31
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta
pertanggungjawabannya.” (Al-Isrā`: 36).
Yakni janganlah mengikuti perkara yang tidak kamu kuasai ilmunya, akan tetapi
hati-hatilah dalam berkata dan berbuat. Jangan dikira bahwa apa yang kamu
lakukan itu akan selesai begitu saja, tanpa ada efeknya untukmu sebagai pahala
atau dosa. Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui.
Karena pendengaran, penglihatan, dan hati nurani, semua itu akan diminta
pertanggungjawabannya. Maka, sudah seharusnya seseorang yang mengetahui
bahwa dia akan ditanya tentang perkataan dan perbuatannya, tentang anggota tubuh
yang ia gunakan, yang Allah ciptakan untuk ibadah kepada-Nya, agar ia menyiapkan
jawaban untuk pertanyaan tersebut. Jawaban itu tidak bisa disiapkan kecuali dengan
menggunakannya untuk beribadah kepada Allah, mengikhlaskan agama hanya
kepada-Nya, dan menahannya dari tindakan yang tidak disukai oleh Allah Ta’ālā.
Adab Ke–25: Menjaga Perasaan Saudara
)ڇ ڇ ڍ ڍ ڌ ڌڎ ڎ ڈ ڈ ژژ ڑ ڑ ک ک ک ک گ(
Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, “Hendaklah mereka mengucapkan
perkataan yang lebih baik (benar). Sungguh, setan itu (selalu) menimbulkan
perselisihan di antara mereka. Sungguh, setan adalah musuh yang nyata bagi
manusia.” (Al-Isrā`: 53).
Ini mencakup semua perkataan yang dapat mendekatkan diri kepada Allah;
berupa bacaan, zikir, ilmu, amar makruf, nahi mungkar, perkataan baik dan
lembut kepada orang lain dengan berbagai strata sosial dan kedudukan mereka.
Jika sebuah urusan berada di antara dua kebaikan, maka pilihlah yang paling
baik dari keduanya jika tidak bisa digabungkan.
Perkataan yang baik dapat mengundang semua akhlak yang baik dan amal saleh.
Siapa yang bisa menguasai lisannya maka ia bisa menguasai semua urusannya.
Firman Allah, “Sungguh, setan adalah musuh yang nyata bagi manusia’”
maksudnya, setan berupaya merusak manusia, baik agama maupun dunia.
Maka obat masalah ini adalah jangan menaatinya terkait kata-kata buruk yang
dihembuskan setan tersebut, bersikap lemah lembut kepada mereka, agar setan
tersebut tersiksa karena berusaha menimbulkan perselisihan di antara mereka.
Sungguh, setan adalah musuh hakiki yang harus diperangi, karena ia mengajak
mereka “menjadi penghuni neraka yang menyala-nyala.” (Fāṭir: 6).
Adapun terkait saudara mereka, meskipun mereka diganggu oleh setan dan
ia melontarkan permusuhan di antara mereka, maka harus ada ketegasan dan
usaha untuk memeranginya, dan menekan hawa nafsu yang selalu menyuruh
32
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
melakukan perbuatan buruk, yang menjadi celah tempat setan masuk untuk
mengganggu. Dengan demikian, berarti mereka menaati Allah, urusan mereka
menjadi lurus, dan mereka mendapat petunjuk kepada kebenaran.
SURAH AL-ḤAJJ
Adab Ke–26: Mengagungkan Syariat Allah
) ڭ ۇ ۇ ۆ ۆ ۈ ۈ ٷ ۋ ۋ (
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barang siapa mengagungkan apa
yang terhormat di sisi Allah (ḥurumāt), maka itu lebih baik baginya di sisi
Tuhannya.” (Al-Ḥajj: 30).
Ḥurumātullāh adalah segala hal yang memiliki kehormatan, dan diperintahkan
untuk menghormatinya dengan ibadah atau lainnya. Seperti semua bentuk
manasik (haji dan umrah), tanah haram dan ihram, kurban, juga ibadah-ibadah
lain yang diperintahkan Allah. Mengagungkannya dilakukan dengan hati,
mencintainya, menyempurnakan ibadah di sana, tidak meremehkan, tidak
bermalas-malasan, dan tidak merasa berat.
Adab Ke–27: Menjauhi Perkataan Dusta
) ئە ئو ئو ئۇ(
“Dan jauhilah perkataan dusta.” (Al-Ḥajj: 30).
Maksud ayat tersebut yaitu setiap perkataan yang diharamkan. Semua itu
termasuk perkataan dusta, juga termasuk kesaksian palsu.
Tatkala Allah melarang perbuatan syirik, dosa, dan perkataan dusta, maka
Allah memerintahkan agar “menjadi lurus (dalam beragama) karena Allah,”
yakni bersegera menuju kepada-Nya dan melaksanakan ibadah kepada-Nya,
serta berpaling dari selain-Nya.
SURAH AN-NŪR
Adab Ke–28: Kembali Pulang ketika Tidak Diizinkan Masuk
“Dan jika kalian tidak menemui seorang pun di dalamnya, maka janganlah
33
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
kalian masuk sebelum kalian mendapat izin. Dan jika dikatakan kepada
kalian, “Kembalilah!” Maka (hendaklah) kalian kembali. Itu lebih suci bagi
kalian. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.” (An-Nūr: 28).
Jangan enggan untuk kembali pulang, dan jangan marah dengan tindakan tuan
rumah, karena dia tidak menahan hak yang wajib diberikan kepada kalian, akan
tetapi ia melakukannya secara sukarela. Jika dia mau memberi izin atau tidak,
maka jangan sekali-kali kalian merasa sombong dan merasa kesal menghadapinya.
Itu lebih bersih bagi kalian, lebih utama untuk membersihkan keburukan dan
menambah kebaikan kalian.
Adab Ke–29: Menjaga Pandangan dari Perkara Haram
) ڇ ڇ ڇ ڇ ڍ ڍ ڌڌ ڎ ڎ ڈڈ ژ ژ ڑ ڑ ک ک(
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya,
dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh,
Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.” (An-Nūr: 30).
Bimbinglah kaum mukmin kepada kebenaran. Katakan kepada mereka yang
beriman, di mana keimanan tersebut melarang mereka melakukan perkara
yang merusak keimanan, “hendaklah mereka menjaga pandanganya” dari
melihat aurat, wanita asing (yang bukan mahram), laki-laki Amrad (1) yang
dikhawatirkan menimbulkan fitnah, dan perhiasan dunia yang menggoda dan
menjerumuskan mereka ke dalam perkara haram.
Dan memelihara kemaluannya dari melakukan hubungan seks yang
diharamkan di vagina maupun anus, atau yang lainnya; dan dari menyentuh
dengan syahwat atau memandangnya. Yang demikian itu, menjaga pandangan
dan kemaluan, lebih suci bagi mereka, lebih suci, lebih baik, dan lebih
produktif bagi amal perbuatan mereka. Siapa yang menjaga kemaluan dan
pandangannya maka ia akan tersucikan dari keburukan yang menggelimangi
pelaku kemaksiatan. Perbuatannya juga tersucikan karena meninggalkan
perilaku haram yang sangat disukai dan didorong oleh hawa nafsu.
Siapa yang meninggalkan suatu perkara karena Allah, maka Allah akan
menggantinya dengan yang lebih baik baginya. Siapa yang menahan
pandangannya dari perkara haram, maka Allah akan memberikan cahaya di
1 Anak laki-laki yang mukanya tidak berkumis dan tidak berjenggot dan menawan
hati.(pent.).
34
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
pandangannya. Karena seorang hamba, jika ia bisa menjaga kemaluan dan
pandangannya dari perkara haram ketika ada dorongan nafsu syahwat untuk
melakukannya, maka ia akan lebih mampu lagi menjaga perkara yang lainnya.
Oleh karena itu Allah menyebutnya dengan “hifẓu” (menjaga). Karena sesuatu
yang terjaga, jika pemiliknya tidak sungguh-sunguh menjaga dan mengawasinya,
serta tidak melakukan unsur-unsur penjagaan, maka hal tersebut tidak akan
terjaga. Demikian pula pandangan dan kemaluan, jika seseorang tidak sungguhsungguh
menjaganya, maka ia akan jatuh dalam bencana dan ujian.
Renungkanlah, mengapa perintah menjaga kemaluan dalam bentuk mutlak?
