriwayatkan dari Ubai bin ka'ab sebagaimana di dalam


redaksinya Ibnu Abi Hatim.."27.


Kesimpulannya atsar ini sebagaimana nampak -wallahu


'alam- adalah atsar yang berasal dari ahli kitab. Dan telah shahih


dari Nabi Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam perintah untuk


tidak membenarkan kabar yang dibawa oleh ahli kitab


sebagaimana juga tidak boleh mendustakannya. Kemudian berita


yang mereka sampaikan kepada kita ada tiga macam. Ada yang


kita ketahui akan kebenaran kisah tersebut melalui dalil dari al-


Qur'an maupun Sunah Rasulallah Shalallahu 'alaihi wa sallam


yang menjelaskan hal tersebut. Yang kedua, kita tidak mengetahui


kedustaanya yang menyelisihi al-Qur'an dan Sunah, dan yang


ketiga, yang didiamkan kisahnya, dan kategori ini di bolehkan


dalam penukilan.28


27 . Tafsir Ibnu Katsir 2/275.


28 . Ibid.


21


Dan atsar ini - yang diriwayatkan dari Ibnu Abbas- mari


kita coba padukan dengan tiga klasifikasi diatas, apakah ada dalil


yang mendukungnya dari al-Qur'an dan sunah Nabi Muhammad


Shalallahu 'alaihi wa sallam atau tidak? Pada kenyataannya,


bahwa hal ini merupakan bagian dari sahnya hadits yang di


riwayatkan oleh Samurah bin Jundub radhiyallahu 'anhu dari Nabi


Muhammad Shalallahu 'alaihi wa sallam, atau justru menegaskan


akan kelemahannya. Yakni haditsnya Samurah, "Manakala Hawa


melahirkan serta merta Iblis mengelilinganya….".


Para ulama pakar hadits dalam menjelaskan hadits ini


menjadi dua kubu yang saling kontradiksi:


Kubu pertama menyatakan bahwa hadits ini shahih. Selanjutnya


mereka berusaha untuk mentakwil makna hadits agar tidak


sampai menisbatkan awal mula kejadian syirik pada Adam 'alaihi


sallam.


Kubu kedua, mereka melemahkan hadits tersebut. Kemudian


mereka menafsirkan ayat sesuai dengan pemahaman bahasa Arab


yang masih lurus, dan didukung dengan atsar yang disebutkan


berkaitan dengan masalah ini.


Adapun kubu pertama yang menganggap bahwa


haditsnya adalah shahih, maka mereka berusaha menjawab


22


argumen yang dibawakan oleh kubu kedua, dengan beberapa


argumen, yaitu:


1. Bahwa diri yang satu dan istrinya yang dimaksud ialah Adam


dan Hawa. Adapun kesyirikan yang terjadi dari keduanya maka


bukan kesyirikan dalam ibadah, tapi, kesyirikan dari segi


memberi nama, yaitu, manakala keduanya memberi nama


anaknya Abdul Harits, sedangkan al-Harits adalah nama bagi


Iblis. Sedangkan Adam dan istrinya Hawa sama sekali tidak


meyakini tatkala memberi nama anaknya Abdul Harits kalau


al-Harits adalah rabb keduanya29.


Keterangan semacam ini juga di nyatakan oleh sebagian


ulama tafsir, semisal Ibnu Jarir yang membenarkan pendapat


ini, sebagaimana di kuatkan pula oleh ulama lainnya. Lantas


mereka membawakan beberapa atsar dari salaf yang


mendukung pendapatnya tersebut. Seperti di riwayatkan dari


Ibnu Abbas, beliau berkata, "Dirinya (nabi Adam) berbuat


kesyirikan dengan mentaati usulan Iblis, bukan kesyirikan dari


sisi peribadatan kepadanya. Beliau tidak berbuat syirik kepada


Allah Shubhanahu wa ta’alla, namun, dirinya mentaati Iblis


dalam hal tersebut".30 Di nukil dari Qatadah, beliau


29 . Lihat pernyataan ini dalam Tafsir Ibnu Jarir 6/9/101.


30 . Ibid.


