Artikel




Islam juga mewajibkan masing-masing dari suami dan istri menjalin hubungan baik, yang akan mewujudkan kehidupan rumah tangga bahagia. Islam juga menjelaskan bagaimana mengatasi problematika yang terjadi antara keduanya; terkadang dengan berdamai, kadang dengan membayar tebusan, dan kadang dengan menunjuk juru runding.


Di antara contoh pengaturan hubungan yang sifatnya umum:


1- Berkumpul untuk ibadah secara harian, pekanan, dan tahunan; agar ikatan antarmasyarakat semakin kuat dengan kebersamaan, cinta dan tolong-menolong. Umat Islam berkumpul untuk salat lima waktu setiap hari, mereka berkumpul untuk salat Jumat setiap pekan, dan mereka berkumpul untuk salat hari raya setiap tahun. Demikian juga ibadah haji adalah perkumpulan tahunan yang bersifat umum untuk segenap kaum muslimin.


2- Kewajiban bersikap adil, yaitu memberikan hak kepada pemiliknya tanpa ada sikap keberpihakan atau penyimpangan. Allah -Ta'ālā- berfirman,


36





"Berlaku adillah! Karena (adil) itu lebih dekat kepada takwa." (QS. Al-Mā`idah: 8). Di antara bentuk keadilan ialah Anda memperlakukan orang lain sebagaimana Anda ingin diperlakukan demikian. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, "Tidak beriman salah seorang kalian hingga ia mencintai bagi saudaranya apa yang dia cintai untuk dirinya."


3- Kewajiban jujur dan menepati janji. Allah -Ta'ālā- berfirman, ﴿ يُّهَا





"Wahai orang-orang yang beriman! Bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang benar." (QS. At-Taubah: 119). Allah -Ta'ālā- juga berfirman,


"Dan penuhilah janji, karena janji itu pasti diminta pertanggungjawabannya." (QS. Al-Isrā`: 34).


4- Kewajiban menepati janji akad. Allah -Ta'ālā- berfirman, ﴿ يُّهَا








"Wahai orang-orang yang beriman! Penuhilah janji-janji." (QS. Al-Mā`idah: 1). Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, "Dua orang yang berjual beli memiliki hak khiyār (pilihan) selama belum berpisah. Jika mereka jujur dan menjelaskan kekurangan yang ada, jual beli mereka akan diberkahi. Tetapi, jika mereka berbohong dan saling menyembunyikan, maka hilanglah keberkahan jual beli mereka berdua itu." (Muttafaq 'Alaih).


5- Motivasi untuk siapa pun yang ingin merasakan suasana saling mengasihi dan menyayangi serta hubungan yang hangat antarkaum muslimin. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,


"Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman, dan kalian tidak akan beriman sampai kalian saling mencintai. Maukah aku tunjukkan kepada kalian sesuatu, jika kalian melakukannya maka kalian akan


38


saling mencintai? (Yaitu) sebarkanlah salam di antara kalian!." (HR. Muslim).


Di samping itu, Islam memperingatkan umatnya dari segala hal yang bertolak belakang dengan tujuan-tujuan luhur dan akhlak mulia ini.


Islam memperingatkan para pemeluknya agar menjauhi kezaliman. Allah -Ta'ālā- berfirman, ﴿ مَّا





"Dan Allah tidak menyukai orang zalim." (QS. Āli 'Imrān: 57). Allah juga berfirman dalam hadis qudsi, "Wahai hamba-hamba-Ku! Sesungguhnya Aku telah mengharamkan diri-Ku untuk berbuat zalim, dan perbuatan zalim itu pun Aku haramkan di antara kalian. Maka, janganlah kalian saling menzalimi!." (HR. Muslim).


Demikian juga Islam melarang sikap khianat. Allah -Ta'ālā- berfirman,


39


"Dan janganlah kamu melanggar sumpah setelah diikrarkan, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah itu)." (QS. An-Naḥl: 91). Nabi صلى الله عليه وسلم juga bersabda, "Apabila Allah telah mengumpulkan orang-orang terdahulu hingga yang terakhir kelak pada hari Kiamat, maka akan diangkat bagi setiap pengkhianat bendera pada hari Kiamat, dan dikatakan, 'Ini adalah pengkhianatan si polan'." (HR. Al-Bukhari).


