Muqodimah
Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta
salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi
wa sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.
Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi,
maka siapa saja yang ingin mendapatkan sesuatu dari warisan
kenabian maka hendaklah ia duduk bersama para ulama dan
mengambil ilmu dari mereka, dan orang yang mengambil ilmu
dari para ulama -yang menelusuri jalan ilmu agama- tentu Allah
subhanahu wa ta’ala memudahkan baginya jalan menuju surga.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ سَلَكَ طَرِيْقًا يَبْتَغِي فِيْهِ عِلْمًا
سَهَّلَ اللهُ لَهُ بِهِ طَرِيْقًا إِلَى الْجَنَّةِ » [ أخرجه أحمد وغيره ]
“Siapa yang menelusuri jalan untuk mencari ilmu
padanya, niscaya Allah subhanahu wa ta’ala memudahkan
baginya jalan menuju surga.”
Dan dalam satu riwayat:
قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: « مَنْ سَلَكَ طَرِيْقَ عِلْمٍ سَهَّلَ اللهُ لَهُ
طَرِيْقًا مِنْ طُرُقِ الْجَنَّةِ» [ أخرجه أحمد وغيره ]
4
“Siapa yang menelusuri jalan ilmu niscaya Allah
subhanahu wa ta’ala memudahkan baginya satu jalan dari jalan
jalan surga.” 1
Sesungguhnya mengambil ilmu dari para ulama
merupakan jalan ilmu, yaitu jalan yang dilakukan oleh para ulama.
Salman al-Farisi radhiyallahu ‘anhu berkata:
« لاَيَزَالُ النَّاسُ بِخَيْرٍ مَا بَقِيَ الْأَوَّلُ حَتَّى يَتَعَلَّمَ أَوْ يُعَلِّمَ اْلآخَرَ, فَإِنْ هَلَكَ
اْلأَوَّلُ قَبْلَ أَنْ يُعَلِّمَ أَوْ يَتَعَلَّمَ اْلآخَرُ هَلَكَ النَّاسُ »
‘Senantiasa manusia berada dalam kebaikan, selama
masih ada generasi pertama sehingga ia mengajar atau generasi
berikutnya belajar. Maka jika habis (wafat) generasi pertama
sebelum mengajarkan ilmu atau belajar generasi sesudahnya
niscaya binasalah manusia.’ 2
Dari Abu Darda` radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
«مَالِي أَرَي عُلَمَاءَكُمْ يَذْهَبُوْنَ وَجُهَّالُكُمْ لَايَتَعَلَّمُوْنَ، فَتَعَلَّمُوْا قَبْلَ أَنْ يُرْفَعَ
الْعِلْمُ فَإِنَّ رَفْعَ الْعِلْمِ ذِهَابُ الْعُلَمَاءِ»
‘Saya tidak ingin melihat para ulama darimu pergi
(wafat), sedangkan orang orang jahil tidak belajar, maka
belajarlah kalian sebelum diangkatnya ilmu, karena sesungguhnya
diangkatnya ilmu adalah perginya (wafatnya) para ulama.’ 3
1 HR. Ahmad 2/325, ad-Darimy 1/83, Abu Daud 3641, semuanya dari Abu
Hurairah radhiyallahu ‘anhu. At-Tirmidzy 2684, Ibnu Majah 223, al-
Bukhari tanpa sanad 1/25.
2 HR. Ad-Darimy 1/78.
5
Dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, ia berkata:
«إِنَّ أَحَدًا لاَيُوْلَدُ عَالِماً وَاْلعِلْمُ بِالتَّعَلُّمِ»
‘Sesungguhnya tidak ada seorangpun yang dilahirkan
sebagai ulama, dan ilmu diperoleh dengan belajar.’ 4
Dan ketika para salaf sudah memiliki ilmu, semangat
mereka sangat besar untuk tetap mengambil ilmu dari para ulama
(yang lebih alim).