23


menjelaskan, "Sehingga hal tersebut terhitung sebagai


kesyirikan dari segi ketaatan padanya, bukan yang dimaksud


kesyirikan dari sisi peribadatan kepada Iblis".


Juga dibawakan sebuah atsar dari Sa'id bin Jubair,


dijelaskan, "Beliau pernah ditanya, 'Apakah Adam berbuat


kesyirikan? Beliau menjawab, "Aku berlindung dari Allah


Shubhanahu wa ta’alla kalau sampai menuduh nabi Adam


berbuat kesyirikan. Akan tetapi, istrinya Hawa tatkala


melahirkan di datangi oleh Iblis, lalu mengatakan padanya,


'Dari mana keluar bayi ini, dari hidungmu atau mata atau


mulutmu? Lalu Iblis membikin Hawa berputus asa. Selanjutnya


dia mengatakan padanya, 'Bagaimana menurutmu kalau


keluar secara bersamaan apakah kamu mau mentaatiku?


Hawa menjawab, 'Ia'. Iblis melanjutkan, 'Berilah nama pada


anakmu ini dengan Abdul Harits. Hawa pun


mematuhinya…jadi kesyirikan yang terjadi hanya dari segi


memberi nama semata bukan dalam peribadatan


kepadanya".31


31 . Ibid.


24


Di nukil dari as-Sudi32, berkata; "..Hal tersebut tatkala


Allah Shubhanahu wa ta’alla menyebutkan dalam firman -Nya:





"Maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah


dianugerahkan -Nya kepada keduanya itu". (QS al-A'raaf: 190).


Beliau menjelaskan, yakni menyekutukan Allah Shubhanahu


wa ta’alla dari sisi memberi nama".33


Dan yang mendukung hal ini ialah salah satu Qiro'ah dalam


ayat ini yang dibaca:





Yang mengandung makna persekutuan, yaitu dari segi penamaan.34


Sampai kiranya pemilik pendapat ini merasa perlu


membentengi diri demi membantah pendapat pertama yang


menentang keabsahan hadits dengan mengatakan, bahwa


firman Allah tabaraka wa ta'ala:


32 . Beliau adalah Isma'il bin Abdirahman bin Abi Karimah. Abu


Muhammad al-Hijazi al-Kufi, tsiqah. Lihat biografinya dalam Siyar a'lamu


Nubala 5/264 oleh adz-Dzahabi.


33 . Tafsir Ibnu Jarir 6/9/99.


34 . Tafsir Ibnu Jarir 6/9/101.





"Maka Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan". (QS


al-A'raaf: 190).


Ayat ini memberi faidah bahwa orang-orang yang melakukan


kesyirikan cukup banyak, karena dalam ayat digunakan kata


ganti mereka (yusyrikuun), yang menunjukan lebih dari dua


orang. Karena, jika seandainya yang melakukan kesyirikan


hanya Adam dan Hawa niscaya Allah Shubhanahu wa ta’alla


mengatakan, 'Maha Tinggi Allah dari apa yang kedunya


persekutukan".


Mereka juga beranggapan bahwa didalam dua ayat


diatas sejatinya sedang mengkisahkan dua kejadian yang


berbeda yaitu kisahnya Adam dan istrinya Hawa, dan berita


tersebut selesai pada potongan ayat:


] ~ اف: Rm+ ﴾ [ ا ~ (aَ ٰ ُ bَ 4 ءَا (aَ )ِL ء wَx َُ u hَ <َ % ﴿ َ


"Maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah


dianugerahkan -Nya kepada keduanya itu". (QS al-A'raaf: 190).


26


Dan dilanjutkan dengan kisah kaum musyrikin Arab, dan kisah


tersebut ada pada potongan ayat berikutnya yakni:


َ ﴿ yَ6َL َ z $Mٱ ($a{َ





"Maka Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan". (QS al-


A'raaf: 190).


Makna ayat ini, Maha Tinggi Allah Shubhanahu wa ta’alla dari


apa yang mereka, orang-orang Arab persekutukan dari


peribadatan kepada patung dan berhala.


Mereka memenggal dengan menjadikan dua kejadian


yang berbeda berdasarkan beberapa atsar, diantaranya yang


diriwayatkan oleh as-Sudi didalam tafsir firman Allah ta'ala:





"Maka Maha Tinggi Allah dari apa yang mereka persekutukan". (QS al-


A'raaf: 190).