Islam juga memperingatkan umatnya dari dusta. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda,


"Jauhilah dusta karena dusta itu menjerumuskan kepada kemaksiatan, dan sesungguhnya kemaksiatan itu menjerumuskan kepada neraka. Seseorang akan berdusta dan berupaya untuk berdusta sampai dicatat di sisi Allah sebagai pendusta." (Muttafaq 'Alaih).


Islam melarang semua perkara yang dapat menimbulkan permusuhan dan perpecahan. Allah -Ta'ālā- berfirman, ﴿ 


"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok), dan jangan pula perempuan-perempuan (mengolok-olokkan) perempuan yang lain, (karena) boleh jadi mereka (yang diolok-olok) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olok). Janganlah kamu saling mencela satu sama lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan adalah (panggilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan barang siapa tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kamu menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada di antara kamu yang suka memakan daging saudaranya


41


yang sudah mati? Tentulah kamu merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, Sungguh, Allah Maha Penerima taubat, Maha Penyayang." (QS. Al-Ḥujurāt: 11-12). Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Janganlah saling mendengki, saling meninggikan harga tidak untuk membeli (najasy), saling membenci, saling membelakangi, dan janganlah kalian bertransaksi terhadap jual beli milik orang lain yang belum tuntas. Tetapi jadilah hamba-hamba Allah yang saling bersaudara! Seorang muslim adalah bersaudara dengan muslim lainnya. Dia tidak boleh menzalimi, menelantarkan, dan merendahkannya. Takwa itu di sini -beliau menunjuk dadanya tiga kali-. Cukuplah seseorang itu berbuat jahat saat menghina saudaranya yang muslim. Setiap muslim terhadap muslim lain haram darah, harta, dan kehormatannya." (HR. Muslim).


Arahan untuk menjadi masyarakat yang bermartabat ini, di samping melahirkan kebaikan masyarakat di dunia, juga melahirkan kebaikan agama serta pahala yang banyak di akhirat


42


Islam sempurna dalam politik. Islam telah mengatur politik dalam negeri dan luar negeri dengan aturan yang paling sempurna untuk kemaslahatan manusia.


Ibnul-Qayyim -raḥimahullāh- berkata, "Siapa yang merasakan betul apa yang ada di dalam syariat ini serta memiliki pengetahuan tentang kesempurnaannya dan kemaslahatan paling sempurna bagi hamba dalam kehidupan dunia dan akhirat yang dikandungnya serta keadilan paripurna yang dibawanya yang mencakup semua manusia; bahwa tidak ada keadilan di atas keadilannya dan tidak ada kemaslahatan di atas kemaslahatan yang dikandungnya, maka tampak terang baginya bahwa politik yang adil adalah salah satu bagiannya dan salah satu cabangnya. Siapa yang mengetahui tujuan-tujuan besarnya secara keseluruhan dan menempatkannya pada tempatnya serta pemahamannya tentang hal itu bagus, maka dia tidak akan butuh sama sekali kepada sistem politik lainnya."


Politik dalam negeri tegak di atas empat pondasi:


a) Hubungan antara pemimpin dan rakyat.


b) Menjaga nilai-nilai akhlak.


43


c) Menjaga keamanan.


d) Amar makruf nahi mungkar.


A) Hubungan antara pemimpin dan rakyat; masing-masing ada tugasnya.


Tugas pemimpin:


1) Tulus dalam memimpin. Dia harus memilih cara yang paling sempurna dan paling dekat untuk mewujudkan maslahat rakyat di dunia dan akhirat, sehingga dia tidak boleh menerapkan suatu perkara yang sebenarnya lebih baik ditinggalkan.


