
Mutiara Nasehat Amirul Mukminin
Ali bin Abu Thalib
radhiyallahu ‘anhu
Muqodimah
Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam
semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa
sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.
Sesungguhnya saya di sini tidak menulis biografi Abu
Hasan radhiyallahu ‘anhu, tidak pula berbicara tentang ilmu dan
kedudukannya. Dia benar- benar seorang imam, amirul mukminin
secara benar. Dia seorang ulama besar, di sini hanyalah sekilas
tentang biografinya sebelum memulai menjelaskan tentang mutiara
mutiara nasehatnya.
Dia adalah Ali bin Abu Thalib –nama Abu Thalib adalah
Abdu Manaf- bin Abdul Muthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf,
Amirul Mukminin, Abu Hasan, al-Qurasyi al-Hasyimi. Dia adalah yang
pertama-tama masuk Islam dari kalangan anak-anak. Dia adalah
yang ke empat dari khulafaur rasyidin, salah satu dari sepuluh orang
yang diberi kabar gembira pasti masuk surga, sepupu Nabi
shallallahu ‘alahi wa sallam dan menantunya, salah seorang
3
pahlawan yang gagah perkasa, termasuk orator ulung dan pakar
dalam qadha (pengadilan).
Bendera perang berada di tangannya dalam beberapa
peperangan. Dia memegang jabatan khalifah setelah wafatnya
Utsman bin Affan radhiyallahu ‘anhu pada tahun 35 H.
Banyak meriwayatkan hadits dari Nabi shallallahu ‘alahi
wa sallam, membaca al-Qur`an di hadapanya (Nabi shallallahu ‘alahi
wa sallam) dan beliau membacakan al-Qur`an kepadanya.
Manaqibnya sangat banyak.
Wafat sebagai syahid pada tahun 40 H. dibunuh oleh
Abdurrahman bin Muljam al-Murady secara sembunyi dalam sebuah
konspirasi pada tanggal 17 Ramadhan.
Dia adalah Ali radhiyallahu ‘anhu, mencintainya adalah
iman dan membencinya adalah sifat nifaq. Dia adalah laki laki yang
mencintai Allah subhanahu wa ta’ala dan rasul-Nya dan Allah
subhanahu wa ta’ala dan rasul-Nya mencintainya.’1... dia adalah
seorang menantu yang dekat dan anak muda yang dekat lagi
tercinta.
Dia adalah anak muda yang berilmu banyak, yang dipilih
oleh Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam untuk tugas penting, yaitu
1Al-Bukhari 3009 dan Muslim 2404.
4
beliau shallallahu ‘alahi wa sallam mengutusnya ke Yaman sebagai
qadhi (hakim).
Dia adalah seorang yang ‘alim tentang al-Qur`an dan
sunnah rasul-Nya shallallahu ‘alahi wa sallam, sehingga Sa’id bin
Musayyab berkata: ‘Tidak ada seorang sahabat nabi pun yang
berkata: ‘Bertanyalah kepadaku’, kecuali Ali bin Abu Thalib.2 Bahkan
al-Faruq –yang mengenal kedudukan seseorang- berlindung kepada
Allah subhanahu wa ta’ala dari permasalahan rumit yang tidak ada
Abu Hasan.
Bahkan Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu berkata: ‘Apabila
sampai suatu berita kepada kami yang dibicarakan oleh Ali
radhiyallahu ‘anhu berupa fatwa atau qadha, dan beritanya benar,
niscaya kami tidak melewatkannya kepada yang lain.’3
Dalam al-Bukhari, dari Sa’ad radhiyallahu ‘anhu, bahwa
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam berangkat ke Tabuk dan
menggangkat Ali radhiyallahu ‘anhu sebagai pejabat sementara, ia
berkata: ‘Apakah engkau meninggalkan aku untuk menjaga anak
anak dan wanita? Beliau shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
[
2Fadhail Shahabah, Ahmad bin Hanbal 2/646.
3Al-Madkhal ila sunan kubra, al-Baihaqi, 131.
5
‘Apakah engkau tidak senang bahwa engkau dariku
seperti kedudukan Harun dari Musa ‘alaihis salam? Kecuali bahwa
tidak ada nabi setelah aku.”4
Dialah yang ketika Rasulullah shallallahu ‘alahi wa
sallam wafat, tidak ada yang lebih darinya dari ahli bait.
Dia adalah salah seorang yang terkandung dalam wasiat
nabawiyah (Aku ingatkan kalian kepada Allah subhanahu wa ta’ala
pada ahli bait-ku).
Apabila disebutkan mutiara-mutiara nasehat pada
sahabat, maka sesungguhnya mutiara-mutiara nasehat Amirul
Mukminin Abul Hasan Ali radhiyallahu ‘anhu memiliki keistimewaan
tersendiri, karena memang para khulafa yang lain lebih dulu
wafatnya.
Karena alasan ini, kita bisa membicarakan lebih banyak
mutiara mutiara nasehatnya.
Di antara mutiara-mutiara nasehatnya adalah:
Ucapannya dalam mutiara nasehatnya yang terkenal
kepada Kumail bin Ziyad5:
4Al-Bukhari 4416.
5Tarikh Dimisyqa, Ibnu Asakir, 50/252, Ibnu Abdil Barr dalam Jami’ Bayan Ilmu wa
fadhlih 2/983. Ia adalah hadits masyhur menurut pada ulama, tidak membutuhkan
isnad, karena sangat masyhurnya menurut mereka.
6
Wahai Kumail bin Ziyad, sesungguhnya hati ini adalah
seperti bejana, sebaik baiknya adalah yang dipenuhi dengan ilmu.
