
Mutiara Nasehat Umar Al-Faruq
radhiyallahu ‘anhuiyallahu ‘anhu
5Muqodimah
Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga
tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wasallam
beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.
Manaqib dan biografi Umar al-Faruq radhiyallahu ‘anhu
ditulis dalam beberapa jilid, namun ini hanyalah sekilas dari
biografinya sebelum bercerita tentang dia. Dia adalah Abu Hafsh
Umar bin Khaththab bin Nufail al-Adawy al-Qurasyi, nasabnya
bertemu dengan Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam pada Ka’ab
bin Lu`ay. Dia masuk Islam pada tahun ke enam. Ada yang
berpendapat tahun ke lima pada saat berusia kira-kira dua puluh
enam tahun.
Dengan masuk islamnya Umar radhiyallahu ‘anhu, Islam
menjadi kuat. Ia berhijrah secara terang-terangan1, menghadiri
perang Badar, Uhud dan semua peperangan. Ia adalah khalifah
pertama yang dipanggil Amirul Mukminin, yang pertama-tama
menulis kalender bagi kaum muslimin. Yang pertama kali
mengumpulkan manusia untuk shalat Tarawih. Yang pertama-tama
jaga malam hari dalam pekerjaannya, menaklukkan berbagai
1Sementara para sahabat lainnya hijrah secara sembunyi sembunyi.
3
negeri2, menentukan pajak, membangun berbagai kota, mengangkat
para qadhi (hakim), melakukan pembukuan negara, memberikan
tunjangan, dan berhaji bersama istri-istri Rasulullah Shalallahu
‘alaihi wa sallam di akhir haji yang dilakukannya.
Dia
memegang
jabatan
khalifah
berdasarkan
wasiat/penunjukan dari Abu Bakar ash-Shiddiq radhiyallahu ‘anhu.
Ketika Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu wafat pada malam selasa
tanggal 23 Jumadil Akhir tahun ke 13 H, Umar radhiyallahu ‘anhu
menerima jabatan khalifah di pagi hari wafatnya Abu Bakar
radhiyallahu ‘anhu. Dia memegang jabatan khalifah sekitar sepuluh
tahun. Ia dibunuh oleh Abu Lu`lu al-Farisi al-Majusi dengan senjata
tajam di tubuhnya pada saat shalat Subuh, dan setelah itu ia masih
hidup tiga malam. Ini adalah di akhir bulan Dzulhijjah tahun 23 H.
Adapun mutiara-mutiara nasehat yang diriwayatkan
darinya sangatlah banyak, di antara mutiara nasehat tersebut
adalah: Dari Miswar bin Makhramah radhiyallahu ‘anhu,
bahwasanya dia bersama Abdullah bin Abbas radhiyallahu ‘anhuma
berkunjung kepada Umar bin Khaththab radhiyallahu ‘anhu (saat
sakit, menjelang wafat), keduanya berkata: ‘Shalat, wahai Amirul
Mukminin’, setelah pagi mulai terang. Ia menjawab:
2Al-A’lam karya Zirikly 5/45: di masa pemerintahannya selesai penaklukan
Syam, Iraq, Baitul Maqdis, Mada’in, Mesir, Jazirah. Sehingga dikatakan: Di
masa kekhalifahannya ada 12.000 minbar jum’at di dalam Islam.
‘Ya, dan tidak ada bagian dalam Islam bagi siapasaja yang
meninggalkan shalat.’
lalu
ia
shalat,
sedangkan luka masih mengeluarkan
darah.Sesungguhnya engkau membaca nasehat Umar radhiyallahu
‘anhu ini tentang shalat di saat menjelang wafatnya dan menghadap
alam akhirat, serta akan meninggalkan dunia, agar engkau
mengingat wafat imam dan nabinyayang berpesan tentang shalat di
saat menjelang wafatnya beliau:
“(Perhatikan, jagalah) shalat, (perhatikan, jagalah) shalat dan budak
budak kalian.’3
Sedangkan beliau sakit parah dan pingsan, lalu siuman, beliau tidak
memulai ucapan selain pertanyaan ‘Apakah orang-orang (kaum
muslimin) sudah shalat? kemudian beliau pingsan, kemudian
3HR. Ahmad 12169, Hakim dalam Mustadrak 4388.
5
siuman/sadar. Kemudian beliau mengulangi pertanyaan ‘Apakah
orang orang sudah shalat?4
Inilah al-Faruq, mengulangi perjalanan sejarah, menelusuri
lorong yang sama! Maka dia menasehati kita secara ucapan dan
perbuatan: ‘Tidak ada bagian di dalam Islam bagi orang yang
meninggalkan shalat’. Adapun nasehatnya secara perbuatan, yaitu
ketika dia shalat sementara lukanya masih meneteskan darah!