Demikian juga dia tidak boleh melarang suatu perkara yang sebenarnya merupakan hal yang terbaik. Tidak menyerahkan pekerjaan kecuali kepada orang-orang yang memiliki kemampuan terhadap tugas tersebut, dan tidak mengangkat seseorang untuk sebuah pekerjaan, sementara ada orang lain yang lebih baik daripada dia. Allah -Ta'ālā- berfirman, ﴿


"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya." (QS. An-Nisā`: 58). Nabi -ṣallallāhu 'alaihi wa sallam- bersabda, "Tidaklah seorang pemimpin yang memegang urusan kaum muslimin, kemudian dia tidak berjuang keras untuk mereka dan tidak menasihati mereka, melainkan dirinya tidak akan masuk surga bersama mereka." (HR. Muslim). Nabi صلى الله عليه وسلم juga bersabda, "Siapa yang menunjuk seseorang dari sebuah komunitas untuk sebuah pekerjaan, sedangkan pada komunitas itu ada orang yang lebih diridai oleh Allah, maka dia telah berkhianat kepada Allah, berkhianat kepada Rasulullah, dan berkhianat kepada orang-orang beriman." HR. Hakim, dia berkata, "Sanadnya sahih."


2- Bersikap adil terhadap rakyat dalam menerapkan hukum-hukum Allah. Dia tidak berpihak kepada siapa pun dalam menegakkan hak dan keadilan. Allah -Ta'ālā- berfirman,


"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat." (QS. An-Nisā`: 58). Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, "Andaikan Fatimah binti Muhammad mencuri, pasti aku akan potong tangannya." (Muttafaq 'Alaih).


Tugas rakyat:


1- Memberi nasihat dan bimbingan kepada pemimpin dengan sarana yang paling dekat untuk mencapai tujuan; hal ini berdasarkan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم,


"Sungguh Allah meridai kalian tiga perkara: kalian beribadah kepada Allah tanpa menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun; kalian berpegang teguh kepada tali Allah dan janganlah kalian-bercerai; dan kalian memberi nasihat kepada orang yang Allah beri amanah sebagai pemimpin kalian." (HR. Muslim).


2- Taat kepada pemimpin dalam hal apapun selain maksiat kepada Allah. Ini berdasarkan firman Allah -Ta'ālā-





"Wahai orang-orang yang beriman! Taatilah Allah dan taatilah Rasul (Muhammad), dan Ulil Amri (pemegang kekuasaan) di antara kamu." (QS. An-Nisā`: 59). Jika dia memerintahkan kita untuk bermaksiat kepada Allah, maka tidak ada kewajiban mendengar dan taat kepada seseorang dalam bermaksiat kepada sang Pencipta. Ini berdasarkan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم, "Mendengar dan taat hukumnya wajib atas seorang muslim pada perkara yang dia suka maupun tidak suka, selama ia tidak memerintahkan sebuah kemaksiatan. Apabila ia memerintahkan kemaksiatan, maka tidak ada mendengar dan taat." (Muttafaq 'Alaih).


3- Sabar terhadap kezaliman pemimpin. Hal ini berdasarkan sabda Nabi صلى الله عليه وسلم,


"Siapa yang melihat pada pemimpinnya sesuatu yang tidak ia sukai maka hendaklah ia bersabar, sebab orang yang keluar sejengkal dari jemaah lalu mati,


47


maka ia mati dengan kematian jahiliah." (Muttafaq 'Alaih).


Apabila kondisi hubungan antara pemimpin dan rakyat semacam ini, maka sistem pemerintahan akan berjalan dan pilar-pilar negara akan kukuh, serta akan terwujud sabda Nabi صلى الله عليه وسلم,


"Sebaik-baik pemimpin kalian ialah yang kalian cintai dan mereka pun mencintai kalian serta kalian mendoakan mereka dan mereka pun mendoakan kalian." (HR. Muslim).


B) Nilai-nilai akhlak.


Nilai-nilai akhlak adalah pilar yang kuat untuk keberlangsungan, kejayaan, dan kemuliaan umat. Suatu umat tidak akan tegak tanpa akhlak.


Oleh karena itu, Islam memelihara dengan kuat nilai-nilai ini serta terus meningkatkannya dengan segala sarana pendukung. Nabi صلى الله عليه وسلم mendorong dan menganjurkannya serta mengabarkan bahwa beliau diutus hanya untuk menyempurnakan akhlak-akhlak mulia.


