
Saya Memeluk Islam sebagai Agama Tanpa Kehilangan Iman kepada Yesus Kristus, damai atasnya, atau kepada Nabi mana pun dari Tuhan Yang Maha Esa
“Katakanlah (wahai Nabi): ‘Wahai Ahli Kitab! Marilah kita menuju kepada suatu kalimat yang sama antara kami dan kalian: bahwa kita tidak menyembah selain Allah dan tidak mempersekutukan-Nya dengan sesuatu apa pun…’”
(QS. Ali Imran: 64)
Disusun oleh:
Muhammad Al-Sayed Muhammad
(Dikutip dari buku: Mengapa Percaya kepada Nabi Islam, Muhammad (S.A.W)?)
[Why Believe in the Prophet of Islam, Muhammad (peace be upon him)?]
Berdasarkan judul yang sedang kita bahas [Saya Memeluk Islam sebagai Agama Tanpa Kehilangan Iman kepada Yesus Kristus, damai atasnya, atau kepada Nabi mana pun dari Tuhan Yang Maha Esa], maka pertanyaannya adalah:
Mengapa Islam merupakan suatu keuntungan dan kemenangan?
Dan bagaimana saya tidak kehilangan iman kepada Yesus Kristus (damai atasnya) atau kepada nabi mana pun?
Pertama dan terutama, sangat penting untuk membebaskan diri dari hawa nafsu dan prasangka pribadi agar dapat mendekati persoalan ini dengan akal sehat dan pemikiran yang logis, serta mengikuti apa yang disepakati oleh akal-akal yang lurus, dengan memanfaatkan karunia berpikir yang telah Allah (Tuhan) anugerahkan secara khusus kepada manusia—terutama dalam hal keimanan kepada Tuhan, Sang Pencipta Yang Maha Tinggi dan Maha Agung, dan terhadap keyakinan yang kelak akan dimintai pertanggungjawaban oleh Tuhan kepada setiap individu.
Ini menuntut kemampuan untuk membedakan antara kebenaran dan kebatilan, serta memilih dengan benar berdasarkan fitrah manusia untuk mencari keyakinan terbaik yang layak bagi keagungan Tuhan.
Seseorang akan merasakan bahwa Islam adalah sebuah keuntungan dan anugerah, serta akan menyadarinya ketika ia menyaksikan bukti-bukti kebenarannya dan dalil-dalil yang membenarkan risalah Nabi Muhammad (S.A.W) yang datang membawa seruan kepada agama ini. Maka ia akan memuji Allah atas petunjuk-Nya kepadanya menuju nikmat Islam sebagai agama, setelah Allah memberinya kemampuan untuk mengenali kebenaran agama ini dan kebenaran risalah Nabi-Nya.
Secara ringkas, di antara bukti dan dalil tersebut adalah sebagai berikut:
Pertama: Nabi Muhammad (S.A.W) telah dikenal oleh kaumnya sejak masa kecil dengan akhlaknya yang agung. Sifat-sifat ini dengan jelas menunjukkan hikmah Allah dalam memilih beliau sebagai nabi. Di antara sifat-sifat utama beliau adalah kejujuran dan amanah (dapat dipercaya). Tidak masuk akal bahwa seseorang yang dikenal karena sifat-sifat ini—hingga dijuluki dengan gelar-gelar yang mencerminkannya—akan meninggalkan kejujuran dan berbohong kepada kaumnya, apalagi berdusta atas nama Allah dengan mengaku sebagai nabi dan rasul.
Kedua: Seruan beliau (S.A.W) sejalan dengan fitrah yang murni dan akal yang sehat. Hal ini mencakup:
👉 Seruan untuk beriman kepada keberadaan Tuhan, keesaan-Nya dalam ketuhanan, keagungan-Nya, dan keluasan kekuasaan-Nya.
👉 Tidak mengarahkan doa dan ibadah kepada siapa pun selain-Nya (baik kepada manusia, batu, hewan, pohon, dan sebagainya).
👉 Tidak takut atau berharap kepada siapa pun selain-Nya.
Karena ketika seseorang merenung dan bertanya: “Siapa yang menciptakanku dan menciptakan semua makhluk ini?” Maka jawaban logisnya adalah bahwa yang menciptakan dan menerbitkan semua makhluk ini pastilah Tuhan yang Mahakuasa dan Mahaagung, yang memiliki sifat mampu menciptakan dan mengadakan sesuatu dari ketiadaan—karena tidak logis jika sesuatu yang tidak ada dapat menciptakan sesuatu.