Karena tidak diperbolehkan (jatuh dalam keharaman) sama sekali. Adapun
pandangan, Allah berfirman, “Hendaklah mereka menahan pandanganya.”
Allah menggunakan huruf “min” yang menunjukkan pada sebagian pandangan.
Karena itu, boleh memandang sesuatu karena kebutuhan, seperti pandangan
saksi, petugas, orang yang melamar (nikah), dan sebagainya. Kemudian Allah
mengingatkan mereka tentang pengetahuan-Nya terhadap perbuatan mereka,
agar mereka sungguh-sungguh menjaga diri dari perkara haram.
SURAH AL-FURQĀN
Adab Ke–30: Tobat dari Kemaksiatan
) ڄ ڄ ڄ ڄ ڃ ڃ ڃ ڃ چ چ چ چڇ ڇ ڇ ڇ ڍ ڍ(
“Kecuali orang-orang yang bertobat dan beriman dan mengerjakan
kebajikan; maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Allah
Maha Pengampun, Maha Penyayang.” (Al-Furqān: 70).
Kecuali orang-orang yang bertobat dari kemaksiatan ini dan kemaksiatan
lainnya, dengan meninggalkannya saat itu juga, menyesali perbuatan yang telah
berlalu, serta bertekad untuk tidak kembali melakukannya lagi. Dan beriman
kepada Allah sebenar-benarnya. Iman yang menuntutnya meninggalkan
kemaksiatan dan melakukan ketaatan. Dan mengerjakan kebajikan yang
diperintahkan oleh syariat dengan maksud hanya karena Allah.
Maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebaikan. Jadi, perbuatan dan
perkataan yang mereka persiapkan untuk melakukan kejahatan akan berubah
menjadi kebaikan. Kesyirikan berubah menjadi keimanan, kemaksiatan
berubah kepada ketaatan. Juga keburukan yang mereka lakukan dahulu,
35
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
kemudian mereka memperbaharui setiap dosanya dengan tobat, kembali
kepada Allah dan taat, maka semua itu akan berubah menjadi kebaikan, sesuai
dengan makna ayat secara lahir.
Hal ini disebutkan dalam sebuah riwayat tentang seseorang yang dihisab oleh
Allah terkait beberapa dosanya. Allah menghitung dosa-dosanya, kemudian
menggantikan setiap keburukan dengan sebuah kebaikan. Lantas hamba
tersebut berkata, “Wahai Tuhanku, sesungguhnya aku memiliki banyak
keburukan, tapi aku tidak melihatnya di sini”. Wallāhu a’lam.
Allah Maha Pengampun bagi orang yang bertobat. Dia mengampuni dosadosa
yang berat. “Maha Penyayang” terhadap hamba-hamba-Nya. Dia
menyeru mereka untuk bertobat kepada-Nya setelah mereka menentang-Nya
dengan dosa-dosa besar, kemudian memberikan taufik kepada mereka untuk
bertobat, kemudian menerima tobat mereka.
) ڌ ڌ ڎ ڎ ڈ ڈ ژ ژ ڑ ڑ (
“Dan barang siapa bertobat dan mengerjakan kebajikan, maka sesungguhnya
dia bertobat kepada Allah dengan tobat yang sebenar-benarnya.” (Al-Furqān: 71).
Ketahuilah bahwa tobatnya sangat sempurna, karena ia kembali ke jalan yang
akan mengantarkannya kepada Allah, yang merupakan inti kebahagiaan dan
kemenangan seorang hamba. Hendaknya ia melakukan tobat tersebut dengan
ikhlas dan membersihkannya dari infiltrasi tujuan-tujuan yang rusak.
Maksud semua ini adalah motivasi untuk menyempurnakan tobat dan
mewujudkannya dalam bentuk terbaik, agar Allah memberikan pahala kepada
orang yang bertobat sesuai kesempurnaan tobatnya.
SURAH AN-NAML
Adab Ke–31: Tersenyum saat Kagum dan Bahagia serta Tidak Tertawa
Terbahak-bahak
) ڻ ڻ ۀ ۀ(
“Maka dia (Sulaiman) tersenyum lalu tertawa karena (mendengar) perkataan
semut itu.” (An-Naml: 19).
Kagum dengan kefasihannya, nasihatnya, dan kepandaian retorikanya. Inilah
36
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
sikap para Nabi alaihimussalām; yaitu adab yang sempurna, kagum pada
tempatnya, dan tertawa tidak berlebihan selain tersenyum. Sebagimana Rasulullah
ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, semua tawanya adalah senyum. Sesungguhnya
terbahak-bahak menunjukkan kurang akal dan kurang adab. Tidak tersenyum
menghadapi perkara yang mengagumkan menunjukkan perilaku yang keras
(hati) dan kesombongan. Dan para rasul terbebas dari sifat buruk itu.
SURAH AL-’ANKABŪT
Adab Ke–32: Mengharap Pahala dan Sabar dalam Berdakwah kepada Allah.
) ﯨ ﯩ ئا ئا ئە ئە ئو ئو ئۇ ئۇ ئۆ ئۆ ئۈ ئۈ ئې ئې ئې(
“Dan sungguh, Kami telah mengutus Nuh kepada kaumnya, maka dia tinggal
bersama mereka seribu tahun kurang lima puluh tahun. Kemudian mereka dilanda
banjir besar, sedangkan mereka adalah orang-orang yang zalim. “ (Al-’Ankabūt: 14).
Maka ia tinggal bersama mereka sebagai Nabi yang berdakwah seribu
tahun kurang lima puluh tahun, dan ia tidak merasa lelah mendakwahi
mereka, tidak bosan menasihati mereka, berdakwah siang dan malam,
secara rahasia dan terang-terangan, namun mereka tidak menjadi orang yang
benar dan tidak mendapat petunjuk, bahkan terus-menerus dalam kekufuran
dan pembangkangan mereka. Hingga Nabi Nuh ‘alaihiṣṣalātu was sallām
mendoakan keburukan bagi mereka, padahal ia sangat sabar, pemaaf, dan kuat
menanggung beban tanggung jawab. Ia berkata, “Ya Tuhanku, janganlah
Engkau biarkan seorang pun di antara orang-orang kafir itu tinggal di atas
bumi.” (Nūh: 26). Kemudian mereka dilanda banjir besar, yakni hujan lebat
dari langit dan air yang memancar sangat keras dari dalam bumi, sedangkan
mereka adalah orang-orang yang zalim, sehingga berhak mendapatkan azab.
SURAH LUQMĀN
Adab Ke–33: Tawadu dan Tidak Sombong
)ئې ئې ﯹ ﯺ ﯻ ی ی ی یئج ئح ئم ئى ئي بج بح بخ بم(
“Dan janganlah kamu berjalan di bumi dengan angkuh. Sungguh, Allah tidak
menyukai orang-orang yang sombong dan membanggakan diri.” (Luqmān: 18).
37
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
Yakni sombong, bangga dengan kenikmatan dan lupa kepada pemberi nikmat,
serta berbangga diri. Sungguh, Allah tidak menyukai orang-orang yang
sombong lagi membanggakan diri, terkait jiwa, bentuk tubuh, dan kebesaran,
serta kata-katanya.
Dan sederhanalah kamu dalam berjalan, yakni berjalan dengan tawadu dan
tenang, tidak berjalan dengan gaya sombong dan takabur, serta tidak seperti
orang mau mati.
Adab Ke–34: Perintah Merendahkan Suara
)تح تخ تم(
“…dan lunakkanlah suaramu.” (Luqmān: 19).
Beradab kepada manusia dan kepada Allah. Sesungguhnya seburuk-buruk
suara, yakni paling buruk dan paling jelek adalah suara keledai. Jika
meninggikan suara ada maslahatnya, pasti keledai yang terkenal dengan
kedunguan dan kebodohannya tidak akan disebut-sebut.
Wasiat-wasiat Luqman kepada anaknya ini mengandung inti-inti pokok hikmah,
dan sekaligus mencakup hikmah-hikmah lainnya yang tidak disebutkan di sini.
Setiap wasiat selalu terkait dengan keharusan untuk melaksanakan apa yang
diperintahkan jika wasiatnya berupa perintah, dan meninggalkan apa yang
dilarang jika wasiat tersebut berupa larangan.