Di samping itu, Islam meletakkan pembatas yang dapat mencegah manusia terjerumus ke dalam kehancuran serta


48


kebobrokan akhlak, sebagaimana tampak pada contoh-contoh berikut:


1- Hukuman zina. Zina adalah penghancur akhlak, pengrusak kehormatan, dan penghilang nasab, oleh karena itu Islam menetapkan hukuman zina berupa rajam dengan lemparan batu hingga mati jika pelaku zina itu statusnya sudah menikah,


dan dicambuk seratus kali cambukan serta diasingkan dari negerinya selama satu tahun, jika pelaku zina itu statusnya belum menikah. Allah -Ta'ālā- berfirman, 


"Pezina perempuan dan pezina laki-laki, deralah masing-masing dari keduanya seratus kali, dan janganlah rasa belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama (hukum) Allah, jika kamu beriman kepada Allah dan hari Kemudian." (QS. An-Nūr: 2).


Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, "Perjaka berzina dengan gadis hukumannya ialah dicambuk seratus kali cambukan


49


dan diasingkan selama satu tahun." (HR. Muslim). Umar bin Al-Khaṭṭāb -raḍiyallāhu 'anhu- berkata, "Hukuman rajam di dalam Kitab Allah berlaku bagi orang yang berzina yang statusnya sudah menikah dari kalangan laki-laki dan perempuan, jika terbukti dengan saksi, hamil, atau pengakuan." (Muttafaq 'Alaih).


2- Hukuman liwat. Liwat adalah perbuatan keji yang sangat mungkar dan musibah yang paling besar, mengikis kejantanan, merusak masyarakat, menghancurkan moral, serta merusak agama dan dunia.


Oleh karena itu, sanksinya adalah dihukum mati terhadap para pelakunya dalam segala keadaan. Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda, "Siapa saja yang kalian temukan melakukan perbuatan kaum Lut, maka bunuhlah yang menjadi pelaku dan objeknya." (HR. Ahlus-sunan; dinyatakan sahih oleh Ibnu Ḥibbān dan lainnya, serta berdasarkan syaratnya Al-Bukhāri). Ibnul-Qayyim menukil pendapat hukuman mati bagi keduanya dari mayoritas umat. Demikian juga Syekh Islam Ibnu Taimiyah dalam buku As-Siyāsah Asy-Syar'iyyah menukil kesepakatan sahabat atas hukum mati keduanya; bahwa mereka tidak berselisihih tentang hukuman mati bagi keduanya, melainkan


50


perbedaan pendapat mereka pada tata cara eksekusi hukum mati itu.


3- Hukuman bagi peminum khamar. Khamar adalah semua yang memabukkan. Karena mudaratnya menyerang akal, badan, agama, dan masyarakat, serta munculnya kejahatan-kejahatan yang sangat buruk, maka Islam memberikannya sanksi berat sebagaimana yang ditetapkan melalui Sunnah Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan ijmak kaum muslimin.


Anas bin Mālik -raḍiyallāhu 'anhu- meriwayatkan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم dibawakan seorang laki-laki yang minum khamar, maka beliau mencambuknya menggunakan dua pelepah kurma sebanyak 40 (empat puluh) kali. Anas berkata, "Hal itu juga dilakukan oleh Abu Bakar. Ketika masa kekhalifahan Umar, dia meminta pendapat orang-orang, maka Abdurrahman bin 'Auf berkata, 'Hukuman ḥad yang paling ringan ialah dicambuk 80 (delapan puluh) kali.' Maka Umar pun memerintahkan hal itu." (HR. Muslim).


Sanksi-sanksi ini harus memenuhi syarat-syaratnya ketika hendak eksekusi; yakni ia tidak dilaksanakan kecuali pada orang yang memenuhi kriteria untuk mendapatkan sanksi, yaitu orang yang balig dan berakal. Adapun anak


51


yang masih kecil atau orang gila, maka mereka diberikan hukuman yang sesuai yang dapat mencegah kejahatan itu.


C) Menjaga keamanan.


Manakala menjaga keamanan adalah pondasi utama memelihara kestabilan, sehingga seseorang dapat fokus menunaikan tugas-tugas agama dan dunianya, maka Islam memperhatikan hal itu terhadap jiwa, harta, dan kehormatan. Untuk itu ditetapkanlah pilar-pilar yang dapat menjaminnya:


1- Terkait jiwa, Islam menetapkan kisas terhadap kejahatan pembunuhan dan tingkat kriminal yang di bawahnya. Allah -Ta'ālā- berfirman tentang pembunuhan,


"Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu (melaksanakan) kisas berkenaan dengan orang


52


yang dibunuh." (QS. Al-Baqarah: 178). Allah -Ta'ālā- juga berfirman terkait tingkat kejahatannya di bawah pembunuhan, 


"Mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya (balasan yang sama)." (QS. Al-Mā`idah: 45).