Dan jika ia bertanya lagi: “Siapa yang menciptakan Tuhan itu?” Lalu dijawab: “Tentunya ada tuhan lain yang lebih kuat dan lebih agung.” Maka orang itu akan terpaksa terus mengulang pertanyaan yang sama tanpa akhir. Oleh karena itu, jawaban logisnya adalah: tidak ada pencipta bagi Tuhan Sang Pencipta, karena Dia memiliki kekuasaan mutlak untuk menciptakan dan mengadakan segala sesuatu dari ketiadaan, dan hanya Dia yang memiliki kemampuan ini. Maka Dialah Tuhan yang benar, Yang Maha Esa, Tunggal, dan satu-satunya yang layak disembah.
Selain itu, tidak pantas bagi Tuhan (Allah) untuk bersemayam dalam diri manusia yang diciptakan, yang tidur, buang air kecil, dan buang air besar. Demikian pula halnya dengan hewan (seperti sapi dan lainnya), terlebih karena semua itu pada akhirnya akan mati dan berubah menjadi bangkai yang busuk.
📚 Silakan merujuk pada buku: “Dialog Tenang antara Seorang Hindu dan Seorang Muslim”.
“A Quiet Dialogue between a Hindu and a Muslim”.
👉 Seruan untuk tidak menggambarkan Tuhan dalam bentuk patung atau rupa apa pun, karena Dia jauh lebih agung daripada gambaran apa pun yang dapat dibayangkan atau diciptakan oleh manusia berdasarkan hawa nafsu mereka.
📚 Silakan merujuk pada buku: “Dialog Damai antara Seorang Buddhis dan Seorang Muslim”.
“A Peaceful Dialogue Between a Buddhist and a Muslim”.
👉 Seruan untuk menyucikan Tuhan dari kebutuhan untuk memiliki keturunan, karena Dia adalah Tuhan Yang Maha Esa, yang tidak dilahirkan dan tidak melahirkan. Maka Dia tidak memerlukan siapa pun sebagai anak. Jika Dia melahirkan seorang anak, apa yang akan menghalangi-Nya untuk memiliki dua, tiga, atau lebih anak? Bukankah hal itu akan menyebabkan penyandaran ketuhanan kepada mereka? Ini akan mengarah pada penyembahan dan pengabdian kepada banyak tuhan.
👉 Seruan untuk menyucikan Tuhan dari sifat-sifat tercela yang disandarkan kepada-Nya dalam keyakinan-keyakinan lain, di antaranya:
• Penggambaran Tuhan dalam Yudaisme dan Kristen sebagai menyesal dan merasa kecewa telah menciptakan manusia, sebagaimana disebutkan dalam Kejadian 6:6. [Perlu dicatat bahwa Alkitab Kristen mencakup kitab-kitab Yahudi sebagai bagian pertamanya, yang dikenal sebagai Perjanjian Lama]. Penyesalan dan rasa kecewa atas suatu tindakan hanya muncul karena kesalahan akibat tidak mengetahui akibatnya.
• Penggambaran Tuhan dalam Yudaisme dan Kristen sebagai beristirahat setelah menciptakan langit dan bumi, sebagaimana disebutkan dalam Keluaran 31:17, dan “memulihkan kekuatan-Nya” (menurut terjemahan bahasa Inggris). Istirahat dan pemulihan kekuatan hanya terjadi karena kelelahan dan kerja keras.
📚 Lihatlah buku: “Perbandingan antara Islam, Kristen, Yahudi, dan Pilihan di antara Ketiganya.”
“A Comparison Between Islam, Christianity, Judaism, and The Choice Between Them”
👉 Seruan untuk menyucikan Tuhan dari sifat rasisme, dan bahwa Dia bukan — sebagaimana klaim Yudaisme — tuhan bagi kelompok atau individu tertentu saja. Sebagaimana manusia diciptakan oleh Tuhan dengan fitrah untuk membenci dan menolak rasisme, maka tidaklah pantas jika sifat tersebut disandarkan kepada Tuhan yang telah menanamkan fitrah suci itu dalam diri mereka.