Beliau menjelaskan, "Ini adalah pembatas dari ayat yang


berkaitan dengan Adam secara khusus dalam perkara


sesembahan yang dimiliki oleh kaum musyrikin".


27


Di nukil pula dari beliau, dimana beliau mengatakan, "Ini


merupakan batasan terakhir sebagai pemisah. Firman Allah


ta'ala yang artinya, "Maka keduanya menjadikan sekutu bagi


Allah terhadap anak yang telah dianugerahkan -Nya kepada


keduanya itu". Ayat ini berkaitan dengan nabi Adam dan


istrinya Hawa, kemudian firman Allah Shubhanahu wa ta’alla


selanjutnya, yang artinya: "Maka Maha Tinggi Allah dari apa


yang mereka persekutukan". Beliau menegaskan, "Dari


kesyirikan yang dilakukan oleh kaum musryikini, bukan yang


dimaksud dalam ayat nabi Adam dan Hawa".35 Atsar ini juga


dijumpai dalam tafsirnya Ibnu Abi Hatim36.


Sanggahan pendapat ini: Nabi Adam dan istrinya Hawa,


keduanya hanya memberi nama anaknya Abdul Harits,


sedangkan al-Harits terhitung satu. Dan firmannya Allah


tabaraka wa ta'ala, ( ءwx) Dengan bentuk kata ganti mereka


yang menunjukan banyak. Lantas bagaimana Allah ta'ala


mensifati keduanya bahwa keduanya yang menjadikan sekutu


35 . Tafsir Ibnu Jarir 6/9/101.


36 . Beliau adalah Imam Abu Muhammad, Abdurahman bin Abi Hatim


Muhammad bin Idris ar-Razi al-Handali al-Hafidh. Penulis buku Jarh wa


Ta'dil dan Tafsir serta karya tulis lainnya. Meninggal pada tahun 327 H.


lihat biografinya dalam Tadzkiratul Hufaadh 2/829-832. Siyar a'lamu


Nubala 13/263 keduanya oleh Imam Dzahabi.


28


yang banyak bagi -Nya. Dan keduanya hanya


mempersekutukan sekali?


Para ulama menjawab pertanyaan ini dengan


mengatakan, "Sesungguhnya orang Arab menyebut satu berita


dengan menjadikan beritanya berkelompok jika mereka tidak


mempunyai maksud tertentu pada orangnya dan ketika


mereka tidak ingin menyebutkan siapa namanya. Seperti


halnya dijumpai dalam firman Allah ta'ala yang lainnya:





"(Yaitu) orang-orang (yang mentaati Allah dan Rasul) yang kepada


mereka ada orang-orang yang mengatakan: "Sesungguhnya manusia telah


mengumpulkan pasukan untuk menyerang kamu, karena itu takutlah


kepada mereka". (QS al-Imran: 173).


Didalam ayat diatas yang mengatakan ucapan tersebut


hanya satu orang. Akan tetapi, disebutkan dalam kisah


tersebut dengan bentuk kata ganti yang menunjukan banyak,


tatkala tidak ditunjuk secara langsung siapa yang


dimaksudkan. Dan hal ini banyak di jumpai dalam ucapan dan


perkataanya orang Arab ataupun dalam syair-syair mereka".37


37 . Tafsir Ibnu Jarir 6/9/101.


29


Diantara ulama yang menguatkan pendapat ini serta


membelanya, dan menganggap haditsnya shahih ialah al-


Alusi38, beliau menyatakan, "Pada hakekatnya ini bukan


termasuk kesyirikan. Karena nama-nama orang tidak


menunjukan pada pemahamannya secara bahasa, akan tetapi,


di katakan sebagai kesyirikan secara garis besar sebagai


bentuk celaan yang sangat".39


Sebagaimana yang kami pahami dari ucapannya Syaikhul


Islam Muhammad bin Abdul Wahab, dimana beliau


menguatkan pendapat ini, ketika beliau menjelaskan tafsir


firman Allah tabaraka wa ta'ala:





"Tatkala Allah memberi kepada keduanya seorang anak yang sempurna,


maka keduanya menjadikan sekutu bagi Allah terhadap anak yang telah


38 . Beliau adalah Mahmud bin Abdullah al-Husaini al-Alusi. Julukannya


Syihabudin, Abu Tsana. Ahli tafsir, pakar hadits, fakih, sastrawan, dan ikut


serta dalam beberapa displin ilmu. Lahir di Baghdad pada tahun 1217 H.