Pemberlakuan kisas merupakan pencegahan tindak kriminal paling ampuh. Allah -Ta'ālā- berfirman, 


"Dan dalam kisas itu ada (jaminan) kehidupan bagimu, wahai orang-orang yang berakal, agar kamu bertakwa." (QS. Al-Baqarah: 179).


Yang demikian itu, sebab seorang pelaku kejahatan jika mengetahui bahwa dia akan dikisas atas kejahatannya, maka dia tidak akan melakukan kejahatan itu. Karenanya,


53


kejahatan banyak terjadi di negara-negara yang tidak menerapkan kisas.


2- Terkait harta, Islam menetapkan sanksi potong tangan bagi pencuri. Allah -Ta'ālā- berfirman, 


"Adapun orang laki-laki maupun perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana." (QS. Al-Mā`idah: 38). Hukuman ini adalah pencegah yang kuat dari tindak pencurian.


3- Terkati kehormatan, Islam menetapkan sanksi 80 (delapan puluh) kali cambukan bagi orang yang menuduh laki-laki ataupun perempuan yang baik dengan tuduhan zina. Allah -Ta'ālā- berfirman, 


"Dan orang-orang yang menuduh perempuan-perempuan yang baik (berzina) dan mereka tidak


54


mendatangkan empat orang saksi, maka deralah mereka delapan puluh kali." (QS. An-Nūr: 4).


Penerapan kisas dan had adalah faktor terbesar bagi manusia untuk mendapatkan rasa aman pada diri sendiri, harta, dan kehormatan mereka.


D) Amar makruf nahi mungkar.


Ini merupakan pondasi kuat tegaknya politik dalam negeri. Makruf ialah segala sesuatu yang dikenal dan diakui oleh syariat, sedangkan mungkar ialah semua hal yang ditentang dan dilarang oleh syariat.


Pondasi ini adalah pilar paling kuat untuk pijakan politik negara, dan ia mencakup pondasi-pondasi yang disebutkan di atas dan yang lainnya. Pondasi ini menjadi kelebihan umat Islam di atas seluruh manusia. Allah -Ta'ālā- berfirman, ﴿


"Kamu (umat Islam) adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia, (karena kamu) menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang


55


mungkar, dan beriman kepada Allah." (QS. Āli 'Imrān: 110). Ia juga menjadi kunci persatuan umat dan kelancaran urusan agama dan dunia mereka. Sebaliknya, jika pondasi ini hilang, maka dapat menimbulkan kekacauan pikiran, akidah, dan amal. Manusia akan terpecah belah menjadi banyak kelompok dalam agama mereka; setiap kelompok membanggakan apa yang ada pada mereka. Allah -Ta'ālā- berfirman, "Dan hendaklah di antara kalian ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih setelah sampai kepada mereka keterangan yang jelas Dan mereka itulah orang-orang yang mendapat azab yang berat." (QS. Āli 'Imrān: 104-105).


Adapun politik luar negeri yaitu hubungan antara umat Islam dan orang-orang kafir, di sini Islam telah membagi orang kafir menjadi tiga:


Pertama: Kafir Harbi


Golongan ini harus diperangi sampai kemenangan menjadi milik Islam, sehingga tidak ada siapa pun yang


56


mampu menghalangi dakwahnya ataupun yang bangkit melawannya. Allah -Ta'ālā- berfirman


"Dan perangilah mereka itu sampai tidak ada lagi fitnah dan agama hanya bagi Allah semata." (QS. Al-Anfāl: 39). Dalam kondisi peperangan, sebaiknya kita memperlakukan mereka sesuai dengan firman Allah -Ta'ālā-, ﴿


"Maka apabila kamu bertemu dengan orang-orang kafir (di medan perang), maka pukullah batang leher mereka. Selanjutnya, apabila kamu telah mengalahkan mereka, tawanlah mereka, dan setelah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan, sampai perang selesai." (QS. Muḥammad: 4).


