Artikel




TUJUAN IBADAH HAJI





DAFTAR ISI


Pendahuluan


Penyempurnaan Haji


Pertama: Penyempurnaan Haji Terkait Waktu


Kedua: Penyempurnaan Haji Terkait Tempat


Ketiga: Penyempurnaan Haji Terkait Tata Caranya


Tujuan Pertama: Mewujudkan Rasa Cinta Hanya kepada Allah


Subḥānahu wa Ta'ālā


Tujuan Kedua: Mewujudkan Sikap Pengagungan kepada Allah 'Azza


wa Jalla


Tujuan Ketiga: Mewujudkan Harapan Hanya kepada Allah 'Azza wa


Jalla


Tujuan Keempat: Mewujudkan Rasa Takut Hanya kepada Allah Ta'ālā


Pertama, Al-Qur`ān


Kedua, As-sunnah


Ketiga, Kenyataan


Tujuan Kelima: Mewujudkan Tawakal kepada Allah 'Azza wa Jalla


Tujuan Keenam: Mewujudkan Pribadi yang Selalu Kembali kepada


Allah 'Azza wa Jalla


Tujuan Ketujuh: Mewujudkan Sikap Rendah Diri Hanya kepada Allah


'Azza wa Jalla


Keistimewaan Mekah Al-Mukarramah


Penutup





TUJUAN IBADAH HAJI


9


PENDAHULUAN


Segala puji bagi Allah yang memuliakan wali-wali-Nya dengan


ilmu yang bermanfaat dan amal saleh. Kemudian membuat ilmu


mereka berbuah rasa takut kepada-Nya, dan taubat sehingga


kepada-Nya. Ilmu telah mengangkat banyak kaum sehingga


mereka pun menjadi manusia yang paling tinggi kedudukannya.


Dengan ilmu itu pula hati manusia terisi, lalu tumbuh cinta


kepada-Nya, rindu bertemu dengan-Nya, dan raga pun sibuk


dengan-Nya, hingga syahdu berdiri di hadapan-Nya.


Selawat dan salam semoga tercurah kepada sebaik-baik manusia


yang paling tahu Tuhannya, lalu ia pun sibuk mengingat-


Nya lebih dari selain-Nya, dan mengikhlaskan ibadah hanya


kepada-Nya; dari shalatnya, ibadahnya, hidup serta matinya,


sehingga Tuhannya memilihnya dan mencintainya, maka Dia


pun meridainya, begitu pula hamba-hamba-Nya yang saleh rida


pada-Nya.


Wahai Tuhan kami, sesungguhnya semua ilmu berada di tangan-


Mu, maka karuniakan kepada kami rezeki ilmu yang paling


Engkau cintai, dan angkatlah dengannya kedudukan kami di


sisi-Mu. Ya Allah, tambahkan amal ibadah kami dengan ilmu


itu, dan ampuni kami dengan sebab ilmu itu, dan lapangkan dada


kami oleh sebab ilmu itu, dan jadikanlah ilmu itu ikhlas hanya


untuk-Mu Yang Mahamulia. Ya Allah, sesungguhnya kami


memohon kepada-Mu taufik dan sikap yang benar pada semua


yang Engkau ridai dan Engkau cintai, baik dalam niat kami,


perkataan kami maupun perbuatan kami. Amma ba’du.


TUJUAN IBADAH HAJI


10


Saudaraku sesama Muslim, saudaraku jemaah haji!


Sungguh indah kedudukan berserah diri kepada Tuhan semesta


alam, itulah ciri orang yang beriman. Jika kedudukan ilmu


seorang hamba makin bertambah daripada kedudukan berserah


diri, maka ia pun semakin dekat dengan Tuhan semesta alam,


Yang Mahasuci lagi Mahatinggi. Ya Allah, tambahkanlah


bagi kami ilmu, rasa berserah diri dan amal saleh, dan dengan


rahmat-Mu terimalah amal ibadah kami wahai Zat Yang Maha


Penyayang, sesungguhnya Engkau Mahakaya lagi Maha Mulia.


Saudaraku jemaah haji!


Baik sekali jika Anda melakukan rangkaian manasik haji


meskipun Anda tidak tahu mengapa Anda melakukannya.


Cukuplah Anda tahu bahwa manasik haji adalah salah satu bentuk


ibadah kepada Allah ‘Azza wa Jalla, dan inilah konsekuensi


berserah diri kepada Tuhan semesta alam, serta konsekuensi


ibadah yang hanya diperuntukkan kepada-Nya.


Alangkah lebih baik lagi jika Anda memohon dengan sungguhsungguh


kepada Allah agar ditambahkan ilmu, lantas Dia pun


mengabulkan doa Anda dan membukakan pintu-Nya, lalu Anda


mengetahui hikmah dari manasik haji tersebut.