Abdurrahman bin Mahdy rahimahullah berkata: ‘Apabila
seorang ulama (dari kalangan salaf) bertemu orang yang lebih
alim darinya, maka hari itu adalah hari keberuntungannya, ia
bertanya dan belajar darinya. Dan apabila bertemu orang yang
ingin belajar, ia mengajarkan ilmu dan tawadhu` kepadanya. Dan
bila bertemu orang yang sederajat dengannya, ia mudzakarah
bersamanya.’ 5
Maimun bin Mihran rahimahullah berkata: ‘Para ulama
adalah orang orang hilang dariku di setiap kota/negeri, dan
mereka adalah yang selalu kucari apabila belum kutemukan, dan
aku mendapat ketenangan dalam hatiku saat duduk bersama
ulama.’ 6
3 HR. Ad-Darimy 1/78.
4 Abu Khaitsamah, kitabul ilmi, hal 28.
5 HR. Ar-Ramahrumuzhi, al-Muhadditsul Fashil, hal 206.
6 Ibnu Abdil Barr, Jami’ Bayan ilmu wa Fadhlih, 1/49.
6
Para sahabat dan tabi’in selalu mendorong agar duduk
bersama para ulama dan tidak berpisah dengan mereka (selalu
belajar dari mereka).
Abu Hanifah rahimahullah berkata: ‘Duduklah bersama
orang orang besar (dalam ilmu), bertemanlah dengan para ulama,
dan bergabunglah bersama orang orang bijak.’ 7
Abu Darda` radhiyallahu ‘anhu berkata:
«مِنْ فِقْهِ الرَّجُلِ مَمْشَاهُ وَمَدْخَلُهُ وَمَخْرَجُهُ مَعَ أَهْلِ الْعِلْمِ»
‘Di antara tanda berilmu-nya seorang laki laki adalah:
berjalan, masuk, dan keluarnya bersama para ulama.’ 8
Luqmanul Hakim berkata kepada anaknya: ‘Sabarlah
terhadap orang yang berada di atasmu dalam bidang ilmu dan
terhadap orang yang di bawahmu, sesungguhnya yang bisa
menyusul para ulama hanyalah orang yang sabar dan selalu
bersama mereka serta mengambil dari ilmu mereka dalam
kesantunan.’ 9
Ibnu Majah al-Qazwiny rahimahullah berkata: ‘Yahya bin
Ma’in rahimahullah datang kepada Ahmad bin Hanbal
rahimahullah , maka tatkala ia berada di sampingnya, tiba tiba
imam asy-Syafi’i rahimahullah lewat bertunggangan baghal,
7 Ibnu Abdil Barr, Jami’ Bayan ilmu wa Fadhlih, 1/126
8 Ibnu Abdil Barr, Jami’ Bayan ilmu wa Fadhlih, 1/127
9 Ibnu Abdil Barr, Jami’ Bayan ilmu wa Fadhlih, 1/107
7
maka Ahmad melompat seraya memberi salam dan mengikutinya.
Lalu ia terlambat (balik ke tempatnya), sedangkan Yahya duduk
(menunggunya), maka tatkala ia datang, Yahya berkata: ‘Wahai
Abu Abdillah, kenapa? Ia menjawab: ‘Tinggalkanlah hal ini darimu,
jika engkau menghendaki ilmu maka jangan engkau lepaskan ekor
baghal (nama binatang).’ 10
Salafus shaleh telah memberikan contoh yang luar biasa
dalam kesungguhan menuntut ilmu dan berusaha mengambil
langsung dari para ulama. Hal itu dibuktikan dalam riwayat
mereka yang dipaparkan oleh al-Baghdady dan yang lainnya
dalam membicarakan perjalanan para ulama dalam mencari
hadits. Sungguh di antara mereka ada yang melakukan perjalanan
jauh dan tujuannya hanya ingin mendengar satu hadits dari hadits
hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan salah seorang
dari mereka tidak mengetahui seseorang yang lebih alim darinya
kecuali ia berusaha mengambil langsung darinya dan melakukan
perjalanan jauh mendatangi. Di antara para ulama sahabat ada
yang berkata: ‘Jikalau aku mengetahui seseorang yang lebih alim
dariku terhadap Kitabullah (al-Qur`an) yang bisa didatangi lewat
tunggangan unta niscaya aku mendatanginya.’ 11
10 HR. Al-Baihaqi dalam ‘Manaqib asy-Syafi’i’ 2/252 dan adz-Dzahaby
menyebutkannya dalam Siyar 10/86.
8
Sesungguhnya ilmu syar’i adalah ilmu yang diambil
dengan cara talaqqy (mendengar dari para ulama), maka tidak
bermanfaat hanya mengambil dari kitab kitab saja. Bahkan, hanya
mengambil dari kitab kitab saja merupakan salah satu bencana,
demikian pula berkumpulnya para pemuda dan penuntut ilmu
dalam berdiskusi (atas sejenisnya) tanpa mengambil dari ulama.