👉 Seruan untuk meyakini kebesaran, kesempurnaan, dan keindahan sifat-sifat Tuhan, yang mencakup kekuasaan-Nya yang tak terbatas, hikmah-Nya yang sempurna, dan ilmu-Nya yang meliputi segala sesuatu.
👉 Seruan untuk beriman kepada kitab-kitab suci, para nabi, dan para malaikat. Hal ini dianalogikan dengan mesin dan manusia. Sebagaimana sebuah mesin yang kompleks memerlukan buku petunjuk dari penciptanya agar dapat berfungsi dengan baik dan tidak rusak (dan ini juga menunjukkan adanya pencipta), maka manusia — yang jauh lebih kompleks dari mesin — juga memerlukan petunjuk dan panduan hidup yang dijelaskan melalui kitab suci. Kitab tersebut diwahyukan oleh Tuhan melalui para nabi yang dipilih-Nya, dan disampaikan oleh malaikat yang diberi tugas menyampaikan wahyu berupa hukum dan petunjuk hidup.
👉 Seruan untuk meninggikan martabat para nabi dan rasul Allah serta menyucikan mereka dari perilaku-perilaku tercela yang dinisbatkan kepada mereka dalam keyakinan-keyakinan lain — yang bahkan tidak layak disematkan pada orang biasa yang berakhlak mulia, apalagi pada seorang nabi. Contohnya:
• Tuduhan Yudaisme dan Kristen terhadap Nabi Harun bahwa ia menyembah patung anak lembu, bahkan membangunkan kuil untuknya dan memerintahkan Bani Israil untuk menyembahnya, sebagaimana disebutkan dalam Keluaran 32.
• Tuduhan mereka terhadap Nabi Luth bahwa ia meminum minuman keras lalu menghamili kedua putrinya, dan mereka melahirkan anak-anak untuknya. (Kejadian 19).
Mengkritik orang-orang yang telah dipilih oleh Allah Yang Mahakuasa sebagai utusan-Nya antara Dia dan makhluk-Nya untuk menyampaikan risalah-Nya adalah sama saja dengan mengkritik pilihan Allah, serta menuduh-Nya tidak mengetahui hal yang gaib dan tidak memiliki hikmah, karena buruknya pemilihan terhadap para nabi dan rasul yang seharusnya menjadi pelita petunjuk bagi seluruh manusia.
Muncullah pertanyaan: Jika para nabi dan rasul saja tidak luput dari tuduhan melakukan perbuatan keji sebagaimana yang disandarkan kepada mereka, maka apakah para pengikut mereka akan selamat dari perbuatan tersebut? Ini bisa menjadi alasan dan pembenaran bagi tersebarnya kemaksiatan dan penyimpangan.
👉 Seruan untuk beriman kepada Hari Kiamat, yaitu hari ketika seluruh makhluk dibangkitkan kembali setelah kematian mereka, lalu mereka akan dihisab. Barang siapa beriman dan berbuat baik akan mendapatkan pahala besar berupa kehidupan abadi yang penuh kenikmatan. Dan barang siapa kafir dan berbuat jahat akan mendapatkan siksaan pedih berupa kehidupan yang penuh kesengsaraan.
👉 Seruan kepada syariat yang lurus dan ajaran yang luhur, serta pelurusan terhadap penyimpangan keyakinan dalam agama-agama sebelumnya. Contohnya adalah:
- Wanita: Dalam ajaran Yahudi dan Kristen, Hawa (istri Nabi Adam, damai atasnya) dituduh sebagai penyebab ketidaktaatan Adam karena ia menggoda suaminya untuk makan dari pohon yang terlarang oleh Tuhannya, sebagaimana disebutkan dalam (Kejadian 3:12). Bahkan Tuhan dianggap menghukumnya dengan rasa sakit saat mengandung dan melahirkan, serta hukuman itu juga diwariskan kepada keturunannya, sebagaimana dalam (Kejadian 3:16).
Sementara itu, Al-Qur’an menegaskan bahwa ketidaktaatan Adam terjadi karena bujukan setan, bukan karena istrinya Hawa, sebagaimana dalam [Surah Al-A’raf: 19–22] dan [Surah Thaha: 120–122]. Dengan ini, Al-Qur’an membersihkan perempuan dari tuduhan dan penghinaan yang diwariskan agama-agama sebelumnya.
Islam datang dengan seruan untuk memuliakan perempuan di setiap tahap kehidupannya.