Allah Ta’ālā berfirman:


چ ڻ ڻ ڻ ڻ ۀۀ ہ ہ ہ ہ ھ چ


“Dan orang-orang yang berjihad (bersungguh-sungguh) di


jalan Kami, niscaya Kami tunjukkan jalan-jalan Kami. Dan


sungguh, Allah bersama orang-orang yang berbuat baik.” (Al-


’Ankabūt: 69)


Alangkah indahnya kita tahu mengapa Mekah dahulu berupa


TUJUAN IBADAH HAJI


11


sebuah lembah yang tidak ada tumbuhannya, bukan lembah


subur penuh dengan tumbuhan, tidak ada hutan, tidak ada


sungai, sehingga orang yang menunaikan haji dan umrah bisa


bersenang-senang di tempat yang paling Allah cintai?


Mengapa kaki dan tubuh Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam


yang tidak menyentuh tanah Arafah saat Haji Wada’ merupakan


sebuah kekhususan bagi beliau?


Mengapa pula laki-laki dan perempuan bercampur baur


dan berdesakan ketika Tawaf, ketika melontar jamrah di


sebuah tanda kecil, yang mana tidak sejalan dengan syariat


sebagaimana dalam semua ibadah, padahal Allah Mahakuasa


untuk memberikan keleluasaan kepada mereka?


Kenapa ketika kita bertolak dari Arafah, kita harus bermalam di


Muzdalifah padahal Mina lebih dekat? Kita bisa menggelar tempat


tidur dan beistirahat dengan tenang di sana? Dan hal-hal lainnya


yang mengandung hikmah yang agung dalam manasik haji.


Kita tidak meragukan bahwa semua manasik haji memiliki


hikmah yang agung dan maksud-maksud yang sangat detail,


diketahui oleh orang yang ‘alim dan tidak diketahui oleh orang


yang jahil.


Inilah yang menjadi fokus pikiran saya dan mencoba menarik


perhatian kaum muslimin kepadanya, melalui baris-baris tulisan


yang sedikit ini dengan meminta pertolongan Allah ‘Azza wa


Jalla dan berharap bimbingan dari-Nya. Semoga Tuhan kita


berkenan mengampuni kita, merahmati kita, dan menunjukkan


kepada kita jalan-Nya yang lurus.


Perlu diperhatikan, dalam tulisan ini saya tidak fokus membahas


hukum fikih karena berkenaan dengan hukum fikih sudah banyak


TUJUAN IBADAH HAJI


12


dibahas oleh para ulama dalam kitab-kitab fikih. Akan tetapi,


fokus saya adalah pada tujuan-tujuan yang agung yang banyak


dilalaikan oleh kaum muslimin yang menunaikan haji, bahkan


oleh banyak orang yang menulis tentang masalah haji; sebagai


bentuk pengamalan hadis Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam:


رُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ


“Berapa banyak orang yang membawa pemahaman kepada


orang yang lebih faham darinya.” (1)


Juga sebagai pancingan bagi orang yang lebih mampu daripada


saya dalam menjelaskan tujuan-tujuan manasik haji ini dengan


skala lebih besar, lebih jelas, dan lebih lengkap. Jika ada


kebenaran di dalamnya, maka itu semata-mata dari Allah, dan


jika ada kesalahan di dalamnya maka itu dari saya pribadi dan


dari setan.


1 HR. Abu Dawud (3660) dan di sahihkan oleh Al-Albāni


TUJUAN IBADAH HAJI


13


PENYEMPURNAAN HAJI


Allah Ta’ālā berfirman:


چ ۓ ڭ ڭ ڭڭ چ


“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.”


(Al-Baqarah: 196)


Penyempurnaan haji ada 3 (tiga) macam:


Pertama: penyempurnaan haji terkait waktu;


Kedua: penyempurnaan haji terkait tempat;


Ketiga: penyempurnaan haji terkait tata caranya.


Penjabarannya adalah sebagai berikut.


Pertama: Penyempurnaan Haji Terkait Waktu


Yaitu menunaikan haji pada waktu yang telah disyariatkan Allah


ta’ala, tidak memajukan dan tidak mengundurkan.


Semua manasik haji dibatasi oleh waktu tertentu. Pembatasan


waktu ini memiliki tujuan-tujuan, yang mana tujuan-tujuan tersebut


tidak akan terwujud kecuali sesuai dengan waktunya. Maka siapa


saja yang bersikap menggampangkan (tidak memperhatikan)


waktu yang telah Allah tetapkan, maka ia telah melalaikan


penyempurnaan tujuan-tujuan tersebut. Allah Ta’ālā berfirman:


چ ٱ ٻ ٻٻ چ


“)Musim) haji (pada) beberapa bulan yang diketahui.” (Al-


Baqarah: 197)


Dan Allah Ta’ālā berfirman:


چ ٻ ٻ ٻ ٻ پپ چ


TUJUAN IBADAH HAJI


14


“Dan berzikirlah kepada Allah pada hari yang telah ditentukan


jumlahnya.” (Al-Baqarah: 203).