Termasuk orang terdekat Sulthan Abdul Majid, meninggal pada tahun


1270 H. diantara karya tulisnya ialah Ruhul Ma'ani dan yang lainya. Lihat


biografinya dalal Mu'jamul Mu'alifiin 12/175.


39 . Ruhul Ma'ani 3/185 al-Alusi.


30


dianugerahkan -Nya kepada keduanya itu. Maka Maha Tinggi Allah


dari apa yang mereka persekutukan". (QS al-A'raaf: 190).


Beliau menjadikan ayat ini sebagai dalil haramnya beribadah


kepada selain Allah Shubhanahu wa ta’alla 40.


Sebagaimana Syaikh Sulaiman bin Abdullah bin


Muhammad bin Abdul Wahab juga menguatkan tafsiran ini


dalam kitabnya Taisir Azizil Hamid, yang mana beliau


mengatakan, "Apabila kita perhatikan secara seksama ucapan


penulis dari awal hingga akhir dibarengi dengan tafsiran yang


dinukil dari para ulama salaf, niscaya akan menjadi jelas dan


terang bahwa hal tersebut terjadi pada nabi Adam dan istrinya


Hawa 'alaihima sallam. Dan didalam kisah tersebut sangat


banyak dijumpai dalil yang menguatkan pendapat ini.


Yang menakjubkan adanya orang yang mengingkari kisah


ini. adapun makna firman Allah ta'ala, yang artinya, "Dari apa


yang mereka persekutukan". Ini, wallahu a'lam, kembali pada


kaum musyrikin dari kalangan para pengingkar takdir, dimana


Allah ta'ala berpindah dari menyebutkan nama seseorang


kemudian melanjutkan dengan menyebut jenis orang


40 . Kitabu Tahuid ma'a Syarhi Fathul Majid 2/614.


31


tertentu, dan hal ini sangat banyak dijumpai dalam al-


Qur'an".41


Dikesempatan lain beliau juga menegaskan, "Ucapan


ulama, 'Menyekutukan dari sisi mentaati Iblis bukan dari sisi


beribadah kepadanya', maksudnya manakala keduanya


mentaati Iblis ketika memberi nama anaknya Abdul Harits,


bukan karena keduanya beribadah kepada Iblis, sehingga ini


sebagai dalil perbedaan antara syirik dalam ketaatan dan syirik


peribadatan".42


Berkata Syaikh Abdurahman bin Hasan43, "Dan


ucapannya Imam Ibnu Katsir, "Dan asal kisah ini –wallahu


a'lam- diambil dari ahli kitab". Saya katakan, "Ini sangat jauh


sekali kebenarannya".44 Dan Syaikh Muhammad Khalil Haras


mengatakan tatkala menukil ucapannya Imam Ibnu Katsir,


"Begitulah yang dikatakan oleh Ibnu Katsir…berusaha untuk


keluar dari tekstual ayat dan mengingkari hadits serta atsar


41 . Taisir Azizil Hamid hal: 565-566.


42 . Ibid.


43 . Beliau adalah Abdurahman bin Hasan bin Muhammad bin Abdul


Wahab an-Najdi al-Hanbali, seorang alim Rabbani, peneliti besar.


Meninggal pada tahun 1285 H. Lihat biografinya dalam Muqodimah


Fathul Majid dan dalam kitab al-A'laam 4/76 oleh az-Zarkali.


44 . Fathul Majid 1/616 oleh Abdurahman bin Hasan alu Syaikh.



Tulisan Terbaru

PESAN DARI KHAMAH MUS ...

PESAN DARI KHAMAH MUSLIM KEPADA ORANG KRISTEN

Keutamaan Puasa Enam ...

Keutamaan Puasa Enam Hari Syawal Shawal