Contohnya adalah sabda Nabi Muhammad (S.A.W): “Perlakukanlah perempuan dengan baik” [HR. Bukhari], dan sabdanya: “Barang siapa memiliki anak perempuan, lalu ia tidak menguburnya hidup-hidup, tidak menghinanya, dan tidak lebih mengutamakan anak laki-lakinya daripada dia, maka Allah akan memasukkannya ke dalam Surga karena anak perempuan itu” [HR. Ahmad].
- Perang: Dalam ajaran Yahudi dan Kristen disebutkan banyak kisah perang yang menganjurkan pembunuhan dan penghancuran total, termasuk terhadap anak-anak, perempuan, orang tua, dan laki-laki, sebagaimana dalam (Yosua 6:21) dan lainnya. Hal ini menjelaskan dahaga pembunuhan dan sikap acuh terhadap pembantaian serta genosida yang terjadi pada masa kini (seperti yang terjadi di Palestina).
Sementara itu, Islam menunjukkan toleransinya dalam peperangan dengan melarang pengkhianatan, dan larangan membunuh anak kecil, perempuan, orang tua, serta mereka yang tidak ikut berperang.
Contohnya adalah sabda Nabi Muhammad (S.A.W): “Janganlah kalian membunuh bayi, anak kecil, perempuan, ataupun orang tua” [HR. Al-Baihaqi]. Beliau juga menganjurkan untuk memperlakukan tawanan perang dengan baik dan melarang menyakiti mereka, meskipun mereka sebelumnya memerangi kaum Muslimin.
📚 Silakan merujuk pada buku: “Ajaran Islam dan Solusinya terhadap Masalah Masa Lalu dan Kini”.
“Islam's Teachings and How They Solve Past and Current Problems”.
Ketiga: Mukjizat dan peristiwa luar biasa yang dilakukan Allah melalui Nabi Muhammad ﷺ sebagai bukti dukungan Allah kepadanya. Hal ini terbagi menjadi:
• Mukjizat nyata (fisik), seperti keluarnya air dari jari-jarinya (S.A.W), yang memainkan peran penting dalam menyelamatkan kaum mukmin dari kebinasaan karena kehausan dalam beberapa peristiwa.
• Mukjizat non-fisik (gaib), seperti:
o Doa beliau yang dikabulkan, seperti doanya meminta hujan.
o Nabi Muhammad (S.A.W) meramalkan banyak hal gaib di masa depan, seperti penaklukan Mesir, Konstantinopel, dan Yerusalem, serta perluasan wilayah kaum Muslimin. Beliau juga meramalkan penaklukan kota Asqalan di Palestina dan penyatuannya dengan Gaza (dulu dikenal sebagai Gaza Asqalan), sebagaimana sabdanya: "Jihad terbaik kalian adalah menjaga perbatasan, dan yang terbaik darinya adalah di Asqalan.” [Silsilah Shahihah oleh Al-Albani]. Sabda ini menunjukkan bahwa tempat tersebut kelak akan menjadi medan jihad besar yang memerlukan kesabaran dan keteguhan para pejuang mulia dalam membela agama Allah. Semua yang beliau ramalkan telah terbukti kebenarannya.
o Nabi Muhammad (S.A.W)juga menyampaikan banyak informasi ilmiah yang gaib lebih dari 1400 tahun lalu, lalu ilmu pengetahuan modern membuktikan kebenaran dan ketepatan sabda beliau. Contohnya sabdanya: "Jika telah berlalu 42 malam atas nuthfah (air mani), maka Allah mengutus malaikat yang membentuknya dan menciptakan pendengarannya, penglihatannya, kulitnya, dagingnya, dan tulangnya..." [HR Muslim].
Ilmu modern menemukan bahwa pada awal minggu ketujuh, tepatnya mulai hari ke-43 dari proses pembuahan, kerangka tulang mulai terbentuk dan bentuk manusia mulai tampak, membenarkan sabda beliau (S.A.W).
• Mukjizat Al-Qur’an (yang merupakan mukjizat terbesar dan akan tetap ada hingga Hari Kiamat), dengan gaya bahasanya yang unik, di mana bangsa Arab yang fasih sekalipun tidak mampu membuat satu surat pun yang sebanding dengan surat terpendek dalam Al-Qur’an.