Sebagai contoh, orang yang ingin cepat-cepat selesai dan tidak


mabīt (bermalam) di Muzdalifah atau keluar dari Muzdalifah


sebelum tengah malam. Begitu juga yang melempar jamrah


sebelum tergelincirnya matahari pada hari ke-12 (dua belas).


Maka, hal tersebut menyelisihi tujuan-tujuan haji atau


menguranginya.


Kedua: Penyempurnaan Haji Terkait Tempat


Yaitu menunaikan ibadah-ibadah yang telah Allah syariatkan


dalam haji pada tempat-tempatnya yang dikehendaki Allah


Ta'ālā.


Setiap tempat manasik haji memiliki maksud tertentu yang


tidak akan terwujud kecuali dengannya. Maka siapa saja yang


meremehkan tempat ibadah tersebut, maka ia telah melalaikan


kesempurnaan tujuan-tujuan ibadah haji ini.


Misalnya, Allah mengehendaki kita untuk wukuf di Arafah yang


memiliki batas-batas lokasinya, maka kita tidak boleh keluar


dari batas-batas tersebut. Dan Allah menghendaki kita bermalam


di Muzdalifah semalam penuh atau lebih, maka kita tidak keluar


pada malam hari di Muzdalifah dari batas lokasi Muzdalifah.


Demikian juga Allah menghendaki kita mabit (bermalam) di


Mina di malam yang telah ditentukan untuknya, maka kita tidak


keluar dari Mina, kecuali darurat seperti desakan keramaian.


Inilah penyempurnaan haji terkait tempat.


Sebagian ibadah dipersingkat waktunya, dan tempatnya


menjadi sempit karena jumlah jemaah haji yang banyak, seperti:


melontar jamrah, tawaf, dan mencium hajar aswad. Waktunya


TUJUAN IBADAH HAJI


15


tidak diperpanjang sampai satu bulan atau beberapa minggu


untuk mengurangi kepadatan, dan tempatnya tidak diperluas


atau diperbanyak supaya sesuai dengan jumlah jemaah haji


sepanjang tahun. Ibadah tersebut tidak hanya dilakukan oleh


kaum laki-laki saja tanpa melibatkan kaum wanita sehingga


jumlah kepadatan menjadi berkurang, dan ibadah tersebut bukan


ibadah sunnah. Akan tetapi, ibadah tersebut wajib dilakukan oleh


semua jemaah haji baik laki-laki maupun perempuan di tempat


yang sempit dan waktu yang singkat. Dan Allah Mahatahu,


Mahabijaksana, tidak ada yang luput dari-Nya hukum-hukum


apa pun yang akan muncul karena kepadatan dan campur baur


yang sangat luar biasa itu. Semua ini memiliki hikmah yang


agung yang dikehendaki oleh Allah Subḥānahu wa Ta’ālā Yang


Mahabijaksana lagi Maha Mengetahui.


Ketiga: Penyempurnaan Haji Terkait Tata


Caranya


Yaitu dengan memperhatikan 3 (tiga) jenis hukum berikut ini:


Pertama: Tujuan-tujuan haji;


Kedua: Hukum-hukum fikih dalam ibadah haji;


Ketiga: Maslahat yang diharapkan dalam ibadah haji.


Penjabaran di atas sebagai berikut.


Pertama: Tujuan-tujuan haji. Poin ini akan dijelaskan secara


rinci nanti insya Allah.


Kedua: Hukum-hukum fikih dalam ibadah haji, seperti


wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Hukum-hukum ini


telah banyak dijelaskan oleh para ulama dan banyak ditanyakan


oleh kaum muslimin, sehingga dirasa sudah cukup dan tidak


perlu dibahas lagi dalam buku ini.


TUJUAN IBADAH HAJI


16


Ketiga: Perkara kemaslahatan yang membantu kesempurnaan


ibadah haji, seperti aturan lalu lintas, aturan jalan, kebersihan,


hotel, dan keharusan adanya pendamping, dan lain-lain.


Mungkin banyak orang yang kurang perhatian dengan hal ini


sehingga menimbulkan banyak masalah. Akibatnya, mereka


tidak bisa sampai ke tempat manasik haji pada waktu yang telah


ditentukan, atau sampai ke tempat tersebut setelah berusaha dengan


susah payah dan mempengaruhi kesempurnaan ibadah mereka.


Jika semua pihak saling bekerja sama dalam memperhatikan


perkara kemaslahatan ini, maka sangat mungkin mereka bisa


menjalankan ibadah dengan mudah dan gampang.