Asy-Syafi’i rahimahullah berkata dalam masalah ini:
‘Siapa mempelajari fiqih dari kitab kitab niscaya ia menyia nyiakan
hukum hukum.’ 12
Sebagian salaf berkata: ‘Di antara musibah terbesar
adalah berguru kepada lembaran kertas (buku/kitab).’ 13
Maksudnya: mengambil dan belajar dari lembaran lembaran
kertas.
Ditanyakan kepada Abu Hanifah rahimahullah : Di dalam
masjid ada kumpulan orang yang berdiskusi dalam masalah fiqih.
Ia berkata: ‘Apakah mereka mempunyai guru? Mereka menjawab:
Tidak. Ia berkata: Mereka tidak bisa faham untuk selamanya.’ 14
11 Dia adalah Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu. Atsar ini
diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam shahihnya 6/102.
12 Lihat: Ibnu Jama’ah dalam ‘Tadzkiratus Sami’, hal 87.
13 Lihat: Ibnu Jama’ah dalam ‘Tadzkiratus Sami’, hal 87.
14 Ibnu Abdil Barr, Jami’ Bayan Ilmi wa Fadhlih, 1/139.
9
Sesungguhnya yang terpenting adalah bahwa manusia
memahami bahwa mereka harus mendatangi para ulama, bukan
ulama yang berdiri di hadapan manusia dan berkata: ‘Saya
seorang ulama, oleh karena itu ikutilah saya.’ Seharusnya,
masyarakatlah yang berkewajiban bila melihat seorang ulama
agar mengedepankan mereka dan mengambil ilmu darinya,
karena termasuk kebiasaan para ulama Islam sepanjang sejarah
sikap saling menolak memberi fatwa dan tidak ingin terkemuka.
Mereka tidak suka mengangkat bendera di atas kepala mereka,
tidak meminta masyarakat agar mengikuti mereka, mereka hanya
meminta agar semua orang mengikuti sunnah pemimpin para
rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. 15
Ibnu Abi Laila rahimahullah berkata: ‘Saya pernah
bertemu 120 orang kaum Anshar dari generasi sahabat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, salah seorang dari mereka ditanya
tentang satu masalah, maka ia menyerahkannya kepada yang ini
(orang lain), dan ini kepada ini (orang lain) hingga kembali kepada
yang pertama.’ Dan dalam satu riwayat: ‘Tidak ada seorang pun
dari mereka yng menyampaikan satu hadits atau ditanya tentang
hal itu, kecuali ia ingin agar yang lain yang melakukannya, dan
15 Lihat: Nashir bin Abdul Karim al-Aql, Ulama adalah para da’i hal. 12.
10
tidak memberi fatwa tentang sesuatu kecuali ia ingin agar
saudaranya yang memberi fatwa.’ 16
Dan ketika dikatakan kepada ‘Alqamah rahimahullah
ketika Abdullah wafat: ‘Andaikan engkau mau duduk untuk
mengajar.’ Ia menjawab: ‘Apakah kalian ingin agar kakiku
diinjak.’ 17
Dari A’masy rahimahullah, ia berkata: ‘Kami berusaha
membujuk Ibrahim agar ia mau duduk di tiang (untuk mengajar),
namun ia menolak.’ 18
Bahwa termasuk sifat ulama salaf dan pengikut mereka
adalah sedikit bicara, jika engkau melihat seorang ulama duduk di
satu majelis dan ia tidak berbicara, maka tunggulah
pembicaraannya niscaya engkau beruntung, dan janganlah
engkau jadikan ucapan bagi orang orang bodoh dan sejenis
mereka, maka mereka sesat dan menyesatkan.
Al-Hasan al-Bashry rahimahullah berkata:
‘Sesungguhnya seorang laki laki duduk bersama orang banyak,
mereka menganggapnya bodoh, padahal ia tidak bodoh,
sesungguhnya ia adalah seorang muslim yang faqih.’ 19
16 Diriwayatkan oleh ibnu Khaitsamah dalam ‘Kitabul ilmi’ hal 21, ad-
Darimy 1/49 no. 137.
17 HR. Ad-Darimy 1/109.
18 HR. Ad-Darimy 1/108.
11
Dengan semua ini, jelas sekali bahwa manusia harus
mendatangi ulama, mengedepankan mereka, mendengarkan dan
mengambil ilmu dari mereka. Yang penting di sini adalah
menjelaskan kewajiban bersungguh sungguh mengambil ilmu dari
sumber yang dipercaya dalam agama dan ilmunya ‘Sesungguhnya
ilmu ini adalah agama maka perhatikanlah dari mana engkau
mengambil agamamu.’ 20