57


Kita boleh membunuh mereka setelah sebelumnya ditawan, jika hal itu mengandung maslahat. Karena Nabi صلى الله عليه وسلم membunuh An-Naḍar bin Al-Ḥāriṡ dan 'Uqbah bin Abī Mu'īṭ setelah perang badar tanpa perlawanan.


Hikmah memerangi mereka ialah menegakkan kalimat Allah di atas bumi milik-Nya serta kasih sayang kepada orang-orang kafir agar mereka tunduk dan masuk ke dalam agama Islam.


Kedua: Kafir Muahid


Golongan ini wajib dipenuhi perjanjian terhadap mereka selama mereka lurus di atas perjanjian itu dan tidak membatalkannya sedikit pun serta tidak membantu siapa pun melawan kita. Allah -Ta'ālā- berfirman, 


"Kecuali orang-orang musyrik yang telah mengadakan perjanjian dengan kamu dan mereka sedikit pun tidak mengurangi (isi perjanjian) dan tidak (pula) mereka membantu seorang pun yang memusuhi kamu, maka terhadap mereka itu penuhilah janjinya sampai batas waktunya. Sungguh,


58


Allah menyukai orang-orang yang bertakwa." (QS. At-Taubah: 4).


Jika dikhawatirkan mereka akan melanggar perjanjian, maka mereka harus diberitahu terkait pembatalan perjanjian, dan tidak boleh dibatalkan sebelum mereka diberi tahu, karena yang seperti itu adalah bentuk khianat. Allah -Ta'ālā- berfirman, 


"Dan jika engkau (Muhammad) khawatir akan (terjadinya) pengkhianatan dari suatu golongan, maka kembalikanlah perjanjian itu kepada mereka dengan cara yang jujur. Sungguh, Allah tidak menyukai orang yang berkhianat." (QS. Al-Anfāl: 58).


Jika mereka melanggar perjanjian, maka mereka wajib diperangi. Allah -Ta'ālā- berfirman,


"Dan jika mereka melanggar janji setelah ada perjanjian, dan mencerca agamamu, maka perangilah


59


pemimpin-pemimpin kafir itu. Sesungguhnya mereka adalah orang-orang yang tidak dapat dipegang janjinya, mudah-mudahan mereka berhenti." (QS. At-Taubah: 12).


Hikmah adanya perjanjian ini adalah bahwa terkadang kebutuhan menuntut hal demikian itu karena jumlah umat Islam yang sedikit, mereka lemah, menunggu senjata atau bantuan.


Ketiga: Kafir Zimi


Orang-orang kafir yang membayar jizyah (upeti) untuk bisa berdomisili di negara Islam dan mendapatkan perlindungan, maka mereka berhak mendapatkan itu semua, selama mereka memenuhi persyaratan dari kita dan tidak melanggar perjanjian. Allah -Ta'ālā- berfirman,


"Perangilah orang-orang yang tidak beriman kepada Allah dan hari kemudian, mereka yang tidak mengharamkan apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan mereka yang tidak beragama dengan


60


agama yang benar (agama Allah), (yaitu orang-orang) yang telah diberikan Kitab, hingga mereka membayar jizyah (pajak) dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk." (QS. At-Taubah: 29). Di dalam hadis riwayat Buraidah -raḍiyallāhu 'anhu- disebutkan bahwa Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda ketika mengirim seorang pimpinan pasukan kecil atau besar, "Apabila engkau bertemu musuh dari orang-orang musyrik, serulah mereka kepada tiga pilihan, apa pun yang mereka pilih maka terimalah dan jangan kau perangi mereka: ajaklah mereka kepada Islam, jika mereka menyambutnya maka terimalah dan jangan kau memerangi mereka. Namun, jika enggan (masuk Islam), mintalah mereka membayar jizyah (upeti), bila mereka menyambutnya maka terimalah dan jangan kau memerangi mereka. Akan tetapi, bila mereka menolak, mohonlah pertolongan kepada Allah dan perangilah mereka!." Diringkas dari riwayat Muslim dan Abu Daud.


Akad dengan ahli zimmah memiliki syarat-syarat dan hukum-hukum yang telah dibahas oleh para fukaha, sehingga kita tidak akan paparkan panjang lebar di sini.