SURAH AL-AḤZĀB
Adab Ke–35: Larangan kepada Wanita untuk Melemah-lembutkan Suaranya
) ڤ ڤ ڤ ڤ ڦ ڦ ڦ ڦ ڄ ڄ ڄ ڄ(
“Maka janganlah kalian tundukkan suara (gemulai) dalam berbicara sehingga
bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam hatinya, dan ucapkanlah
perkataan yang baik.” (Al-Aḥzāb: 32).
Maka janganlah kalian tundukkan suara (gemulai) dalam berbicara
ketika berbicara kepada laki-laki, atau ketika para lelaki mendengar, maka
wanita merendahkan suaranya, dan jangan berbicara dengan pelan yang akan
mengundang dan menggoda orang yang ada penyakit dalam hatinya, yakni
sakit karena syahwat zina. Pria seperti itu siap menunggu dipicu dengan
godaan sedikit saja, karena hatinya tidak sehat. Karena hati yang sehat tidak
ada syahwat kepada perkara yang diharamkan Allah. Ia tidak tergerak oleh
godaan-godaan tersebut karena hatinya sehat dan tidak berpenyakit.
38
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
Lain halnya dengan hati yang sakit, ia tidak bisa menahan apa yang bisa ditahan
oleh hati yang sehat. Ia tidak sabar terhadap apa yang bisa dihadapi oleh hati yang
sehat dengan sabar. Sedikit saja ada pemicu yang menggodanya kepada perkara
haram, maka ia langsung menurutinya, ia tidak menolaknya. Ini adalah bukti
bahwa sarana-sarana memiliki hukum-hukum seperti tujuan. Merendahkan dan
memelankan suara pada asalnya boleh dilakukan, tetapi tatkala menjadi sarana
menuju hal yang haram maka ia terlarang. Oleh karena itu, hendaknya wanita
tidak melembutkan suara ketika berbicara kepada para lelaki.
Tatkala Allah melarang para wanita dari merendahkan suara, barangkali ada
yang mengira bahwa mereka diperintahkan untuk berbicara kasar. Namun,
prasangka ini dijawab oleh firman-Nya, dan ucapkanlah perkataan yang
baik, yakni tidak keras dan kasar, sebagaimana tidak pelan dan lembut.
Renungkanlah bagaimana firman Allah, “Maka janganlah kalian tundukkan
suara (gemulai) dalam berbicara,” dan tidak mengatakan, “janganlah
memelankan suara”, karena yang dilarang adalah memelankan suara yang
menunjukkan ketundukan wanita kepada laki-laki dan takluknya dia di
hadapannya. Orang yang bicara dengan merendahkan suara (gemulai) maka
dialah yang menggoda, berbeda dengan orang yang berbicara pelan, tidak
merendah, bahkan mungkin ada ketinggian dan memaksa untuk berdebat.
Tindakan seperti ini tidak menggoda lawan bicaranya. Oleh karena itu, Allah
memuji Rasul-Nya karena sikapnya yang lembut. Allah berfirman, “Maka
berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap
mereka.” (Āli ‘Imrān: 159).
Dan Allah berkata kepada Musa dan Harun,” Pergilah kamu berdua kepada
Fir’aun, karena dia benar-benar telah melampaui batas. Maka berbicaralah
kamu berdua kepadanya (Fir`aun) dengan kata-kata yang lembut, mudahmudahan
dia sadar atau takut.” (Ṭāha: 43–44).
Firman Allah, “sehingga bangkit nafsu orang yang ada penyakit dalam
hatinya,” juga perintah untuk menjaga kemaluan, pujian kepada laki-laki
dan perempuan yang menjaga kemaluannya, serta larangan mendekati zina;
semua itu menunjukkan bahwa seorang hamba, jika ia melihat kondisi dirinya
seperti ini, dia berhasrat melakuan perbuatan haram ketika melihatnya,
atau mendengar suara yang menggodanya, serta mendapati dalam dirinya
ada faktor pendorong untuk melakukan perbuatan haram, maka ketahuilah
bahwa hatinya sakit. Oleh karena itu, ia harus bersungguh-sungguh untuk
melemahkan sakitnya dan memutus pikiran kotornya, serta memerangi hawa
39
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
nafsunya agar selamat dari penyakit yang berbahaya ini. Juga memohon
kepada Allah perlindungan dan taufik, karena hal ini merupakan penjagaan
terhadap kemaluan yang dianjurkan.
Adab Ke–36: Anjuran Memperbanyak Selawat kepada Nabi Muhammad
ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam
)ڄ ڄ ڄ ڄ ڃ ڃڃ ڃ چ چ چ چ ڇ ڇ ڇ(
“Sesungguhnya Allah dan para malaikat-Nya berselawat untuk Nabi. Wahai
orang-orang yang beriman! Berselawatlah kalian untuk Nabi dan ucapkanlah
salam dengan penuh penghormatan kepadanya.” (Al-Aḥzāb: 56).
Dalam ayat ini terdapat isyarat tentang kesempurnaan Rasulullah ṣallallāhu
‘alaihi wa sallam dan ketinggian derajatnya, ketinggian kedudukannya di
sisi Allah dan di sisi manusia, serta diangkat namanya. “Sesungguhnya
Allah” Yang Maha Tinggi “dan malaikat-malaikat-Nya berselawat”
kepada Nabi. Allah memujinya di hadapan para malaikat dan penduduk
langit, karena cinta Allah Ta’ālā kepadanya. Para malaikat yang terdekat
juga memujinya dan mendoakannya dengan merendahkan diri kepada Allah
ketika berdoa untuknya.
Wahai orang-orang yang beriman! Berselawatlah kalian untuk Nabi
dan ucapkanlah salam dengan penuh penghormatan kepadanya karena
mengikuti Allah dan malaikat-Nya, dan sebagai balasan baginya terkait hakhaknya
kepada kalian, sebagai penyempurna keimanan kalian, pengagungan
terhadapnya, kecintaan dan penghormatan, serta tambahan kebaikan bagi
kalian, juga menghapus dosa-dosa kalian.
Lafal selawat yang paling baik adalah yang diajarkan Rasulullah ṣallallāhu
‘alaihi wa sallam kepada para sahabatnya, yaitu:
“Ya Allah, berselawatlah kepada Muhammad dan kepada keluarga
Muhammad, sebagaimana Engkau berselawat kepada keluarga Ibrahim.
Ya Allah, berkahilah Muhammad dan keluarga Muhammad, sebagaimana
Engkau memberi berkah kepada keluarga Ibrahim. Sesungguhnya Engkau
Maha Terpuji lagi Mahatinggi.”
Perintah selawat dan salam ini disyariatkan pada setiap waktu, dan banyak
ulama mewajibkannya ketika shalat.
40
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
SURAH ASY-SYŪRĀ
Adab Ke–37: Memaafkan Kekeliruan
)ھ ھ ے ےۓ ۓ ڭ ڭ ڭ ڭ ۇۇ ۆ ۆ ۈ ۈ ٷ(
“Dan balasan suatu kejahatan adalah kejahatan yang setimpal, tetapi barang siapa
memaafkan dan berbuat baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya
dari Allah. Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim.” (Asy-Syūrā: 40).
Dalam ayat ini Allah menyebutkan 3 (tiga) level balasan: adil, utama, dan zalim.
Level adil, yaitu membalas keburukan dengan keburukan semisalnya, tidak
lebih tidak kurang; nyawa dengan nyawa, luka dengan luka semisalnya, harta
dengan jaminan setara dengannya.
Level utama, yaitu memaafkan dan memperbaiki pelaku kejahatan. Oleh
karena Allah berfirman, “... tetapi barang siapa memaafkan dan berbuat
baik (kepada orang yang berbuat jahat) maka pahalanya dari Allah.” Allah
akan membalasnya dengan balasan yang besar dan pahala yang banyak.
Allah mensyaratkan pemaafan dengan adanya perbaikan, karena jika orang
jahat tidak layak untuk dimaafkan, dan untuk kemaslahatan syariat dia harus
dihukum, maka dalam kondisi ini ia tidak diperintahkan untuk memaafkan.
Terkait pahala memaafkan, dijamin langsung oleh Allah. Hal tersebut dapat
memotivasi kita untuk memaafkan dan memperlakukan sesama manusia
sebagaimana dia ingin Allah memperlakukannya seperti itu juga. Seseorang
suka jika Allah memaafkannya, maka hendaknya dia juga suka memaafkan
orang lain. Ketika ia suka jika Allah menoleransinya, maka bertoleransilah
kepada orang lain, karena balasan sesuai dengan jenis perbuatannya.
