Artikel

Mutiara Nasehat  


Thalhah bin Ubaidillah  


radhiyallahu ‘anhu  





Muqodimah


Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam


semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa


sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.


Dia adalah salah seorang sahabat terkemuka, termasuk


salah seorang yang dijamin masuk surga. Rasulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam wafat dan beliau ridha kepadanya. Al-Faruq


memasukkannya sebagai anggota majelis syura yang berjumlah


enam orang saat menjelang wafatnya.


Dia adalah Thalhah bin Ubaidillah bin Utsman bin Amar


at-Taimy, Abu Muhammad, seseorang yang sejarah telah


menorehkan biografinya dengan huruf huruf dari cahaya, bukankah


dia yang memasang punggungnya untuk melindungi Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wa sallam di saat perang Uhud? Sehingga


punggung bagaikan punggung landak karena begitu banyaknya anak


panah yang menancap padanya. Tangannya menjadi cacat (tidak


bisa bergerak) karena melindungi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa


sallam di saat perang Uhud. Karena itulah, Rasulullah shallallahu


‘alaihi wa sallam bersabda tentang dia:  





 »


 “Surga wajib untuknya.’1


Apabila Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu menyebutkan


perang Uhud, ia berkata: ‘Semua itu adalah harinya Thalhah.’  


Ia menghadiri semua peperangan bersama Rasulullah


shallallahu ‘alaihi wa sallam dan terbunuh pada tahun 36 H, dan


usianya adalah 64 tahun.


Di antara mutiara nasehatnya –kendati tidak banyak-


adalah:





 “Sesungguhnya kami mendapatkan pada harta kami


seperti yang didapatkan oleh orang orang bakhil, akan tetapi kami


berusaha bersabar.”


Maksudnya, sesungguhnya mencintai harta merupakan


tabiat dan kesenangan jiwa, akan tetapi perbedaan di antara orang


yang bakhil dan pemurah, di antara yang suka memberi dan


menahan harta, adalah sabar dan mengenal hakikat harta,


sesungguhnya ia akan pergi berlalu, dan sesungguhnya harta yang


tersisa pada hakikatnya adalah yang diinfakkan hamba, bukan yang


1HR. At-Tirmidzi 1692


4


 


5


disimpannya. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam


yang diriwayatkan al-Bukhari rahimahullah dari Ibnu Mas’ud


radhiyallahu ‘anhu:





“Siapakah dari kalian yang harta ahli warisnya lebih


dicintainya dari pada hartanya sendiri? Mereka menjawab: ‘Tidak


ada seorang pun dari kami kecuali hartanya lebih disukainya.’ Beliau


shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Maka sesungguhnya


hartanya adalah yang dia berikan (sedekahkan) dan harta ahli


warisnya adalah yang disimpannya.”2


Sungguh biografi Thalhah radhiyallahu ‘anhu merupakan


saksi langsung dari sikap pemurahnya dan merupakan bukti hidup


bagi nasehat ini. Qabishah bin Jabir berkata: ‘Aku menyertai


Thalhah, maka aku belum pernah melihat seseorang yang lebih


pemurah darinya.3


Dia tidak membiarkan seseorang dari bani Taim yang


fakir kecuali ia menanggung biaya hidupnya, keluarganya,


                                                            


2 HR. Al-Bukhari 6442.


3 Mu’jam Shahabah karya al-Baghawi 3/255.


menikahkan yang belum kawin, melayani yang kesusahan, dan


membayar yang punya hutang.4


Di antara mutiara nasehatnya adalah5:  


»


 ةيراج فى اباشلاو برح فى انابجلاو ةلص فى ليبَ رواشتلا


 «


 “Jangan bermusyarah kepada orang bakhil dalam


silaturrahim, Jangan minta pendapat kepada yang penakut dalam


berperang, dan jangan bertanya kepada anak muda  tentang


masalah jariyah (wanita muda).’


Maksudnya: apabila seseorang ingin musyawarah maka


hendaklah ia memilih orang yang pas untuk musyarawarah dan


jauhilah dari orang yang memiliki sifat yang bertolak belakang bagi


perkara yang diminta pendapatnya, karena hasilnya sudah bisa


diketahui sebelumnya.


Maka siapa yang meminta pendapat kepada orang


bakhil dalam masalah memberi (sedekah) maka ia tidak akan


memberi pendapat kecuali untuk menyimpan. Siapa meminta


pendapat kepada orang yang penakut untuk ikut berperang, maka ia


tidak akan memberikan saran kepadanya kecuali agar tidak pergi


4Thabaqat Kubra 3/166.


5Makarimul Akhlaq, al-Kharaithy 1/252.


6


dan menakut nakutinya dari kematian yang tidak akan lebih cepat


dan tidak lebih lambat yang taqdirnya.  


Karena inilah, sesungguhnya termasuk kesempurnaan


akal seseorang adalah meminta pendapat dan orang yang diminta


pendapatnya adalah yang sesuai, di mana dia dikenal memiliki


hikmah dan cerdas serta punya pengalaman terhadap persoalan


yang dimintai pendapatnya, sebagaimana yang dikatakan Luqmanul


Hakim kepada putranya: ‘Musyawarahlah kepada orang yang sudah


berpengamalan, maka sesungguhnya ia memberikan kepadamu dari


pendapatnya berdasarkan pengalaman yang telah dilewatinya


dengan mahal, sedangkan engkau mengambilnya dengan gratis.’6


Sebagian ahli hikmah berkata: ‘Siapa yang meminta


pendapat, maka sesungguhnya dia menyandarkan kepada


pendapatnya beberapa pendapat orang orang yang berakal dan


menggabungkan kepada dirinya akal orang orang yang bijaksana.


Pendapat pribadi sangat mungkin tergelincir, akal individu bisa jadi


tersesat, dan dikatakan orang: Tidak rugi orang yang meminta


pilihan (istikharah) dan tidak menyesal orang yang meminta


pendapat.7


6Adabud Dun-ya wad Din, hal 303.


7Adabud Dun-ya wad Din, hal 300


7



Tulisan Terbaru

Perjalanan Hidup SA’D ...

Perjalanan Hidup SA’D BIN MU’ADZ r.a

Kejadian-kejadian pen ...

Kejadian-kejadian penting yang terjadi setelah Fathu Makkah sampai Rasulullah saw. Wafat. Bagian 1 Oleh: DR. Mustafa as Siba’i.

Peperangan Rasulullah ...

Peperangan Rasulullah saw. Bagian 3 Oleh: DR. Mustafa as Siba’i.

Peperangan Rasulullah ...

Peperangan Rasulullah saw. Bagian 1 Oleh: DR. Mustafa as Siba’i.