Al-Qur’an juga menyebutkan banyak hal gaib, yang menjadi sebab masuk Islamnya banyak ilmuwan dari berbagai bidang, [Di antara mereka yang secara terbuka menyatakan kekaguman mendalam terhadap fakta-fakta astronomi dalam Al-Qur’an adalah Prof. Yoshihide Kozai, Direktur Observatorium Tokyo di Jepang]. Contohnya, isyarat bahwa Allah akan terus memperluas alam semesta, sebagaimana firman-Nya: “Dan langit itu Kami bangun dengan kekuasaan (Kami), dan sesungguhnya Kami benar-benar meluaskannya.” [Adz-Dzariyat: 47]. Fakta ini baru ditemukan secara ilmiah di era modern. Betapa tepatnya kata-kata Al-Qur’an dan seruannya kepada ilmu serta perenungan!
o Wahyu pertama yang Allah turunkan dalam Al-Qur’an adalah firman-Nya: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan.” [Al-‘Alaq: 1]. Membaca adalah jalan menuju ilmu dan pemahaman, yang dengannya umat manusia akan maju dalam seluruh bidang kehidupan.
📚 Silakan merujuk ke buku: “Islam dan Penemuan Ilmu Modern sebagai Bukti Kenabian Muhammad (S.A.W).”
“Islam and the Discoveries of Modern Science as the evidence and proofs of the prophethood and messengership of Muhammad (peace be upon him)”.
• Catatan logis: Semua yang disebutkan di atas adalah tolok ukur adil yang bisa dipahami oleh seluruh akal manusia dengan berbagai tingkatannya untuk mengenali kebenaran kenabian seorang rasul dan kebenaran dakwahnya. Jika seorang Yahudi atau Nasrani ditanya: “Mengapa kamu percaya pada kenabian seorang nabi padahal kamu tidak menyaksikan mukjizatnya secara langsung?” Maka jawabannya adalah: “Karena kesaksian berantai dari para perawi tentang mukjizat-mukjizat itu.”
o Maka jawaban ini secara logis akan membawa kepada keimanan kepada Nabi Muhammad (S.A.W), karena kesaksian berantai tentang mukjizat beliau lebih banyak daripada nabi-nabi lainnya.
Selain hal-hal di atas, melalui sirah beliau yang telah dijaga oleh Allah, kebenaran dakwahnya menjadi nyata:
1. Semangatnya yang terus-menerus dalam mengamalkan apa yang beliau serukan, termasuk petunjuk dalam ibadah, ajaran yang luhur, dan akhlak yang mulia, serta ketakwaan dan kezuhudannya terhadap dunia yang fana ini.
2. Nabi Muhammad (S.A.W) menolak tawaran penduduk Mekah berupa kekayaan, kerajaan, kehormatan, dan pernikahan dengan wanita-wanita bangsawan mereka sebagai imbalan untuk meninggalkan dakwahnya (yaitu dakwah kepada tauhid, ibadah murni kepada Allah, meninggalkan penyembahan berhala, amar ma’ruf dan nahi mungkar), meskipun beliau harus menghadapi penderitaan yang berat berupa gangguan, permusuhan, penganiayaan, hingga peperangan dari kaumnya karena dakwahnya tersebut.
3. Kesungguhannya dalam mengajarkan kepada para sahabat dan umatnya agar tidak berlebih-lebihan dalam memuji beliau. Beliau bersabda: “Janganlah kalian berlebihan dalam memujiku sebagaimana orang-orang Nasrani berlebihan dalam memuji putra Maryam. Aku hanyalah seorang hamba, maka katakanlah: ‘Hamba Allah dan Rasul-Nya’.” [HR. Bukhari].
4. Perlindungan Allah kepadanya hingga beliau menyampaikan risalah dan Allah meridhainya dengan tegaknya negara Islam.
Bukankah semua ini merupakan bukti yang cukup bahwa beliau (S.A.W) benar dalam pengakuannya dan bahwa beliau adalah seorang rasul dari Allah?
