Bagaimana mengkompromikan antara hadits ‘Keluarkan (dari neraka) orang yang di dalam hatinya masih ada iman walau seberat dinar’ hingga sabdanya ‘Maka Dia menggenggam satu genggaman –atau dua genggam- manusia dari neraka yang tidak beramal sedikitpun untuk Allah.’ dengan (pemahaman tentang) kekalnya orang kafir di neraka? Alhamdulillah. Tidak ada kontradiksi antara mengeluarkan orang-orang dari neraka yang dicirikan bahwa mereka ‘Tidak melakukan kebaikan sama sekali’ dengan banyaknya ayat yang menegaskan akan kekekalan orang-orang kafir di neraka Jahanam. Karena mereka yang disebutkan dalam hadits tersebut bukan golongan orang-orang kafir. Mereka itu termasuk orang-orang mukmin yang bertauhid, akan tetapi lalai dari Allah, dan menzalimi dirinya dengan meninggalkan banyak ibadah dan ketaatan. Tidak ada yang tersisa untuk dapat masuk surga melainkan dengan syafaat. Hadits diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam kitab shahihnya (no/183) dari Abu Said Al-Khudri radhiallahu’anhu sesungguhnya Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda: حَتَّى إِذَا خَلَصَ الْمُؤْمِنُونَ مِنْ النَّارِ ، فَوَالَّذِي نَفْسِي بِيَدِهِ مَا مِنْكُمْ مِنْ أَحَدٍ بِأَشَدَّ مُنَاشَدَةً لِلَّهِ فِي اسْتِقْصَاءِ الْحَقِّ مِنْ الْمُؤْمِنِينَ لِلَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ لإِخْوَانِهِمْ الَّذِينَ فِي النَّارِ ، يَقُولُونَ : رَبَّنَا كَانُوا يَصُومُونَ مَعَنَا ، وَيُصَلُّونَ ، وَيَحُجُّونَ . فَيُقَالُ لَهُمْ : أَخْرِجُوا مَنْ عَرَفْتُمْ . فَتُحَرَّمُ صُوَرُهُمْ عَلَى النَّارِ ، فَيُخْرِجُونَ خَلْقًا كَثِيرًا قَدْ أَخَذَتْ النَّارُ إِلَى نِصْفِ سَاقَيْهِ ، وَإِلَى رُكْبَتَيْهِ ، ثُمَّ يَقُولُونَ : رَبَّنَا مَا بَقِيَ فِيهَا أَحَدٌ مِمَّنْ أَمَرْتَنَا بِهِ . فَيَقُولُ : ارْجِعُوا ، فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ دِينَارٍ مِنْ خَيْرٍ فَأَخْرِجُوهُ . فَيُخْرِجُونَ خَلْقًا كَثِيرًا ثُمَّ يَقُولُونَ : رَبَّنَا لَمْ نَذَرْ فِيهَا أَحَدًا مِمَّنْ أَمَرْتَنَا . ثُمَّ يَقُولُ : ارْجِعُوا فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ نِصْفِ دِينَارٍ مِنْ خَيْرٍ فَأَخْرِجُوهُ . فَيُخْرِجُونَ خَلْقًا كَثِيرًا ثُمَّ يَقُولُونَ : رَبَّنَا لَمْ نَذَرْ فِيهَا مِمَّنْ أَمَرْتَنَا أَحَدًا . “Ketika orang-orang mukmin selamat dari neraka, Demi jiwaku yang ada di Tangan-Nya, ada seorang di antara kalian yang paling semangat menuntut kepada Allah mendatangkan kebenaran dari kalangan orang mukmin yang masih di neraka. Mereka mengatakan, ‘Wahai Tuhan kami, mereka dahulu berpuasa, shalat dan haji bersama kami. Dikatakan kepada mereka, ‘Keluarkan orang yang anda kenal. Maka diharamkan gambar mereka dari neraka. Maka banyak sekali makhluk yang dikeluarkan dari neraka yang telah dilalap (api) neraka sampai setengah kali dan sampai ke kedua lututnya. Kemudian mereka mengatakan: “Wahai Tuhan kami, sudah tidak ada lagi orang yang telah Anda perintahkan kepada kami. (Allah) berfirman: “Kembalilah, Siapa saja yang kamu dapatkan di hatinya seberat dinar dari kebaikan, maka keluarkan dia. Maka banyak sekali makhluk yang dikeluarkan. Kemudian mereka berkata: “Wahai Tuhan kami, sudah tidak ada lagi orang yang telah Anda perintahkan. (Allah) berfirman: “Kembalilah, Siapa saja yang kamu dapatkan di hatinya seberat setengah dinar dari kebaikan, maka keluarkan dia. Maka banyak sekali makhluk yang dikeluarkan. Kemudian mereka berkata: “Wahai Tuhan kami, sudah tidak ada lagi orang yang telah Anda perintahkan. (Allah) berfirman: “Kembalilah, Siapa saja yang kamu dapatkan di hatinya seberat Dzarroh (atom) dari kebaikan, maka keluarkan dia. Maka banyak sekali makhluk yang dikeluarkan. Kemudian mereka berkata: “Wahai Tuhan kami, sudah tidak ada lagi orang yang berbuat kebaikan.” Dan Abu Said Al-Khudri mengatakan, ‘Kalau sekiranya kamu semua tidak mempercayaiku dengan hadits ini, maka kalau mau bacalah ayat ‘Sesungguhnya Allah tidak menganiaya seseorang walaupun sebesar zarrah, dan jika ada kebajikan sebesar zarrah, niscaya Allah akan melipat gandakannya dan memberikan dari sisi-Nya pahala yang besar. (QS. An-Nisaa: 40) Maka Allah Azza Wajallah berfirman, ‘Para malaikat telah memberikan syafaat, para Nabi telah memberikan syafaat, orang-orang mukmin telah memberikan syafaat. Tidak tersisa kecuali Yang Maha memberikan kasih sayang kepada orang-orang yang dikasihani. Maka (Allah) menggenggam satu genggaman dari neraka dan mengeluarkan suatu kaum yang belum pernah sama sekali melakukan kebaikan. Telah gosong kembali, maka dilemparkan ke sungai surga yang disebut ‘Sungai kehidupan (Nahrul Hayah). Maka mereka keluar bagaikan biji-bijian yang cepat tumbuhdi tanah. Mereka keluar bagaikan mutiara di leher mereka dan tanda yang penduduk ahli surga mengetahuinya. Mereka adalah yang dimerdekakan oleh Allah. Allah masukkan mereka ke dalam surga tanpa amalan yang mereka lakukan dan kebaikan yang mereka persembahkan.” Hadits ini diriwayatkan juga oleh Imam Ahmad dalam Al-Musnad, 18/394 dari jalan lain. Para ulama telah menjelaskan syafaat ini yaitu bagi orang yang mengatakan ‘Lailaha illallahu’ dan telah mewujudkan ketauhidan, akan tetapi tidak pernah melakukan amalan kebaikan sama sekali. Ibnu Hajar rahimahullah berkata, ‘Syafat lain adalah syafaat bagi orang yang mengatakan ‘Lailaha illallahu namun tidak pernah melakukan kebaikan sama sekali.’ (Fathul Bari, 11/428) Ibnu Abdul Baz rahimahullah berkata, ketika menjelaskan hadits Abu Hurairah radhiallahu’anhu terkait seseorang yang berwasiat kepada anaknya agar membakarnya dan menaburkan separuh (abu) ke daratan dan seperuh lainnya ke lautan karena takut akan siksaan Allah, dimana di dalamnya ada: “Seseorang mengatakan tidak beramal kebaikan sama sekali kecuali ketauhidan.” Ibnu Abdul Baz rahimahullah berkomentar, ‘Kata ini yakni ‘Kecuali ada ketauhidan’ kalau teks ini benar, maka sudah tidak ada masalah lagi akan keimanan orang ini. Kalau tidak benar dari sisi pengutipannya, maka benar dari sisi makna. Karena hal itu pada dasarnya menguatkan pandangan tentang sesuatu mengharuskannya. Karena tidak mungkin (Allah) mengampuni orang-orang yang meninggal dalam kondisi kekafiran. Karena Allah Azza Wajalla telah memberitahukan bahwa Dia tidak akan mengampuni orang yang menyekutukan dengan-Nya dan orang yang mati dalam kondisi kafir. Dan ini yang tidak mungkin di tolak dan tidak ada perbedaan di antara kalangan ahli kiblat. Ini menunjukkan kepada anda bahwa ungkapan dalam hadits ‘Tidak melakukan kebaikan sama sekali’ atau ‘Tidak melakukan kebaikan sama sekali tidak disiksanya’ kecuali ketauhidan itu yang menjadi kebaikan. Dan ini biasa dalam Bahasa Arab dan dibolehkan. Dikatakan semuanya sementara yang dimaksudkan adalah sebagiannya. Dalil yang menunjukkan bahwa seseorang itu beriman adalah ungkapan ketika dikatakan kepadanya, ‘Kenapa anda melakukan ini? Dia menjawab; ‘Karena takut kepada Engkau Wahai Tuhanku.' Rasa takut tidak akan ada kecuali orang beriman yang jujur. Bahkan tidak ada kecuali orang mukmin yang alim. Sebagaimana firman Allah Azza Wajalla ‘Sesungguhnya yang takut kepada Allah dari hamba-Nya yang berilmu (alim).’ Mereka mengatakan, ‘Setiap orang yang takut kepada Allah, maka sungguh dia telah mempercayai dan mengetahuinya. Dan mustahil yang ditakuti orang yang tidak mempercayai kepadanya. Ini jelas bagi orang yang memahami dan diberi ilham kedewasaan. Yang semakna dengan hadits ini adalah apa yang diberitahukan kami dari Al-Warits bin Sofyan, kami diberitahukan oleh Qasim bin Asbagh, kami diberitahukan oleh Muhammad bin Ismail, kami diberitahukan oleh Abu Sholeh, saya diberitahukan oleh Al-Laits dari Ibnu Al-‘Ajlan dari Zaid bin Aslam dari Abu Sholeh dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu dari Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam: إن رجلا لم يعمل خيرا قط وكان يداين الناس فيقول لرسوله : خذ ما يسر واترك ما عسر ، وتجاوز لعل الله يتجاوز عنا . فلما هلك قال الله : هل عملت خيرا قط ؟ قال لا ، إلا أنه كان لي غلام فكنت أداين الناس ، فإذا بعثته يتقاضى قلت له خذ ما يسر واترك ما عسر ، وتجاوز لعل الله يتجاوز عنا ، قال الله قد تجاوزت عنك “Sesungguhnya ada seseorang yang tidak melakukan kebaikan sama sekali, dan biasanya dia menghutangi orang-orang. Dia berkata kepada utusannya, ‘Ambillah apa yang mudah dan tinggalkan yang mengalami kesulitan, dan bebaskan dia semoga Allah membebaskan kita nanti. Ketika meninggal, Allah