Sesungguhnya sikap seperti ini ditunjukkan bagi orang
orang yang lalai dalam shalat hanya karena satu dari sekian banyak
sebab, atau malah terus-menerus meninggalkannya –kita berlindung
kepada Allah Shubhanahu wa ta’ala- agama apakah yang masih
tersisa apabila sudah gugur pondasinya?
Al-Faruq radhiyallahu ‘anhu berkata:
“Tafaqqahu (belajarlah agama) sebelum kalian menjadi pejabat
(pemimpin).’
Inilah nasehat agung yang disampaikan Umar al-Faruq radhiyallahu
‘anhu, diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya secara
mu’allaq (tanpa sanad) dan ia memberi komentar dengan kalimat:
‘Dan setelah menjadi penjabat (pemimpin), karena sesungguhnya
4HR. Al-Bukhari 687 dan Muslim 418.
6
para sahabat Nabi Muhammad Shalallahu ‘alaihi wa sallam tetap
belajar di usia senja mereka.’
Imam al-Bukhari memberi komentar dengan ungkapan ‘Dan
setelah menjadi pemimpin’ karena khawatir ada yang justru
memahami dari kata-kata itu bahwa kepemimpinan bisa
menghalangi dari belajar agama. Sesungguhnya yang dimaksudkan
Umar radhiyallahu ‘anhu bahwasanya ia bisa menjadi penghalang,
karena pimpinan terkadang dihalangi oleh sikap sombong dan
malu/enggan untuk duduk seperti duduknya para penuntut ilmu.
Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata: ‘Apakah anak muda
maju (sebagai pemimpin), berarti ia kehilangan ilmu yang sangat
banyak.’Abu ‘Ubaid memberikan penjelasan ucapan Umar
radhiyallahu ‘anhu di atas seraya berkata: ‘Belajarlah ilmu agama di
saat kamu kecil sebelum engkau menjadi pemimpin, maka sikap
sombong bisa menghalangimu mengambil (belajar ilmu agama) dari
orang yang lebih rendah kedudukannya darimu, maka engkau tetap
menjadi bodoh.’5
Al-Faruq mengisyaratkan dalam nasehatnya ini tentang
penyakit yang mulai menular di dalam jiwa sebagian kaum muslimin,
sebagaimana yang dijelaskan para imam. Akan tetapi apa yang
dikatakan tentang orang yang tidak belajar, bukan karena terhalang
5Fathul Bari karya Ibnu Hajar 1/166.
7
tugas kepemimpinan, jabatan, kedudukan dan pangkat, namun ia
dirintangi oleh sikap sombong untuk duduk belajar hanya karena
usianya yang sudah tua?
Sesungguhnya dalam belajarnya para sahabat Nabi
merupakan suri tauladan yang harus diikuti, seperti yang dikatakan
oleh al-Bukhari rahimahullah. Sesungguhnya di antara yang
menyebabkan kehinaan seorang laki-laki adalah kerelaannya dengan
kebodohannya tentang persoalan agama yang dibutuhkannya, lalu ia
tidak belajar dan tidak bertanya tentang hal itu!
Di antara gambaran yang orang-orang merasa terganggu
karena sering diulang adalah: engkau melihat seorang pemuda
terlebih lagi orang yang sudah tua- melantunkan al-Qur`an dengan
suara yang indah, kendati demikian ia enggan belajar di halaqah
tahfizhul Qur`an, karena khawatir duduk di hadapan guru yang
seusia anak-anaknya.
Al-Faruq radhiyallahu ‘anhu berkata6:
“Perlahan dalam segala perkara adalah baik, kecuali sesuatu dari
perkara akhirat.’
6Zuhd, karya Imam Ahmad hal 98.
8
Ini adalah pelurusan dari al-Faruq untuk pemahaman yang
terkadang bercampur aduk terhadap sebagian orang. Hal itu karena
bangsa Arab sepakat mencela sikap terburu-buru secara umum.
Bangsa Arab memberinya gelar ‘Ummun-Nadamat’ (ibu/induk
penyesalan). Mereka mempunyai hikmah-hikmah yang tersebar dan
sya’ir-sya’ir yang masyhur (terkenal). Namun sesungguhnya
pemahaman ini –seperti yang diungkapkan al-Faruq- tidak
sepantasnya diberlakukan dalam urusan akhirat. Bahkan bersegara
kepadanya sangat terpuji dan dituntut, karena manusia tidak pernah
tahu kapan ajalnya memutuskannya, maka ia harus bersegera dan
tidak menunda-nunda.