• Perlu dicatat bahwa frasa “dan ia datang bersama sepuluh ribu orang suci” dalam Ulangan (33:2) telah dihapus dalam teks Arab setelah frasa [dan ia bersinar dari Gunung Paran], padahal frasa ini menyerupai nubuat tentang Nabi Muhammad (S.A.W) dengan munculnya cahaya matahari dan sinarnya yang menyinari cakrawala. Disebutkan dalam Kejadian (21:21): “Dan dia - Ismail - tinggal di padang gurun Paran”, dan telah diketahui secara mutawatir bahwa Ismail (A.S) tinggal di tanah Hijaz. Oleh karena itu, pegunungan Paran adalah pegunungan Hijaz di Mekah, yang berarti secara eksplisit merujuk kepada Nabi Muhammad (S.A.W) ketika beliau datang menaklukkan Mekah tanpa pertumpahan darah dan memaafkan penduduknya, bersama sepuluh ribu sahabat. Bagian yang dihapus ini [dan ia datang bersama sepuluh ribu orang suci] masih terdapat dalam versi King James, American Standard Version, dan Amplified Bible.
• Juga, dalam nyanyian ziarah dalam (Mazmur 84:6), kata (Baka) telah diganti dalam teks Arab sehingga tidak secara eksplisit merujuk kepada ibadah haji ke Ka’bah di (Mekah), tanah kelahiran Nabi Muhammad, karena (Mekah) juga disebut (Baka). Disebutkan dalam Al-Qur’an sebagai (Bakkah) dalam [Ali ‘Imran: 96], dan teks ini masih dikonfirmasi dalam versi King James dan lainnya [valley of Baka], di mana huruf pertama dari kata [Baka] ditulis dengan huruf kapital untuk menunjukkan bahwa itu adalah nama diri, dan nama diri tidak diterjemahkan.
📚 Silakan merujuk pada buku: “Muhammad (S.A.W) Benar-benar Nabi Allah”.
“Muhammad (Peace be upon him) Truly Is the Prophet of Allah”.
Keseimbangan dan Universalitas Islam: Islam adalah agama perdamaian yang merangkul semua orang, mengakui hak-hak mereka, dan menyeru kepada keimanan kepada semua nabi Allah.
- Islam datang dengan keseimbangan dalam segala hal, terutama dalam perkara akidah, dan membahas isu paling penting dalam agama Kristen, yaitu isu tentang al-Masih (A.S). Islam menyeru kepada:
• Keimanan terhadap kenabian Isa Al-Masih (A.S), mukjizat kelahirannya, dan mukjizat berbicaranya dalam buaian sebagai tanda dari Allah untuk membebaskan ibunya dari tuduhan keji yang diarahkan oleh Yahudi, memuliakannya, serta sebagai bukti kenabiannya dan risalahnya di kemudian hari.
Dari sisi akal: Ini adalah pernyataan yang logis dan seimbang, tanpa sikap abai sebagaimana dilakukan oleh Yahudi yang mengingkari risalah Isa (A.S), memfitnahnya, menisbahkan kelahirannya pada zina, serta mencela ibunya dengan tuduhan keji; dan tanpa sikap berlebihan sebagaimana dilakukan oleh Kristen yang mengangkatnya menjadi Tuhan.
– Yang menjelaskan hal ini dari sudut pandang logis:
Sebagaimana fitrah murni dan akal sehat tidak bisa menerima ajakan untuk menyatukan kodrat manusia dengan kodrat hewan—seperti pernikahan antara manusia dan sapi atau hewan lainnya—untuk menghasilkan makhluk yang menggabungkan dua kodrat tersebut (misalnya makhluk yang setengah manusia dan setengah sapi), karena ini adalah penghinaan dan merendahkan martabat manusia, meskipun keduanya sama-sama makhluk ciptaan, demikian pula fitrah yang lurus dan akal sehat tidak bisa menerima ajakan untuk menyatukan kodrat ketuhanan dengan kodrat manusia guna menghasilkan sesuatu yang menggabungkan antara sifat ketuhanan dan sifat manusia. Ini adalah bentuk pelecehan dan penghinaan terhadap Tuhan, karena ada perbedaan besar antara Tuhan dan manusia—terutama jika makhluk tersebut dilahirkan melalui alat kelamin wanita, serta jika keyakinan itu mencakup penyaliban, pembunuhan, dan penguburan setelah mengalami penghinaan dan pelecehan (seperti diludahi, ditampar, dilucuti pakaiannya, dll). Keyakinan yang mengandung penghinaan seperti itu jelas tidak layak bagi Tuhan Yang Maha Agung.
Diketahui bahwa Al-Masih (Isa ‘alaihis salam) makan dan membutuhkan buang air. Ini adalah sifat-sifat yang tidak layak disandarkan kepada Tuhan, apalagi dikatakan bahwa Tuhan menjelma dalam sosok manusia yang tidur, kencing, buang air besar, dan dalam perutnya membawa kotoran najis dan busuk.
