Hukum Nazar dan Kewajiban Membayarnya
Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah
Terjemah : Muhammad Iqbal A. Gazali
Editor : Eko Haryanto Abu Ziyad
Hukum Nazar dan Kewajiban Membayarnya
Syaikh Abdullah bin Jibrin rahimahullah
Pertanyaan: Apakah hukumnya bernazar secara syara'? Apakah ada
sangsinya karena tidak membayar nazar?
Jawaban: Hukum nazar secara syara' adalah makruh, diriwayatkan
bahwa Nabi Muhammad shalallahu’alaihi wasallam melarang bernazar dan
bersabda:
Rasulullah shalallahu’alaihi wasallam bersabda: 'Sesungguhnya ia tidak datang
dengan kebaikan dan sesungguhnya dikeluarkan dengannya dari orang
bakhil."1
Penjelasan hal itu adalah bahwa sebagian orang apabila sakit, disakiti
atau merugi, dan ia bernazar jika sembuh dari sakit atau ruginya telah pergi
maka ia akan bersedekah harta atau menyembelih hewan peliharaan. Dan ia
meyakini bahwa Allah subhanahuwata’alla tidak menyembuhkannya atau
memberinya keuntungan kecuali bila ia bernazar seperti ini. Maka Nabi
Muhammad shalallahu’alaihi wasallam mengabarkan bahwa Allah
subhanahuwata’alla tidak mengubah sesuatu dengannya dari sesuatu yang
telah ditaqdirkan dan ditentukan-Nya, akan tetapi ia adalah seorang yang
bakhil yang tidak berinfak kecuali setelah melakukan nazar.
Wajib melaksanakan (membayar) nazar jika ia adalah ibadah, seperti
nazar shalat, atau puasa, atau sedekah, atau i'tikaf.
Tidak boleh melaksanakan nazar jika ia adalah maksiat, seperti nazar
untuk membunuh, minum arak, mengambil harta orang lain secara zalim dan
1 HR. Al-Bukhari 6608, 6609, Muslim 1639-1640.
semisalnya. Dan ia harus membayar kafarat sumpah, yaitu memberi makan
enam orang miskin dst...
Dan apabila nazar yang boleh, seperti makan, minum, pakaian, safar,
pembicaraan biasa dan semisalnya ia boleh memilih antara melaksanakan atau
membayar kafarat sumpah.
Apabila nazar taat kepada Allah subhanahuwata’alla disalurkan kepada
orang-orang miskin dan kaum lemah seperti memberi makan, menyembelih
kambing, dan semisalnya, maka dia harus disalurkan kepada orang-orang
miskin dan kaum lemah. Jika nazar itu merupakan amal shalih secara badan
atau harta, seperti jihad, haji dan umrah, ia wajib melaksanakannya. Jika ia
menentukan untuk sektor tertentu, maka harus diberikan khusus untuknya
seperti masjid, kitab, dan proyek-proyek sosial, dan tidak boleh disalurkan
selain yang telah ditentukan.
Syaikh Abdullah bin Jibrin –Fatawa Mar`ah hal. 148-149.