Adapun level kezaliman, Allah menyebutkan dalam firman-Nya, “Sungguh,
Dia tidak menyukai orang-orang yang zalim,” yaitu orang yang mengawali
perbuatan jahat, atau membalas kejahatan dengan lebih jahat lagi, maka
berlebihan adalah kezaliman.
SURAH MUḤAMMAD
Adab Ke–38: Larangan Memutus Silaturahmi
)ڇ ڇ ڇ ڇ ڍ ڍ ڌ ڌ ڎ ڎ ڈ (
“Maka apakah sekiranya jika kamu berkuasa, kamu akan berbuat kerusakan di
41
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
bumi dan memutuskan silaturahim? Mereka itulah orang-orang yang dikutuk
Allah; dan dibuat tuli (pendengarannya) dan dibutakan penglihatannya.”
(Muḥammad: 22–23).
Di sini terdapat dua pilihan, (pertama) menaati Allah dan melaksanakan
perintah-Nya, maka itu merupakan kebaikan, kedewasaan, dan kemenangan.
Atau (yang kedua) melakukan penentangan dan berpaling dari ketaatan kepada
Allah, maka itu tidak lain merupakan kerusakan di bumi dengan kemaksiatan
dan pemutusan silaturrahmi.
SURAH AL-ḤUJURĀT
Adab Ke–39: Motivasi Persaudaraan karena Iman
) ۈ ٷ ۋ ۋ ۅ ۅۉ ۉ ې ې ې ې(
“Sesungguhnya orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah
antara kedua saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah
agar kamu mendapat rahmat.” (Al-Ḥujurāt: 10).
Ini adalah perjanjian yang Allah ‘Azza wa Jalla tetapkan antara kamu
mukminin; bahwa jika ditemukan pada diri seseorang, baik di timur maupun
di barat, keimanan kepada Allah, malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-
Nya, dan kepada hari akhir, maka ia adalah saudara sesama mukmin. Sebuah
persaudaraan yang wajib bagi seorang mukmin untuk mencintai bagi mukmin
yang lain apa yang ia cintai bagi dirinya, dan membenci apa yang ia benci
bagi dirinya. Oleh karena itu Nabi memerintahkan untuk memenuhi hak
persaudaraan iman dengan sabdanya,
“Janganlah kalian saling mendengki, saling memfitnah, saling membenci.
Janganlah ada seseorang di antara kalian yang berjual beli sesuatu yang
masih dalam penawaran muslim lainnya. Jadilah kalian hamba-hamba Allah
yang saling bersaudara. Muslim yang satu dengan muslim yang lainnya adalah
bersaudara tidak boleh menzalimi, merendahkan, ataupun menghinanya.”(2)
2 HR. Muslim no.2564
42
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
Adab Ke–40: Dilarang Menghina Orang Lain
) ئا ئە ئە ئو ئو(
“Janganlah suatu kaum merendahkan kaum yang lain.” (Al-Ḥujurāt: 11).
Semua jenis perkataan dan perbuatan yang mengindikasikan penghinaan terhadap
saudara sesama muslim, maka hukumnya haram, tidak boleh dilakukan. Hal ini
menampakkan kebanggaan seorang penghina terhadap dirinya.
Bisa jadi orang yang dihina lebih baik daripada yang menghina, dan kebanyakan
nyatanya seperti itu. Penghinaan tidaklah muncul kecuali dari sebuah hati yang
buruk, berhias dengan akhlak tercela. Oleh karena itu Nabi bersabda,
بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنْ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أَخَاهُ الْمُسْلِمَ
“Cukuplah seseorang dikatakan buruk jika ia menghina saudaranya sesama
muslim”. (3)
Adab Ke–41: Jangan Mencela Diri Sendiri dan Jangan Memanggil dengan
Panggilan yang Tidak Baik
) ی ئج ئح(
“Dan janganlah suka mencela dirimu sendiri”. (Al-Ḥujurāt:11).
Jangan mencela satu sama lain. Mencela dengan perkataan atau dengan
perbuatan, keduanya haram, terancam siksa neraka. Sebagaimana firman Allah:
) ٿ ٿ ٿ ٿ ٹ (
“Celakalah bagi setiap pengumpat dan pencela.” (Al-Humazah: 1).
Saudara sesama mukmin disebut satu jiwa dengan saudara mukmin lainnya,
karena orang-orang yang beriman semestinya demikian, seperti satu tubuh.
Jika ia menghina orang lain dengan perlakuannya, maka orang lain pun
akan menghinanya. Maka dengan demikian dialah yang menjadi penyebab
penghinaan tersebut.
Adab Ke–42: Dilarang Menggunakan Gelar yang Buruk
) ئم ئى ئي(
“Dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.” (Al-
Ḥujurāt: 11).
Janganlah seorang mukmin mencela mukmin yang lain dan memberikan gelar
yang buruk, yang tidak disukai jika dirinya digelari dengan gelar itu. Inilah
3 HR. Muslim no.2564
43
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
yang disebut tanābuz (saling memberikan gelar buruk). Adapun gelar yang
tidak tercela, tidak termasuk dalam ayat ini.
Adab Ke–43: Larangan Berprasangka Buruk
“Wahai orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka,
sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa dan janganlah kalian mencaricari
kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara kalian menggunjing
sebagian yang lain. Apakah ada di antara kalian yang suka memakan
daging saudaranya yang sudah mati? Tentulah kalian merasa jijik. Dan
bertakwalah kepada Allah, Sungguh, Allah Maha Penerima tobat, Maha
Penyayang.” (Al-Ḥujurāt: 12).
Allah melarang kaum mukminin berprasangka buruk, karena “sesungguhnya
sebagian prasangka itu dosa,” yaitu prasangka yang tidak sesuai fakta.
Seperti prasangka buruk yang dikaitkan dengan perkataan dan perbuatan yang
diharamkan. Karena adanya prasangka buruk di hati tidak hanya sampai di
situ saja, melainkan akan selalu ada (di pikiran) hingga ia berkata dan berbuat
suatu yang tidak seharusnya.
Juga termasuk berprasangka buruk kepada muslim, marah dan memusuhinya,
yang mana yang diperintahkan adalah sebaliknya.
Adab Ke–44: Dilarang Mematai-matai
) ڀ ٺ(
“Dan janganlah kalian mencari-cari kesalahan orang lain”. (Al-Ḥujurāt: 12).
Yakni jangan mencari-cari aib kaum muslimin. Tinggalkanlah kaum muslim
pada kondisinya, bersikaplah acuh terhadap kondisinya yang jika terbuka akan
nampak sesuatu yang tidak etis.
Adab Ke–45: Dilarang Menggunjing
) ٺ ٺ ٺ ٿ(
“Dan janganlah ada di antara kalian menggunjing sebagian yang lain.” Gibah
yaitu sebagaimana sabda Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam,
ذكرك أخاك بما يكره ولو كان فيه
44
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
“Membicarakan saudaramu terkait sesuatu yang dibencinya, meskipun benar
adanya”. (4)
Kemudian Allah menyebutkan permisalan yang buruk tentang gibah:
يَُحِبُّ أَحَدُكُم أَن يَأ كُۡلَ لَح مَۡ أَخِيهِ مَي تۡ اٗ فَكَرِه تُۡمُوهُۚ
“Apakah ada di antara kalian yang suka memakan daging saudaranya yang
sudah mati? Tentulah kalian merasa jijik.”
Allah menyerupakan gibah memakan bangkai yang sangat tidak disukai.
Sebagaimana kalian tidak suka memakan dagingnya, khususnya jika ia
sudah mati, tidak punya ruh lagi, demikian pula seharusnya kalian membenci
memakan dagingnya saat ia masih hidup.
SURAH AŻ-ŻĀRIYĀT
Adab Ke–46: Semangat Melakukan Shalat Malam
“Mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam.” (Aż-Żāriyāt: 17).
Mereka, yakni orang-orang yang baik itu, sedikit sekali tidur pada waktu
malam. Tidur mereka sedikit sekali di malam hari.
Sebagian besar malam mereka digunakan untuk ibadah kepada Allah; dengan
shalat, membaca Al-Qur`ān, berzikir, berdoa, merendahkan diri kepada Allah.
SURAH AL-MUJĀDILAH
Adab Ke–47: Berlapang-lapang di Majelis
4 Redaksi hadis ini terdapat dalam sahih Muslim no. 2589:
“Tahukah kalian apa itu gibah?” Mereka menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.”