Sebagaimana wadah kecil dan terbatas tidak mungkin menampung air laut, maka tidak bisa diterima akal bahwa Tuhan berada dalam rahim makhluk lemah.
Sebagaimana tidak masuk akal bahwa seseorang menanggung dosa orang lain, sekalipun itu ayah atau ibunya, dan hal ini ditegaskan dalam Alkitab sendiri: "Orang tua tidak boleh dihukum mati karena anak-anak mereka, begitu pula anak-anak tidak boleh dihukum mati karena orang tua mereka; setiap orang akan mati karena dosanya sendiri" (Ulangan 24:16). Dan juga dalam (Yehezkiel 18:20): "Orang yang berdosa, dialah yang harus mati. Anak tidak akan menanggung kesalahan ayahnya, begitu pula ayah tidak akan menanggung kesalahan anaknya. Kebenaran orang benar akan menjadi miliknya sendiri, dan kefasikan orang fasik akan ditanggung oleh dirinya sendiri." Maka tidak masuk akal bahwa keturunan Adam menanggung dosa yang tidak mereka lakukan hanya karena pelanggaran Adam. Oleh karena itu, ide dosa warisan ditolak berdasarkan teks Alkitab sendiri, dan dengan demikian konsep penebusan menjadi cacat karena bertentangan dengan logika.
Seandainya pengampunan Allah atas pelanggaran Adam (yang hanya berupa memakan buah dari pohon terlarang) memerlukan penyaliban dan pembunuhan, maka mengapa tidak Adam sendiri yang disalib dan dibunuh sebagai pelaku dosa, bukan Al-Masih—yang adalah seorang nabi, guru yang saleh, dan anak yang berbakti pada ibunya? Bahkan lebih aneh lagi, mengapa harus Tuhan yang disalib dan dibunuh, yang katanya menjelma dalam sosok manusia?
Lalu bagaimana dengan dosa-dosa besar dan pelanggaran yang dilakukan oleh umat manusia setelah Adam? Apakah itu juga membutuhkan penyaliban dan pembunuhan Tuhan dalam wujud manusia yang baru? Jika demikian, maka manusia membutuhkan ribuan Al-Masih untuk menjalankan peran penebusan yang diklaim tersebut!
Mengapa Allah tidak mengampuni pelanggaran Adam (selama dia bertobat dan menyesal) seperti dosa-dosa lainnya? Apakah Allah tidak mampu mengampuni? Tentu saja Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.
Jika klaim ketuhanan Al-Masih didasarkan pada kelahirannya tanpa ayah, lalu bagaimana dengan Adam yang diciptakan tanpa ayah dan ibu?
Jika klaim ketuhanan Al-Masih didasarkan pada mukjizat-mukjizatnya, lalu bagaimana dengan Nabi Muhammad ﷺ dan para nabi lainnya yang juga memiliki banyak mukjizat? Apakah mereka juga dianggap sebagai Tuhan? Tentu tidak!
Ada juga penjelasan logis yang penting:
Karena sifat Al-Masih (Yesus), yang oleh agama Kristen diklaim sebagai penebus ilahi, pasti hanya ada dua kemungkinan: fana atau kekal. Maka kesimpulannya jelas:
1. Jika sifat Kristus adalah fana: Maka ia bukan Tuhan, sehingga klaim bahwa ia adalah Tuhan sekaligus penebus menjadi tidak sah.
2. Jika sifat Kristus adalah kekal karena ia adalah Tuhan: Maka berarti ia tidak mati, dan dengan demikian tidak terjadi penebusan.
Apa yang telah kami jelaskan secara logis tentang batalnya keyakinan akan penyatuan sifat ketuhanan dan sifat kemanusiaan dalam satu wujud makhluk yang menggabungkan keduanya—seperti yang diklaim dalam kasus Kristus—juga berlaku atas klaim-klaim serupa yang muncul dalam masyarakat lain pada waktu yang berbeda, seperti Krishna di India, Buddha di masyarakat Asia Timur, dan Horus di kalangan bangsa Mesir kuno, yang kisahnya bahkan lebih tua dari kisah Kristus.