Apabila telah tiba kesempatan untuk beribadah dan
memperbanyak dari pintu-pintu kebaikan, maka tidak baik perlahan
lahan di sini, bahkan dicela. Sesungguhnya Allah Shubhanahu wa
ta’ala berfirman dalam beberapa ayat:
﴿
Maka berlomba-lombalah kamu (dalam membuat) kebaikan. (QS. al
Baqarah:148)
Di antara gambaran yang disebutkan para ulama bahwa ada
beberapa perbuatan yang menjadi tercela akibat menunda-nunda
9
dalam menunaikannya adalah: taubat, membayar hutang,
memuliakan tamu, mengurus jenazah. Maka ia termasuk perkara
perkara yang dianjurkan bersegera dan cepat-cepat dalam
melaksanakannya menurut cara yang syar’i.
Termasuk yang dihubungkan dengan hal itu adalah:
muhasabah (intropeksi) diri, maka tidak sepantasnya bagi orang
yang mengharap Rabb-nya dan negeri akhirat menunda-nunda
muhasabah dirinya, namun ia harus bersegera. Sebagaimana yang
dikatakan al-Faruq radhiyallahu ‘anhu ‘Hisablah dirimu sebelum
dihisab, timbanglah amal perbuatanmu sebelum kamu ditimbang,
sesungguhnya lebih mudah bagimu dihisab besok (hari kiamat)
bahwa kamu lebih dulu menghisab dirimu, hiasilah diri untuk
penampilan yang besar, di hari kamu dihadapkan, tidak samar
darimu sesuatu yang samar.!7
Sangat banyak orang yang menunda-nunda dalam urusan
akhirat pada akhirnya merasakan penyesalan. Al-Qur`an
menjelaskan gambaran ini dalam beberapa tempat, seperti firman
Allah Shubhanahu wa ta’ala:
7Zuhd karya imam Ahmad hal. 108.
Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap
diri mereka sendiri, janganlah kamu terputus asa dari rahmat Allah.
Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya.
Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang. *Dan kembalilah kamu kepada Rabbmu, dan berserah
dirilah kepada-Nya sebelum datang azab kepadamu kemudian kamu
tidak dapat ditolong (lagi). * Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah
diturunkan kepadamu dari Rabbmu sebelum datang azab kepadamu
dengan tiba-tiba, sedang kamu tidak menyadarinya, * supaya
jangan ada orang yang mengatakan: "Amat besar penyesalanku
atas kelalaianku dalam (menunaikan kewajiban) terhadap Allah,
sedang aku sungguh-sungguh termasuk orang-orang yang
memperolok-olokkan (agama Allah). (QS. az-Zumar:53-56)
Al-Faruq radhiyallahu ‘anhu berkata:
‘Aku tidak perduli di atas kondisi apapun aku di pagi hari, terhadap
yang kucintai ataukah atas yang kubenci, penjelasan hal itu karena
sesungguhnya aku tidak tahu, apakah kebaikan ada pada yang
kucintai atau yang kubenci.’
Sungguh merupakan pelajaran yang dalam. Kita perlu
melatih diri kita untuk mempelajarinya, mentarbiyah hati kita untuk
hidup bersamanya.Alangkah banyak peristiwa yang kita alami, baik
individu maupun sosial masyarakat, kita melihat nampaknya
merupakan keburukan dan ternyata kebaikan ada padanya. Ini
adalah seperti firman Allah Shubhanahu wa ta’ala
Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu,
dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu padahal ia amat buruk
bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui. (QS. al
Baqarah:216)
Dan firman-Nya:
Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. an-Nisa`:19)
12
Sungguh terjadi sekitar dua minggu yang lalu, dua orang
saudara bercerita tentang musibah yang dialaminya dan ia sangat
tidak menyukainya. Demi Allah, aku tidak menemukan untukku dan
keduanya penghibur kecuali mengingatkan dengan dua ayat ini, dan
seperti yang disebutkan al-Faruq radhiyallahu ‘anhu. Hingga salah
seorang darinya berkata kepadaku tatkala terjadi yang tidak disukai:
‘Demi Allah, sesungguhnya tatkala aku merenungkan ayat ini:
Karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Allah
menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. an-Nisa`:19)
Aku membacanya dengan tadabbur, aku mendapatkan rasa lapang
dan ketenangan.
Sungguh sangat banyak problematika dalam kehidupan
manusia dan sangat bervariasi, namun tetap ada Kalamullah (al
Qur`an al-Karim), Ucapan rasul-Nya, kemudian mutiara mutiara
nasehat para sahabatnya yang menyejukkan, kita mengobati luka
kehidupan dengannya.
13