bertanya, ‘Apakah kamu melakukan kebaikan meskipun sedikit? Dia menjawab, ‘Tidak. Kecuali saya punya anak dan biasa memberi hutang kepada orang-orang. Kalau dia saya utus untuk mengambil (hutangan) saya katakan kepadanya, ‘Ambillah yang mudah dan tinggalkan (bagi yang mengalami0 kesulitan serta bebaskan dia, siapa tahu Allah akan membiarkan kita. Allah berfirman, ‘Sungguh Aku telah membebaskan anda.' Abu Umar berkata, ‘Ungkapan orang ini yang tidak melakukan kebaikan sama sekali, melainkan membebaskan dari para penghutangnya ‘Semoga Allah membebaskan kami’ dengan keimanan dan menetapkan akan ketuhanan serta balasan-Nya. Begitu juga ucapan lainnya ‘Karena takut kepada Anda Wahai Tuhanku’ keimanan kepada Allah dan mengakui akan kerububiyaan-Nya. Wallahu ‘alam. (At-Tamhid, 18/40-41.) Imam Ibnu Huzaimah rahimahullah berkata, ‘Hadits ini telah kami tulis dengan Bab ‘Penyebutan dalil bahwa semua hadits yang telah disebutkan sampai di tempat ini di syafaat Nabi sallallahu’alaihi wa sallam untuk mengeluarkan ahli tauhid dari neraka, sesungguhnya ia adalah lafadz umum tapi yang diinginkan adalah khusus. Teks ini ‘Tidak melakukan kebaikan sama sekali’ termasuk jenis kalimat yang dikatakan oleh bangsa Arab, yaitu meniadakan nama sesuatu karena kurang sempurna. Makna teks ini hakekatnya bermakna ‘tidak melakukan kebaikan sama sekali dalam kondisi sempurna.' Bukan terhadap apa yang diwajibkan dan diperintahkan kepadanya. Telah saya jelaskan makna ini di banyak tempat di kitab-kitabku.‘ (At-Tauhid, 2/732) Wallahu’alam.Pertanyaan
Teks Jawaban
ثُمَّ يَقُولُ : ارْجِعُوا فَمَنْ وَجَدْتُمْ فِي قَلْبِهِ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ مِنْ خَيْرٍ فَأَخْرِجُوهُ . فَيُخْرِجُونَ خَلْقًا كَثِيرًا ثُمَّ يَقُولُونَ : رَبَّنَا لَمْ نَذَرْ فِيهَا خَيْرًا . وَكَانَ أَبُو سَعِيدٍ الْخُدْرِيُّ يَقُولُ : إِنْ لَمْ تُصَدِّقُونِي بِهَذَا الْحَدِيثِ فَاقْرَءُوا إِنْ شِئْتُمْ : ( إِنَّ اللَّهَ لَا يَظْلِمُ مِثْقَالَ ذَرَّةٍ وَإِنْ تَكُ حَسَنَةً يُضَاعِفْهَا وَيُؤْتِ مِنْ لَدُنْهُ أَجْرًا عَظِيمًا ) فَيَقُولُ اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ : شَفَعَتْ الْمَلَائِكَةُ ، وَشَفَعَ النَّبِيُّونَ ، وَشَفَعَ الْمُؤْمِنُونَ ، وَلَمْ يَبْقَ إِلا أَرْحَمُ الرَّاحِمِينَ ، فَيَقْبِضُ قَبْضَةً مِنْ النَّارِ فَيُخْرِجُ مِنْهَا قَوْمًا لَمْ يَعْمَلُوا خَيْرًا قَطُّ ، قَدْ عَادُوا حُمَمًا ، فَيُلْقِيهِمْ فِي نَهَرٍ فِي أَفْوَاهِ الْجَنَّةِ يُقَالُ لَهُ نَهَرُ الْحَيَاةِ ، فَيَخْرُجُونَ كَمَا تَخْرُجُ الْحِبَّةُ فِي حَمِيلِ السَّيْلِ ، َيَخْرُجُونَ كَاللُّؤْلُؤِ فِي رِقَابِهِمْ الْخَوَاتِمُ يَعْرِفُهُمْ أَهْلُ الْجَنَّةِ ، هَؤُلَاءِ عُتَقَاءُ اللَّهِ الَّذِينَ أَدْخَلَهُمْ اللَّهُ الْجَنَّةَ بِغَيْرِ عَمَلٍ عَمِلُوهُ وَلا خَيْرٍ قَدَّمُوهُ (والحديث يرويه أيضا الإمام أحمد في المسند، 18/394 من طريق أخرى)