Dengan demikian, menjadi jelas bahwa keyakinan ini tidak lebih dari konsep yang diambil dari kepercayaan bangsa-bangsa kuno, yang ditampilkan dalam berbagai bentuk kisah, mitos, dan legenda, tanpa dasar yang benar dalam wahyu ilahi maupun bukti rasional.
• Penjelasan:
o Agama Kristen mengklaim keilahian Kristus (‘Isa - ‘alaihis salam), padahal beliau tidak pernah menyatakan hal tersebut secara jelas satu kalipun dalam Injil, seperti dengan berkata: “Aku adalah Tuhan” atau “Sembahlah aku”. Ia juga tidak pernah mengajarkan hal itu kepada para muridnya.
o Sebaliknya, dalam (Matius 21:11) disebutkan secara jelas bahwa Kristus adalah seorang nabi, sebagaimana bunyinya:
“Orang banyak itu menjawab: Inilah Yesus, nabi dari Nazaret di Galilea.”
o Bahkan, Kristus (‘alaihis salam) mengajarkan para muridnya untuk shalat dengan sujud menundukkan wajah ke tanah, sebagaimana disebutkan dalam (Matius 26:39).
Kepada siapa ia bersujud? Bukankah itu kepada Tuhannya?!
Inilah bentuk shalat dalam Islam.
o Kristus juga mengajarkan para muridnya untuk memberi salam dengan ucapan damai, seperti dalam (Yohanes 20:21 dan 20:26), yang merupakan salam khas Islam, yaitu: “Assalamu’alaikum”, dan jawabannya: “Wa’alaikumussalam”.
Banyak orang yang setelah masuk Islam mengatakan:
“Kami sekarang menjadi Kristen yang lebih baik daripada sebelumnya, karena kami mengikuti ajaran Kristus yang sejati.”
• Kami tegaskan:
Terdapat satu surat lengkap dalam Al-Qur’an bernama Surah Maryam, yang mengagungkan dan memuliakan Kristus dan ibundanya Maryam (‘alaihimassalam), dengan cara yang tidak ditemukan dalam Injil.
- Islam meninggikan derajat ‘Isa Al-Masih dan ibundanya Maryam, serta menyeru untuk beriman kepadanya sebagai nabi mulia yang diutus oleh Allah, dan untuk mengikuti ajarannya, karena ajarannya sejalan dengan ajaran Islam yang dibawa oleh Nabi Muhammad (S.A.W).
📚 Silakan merujuk ke buku:
“Dialog Tenang antara Seorang Kristen dan Seorang Muslim”
“Mengapa Memilih Islam sebagai Agama?”
“A Quiet Dialogue Between a Christian and a Muslim.”
“Why choose Islam as a religion?”
Kesimpulannya, karena presentasi ini bersifat objektif, sejalan dengan akal sehat yang jelas bahwa Allah telah menganugerahkan kepada kita akal untuk membedakan antara yang benar dan yang salah, dan sejalan dengan fitrah yang suci dalam menginginkan keyakinan-keyakinan yang luhur, maka muncul pertanyaan bagi siapa pun yang telah mengenal kebenaran melalui bukti-bukti kebenaran dakwah Nabi Muhammad dan Islam, namun belum beriman:
• Apa yang menghalangimu untuk memikirkan Islam dengan tulus, dan mempertimbangkan apakah Islam memberikan jawaban yang kamu butuhkan atas pertanyaan-pertanyaanmu — terutama tentang keyakinan kepada Allah (Tuhan) — yang tidak kamu temukan dalam agama lain? Karena kamu akan bertanggung jawab di hadapan Allah atas keyakinanmu dan atas pencarianmu terhadap kebenaran dalam pilihanmu.
• Apa ruginya jika aku memilih Islam yang memberikan jawaban logis dan mudah atas semua pertanyaanku tanpa memaksakan akal untuk menerima konsep tertentu, sementara aku tidak kehilangan imanku kepada Al-Masih (Yesus, damai atasnya) — dengan cara yang benar, sesuai dengan fitrah, tidak bertentangan dengan akal sehat dan pemikiran logis — dan aku tetap mencintai dan menghormatinya, karena dalam Islam, Al-Masih (damai atasnya) memiliki kedudukan yang tinggi dan mulia, begitu juga ibunya, Maryam (damai atasnya), dan aku tidak kehilangan iman kepada nabi mana pun?
Semoga Allah membimbing kita semua kepada kebaikan dan kebenaran.