Pertanyaannya kemudian adalah:


Bagaimana kita bisa mewujudkan ibadah ini menjadi


sempurna dengan 3 (tiga) poin di atas sehingga sesuai dengn


firman Allah Ta’ālā:


چ ۓ ڭ ڭ ڭڭ چ


“Dan sempurnakanlah ibadah haji dan umrah karena Allah.”


(Al-Baqarah: 196)?


Jawabannya adalah:


Pertama, kita harus mempelajari 3 (tiga) poin ini dan mengetahui


hakikatnya. Allah Subḥānahu wa Ta’ālā telah berjanji bahwa jika


kita mengerahkan kesungguhan maka Dia akan menunjukkan


kita kepada hal-hal yang dicintai dan diridai-Nya. Sebagaimana


firman Allah Ta’ālā:


چ ڻ ڻ ڻ ڻ ۀۀ ہ ہ ہ ہ ھ چ


“Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridaan)


TUJUAN IBADAH HAJI


17


Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalanjalan


Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta


orang-orang yang berbuat baik.” (Al-'Ankabūt: 69)


Dan di antara sikap sungguh-sungguh adalah berdoa kepada


Allah Subḥānahu wa Ta’ālā agar kita diberi rezeki untuk bisa


memahami tujuan ibadah haji ini serta mewujudkannya sesuai


dengan apa yang dikehendaki-Nya dari kita.


چ ٺ ٺ ٿ ٿ ٿ چ


“Dan katakanlah !Ya Tuhanku ,tambahkanlah ilmu kepadaku.”


(Ṭāha: 114)


Juga membaca berulang-ulang nas-nas yang ada dalam Al-


Qur`ān dan As-Sunnah yang berkaitan dengan ibadah haji.


Bertanya kepada ulama dan membaca buku-buku yang


berkaitan dengannya serta menghadiri majelis-majelis ilmu


yang membahas tentangnya.


Kedua, berusaha mewujudkannya sesempurna mungkin.


Sebagaimana firman Allah Ta’ālā:





“Dan ikutilah sebaik-baik apa yang telah diturunkan kepadamu


dari Tuhanmu sebelum datang azab kepadamu dengan tiba-tiba,


sedang kamu tidak menyadarinya.” (Az-Zumar: 55)


Ayat ini berlaku untuk semua jenis ibadah. Maka, kita jangan


tergesa-gesa dalam ibadah hanya sekedar mengikuti keinginan


dengan mempersingkatnya, kurang sunguh-sungguh, ingin


segera istirahat, atau malas. Ingatlah, dunia ini tempat kita


TUJUAN IBADAH HAJI


18


beramal dan tempat singgah, sedangkan surga tempat balasan


amal dan tempat abadi.


Ini semua tidak dapat kita wujudkan melainkan dengan taufik


Allah Ta’ālā. Dengan demikian, mari kita banyak-banyak


berdoa kepada Allah agar diberikan taufik kepada semua hal


yang dicintai dan diridai-Nya.


Ketiga, hendaknya kita merasa sedih ketika tidak mampu


melakukan manasik haji dengan cara yang sempurna karena ada


uzur syar'i, seperti tidak tahu ilmunya, lupa, dan sebagainya.


Maka, hendaknya kita memperbanyak istigfar, memohon


agar Allah menerima ibadah kita, semoga Allah mengganti


kekurangan ibadah kita dengan kemurahan dan kebaikan-Nya.


Kemudian, kita kembali dari ibadah haji membawa harapan,


antara harapan penerimaan dan kesempurnaan amal dengan rasa


takut dari amal ibadah yang tertolak dan dari kekurangannya.


Mari kita kembali ke pembahasan awal, tentang menyempurnakan


haji terkait tata caranya, yaitu mengetahui tujuan ibadah haji


dan merealisasikannya. Maka kita katakan, “Tujuan ibadah haji


merupakan faedah-faedah dan hikmah-hikmah yang besar yang


karenanya ibadah haji disyariatkan."


Maka tujuan ibadah haji yang paling utama adalah


mewujudkan penghambaan kepada Allah ‘Azza wa Jalla.


Yaitu dengan cara melaksanakan perintah Allah, dalam firman-Nya:


چ ھ ھ ے ے ۓ ۓ ڭ ڭ ڭڭ ۋ چ


“ Dan (di antara) kewajiban manusia terhadap Allah adalah


melaksanakan ibadah haji ke Baitullah, yaitu bagi orang-orang


yang mampu mengadakan perjalanan ke sana.” (Āli 'Imrān: 97)


TUJUAN IBADAH HAJI


19


Tujuan ini harus diketahui setiap jemaah haji, tidak boleh


seorang pun jahil tentangnya.


Tujuan yang utama ini, yaitu mewujudkan penghambaan kepada


Allah ‘Azza wa Jalla, tidak akan sempurna kecuali dengan


mewujudkan tujuan-tujuan agung yang terkandung di dalamnya,


seperti mencintai Allah Ta’ālā, mengagungkan-Nya, mengharap


dan takut kepada-Nya, bertawakal dan bertaubat kepada-Nya.