Beliau bersabda, “Yaitu engkau menyebut saudaramu dengan sesuatu yang tidak disukainya.”
Lalu ditanyakan kepada beliau, “Lalu bagaimana apabila pada diri saudara saya itu kenyataannya
sebagaimana yang saya ungkapkan?” Maka beliau bersabda, “Apabila cerita yang engkau katakan
itu sesuai dengan kenyataan maka engkau telah menggibahinya. Dan apabila ternyata tidak sesuai
dengan kenyataan dirinya maka engkau telah berdusta atas namanya (berbuat buhtan).”
45
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
“Wahai orang-orang yang beriman! Apabila dikatakan kepadamu, ‘Berilah
kelapangan dalam majelis-majelis,’ maka lapangkanlah, niscaya Allah akan
memberi kelapangan untukmu. Dan apabila dikatakan, ‘Berdirilah kamu,’
maka berdirilah, niscaya Allah akan mengangkat (derajat) orang-orang yang
beriman di antara kamu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat.
Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan.” (Al-Mujādilah: 11).
Ini adalah tuntunan etika dari Allah bagi kaum mukminin jika mereka berkumpul
di berbagai majelis, dan sebagian orang yang datang ke majelis tersebut butuh
tempat. Maka secara etika, mereka harus melapangkan majelis untuknya, tanpa
menggangu orang lain dari tempatnya. Tujuan saudaranya hadir di majelis bisa
tercapai tanpa mengganggu teman duduknya. Balasannya sesuai kadar amal
perbuatan, maka siapa yang melapangkan majelis, maka Allah akan lapangkan
untuknya; siapa meluaskan majelis maka Allah akan luaskan untuknya.
Dan apabila dikatakan, ‘Berdirilah kamu! Yakni bangun dari tempat duduk
karena suatu keperluan, maka berdirilah demi mewujudkan kemaslahatan
tersebut. Karena melakukan perbuatan ini termasuk perbuatan orang
berlimu dan beriman, dan Allah Ta’ālā mengangkat derajat orang yang
berilmu dan beriman beberapa derajat, sejauh Allah memberikan mereka
ilmu dan iman.
Dan Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan. Maka Allah membalas setiap
orang sesuai kadar amal perbuatannya. Jika amalnya baik maka balasannya
juga baik, dan jika amalnya buruk maka balasannya juga buruk.
Ayat ini juga menjelaskan keutamaan ilmu. Dan buah ilmu adalah beradab
dengan adab-adab ilmu dan sesuai dengan tuntunan ilmu tersebut.
SURAH AL-ḤASYR
Adab Ke–48: Menaati Perintah Rasulullah dan Menjauhi Larangannya
) ڻ ڻ ڻ ڻ ۀ ۀ ہ ہہ ہ ھھ ھ ھ ے ے ۓ (
“Dan apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang
dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada Allah.
Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya.” (Al-Ḥasyr: 7).
46
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
Ayat ini mencakup pokok agama dan cabangnya, luar dan dalamnya.
Apa yang dibawa oleh Rasulullah wajib diambil dan diikuti oleh para
hamba, tidak boleh menyelisihinya. Sabda Rasulullah terkait suatu hukum
seperti firman Allah, tidak ada keringanan dan uzur bagi seseorang untuk
meninggalkannya, serta tidak boleh mengedepankan perkataan siapa pun di
hadapan sabda Rasulullah.
Kemudian Allah memerintahkan untuk bertakwa kepada-Nya yang merupakan
sarana untuk memakmurkan hati dan ruh, dunia dan akhirat. Dengan takwa akan
diraih kebahagiaan abadi dan kemenangan yang besar. Melalaikannya adalah
sebab kesengsaraan abadi dan siksa yang kekal. Maka Allah berfirman, “Dan
bertakwalah kepada Allah. Sungguh, Allah sangat keras hukuman-Nya” (Al-
Ḥasyr: 7) bagi siapa yang meninggalkan sikap takwa dan mengikuti hawa nafsu.
Adab Ke–49: Mengutamakan Orang Lain
) ئې ئې ﯹ ﯺ ﯻ ی ی(
“Dan mereka mengutamakan (Muhajirin) atas diri mereka sendiri, meskipun
mereka juga memerlukan.” (Al-Ḥasyr: 9).
Di antara akhlak kaum Ansar yang lebih istimewa dibandingkan kaum
lain adalah sikap mengutamakan orang lain meskipun mereka sedang
membutuhkan (īṡār). Ini adalah tingkat kedermawaan yang paling tinggi, yaitu
mendahulukan orang lain terkait hal-hal yang sangat ia cintai, berupa harta dan
sebagainya, kemudian memberikannya kepada orang lain meskipun dirinya
sendiri membutuhkannya, bahkan dirinya sendiri dalam keadaan darurat dan
kesusahan.
Perbuatan ini tidak akan muncul kecuali dari akhlak yang mulia dan cinta
karena Allah yang lebih didahulukan daripada cinta tehadap hawa nafsu dan
kelezatannya. Dalam hal ini terdapat kisah seorang penduduk Ansar yang
menjadi latar belakang ayat ini diturunkan. Ketika itu ia mendahulukan
makanan untuk tamunya daripada untuk dirinya, keluarganya, serta anakanaknya,
padahal mereka tidur dalam keadaan lapar.
Īṡār berbeda dengan aṡarah (egois). Īṡār adalah sikap terpuji. Sedangkan
aṡarah adalah sikap tercela, karena termasuk sifat pelit dan kikir. Barang siapa
yang telah diberikan sifat īṡār, maka ia terjaga dari sikap pelit.
47
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
SURAH AT-TAḤRĪM
Adab Ke–50: Menjaga Diri dan Keluarga dari Azab Allah
)ۈ ۈ ٷ ۋ ۋ ۅ ۅ ۉ ۉ ې ې ې ې ﯨ ﯩ ئا ئا ئە
ئە ئو ئو ئۇ ئۇ(
“Wahai orang-orang yang beriman! Peliharalah diri dan keluarga kalian
dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya
malaikat-malaikat yang kasar dan keras, yang tidak durhaka kepada Allah
terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan
apa yang diperintahkan.” (At-Taḥrīm: 6).
Yakni: wahai orang yang telah Allah berikan nikmat iman, lakukanlah tuntutan
iman dan syarat-syaratnya.
Maka peliharalah diri dan keluarga kalian dari api neraka yang disifati dengan
sifat-sifat buruk. Menjaga diri dilakukan dengan mengontrolnya untuk selalu
mematuhi syariat Allah, melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi larangan-
Nya, serta bertobat dari perkara yang dimurkai Allah dan mendatangkan azab.
Menjaga keluarga dan anak-anak adalah dengan mengajarkan mereka akhlak
dan ilmu serta memaksa mereka untuk berada di atas syariat Allah.
Maka seorang hamba tidak akan selamat kecuali jika mendirikan syariat Allah
dalam dirinya dan pada orang-orang yang menjadi tanggung jawabnya, seperti
istri, anak-anak, dan yang lainnya, yang berada di bawah kekuasaannya.
Allah menggambarkan neraka dengan gambaran seperti ini agar hamba-Nya
tidak menyepelekan syariat-Nya. Allah berfirman, “bahan bakarnya adalah
manusia dan batu.” Ini sejalan dengan firman-Nya,
)ڻ ڻ ۀ ۀ ہ ہ ہ ہ ھ ھ ھ ھ(
“Sungguh, kalian (orang kafir) dan apa yang kalian sembah selain Allah adalah
bahan bakar Jahannam. Kalian (pasti) masuk ke dalamnya.” (Al-Anbiyā`: 98).
Penjaganya malaikat-malaikat yang kasar dan keras, kasar akhlaknya,
bentakannya sangat keras, suaranya membuat panik, penampilannya
menakutkan, kekuatan mereka menghinakan penghuni neraka, dan mereka
menjalankan perintah Allah terkait penghuni neraka berupa azab berhak
mereka dapatkan, dan hukuman keras yang wajib mereka terima.
48
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
Mereka yang tidak durhaka kepada Allah terhadap apa yang Dia perintahkan
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan. Dalam
ayat ini juga terdapat pujian kepada malaikat yang mulia, ketundukan mereka
kepada perintah Allah, serta ketaatan mereka kepada-Nya terkait semua
perkara yang diperintahkan kepada mereka.
