MENUTUPI ANAK PEREMPUANNYA DENGAN PENUTUP TIPIS PADA WAKTU DINGIN SEKALI, KEMUDIAN MENINGGAL DUNIA
MENUTUPI ANAK PEREMPUANNYA DENGAN
PENUTUP TIPIS PADA WAKTU DINGIN SEKALI,
KEMUDIAN MENINGGAL DUNIA
Ibuku sebelum 27 tahun lalu melahirkan anak wanita. Sejak lahir
anak perempuan tersebut sakit. Tidak menyusui kecuali dengan
sulit. Selama dua bulan dia dalam kondisi seperti itu. ketika
musim dingin, setiap malam ibu menyelimuti dengan dua selimut
karena sangat dingin sekali. Diakhir malam, selimutnya tipis
(seperti sprai satu) pagi hari, anak tersebut dalam kondisi
memburuk kemudian setelah itu meninggal dunia. Sementara ibu
tidak mengetahui apakah beliau sebagai sebab akan
kematiannya? Apakah beliau diharuskan membayar tebusan
(kafaroh) puasa dua bulan berturut-turut atau apa yang
dilakukan? Tolong diberikan kami fatwa, dan semoga Allah
membalas kebaikan anda.
Alhamdulillah
Asalnya adalah bebasnya kewajiban sampai telah ada
ketetapan adanya jinayah (pidana) dan penyebab. Kalau telah
ada ketetapan bahwa anak wanita meninggal karena
kedinginan, maka ibu anda diharuskan membayar diyah dan
kaffarah (penebus). Karena lalai dan penyebab kematian anak
perempuannya. Kecuali kalau ahli waris anak perempuan
memaafkan dari diyah (tebusan) maka telah jatuh (diyah
tersebut). Telah ada di soal jawab, 52809. Penjelasan bahwa
diyah (tebusan) dalam pembunuhan secara tidak sengaja
dibebankan kepada ‘aqilah pembunuh (para laki-laki dari
asobah dan wala’ maupun keturunan). Bukan pada
3
pembunuhnya saja. Di dalamnya juga ada penjelasann siapa
saja yang termasuk ‘aqilah.
Kalau belum ada ketentuan bahwa anak wanita meninggal
karena kedinginan atau adanya keraguan pada hal itu tidak ada
kepastian, maka ibu anda tidak terkena apa-apa. Karena asalnya
adalah bebas, sementara pidana tidak ditetapkan dengan
keraguan.
Ibnu Hazm rahimahullah berkata: ”Kalau meninggal karena
prilakunya seperti menaruh selendang ke wajahnya kemudian
tidur dan tengkurap kemudian mati dalam kondisi tertutup atau
lengannya mengenai mulutnya atau susunya masuk ke
mulutnya atau menimpanya sementara dia tidak merasa, tidak
diragukan lagi bahwa dia adalah membunuh tanpa sengaja.
Maka dia harus membayar kaffarah (tebusan) dan bagi ‘aqilah
membayar diyah atau dibebankan kepada baitul mal. Kalau
meninggal bukan karena prilakunya, maka dia tidak terkena
sesuatu. Atau asalnya tidak ada diyah.
Kalau ragu apakah meninggal karena prilakunya atau prilaku
orang lain, maka tidak ada diyah hal itu, dan tidak ada kaffarah.
Karena kita yakin dari bebasnya dia dari darahnya. Kemudian
masih dalam keraguan apakah karena prilakunya atau tidak.
Sementara harta itu diharamkan kecuali dengan penuh
keyakinan. Dan kaffarah merupkan keharusan dari agama,
sementara agama tidak mewajibkan kecuali dengan nash atau
ijma’. Maka tidak dihalalkan mengharuskan untuk
membayarnya. Tidak juga berpuasa, dan tidak diharuskan
‘aqilahnya membayar diyah dengan persangkaan dusta.
Wabillahi taufiq. Selesai dari kitab ‘Al-Muhallah, 11/15. Silahkan
dilihat soal no. 128847.
Wallahu’alam.