Inilah di antara tujuan disyariatkannya ibadah haji.


Disyariatkan pula kepada manusia untuk mempelajarinya,


memahaminya, dan mengerahkan kesungguhan dalam


mengetahuhinya serta mewujudkannya, dan manusia betingkattingkat


dalam hal ini.


Namun, tidak wajib bagi jemaah haji untuk mengetahui tujuan


ibadah haji tersebut secara rinci. Akan tetapi, seberapa besar ia


bisa mewujudkan tujuan tersebut maka sebesar itu pula pahala


dan kedudukannya di sisi Allah Subḥānahu wa Ta’ālā.


Dengan demikian, berbeda pula kedudukan jemaah haji dalam


pahala sesuai dengan pemahamannya terhadap tujuan-tujuan


tersebut. Sebagaimana firman Allah Ta’ālā:


چ ئۆ ئۈ ئۈ ئې ئې ئې ﯹ ﯺﯻ ی ی ی یچ


“Katakanlah”, Apakah sama orang-orang yang mengetahui


dengan orang-orang yang tidak mengetahui“?Sesungguhnya


hanya orang yang berakal sehat yang dapat menerima


pelajaran.” (Az-Zumar:9)


Dalam buku ini, Kita ingin menelusuri secara perlahan dan


cermat tentang tujuan-tujuan ibadah haji, menghayatinya,


mentadaburinya, dengan harapan semoga Allah menambahkan


TUJUAN IBADAH HAJI


20


kepada kita keimanan, kepasrahan, serta amalan saleh. Demikian


juga kita memohon keikhlasan, taufik, serta perbaikan dalam


segala hal yang dicintai dan diridai-Nya.


چ ٺ ٺ ٿ ٿ ٿ چ


“ Dan katakanlah !Ya Tuhanku ,tambahkanlah ilmu kepadaku.”


(Ṭāha: 114).


Kita telah tahu bahwa tujuan haji yang paling utama adalah


mewujudkan penghambaan kepada Allah Ta’ālā. Dan kita


katakan bahwa tujuan ini memiliki unsur-unsur yang sangat


agung, yang mana setiap unsur tersebut merupakan tujuan dari


tujuan-tujuan haji.


Maka apakah unsur-unsur itu? Bahkan ada pertanyaan yang


sangat penting, yaitu bagaimana manasik haji bisa mewujudkan


tujuan-tujuan tersebut?


Inilah yang akan kita coba menjelaskannya dengan pertolongan


Allah ‘Azza wa Jalla.


TUJUAN IBADAH HAJI


21


TUJUAN PERTAMA: MEWUJUDKAN


RASA CINTA HANYA KEPADA ALLAH


SUBḤĀNAHU WA TA’ĀLĀ





" Katakanlah, 'Jika bapak-bapakmu ,anak-anakmu ,saudarasaudaramu


,istri-istrimu ,keluargamu ,harta kekayaan yang kamu


usahakan ,perdagangan yang kamu khawatirkan kerugiannya,


dan rumah-rumah tempat tinggal yang kamu sukai ,lebih kamu


cintai dari pada Allah dan rasul-Nya serta berjihad di jalan-


Nya, maka tunggulah sampai Allah memberikan keputusan-


Nya.' Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang


fasik." (At-Taubah: 24)


Saudaraku jemaah haji!


Renungkanlah, sesungguhnya Anda tidak dapat menunaikan


ibadah haji, kecuali Anda meninggalkan semua yang dicintai


dalam hidup Anda. Anda tidak bisa pergi haji kecuali


meninggalkan negara yang Anda cintai dan Anda tinggali. Anda


juga harus meninggalkan istri tercinta, anak-anak tersayang,


rumah yang tenang, kampung halaman, pekerjaan, sawah


ladang, kendaraan, dan sanak keluarga Anda.


Semua yang dicintai ini Anda tinggalkan, sedangkan Anda


tidak tahu apakah bisa kembali lagi atau tidak. Dan ketika Anda


meninggalkan semua itu, Anda juga bukan menuju sebuah


TUJUAN IBADAH HAJI


22


lembah yang dipenuhi tumbuhan, hutan yang hijau, atau udara


yang segar dan tempat yang luas. Akan tetapi, Anda menuju


sebuah lembah yang tidak ada tanamannya, sangat panas, dan


penuh sesak dengan manusia.


Jika Anda sudah sampai ke sana sedangkan Anda memiliki


orang-orang tercinta, maka seharusnya Anda meninggalkannya


guna mewujudkan dan mengikhlaskan kecintaan yang lebih


agung, yang murni hanya untuk Allah ‘Azza wa Jalla.


Jika Anda ditemani istri tercinta dan pakaian yang mahal serta


parfum yang wangi, maka semua itu menjadi haram saat anda


mulai ihram.