SURAH AL-LAIL
Adab Ke–51: Motivasi Menunaikan Kewajiban dan Meninggalkan Larangan
) ہ ہ ہ ھ ھ ھ ھ ے ے ۓ ۓ(
“Maka barang siapa memberikan (hartanya di jalan Allah) dan bertakwa. Dan
membenarkan al-ḥusna. Maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju
kemudahan (kebahagiaan).” (Al-Lail: 5–7).
Oleh karena itu Allah merinci orang yang beramal dan jenis perbuatan mereka.
Allah berfirman, Maka barang siapa memberikan apa yang diperintahkan dalam
bentuk ibadah harta, seperti zakat, kafarat, nafkah, sedekah, infak dalam berbagai
bidang kebaikan; juga ibadah badan, seperti shalat, puasa dan sebagainya; atau
ibadah yang menggabungkan keduanya, seperti haji, umrah, dan sebagainya.
Dan bertakwa (menjaga diri) dari perkara yang diharamkan dan kemaksiatan
dalam berbagai bentuknya.
Dan membenarkan al-ḥusna, yakni membenarkan tauhid “ Lā ilāha illallāh
(tidak ada tuhan yang berhak disembah selain Allah) dan berbagai macam
bentuk akidah yang ditunjukkannya, serta pahala akhirat yang akan diperoleh.
Maka akan Kami mudahkan baginya jalan menuju kemudahan
(kebahagiaan). Kami mudahkan urusannya, Kami memudahkannya melakukan
semua kebaikan, dan meninggalkan keburukan, karena dia melakukan sebabsebab
yang mendatangkan kemudahan, maka Allah pun memudahkan baginya.
SURAH AL-BAYYINAH
Adab Ke–52: Ikhlas dalam Berkata dan Berbuat
) ڳ ڳ ڱ ڱ ڱ ڱ ں ں ڻ ڻ ڻ ڻ ۀۀ ہ ہ ہ ہ(
“Padahal mereka hanya diperintah menyembah Allah dengan ikhlas menaati49
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
Nya semata-mata karena (menjalankan) agama, dan juga agar melaksanakan
salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus
(benar).” (Al-Bayyinah: 5).
Dengan ikhlas menaati-Nya semata-mata karena (menjalankan) agama.
Semua ibadahnya yang lahir maupun batin ditujukan karena Allah dan
mengharap kedekatan dengan-Nya.
MEMBACA AL-QUR`ĀN
Adab Ke–53: Adab-adab terkait Membaca Al-Qur`ān
1. Motivasi Membaca Al-Qur`ān
) ڍ ڍ ڌ ڌ ڎ ڎ ڈ ڈ ژ ژ ڑ ڑ ک ک ک(
“Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur`ān)
dari Tuhanmu, penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada, dan petunjuk
serta rahmat bagi orang yang beriman. Katakanlah (Muhammad), dengan
karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaknya dengan itu mereka bergembira. Itu
lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan.” (Yūnus: 57–58).
Allah berfirman memotivasi hamba-Nya menyongsong kitab yang mulia ini
dengan menyebutkan sifat-sifatnya yang baik, yang sangat penting bagi para
hamba-Nya. Allah berfirman,
Wahai manusia! Sungguh, telah datang kepadamu pelajaran (Al-Qur`ān)
dari Tuhanmu. Pelajaran yang menjadi menasihati kalian, dan memperingatkan
kalian dari perbuatan yang mendatangkan murka Allah, yang mengundang
azab-Nya. Memperingatkan kalian agar mewaspadainya dengan menjelaskan
akibat dan kerusakannya. “Penyembuh bagi penyakit yang ada dalam dada.”
Al-Qur`ān ini sebagai obat hati dari penyakit syahwat yang menghalangi dari
ketundukan kepada syariat; juga penyakit syubhat yang merusak ilmu keyakinan.
Sesungguhnya di dalam Al-Qur`ān terdapat nasihat, motivasi dan peringatan,
janji dan ancaman, sehingga manusia memiliki rasa berharap sekaligus takut.
Jika jiwa manusia menemukan di dalam Al-Qur`ān motivasi melakukan
kebaikan dan takut melakukan keburukan, lalu keduanya tumbuh
sesuai pengulangan makna-makna Al-Qur`ān terhadapnya, maka hal ini
berkonsekuensi mendahulukan kehendak Allah daripada keinginan hawa
50
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
nafsu. Dan apa yang diridai Allah lebih dicintai oleh seorang hamba daripada
nafsu syahwatnya.
Demikian juga, di dalamnya terdapat berbagai bukti dan dalil yang Allah
jabarkan dan jelaskan dengan sebaik-baiknya, sehingga bisa menghilangkan
kerancuan yang merusak kebenaran, dan dengannya hati mencapai derajat
tertinggi dalam keyakinan.
Jika hati telah sembuh dari sakitnya dan telah lapang kesehatannya, maka
semua anggota tubuh akan mengikutinya. Karena kesehatan tubuh disebabkan
kesehatan hati, dan kerusakannya disebabkan kerusakan hati. “Dan petunjuk
serta rahmat bagi orang yang beriman.” Petunjuk adalah ilmu yang benar
dan juga pengamalannya.
Rahmat adalah segala kebaikan yang diperoleh, pahala yang disegerakan
ataupun yang ditangguhkan bagi orang yang menempuh jalan hidayah.
Hidayah merupakan sarana paling agung, sementara rahmat merupakan tujuan
dan harapan yang paling sempurna. Akan tetapi, hal itu tidak bisa menjadi
petunjuk dan rahmat kecuali bagi orang yang beriman.
Jika hidayah telah diperoleh, dan rahmat karena hidayah itu turun kepadanya,
maka dia akan mendapatkan kebahagiaan dan kemenangan, keuntungan dan
kesuksesan, serta bahagia dan kesenangan.
Oleh karena itu, Allah memerintahkan agar merasa senang dengannya. Allah
berfirman, “Katakanlah (Muhammad), ‘Dengan karunia Allah, yaitu Al-
Qur`ān yang merupakan nikmat dan hadiah terbesar yang Allah karuniakan
kepada hamba-Nya, “dan rahmat-Nya” yaitu agama, iman, ibadah, cinta
kepada-Nya, serta pengetahuan tentang-Nya “hendaknya dengan itu mereka
bergembira. Itu lebih baik daripada apa yang mereka kumpulkan,” berupa
perhiasan dunia dan kelezatannya.
Nikmat agama yang berhubungan dengan kebahagiaan dunia dan akhirat, tidak
ada bandingnya dengan semua yang ada di dunia yang akan segera hilang.
Perintah Allah untuk bergembira dengan karunia dan rahmat-Nya semata-mata
karena hal tersebut bisa melapangkan hati, membuatnya semangat, bersyukur
kepada Allah, membuatnya lebih kuat, dan berkeinginan untuk mencari ilmu dan
iman supaya keduanya semakin bertambah. Ini merupakan perasaan gembira yang
terpuji. Berbeda dengan perasaan gembira dengan syahwat dunia dan kelezatannya,
atau senang dengan kebatilan, maka perasaan senang seperti ini adalah tercela.
51
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
Sebagaimana firman Allah Ta’ālā tentang kaum Qarun yang berkata kepadanya,
) ۋ ۅۅ ۉ ۉ ې ې ې ې(
“Janganlah engkau terlalu bangga. Sungguh, Allah tidak menyukai orang
yang membanggakan diri.” (Al-Qaṣaṣ: 76).
Dan seperti firman Allah Ta’ālā tentang orang-orang yang bangga dengan
kebatilan yang bertentangan dengan risalah para rasul,
)ھ ے ے ۓ ۓ ڭ ڭ ڭ ڭ ۇ ۇ ۆ ۆ ۈ ۈ ٷ(
“Maka ketika para rasul datang kepada mereka dengan membawa bukti-bukti yang
nyata, mereka merasa senang dengan ilmu yang ada pada mereka, dan mereka
dikepung oleh (azab) yang dahulu mereka memperolok-olokkannya.” (Gāfir: 83).
2. Mengamalkan Al-Qur`ān
) ڃ ڃ ڃ(
“Mereka membacanya sebagaimana mestinya,” (Al-Baqarah: 121).
Yakni mengikutinya dengan sebenar-benarnya. Tilawah artinya mengikuti.