E) Kebanggaan seorang muslim dengan agamanya


61


Dari sela-sela pembahasan yang telah lalu tentang keutamaan Islam yang agung, tampak jelas bahwa seorang muslim wajib merasa bangga dan mulia dengan agamanya serta harus menjaga dan membelanya:


1- Karena Allah telah mengabarkan bahwa kemuliaan itu milik orang-orang beriman serta melarang mereka merasa hina dan lemah padahal mereka lebih mulia. Allah -Ta'ālā- berfirman,


"Padahal kekuatan itu hanyalah bagi Allah, rasul-Nya, dan bagi orang-orang mukmin." (QS. Al-Munāfiqūn: 8). Allah -Ta'ālā- juga berfirman,


"Dan janganlah kamu (merasa) lemah, dan jangan (pula) bersedih hati, sebab kamu paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang beriman." (QS. Āli 'Imrān: 139).


2- Nabi صلى الله عليه وسلم telah memperingatkan kita dari sikap menyerupai orang-orang kafir; beliau صلى الله عليه وسلم bersabda,


62


"Siapa yang meniru suatu kaum, maka dia termasuk kaum tersebut."


Makna dari hal ini, bahwa seorang muslim wajib memiliki pribadi yang mandiri yang bisa membedakannya dari orang-orang kafir yang zalim; dia tidak boleh menjadi terbelakang mengikuti orang lain, melainkan harus menjadi yang diikuti, bukan yang mengikuti.


3- Agama Islam adalah agama yang telah disempurnakan oleh Allah dan diridai sebagai agama bagi hamba-hamba-Nya hingga hari Kiamat. Allah -Ta'ālā- berfirman, 


"Pada hari ini telah Aku sempurnakan agamamu untukmu, dan telah Aku cukupkan nikmat-Ku bagimu,


63


dan telah Aku ridai Islam sebagai agamamu.” (QS. Al-Mā`idah: 3).


4- Agama Islam mendominasi semua agama sebelumnya, ia sebagai hakim, dan menyempurnakan yang lalu. Allah -Ta'ālā- berfirman, 


"Dan Kami telah menurunkan Kitab (Al-Qur`an) kepadamu (Muhammad) dengan membawa kebenaran, yang membenarkan kitab-kitab yang diturunkan sebelumnya dan menjaganya." (QS. Al-Mā`idah: 48).


5- Berpegang teguh dengan agama Islam adalah sebab kebahagiaan di dunia dan akhirat. Allah -Ta'ālā- berfirman, ﴿ نثَىٰ وَهُوَ مُؤۡمِ ن فَلَنُحۡيِيَنَّهُ﴾ ]


64


"Barang siapa mengerjakan kebajikan, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, maka pasti akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik dan akan Kami beri balasan dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan." (QS. An-Naḥl: 97).


Segala puji hanya bagi Allah, Tuhan seluruh alam. Semoga Allah melimpahkan selawat dan salam kepada Nabi kita Muhammad, beserta seluruh keluarga, dan para sahabatnya.


Muḥammad Aṣ-Ṣāliḥ Al-'Uṡaimīn.


65


Indeks


PEMBAHASAN TERKAIT DASAR-DASAR AGAMA ............................. 1


Mukadimah ......................................................................................... 3


Agama Islam merupakan ajaran penting tentang kemasyarakatan untuk kemajuan kehidupan manusia. ................................................ 6


Ketidakmampuan Agama dan Aliran-Aliran Lainnya Untuk Memperbaiki Umat Manusia dan Mewujudkan Kebahagiaan Mereka. ............................................................................................. 11


Kesempurnaan Islam dan Kesatuan Prinsip-prinsipnya dalam Memperbaiki Seluruh Aspek Kehidupan Manusia. .......................... 15


Pertama: Kafir Harbi ..................................................................... 55


Kedua: Kafir Muahid .................................................................... 57


Ketiga: Kafir Zimi .......................................................................... 59



Tulisan Terbaru

Menjaga Shalat dan Kh ...

Menjaga Shalat dan Khusyuk dalam Melaksanakannya

Menjampi Air Termasuk ...

Menjampi Air Termasuk Ruqyah Yang Syar'i