Ingatlah dariku apa yang kukatakan kepadamu: Manusia terbagi
tiga: ‘Alim Rabbani, penuntut ilmu yang belajar di atas jalan
keselamatan, dan yang tidak berilmu, mengikuti tiupan angin, tidak
mengambil penerangan dengan cahaya ilmu dan tidak kembali
kepada pondasi yang kokoh.
Wahai Kumail bin Ziyad, ilmu lebih baik dari pada harta,
ilmu menjagamu sedangkan harta engkau yang menjaganya. Harta
berkurang dengan dibelanjakan, sedangkan ilmu terus bertambah
kalau diinfakkan.
Wahai Kumail bin Ziyad, mencintai seorang alim adalah
agama yang dianut, memberi nilai ketaatan di masa hidupnya dan
keindahan yang dibawa setelah wafatnya. Sedangkan manfaat
harta hilang dengan hilang sang pemilik. Ilmu adalah hakim
(pemerintah) dan harta adalah yang diperintah.
Wahai Kumail, wafat para pemegang harta di saat
mereka masih hidup, sedangkan para ulama tetap hidup sepanjang
masa, jasad mereka telah tiada sementara nama baik mereka tetap
ada dalam hati.”
Saya kira, sesungguhnya jelasnya makna mutiara
nasehat tersebut tidak membutuhkan komentar lagi, namun yang
7
perlu digarisbawahi dalam hal ini adalah bahwa dia mengumpulkan
untuk muridnya di antara kenikmatan duniawi yang diusahakan
oleh semua manusia, yaitu: ilmu dan pemiliknya (ulama), harta dan
kenangan yang baik. Kemudian ia menjelaskan kepadanya
bagaimana tiga perkara ini kembali kepada pemiliknya dengan
keuntungan di dunia sebelum akhirat.
Sebagaimana dia membuat perumpamaan yang sangat
indah ketika membuat perbandingan di antara ilmu dan harta, di
mana ia berkata ‘ilmu lebih baik dari harta, ilmu menjagamu
sedangkan harta engkau yang menjaganya, harta berkurang kalau
diberikan sementara ilmu akan terus bertambah bila diberikan.’ Dan
termasuk keindahan dalam perbandingan ini adalah mudahnya
ungkapan disertai dalamnya makna, serta jelasnya hujjah secara
akal sehat padanya.
Dan saksikannya perbandingan ini dalam ucapan Albiry
dalam qashidahnya yang tekenal:
Perbendaharaan yang engkau tidak takut terhadap
pencuri- ringan dibawa, ditemukan di manapun engkau berada.
Bertambah dengan cara terus diberikan- dan berkurang
jika terus disimpan.
8
Dan di antara mutiara nasehatnya yang sangat indah6:
‘Berbicaralah kepada manusia dengan sesuatu yang mereka bisa
memahaminya, apakah kamu menyukai bahwa Allah subhanahu wa
ta’ala dan rasul-Nya didustakan?
Mutiara syarat makna ini merupakan taufiq kepada
ulama, maka tidak semua ilmu disampaikan kepada manusia, tanpa
memperhatikan kondisi waktu, tempat dan keilmuan.
Dan termasuk hal itu, menjelaskan berbagai perkara
yang rumit yang tidak bisa dipahami oleh akal kalangan awam, bisa
jadi karena maknanya yang sangat dalam, atau keadaannya yang
sudah dinasakh, atau karena berbagai macam alasan lainnya.
Renungkanlah alasan logis yang disampaikan Ali
radhiyallahu ‘anhu terhadap larangan ini, di mana dia berkata:
‘apakah kamu menyukai bahwa Allah subhanahu wa ta’ala dan
rasul-Nya didustakan?
Maha Suci Allah! Perhatikanlah, bagaimana keinginan
seseorang untuk memberi manfaat kepada manusia dan ingin
memberi faedah kepada mereka menjadi terbalik maksudnya di saat
6Al-Bukhari 1/37
9
ia berbicara tentang sesuatu yang tidak bisa dipahami oleh akal
manusia!
Sesungguhnya pengarahan yang mulia dari Amirul
Mukminin Ali radhiyallahu ‘anhu ini diberikan kepada saudara
saudara kita yang selalu memberi nasehat dan pengarahan kepada
masyarakat (jama’ah pengajian), hendaknya mereka menjauhi
sesuatu yang membangkitkan kagalauan atau kebingungan para
pendengar di saat mendengar sebagian cerita yang aneh atau berita
berita yang mengandung pengertian yang tidak bisa dipahami oleh
akal kalangan awam. Yang jelas dan nyata dari al-Qur`an dan sunnah
sudah cukup dan memadai.
Di
antara mutiara nasehatnya yang indah: ia
mengucapkan ta’ziyah kepada seseorang yang kematian anaknya7:
“Sesungguhnya jika engkau sabar, niscaya qadar tetap terjadi
padamu dan engkau mendapat pahala, dan jika engkau tidak sabar,
niscaya qadar tetap terjadi padamu dan engkau berdosa.’
Alangkah indahnya ilmu dan hikmah! Kita sangat
membutuhkan pemahaman seperti ini dalam pengamalan ketika
terjadi musibah. Tidak ada dari kita kecuali akan diberi cobaan
7At-Ta’azy karya Abu Hasan al-Madainy hal 82.
10
dengan mendapat musibah yang membuat berduka, seperti
kematian orang yang dicintai, teman dan kerabat. Alangkah
indahnya bila manusia menyadari makna ini.
11