Mereka menghalalkan yang dihalalkan Al-Qur`ān dan mengharamkan yang
diharamkannya. Mengamalkan hukum-hukum yang telah jelas, dan beriman
dengan petunjuk yang belum jelas. Mereka mengetahui nikmat Allah dan
mensyukurinya serta beriman kepada semua Rasul. Mereka tidak membedabedakan
para Rasul. Mereka itulah orang-orang yang beriman dengan
sebenarnya, bukan orang yang mengatakan,
) گ گ گ ڳ ڳ ڳ ڳ(
“Kami beriman kepada apa yang diturunkan kepada kami. Dan mereka ingkar
kepada apa yang diturunkan setelahnya (Al-Qur`ān).” (Al-Baqarah: 91).
3. Mengagungkan Al-Qur`ān
) ۆ ۆ ۈ ۈ ٷ ۋ ۋ ۅ ۅ (
“Dan apabila dibacakan Al-Qur`ān, maka dengarkanlah dan diamlah, agar
kamu mendapat rahmat.” (Al-A’rāf: 204).
Perintah ini sifatnya umum bagi setiap orang yang mendengar ayat Allah
dibaca, maka ia diperintahkan untuk menyimak dan diam.
Perbedaan istimā’ (mendengar) inṣāt (diam) adalah:
- Inṣāt (diam) merupakan sikap diam yang nampak dari luar dengan tidak
berbicara serta tidak melakukan kesibukan yang menggangu pendengaran.
52
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
- Sedangkan istimā’ (mendengar) adalah mendengarkan dengan seksama,
menghadirkan hati, dan mentadaburi apa yang disimaknya.
Orang yang melakuan dua hal ini ketika Al-Qur`ān dibaca, maka ia akan
mendapat kebaikan yang banyak, ilmu yang melimpah, keimanan terus menerus
terbaharui, petunjuk yang bertambah, serta pemahaman masalah agama. Oleh
karena itu, Allah memberikan rahmat karena sikap inṣāt dan istimā’. Hal ini
menunjukkan bahwa siapa yang dibacakan kepadanya Al-Qur`ān, namun ia
tidak menyimak dan tidak diam, maka ia terhalang dari rahmat Allah karena
kehilangan kebaikan yang banyak.
Dan yang paling ditekankan lagi, yaitu menyimak Al-Qur`ān dalam shalat
jahriyah saat imam membacanya. Ia diperintahkan untuk bersikap inṣāt. Bahkan
banyak ulama yang mengatakan bahwa sesungguhnya fokus melakukan inṣāt
lebih utama daripada membaca Al-Fātiḥah dan lainnya.
4. Tidak Meninggalkan Al-Qur`ān
)ۇ ۆ ۆ ۈ ۈ ٷ ۋ ۋ ۅ ۅ (
“Dan Rasul (Muhammad) berkata, ‘Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku telah
menjadikan Al-Qur`ān ini diabaikan’.” (Al-Furqān: 30).
Dan Rasul (Muhammad) berkata, memanggil Tuhannya, mengadu kepada-Nya
terkait tindakan kaumnya yang berpaling dari Al-Qur`ān, dan dia juga menyayangkan
kaumnya bersikap demikian, ‘Ya Tuhanku, Sesungguhnya kaumku, yang
mana aku diutus untuk memberikan petunjuk dan menyampaikan risalah kepada
mereka, telah menjadikan Al-Qur`ān ini diabaikan,’ yakni mereka berpaling dan
meninggalkannya. Padahal, mereka berkewajiban untuk tunduk kepada hukumnya
dan menyambut hukum-hukumnya serta berjalan di belakangnya.
Allah berfirman kepada Rasulullah untuk menghiburnya dan mengabarkan
bahwa mereka memiliki contoh umat terdahulu, yang berbuat seperti apa yang
mereka perbuat.
5. Tadabbur dan Berfikir
)ک گ گ گ گ ڳ ڳ ڳ (
“Maka tidakkah mereka menghayati Al-Qur`ān, ataukah hati mereka sudah
terkunci?” (Muḥammad: 24).
Tidakkah mereka yang berpaling dari Al-Qur`ān itu mentadaburkan
dan memperhatikannya secara benar? Sesungguhnya, jika mereka
mentadaburkannya, niscaya dia akan menunjuki mereka kepada semua
53
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
kebaikan, dan melarang mereka dari semua keburukan, memenuhi hati mereka
dengan iman dan keyakinan, menyampaikan mereka kepada tujuan yang
tinggi, karunia yang berharga, serta menjelaskan jalan yang bisa mengantarkan
mereka kepada Allah, ke surga-Nya, dan kepada penyempurna dan perusaknya.
Juga menjelaskan kepada mereka jalan yang bisa mengantarkan kepada azab
dan segala sesuatu yang diperingatkan darinya. Juga memberikan pengetahuan
kepada mereka tentang Tuhan mereka, nama-nama dan sifat-sifat-Nya serta
kebaikan-Nya. Akan membuat mereka merindukan pahala yang agung, serta
membuat mereka takut dari siksaan yang keras.
Ataukah hati mereka sudah terkunci? Yakni hati itu telah terkunci bersama
keburukan di dalamnya, tidak bisa menerima kebaikan lagi selamanya. Ini
kenyataannya.
6. Mentartilkan Al-Qur`ān
“Dan bacalah Al-Qur`ān itu dengan perlahan-lahan.” (Al-Muzzammil: 4).
Membaca Al-Qur`ān dengan tartil akan menghasilkan tadabur dan tafakur serta
menggerakkan hati dengannya, beribadah dengan ayat-ayatnya, juga persiapan
yang matang untuknya.
DOA
Adab Ke–54: Adab-adab terkait Doa
1. Yakin Akan Dikabulkan
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang Aku,
maka sesungguhnya Aku dekat. Aku kabulkan permohonan orang yang berdoa
apabila dia berdoa kepada-Ku. Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-Ku
dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.” (Al-Baqarah:186).
Ini merupakan jawaban sebuah pertanyaan. Sebagian sahabat bertanya kepada
Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, mereka berkata, “Wahai Rasulullah,
apakah Tuhan kita dekat sehingga kita hanya bermunajat (berdoa pelan), atau
jauh sehingga kita harus memanggilnya?” Maka Allah menurunkan ayat ini.
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu (Muhammad) tentang
Aku, maka sesungguhnya Aku dekat.”
54
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
Karena Allah Mahadekat, Maha Menyaksikan, mengetahui rahasia dan yang
lebih tersembunyi, mengetahui mata yang khianat dan yang disembunyikan
oleh hati. Dia Mahadekat dengan orang yang berdoa kepada-Nya, dengan
menjawab doanya. Oleh karena itu Allah berfirman, “ Aku kabulkan
permohonan orang yang berdoa apabila dia berdoa kepada-Ku.”
Doa ada dua jenis: doa ibadah dan doa permintaan. Kedekatan juga ada dua jenis:
dekat dengan ilmu-Nya dari semua hamba-Nya, dan dekat dengan orang yang
menyembah-Nya dan berdoa kepada-Nya dengan jawaban, pertolongan dan taufik.
Barang siapa yang berdoa kepada-Nya dengan hati yang hadir, doa yang
disyariatkan, dan tidak ada penghalang yang menolak doa seperti makanan
yang haram dan sebagainya, maka Allah telah berjanji akan menjawab doanya,
khususnya jika ia melakukan sebab-sebab terkabulnya doa, yaitu dengan
memenuhi panggilan Allah dengan melaksanakan perintah-Nya dan menjauhi
larangan-Nya dengan perkataan dan perbuatannya. Serta dengan beriman
kepada-Nya yang menyebabkan doanya dikabulkan.
Oleh karena itu, Allah berfirman, “Hendaklah mereka itu memenuhi (perintah)-
Ku dan beriman kepada-Ku, agar mereka memperoleh kebenaran.”
Mereka akan mendapatkan petunjuk kebenaran, yaitu hidayah kepada keimanan
dan amal saleh, serta hilanglah keburukan yang menghilangkan keimanan dan
amal saleh. Karena iman kepada Allah dan melaksanakan syariat-Nya adalah
sebab untuk mendapatkan ilmu. Sebagaimana firman Allah Ta’ālā,
“Wahai orang-orang yang beriman! Jika kalian bertakwa kepada Allah,
niscaya Dia akan memberikan furqān (kemampuan membedakan antara yang
hak dan batil).” (Al-Anfāl: 29).