Bahkan di Mekah sendiri terdapat hal-hal agung sangat Anda


cintai, seperti Masjidil Haram, Ka’bah yang mulia, Hajar Aswad,


Maqam Ibrahim, sumur Zamzam, dan tanah haram itu sendiri.


Ini semua merupakan hal-hal yang dicintai.


Barangkali tujuannya di sini—wallāhu a'lam— adalah


sebagai ujian dan latihan bagi seorang hamba. Jika Allah lebih


ia cintai dari semua perkara tersebut, maka hendaklah dia


meninggalkannya dan keluar dari tanah haram. Ia keluar dengan


kondisi pasrah terhadap perintah Allah Subḥānahu wa Ta’ālā


dan hukum-Nya, yaitu ketika pada hari yang paling agung dalam


ibadah haji, menuju Arafah —dan Arafah berada di luar batas


tanah haram—. Di tanah Arafah tidak ada hal-hal yang dicintai,


maka tidak ada lagi yang Anda cintai selain Allah Subḥānahu


wa Ta’ālā semata. Ini merupakan dalil bahwa Allah lebih ia


cintai daripada semua hal tersebut. Dan ini merupakan kejujuran


dan ketulusan cinta hanya untuk Allah ‘Azza wa Jalla, baik


perkataan maupun perbuatan.


TUJUAN IBADAH HAJI


23


Pertanyaan: Apakah ada keterangan yang benar bahwa


dua kaki Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam yang mulia atau


tubuhnya yang suci menyentuh tanah Arafah?


Saya telah mencari secara detail tentang tata cara haji Nabi


ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dalam sumber-sumber yang


terpercaya, namun saya tidak menemukan satu dalil ataupun


isyarat yang menunjukkan bahwa anggota badan Nabi


ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam yang mulia telah menyentuh tanah


Arafah. Bahkan sebaliknya, isyarat yang ada menunjukkan


bahwa anggota badan Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam tidak


pernah menyentuh tanah Arafah untuk tujuan tersendiri, dan


ini merupakan hukum ibadah yang bersifat khusus bagi beliau,


tidak untuk umatnya. Di antara isyarat tersebut adalah perintah


Allah kepada Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dalam


perjalanannya ke Arafah dengan beberapa perintah yang layak


untuk kita cermati dan renungkan.


Allah telah memerintahkan Rasul-Nya ṣallallāhu ‘alaihi wa


sallam untuk berhenti sebelum batas Arafah beberapa meter,


yaitu di Lembah 'Uranah. Di sana beliau makan, minum,


istirahat, dan wudu di luar Arafah. Kemudian, ketika matahari


tergelincir ke barat, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam


memerintahkan para sahabatnya riḍwānullāh 'alaihim untuk


masuk ke perbatasan tanah Arafah, satu atau dua meter.


Sedangkan beliau berdiri di luar perbatasan, satu atau dua meter,


kemudian berkhutbah dan mengimami shalat berjamaah, dan


beliau berada di luar batas Arafah, sedangkan para sahabatnya


di dalam lokasi Arafah. Setelah selesai khutbah dan shalat,


beliau menaiki kendaraannya dari luar batas Arafah lalu masuk


ke Arafah. Beliau tetap di atas kendaraannya, tidak turun sampai


matahari tenggelam. Demikianlah penjelasan dari berbagai nas.


TUJUAN IBADAH HAJI


24


Nabi keluar dari Arafah sedangkan kakinya tidak pernah sekalipun


menyentuh tanah Arafah pada Haji Wada'. Dan ini adalah perintah


Allah yang dikhususkan untuk beliau. Wallāhu a'lam.


Pertanyaan: Mengapa kedua kaki Rasulullah ṣallallāhu


‘alaihi wa sallam yang mulia tidak menyentuh tanah Arafah


pada haji Wada’?


Sudah maklum, bahwa Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam


dicintai oleh setiap mukmin. Demikian pula bekas-bekasnya


dicintai, bahkan yang banyak dicari orang. Namun, Allah


menghendaki agar tidak ada satu bekas pun di Arafah yang


dicintai selain Allah Subḥānahu wa Ta’ālā, meskipun itu bekas


Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam.


Barangkali hikmah yang dapat dipetik—wallāhu a'lam—, jika


Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam memiliki bekas di


tanah Arafah, bisa jadi banyak sekali manusia sibuk dengannya


daripada kecintaan mereka kepada Allah Ta’ālā pada hari


yang agung tersebut, dan hati manusia akan beralih mencintai


makhluk daripada mencintai Tuhannya Subḥānahu.


Apakah tidak mungkin demikian? Sangat mungkin, dan kita


tahu bahwa sebagian besar penyebab kesesatan manusia adalah


guluw (berlebih-lebihan) dalam mencintai orang-orang saleh


dan bekas-bekas mereka.


Bukankah kesyirikan yang pertama kali muncul pada zaman


Nabi Nuh 'alaihissalām disebabkan oleh perbuatan guluw dalam


mencintai orang-orang saleh dan bekas-bekas hidup mereka?


Bukankah kesesatan kaum Nasrani karena mereka guluw dalam


mencintai Nabi Isa 'alaihissalām?


TUJUAN IBADAH HAJI


25


Demikian juga Syiah Rafidah, bukankah mereka tersesat dengan


guluw dalam mencintai Ali dan Husain riḍwānullāh 'alaihim?


Dan sebagian Sufi telah sesat karena guluw dalam mencintai


Jailani dan yang lainnya?


Mereka mencintai orang-orang saleh tersebut dengan


mengorbankan cinta mereka kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Maka


mereka pun binasa dalam hal tersebut.


Demikian itulah yang diinginkan dari Jemaah haji, agar tidak


ada bekas dari Nabi tercinta di hadapan mereka di Arafah yang


bisa menyibukkan hati mereka, kecuali hanya sibuk dengan


Allah Subḥānahu wa Ta’ālā semata-mata.


Terkadang kecintaan seorang hamba kepada Tuhannya diuji


dengan munculnya sesuatu yang dicintai (selain Allah) di


hadapannya pada saat ia sangat cinta kepadanya. Akan tetapi,


Allah menghalanginya dari cinta tersebut sebagai ujian baginya


–apakah Allah lebih ia cintai atau yang lain-? Lihatlah para


sahabat diuji dengan tidak bisa menunaikan haji karena lapar


dan kefakiran. Dan ketika mereka mulai melakukan ihram, Allah


memerintahkan hewan buruan mendekat kepada mereka tidak


seperti biasanya, sampai memungkinkan bisa dipegang oleh


tangan mereka dan bisa ditombak, sebagai ujian bagi mereka.


Sebagaimana firman Allah Ta’ālā:





“Wahai orang-orang yang beriman !Allah pasti akan menguji


kamu dengan hewan buruan yang dengan mudah kamu peroleh


dengan tangan dan tombakmu agar Allah mengetahui siapa


yang takut kepada-Nya ,meskipun dia tidak melihat-Nya .Barang


TUJUAN IBADAH HAJI


26


siapa melampaui batas setelah itu ,maka dia akan mendapat


azab yang pedih”. (Al-Mā`idah: 94)


Alangkah agungnya sikap para sahabat raḍiyallāhu ‘anhum dalam


mewujudkan tauhid cinta mereka ketika meninggalkan hewan


buruan ini dalam rangka ibadah kepada Allah Ta’ālā meskipun


mereka sangat membutuhkannya, tanpa ada yang mengawasi,


tanpa ada yang mengontrol selain Allah ‘Azza wa Jalla.


Kemudian ujian semakin besar ketika tawaf dan melempar jamrah.


Setelah seseorang meninggalkan banyak perkara yang dicintainya


yang pada awalnya halal, seperti istri, minyak wangi, dan hewan


buruan, kemudian datang ujian cinta dalam perkara yang asalnya


diharamkan, yaitu ujian campur baur laki-laki dengan wanita dan


sebaliknya, laki-laki dengan wanita yang bukan mahram.


Meskipun bisa saja tempat melempar jamrah dipisahkan antara


laki-laki dan perempuan, atau tawaf dan melontar jamrah dibagi


satu hari untuk laki-laki dan satu hari untuk perempuan, atau


perempuan digugurkan dari kewajiban tawaf dan melempar


jamrah karena dipenuhi kaum laki-laki, atau melempar jamrah ke


gunung yang besar bukan melempar ke tanda (batu tugu) yang kecil


sehingga manusia tidak berdesak-desakan. Akan tetapi, syariat


turun dengan hukum tawaf dan melontar jamrah dalam bentuk


seperti yang terlihat sekarang, yang mungkin saja keramaian ini


menjadikan laki-laki dan perempuan saling berdekatan sampai


pada satu tempat yang sempit agar ujian semakin kuat. Apakah


Allah lebih kalian cintai atau lawan jenis?


Maka Anda akan dapati mukmin yang jujur, yang menyibukkan


hatinya dengan kecintaan kepada Allah, meskipun sangat


berdesakan, tidak ada pengawas, ia tetap bersikap wara',


waspada dan bertakwa semaksimal mungkin, tidak untuk tujuan


TUJUAN IBADAH HAJI


27


apapun selain karena Allah lebih ia cintai daripada selain-Nya.


Terlebih lagi ia mengetahui bahwa Ibrahim 'alaihissalām tidak


diberi gelar Khalīlullāh melainkan setelah ia diuji di tempat


melontar jamrah dengan anaknya Ismail 'alaihissalām. Setelah


Ibrahim diuji dengan kemandulan beberapa tahun lamanya,


kemudian setelah ia dikaruniai anak, ia diperintahkan untuk


meninggalkan anak dan istrinya di sebuah lembah yang tidak ada


tanamannya, lalu ia pergi ke Syam. Kemudian ujiannya semakin


berat. Ia diperintahkan untuk kembali kepada mereka. Setelah


meluapkan rasa gembira bertemu anaknya, ia diperintahkan


untuk menyembelihnya, maka ia pun menuju tempat melempar


jamrah untuk melakukan perintah Allah Ta’ālā. Kemudian


ia didatangi setan sebanyak tiga kali, membuatnya ragu agar


tidak jadi melaksanakan perintah Tuhannya. Akan tetapi, tidak


didapati dari Ibrahim selain penolakan yang tegas, lemparan


batu, seraya mengulang-ulang takbir. Allah lebih besar dari


segala yang dicintai. Allāhu akbar, Allāhu akbar, Allāhu akbar.


Pertanyaan: Mengapa Mekah berada di lembah yang tidak


ada tumbuhannya?


Andai perjalanan haji menuju lembah yang ada tumbuhannya,


hijau, dan banyak sungai, mungkin saja niat sebagian jemaah


haji bercampur aduk, wallāhu a'lam. Apakah mereka berniat


haji untuk ibadah yang ikhlas atau untuk melihat sungai-sungai,


tanaman yang hijau dan pemandangan yang indah?


Hikmah lainnya –wallāhu a'lam– adalah andai Mekah memiliki


dua kelebihan, yakni:


Pertama, setiap hati terpaut ingin pergi ke sana;


Kedua, Mekah memiliki tanah yang hijau dan sungai-sungai, bisa


jadi seseorang pergi berkali-kali ke sana dan tidak memberikan


kesempatan bagi yang lain.


TUJUAN IBADAH HAJI


28


Tapi dengan rahmat Allah Subḥānahu wa Ta’ālā hati manusia


sangat ingin ke sana, kemudian ia pun datang ke sana, lalu


menemukan sebuah lembah yang tidak ada tumbuhannya, tidak


lepas dari rasa sulit, lalu ia pun menyelesaikan ibadahnya,


kemudian beranjak pulang dan memberikan kesempatan bagi


yang lain.


Akhir kata, tentang perwujudan tauhid cinta hanya kepada Allah


Subḥānahu wa Ta'ālā, saya katakan,


“Sesungguhnya Allah Subḥānahu wa Ta’ālā tidak akan


menerima apabila cinta seorang hamba kepada-Nya sama


dengan cintanya kepada selain-Nya, apalagi jika cinta


kepada selain-Nya lebih besar daripada cinta kepada-Nya.”


Inilah yang dinamakan dengan tauhid cinta kepada


AllahTa’ālā.


Jika Anda telah mengetahui tujuan yang agung ini, maka


perbanyaklah doa ketika ibadah haji agar bisa mewujudkan


tujuan ini, faktor-faktornya, dan memohon dijauhkan segala


rintangannya. Jika doa Anda dikabulkan, maka berbahagialah!


TUJUAN IBADAH HAJI


29


TUJUAN KEDUA: MEWUJUDKAN SIKAP


PENGAGUNGAN KEPADA ALLAH ‘AZZA WA


JALLA


چ ٹ ٹ ڤ ڤ ڤ ڤ ڦ ڦ ڦ ڦ چ


“Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa


mengagungkan syi'ar-syi'ar Allah, maka sesungguhnya hal itu


timbul dari ketakwaan hati.” (Al-Ḥajj: 32)


Sya’ā`ir dan masy’ar adalah segala sesuatu yang menyimbolkan


keagungan Allah dan kekayaan-Nya, sekaligus menyimbolkan


kehinaan makhluk dan kefakirannya. Simbol ini jelas terlihat


di Muzdalifah. Mahasuci Zat yang mana semua jiwa tunduk


kepada keagungan-Nya.


Sesungguhnya orang yang membandingkan antara kondisi


jemaah haji di Mina dan Arafah dari satu sisi, dengan kondisi


mereka di Muzdalifah dari sisi yang lain, akan melihat


perbedaan yang sangat detail antara keduanya. Jemaah haji di


Mina dan Arafah sangat terlihat perbedaan strata sosial mereka


dalam kekayaan dan kefakiran. Perbedaan tersebut dengan jelas


terlihat pada jenis tenda, makanan, dan kendaraan mereka.


Di Mina dan Arafah, Anda akan temukan seorang yang kelaparan


tinggal di pinggiran jalan, dan Anda akan lihat pula orang kaya


di tendanya, pada penampilannya dan harta bendanya.


Hingga mungkin saja jemaah haji di sana sibuk dengan kekayaan


makhluk dari kekayaan Allah Yang Mahasuci. Juga sibuk


dengan keagungan makhluk dari keagungan sang Khalik Yang


TUJUAN IBADAH HAJI