2. Tidak Berlebih-lebihan dalam Berdoa
“Berdoalah kepada Tuhan kalian dengan rendah hati dan suara yang lembut.
Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (Al-A’rāf: 55).
Doa mencakup jenis doa permintaan dan doa ibadah. Allah memerintahkan
dalam berdoa kepada-Nya “dengan berendah diri”, yakni ngotot dalam
meminta dan terus-menerus melakukan ibadah, serta “suara yang lembut,”
yakni tidak mengeraskan suara terang-terangan, karena dikhawatirkan ria,
akan tetapi pelan-pelan dan ikhlas karena kepada Allah.
55
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
“Sungguh, Dia tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas,” yakni
melampaui batas dalam setiap perkara. Di antara sikap melampaui batas adalah
seorang hamba yang meminta kepada Allah sesuatu yang tidak baik untuknya,
berlebih-lebihan dalam meminta, atau keterlaluan dalam mengeraskan suara.
Semua ini termasuk dalam sikap melampaui batas yang terlarang.
3. Memulai Doa untuk Dirinya Lebih Dahulu
Dia (Musa) berdoa, “Ya Tuhanku, ampunilah aku dan saudaraku dan
masukkanlah kami ke dalam rahmat Engkau, dan Engkau adalah Maha
Penyayang dari semua penyayang.” (Al-A’rāf: 151).
Dan orang-orang yang datang sesudah mereka (Muhajirin dan Ansar),
mereka berdoa, “Ya Tuhan kami, ampunilah kami dan saudara-saudara kami
yang telah beriman lebih dahulu dari kami, dan janganlah Engkau tanamkan
kedengkian dalam hati kami terhadap orang-orang yang beriman. Ya Tuhan
kami, sungguh, Engkau Maha Penyantun, Maha Penyayang.” (Al-Ḥasyr: 10).
“Ya Tuhanku! Ampunilah aku, ibu bapakku, orang yang masuk ke rumahku
dengan beriman dan semua orang yang beriman laki-laki dan perempuan.
dan janganlah Engkau tambahkan bagi orang-orang yang zalim itu selain
kebinasaan.” (Nūḥ: 28).
4. Memulai Doa dengan Tawasul Pakai Asmā`ul Ḥusnā
“Dan Allah memiliki Asmā`ul Ḥusnā (nama-nama yang terbaik), maka
bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmā`ul Ḥusnā itu dan tinggalkanlah
orang-orang yang menyalahartikan nama-nama-Nya. Mereka kelak akan
mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (Al-A’rāf:180).
Ini penjelasan keagungan Allah dan keluasan sifat-sifat-Nya, bahwa Allah
memiliki nama-nama terbaik. Untuk-Nya setiap nama terbaik. Kaidah nama
terbaik adalah setiap nama yang menunjukkan sifat kesempurnaan yang agung,
dengan demikian nama-nama itu menjadi yang terbaik. Jika sebuah nama
tidak menunjukkan (mengandung) makna sifat, tapi hanya sebuah ciri (untuk
penyebutan) saja, maka nama itu bukan yang terbaik. Begitu pula, jika nama-nama
itu menunjukkan sifat yang bukan sifat kesempurnaan, tetapi sifat kekurangan,
56
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
atau sifat ambigu yang mengandung pujian sekaligus cercaan, maka nama-nama
tersebut juga bukan nama terbaik. Jadi, semua nama-nama Allah menunjukkan
semua sifat yang terkandung di dalamnya, selaras dengan maknanya secara utuh.
Misalnya nama-Nya Al-’Alīm (Maha Mengetahui) yang berarti bahwa Allah
memiliki ilmu yang meliputi segala sesuatu. Tidak ada yang luput dari ilmu-
Nya sekecil zarah pun di langit dan di bumi.
Dan seperti Ar-Rahīm (Yang Maha Penyayang), yang berarti Allah memiliki
rahmat yang agung yang sangat luas bagi segala sesuatu.
Dan seperti Al-Qadīr (Yang Mahakuasa), yang berarti Allah memiliki
kekuasaan mutlak, tidak ada sesuatu pun yang mampu melemahkannya, dan
sebagainya.
5. Berlindung kepada Allah ‘Azza wa Jalla
) ڀ ٺ ٺ ٺ ٺٿ ٿ ٿ ٿ ٹ ٹ ٹ ٹ ڤ ڤ(
Dan Tuhan kalian berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya akan Aku
perkenankan bagi kalian. Sesungguhnya orang-orang yang sombong tidak
mau menyembah-Ku akan masuk ke neraka Jahanam dalam keadaan hina
dina.” (Gāfir: 60).
Ini salah satu bentuk kelembutan-Nya kepada hamba-hamba-Nya serta nikmat-
Nya yang sangat agung. Dia menyeru mereka kepada segala sesuatu yang
bermanfaat bagi dunia dan akhirat mereka. Dia memerintahkan mereka untuk
berdoa kepada-Nya, dengan doa ibadah dan doa permintaan, dan Dia berjanji
akan mengabulkan doa mereka, serta mengancam orang yang sombong, tidak
mau beribadah kepada-Nya. Allah berfirman, “Sesungguhnya orang-orang
yang sombong tidak mau menyembah-Ku akan masuk ke neraka Jahanam
dalam keadaan hina dina”. Yakni dalam keadaan hina dina. Azab dan kehinaan
berkumpul menimpa mereka sebagai balasan atas kesombongan mereka.
6. Memperbanyak Berdoa ketika Lapang
Allah Ta’ālā berfirman tentang Yunus ‘alaihissalām,
)ڻ ڻ ڻ ڻ ۀ ۀ ہ ہ ہ ہ ھ ھ ھ(
“Maka sekiranya dia tidak termasuk orang yang banyak bertasbih, niscaya dia
akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit.” (Aṣ-Ṣaffāt: 143–144).
Maka kalau sekiranya dia tidak termasuk orang-orang yang banyak
bertasbih, yakni pada masa lalunya dengan beribadah kepada Allah, bertasbih
57
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
dan bertahmid kepada-Nya, dan ketika di dalam perut ikan besar, di mana ia
mengucapkan,
) ڱ ڱ ں ں ڻ ڻ ڻ ڻ ۀ ۀ(
“Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Engkau, Mahasuci
Engkau. Sungguh, aku termasuk orang-orang yang zalim.” (Al-Anbiyā`: 87).
... niscaya ia akan tetap tinggal di perut ikan itu sampai hari berbangkit,
yakni, niscaya perut ikan jadi kuburannya. Akan tetapi, karena ia bertasbih dan
beribadah kepada Allah, maka Allah menyelematkannya. Demikian pula Allah
menyelamatkan kaum yang beriman ketika mereka berada dalam kesempitan.
PENUTUP
Inilah mutiara adab yang bisa dikumpulkan dari kitab Taisīrul Karīmi Ar-
Raḥmān fī Tafsīri Kalāmi Al-Mannān, karangan Syekh Abdurraḥmān As-Sa’di
raḥimahullāhu Ta’ālā.
Saya memohon kepada Allah Yang Maha Agung, Tuhan Arasy yang agung,
agar menjadikan tulisan ini ikhlas karena-Nya serta bermanfaat bagi agama
Islam dan kaum muslimin.
Selesai dengan izin Allah.
Revisi cetakan kedua buku yang penuh berkah ini selesai pada bulan Sya’ban
tahun 1434 H.
Semoga selawat dan salam tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad,
keluarganya, serta para sahabatnya.
IslamHouseId IslamHouseId islamhouse.com/id/
IslamHouseId
MUTIARA ADABTAFSIR AS-SA’DIBuku ini berisi kutipan tentang adab-adab dalam kehidupan yang disarikan dari tafsir Syekh Abdurrahman As-Sa’di secara ringkas dan disusun sesuai dengan urutan surah-surah Al-Qur`ānPenyusun:Abdulazīz Abdullāh Aḍ-Ḍabī'iPenerjemah:Daday HidayatEditor:Muhammad SyaifandiMUTIARA ADABTAFSIR AS-SA’DIIndonesiaIndonesianيسينودنإ
MUTIARA AD
ABTAFSIR AS-SA’DIBuku ini berisi kutipan tentang adab-adab dalam kehidupan yang disarikan dari tafsir Syekh Abdurrahman As-Sa’di secara ringkas dan disusun sesuai dengan urutan surah-surah Al-Qur`ānPenyusun: