MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
PENDAHULUAN
Segala puji hanya milik Allah, kita memuji-Nya, memohon pertolongan
dan ampun dari-Nya. Kita berlindung kepada Allah dari keburukan diri dan
perbuatan kita. Siapa yang diberikan petunjuk oleh Allah maka tidak ada yang
bisa menyesatkannya, dan siapa yang disesatkan-Nya maka tidak ada yang
bisa memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak
disembah selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
Rasul-Nya. Ammā ba’du.
Sesungguhnya tafsir Syekh Al-’Allāmah Abdurraḥmān bin Nāṣir As-
Sa’di raḥimahullāh merupakan mata air yang segar dan penawar yang
menyembuhkan. Para penuntut ilmu dan kebanyakan masyarakat masih selalu
memetik buah faedahnya. Tulisan ini menyuguhkan adab-adab etika yang
dipetik dari tafsir yang penuh berkah. Saya memohon kepada Allah semoga
buku ini bermanfaat serta menjadikannya sebagai amal yang ikhlas karena
Allah. Āmīn.
Penulis
Abdulazīz bin Abdullāh Aḍ-Ḍabī’i
Sya’ban 1434 H
Email: abu.abdullah395@gmail.com
8
DAFTAR ISI
Pedoman Transliterasi Arab - Indonesia....................................................Simbolisasi Huruf Madd............................................................................Pendahuluan...............................................................................................Daftar Isi....................................................................................................Surah Al-Baqarah.......................................................................................Berkata yang Baik kepada Manusia
Kembali kepada Allah saat Ditimpa Musibah.
Memakan Rezeki yang Baik
Melaksanakan Urusan melalui Jalurnya
Menghiasi Diri dengan Sabar dalam Kondisi Sempit maupun Lapang
Surah Āli ‘Imrān........................................................................................Menahan Amarah
Meneladani Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam terkait Kebaikan Akhlaknya, serta Sikap Lemah Lembutnya
Surah An-Nisā`
Perintah Berbuat Ihsan kepada Kerabat dan Lainnya
Waspada terhadap Sifat Hasad, karena Termasuk Sifat Kaum Yahudi
Kewajiban Menyampaikan Amanah kepada Pemiliknya
Wajib Menegakkan Hukum Secara Adil
Surah Al-Mā`idah
Bekerjasama dalam Kebaikan, Ketakwaan, serta Mencegah Perbuatan Dosa dan Permusuhan
Tidak Banyak Sumpah
Surah Al-A’rāf
Memakai Pakaian yang Baik Setiap ke Masjid.
Larangan Mubazir
Berinteraksi dengan Manusia dengan Akhlak yang Baik
Surah Al-Anfāl
Menggabungkan Motivasi dan Ancaman dalam Mendakwahi Orang Kafir dan Pelaku Maksiat
Surah Yūnus:
Anjuran Mewujudkan Keimanan dan Penjelasan tentang Hasilnya..........
Surah Yūsuf
Tidak Mengadukan Masalah kepada Makhluk
Menunggu Solusi dari Allah
Surah Ar-Ra’d
Menepati Janji............................................................................................Surah An-Naḥl
Larangan Berfatwa Tanpa Ilmu
Surah Al-Isrā`
Menghormati Kedua Orang Tua
Hati-hati Berbicara dan Berbuat
Menjaga Perasaan Saudara
Surah Al-Ḥajj
Mengagungkan Syariat Allah
Menjauhi Perkataan Dusta
Surah An-Nūr
Kembali Pulang ketika Tidak Diizinkan Masuk
Menjaga Pandangan dari Perkara Haram
Surah Al-Furqān
Tobat dari Kemaksiatan.............................................................................Surah An-Naml
Tersenyum saat Kagum dan Bahagia serta Tidak Tertawa Terbahak-bahak
Surah Al-’Ankabūt
Mengharap Pahala dan Sabar dalam Berdakwah kepada Allah.
Surah Luqmān
Tawadu dan Tidak Sombong
Perintah Merendahkan Suara
Surah Al-Aḥzāb
Larangan kepada Wanita untuk Melemah-lembutkan Suaranya ...............
Anjuran Memperbanyak Selawat kepada Nabi Muhammad ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam
Surah Asy-Syūrā........................................................................................Memaafkan Kekeliruan..............................................................................Surah Muḥammad......................................................................................Larangan Memutus Silaturahmi.................................................................Surah Al-Ḥujurāt........................................................................................Motivasi Persaudaraan karena Iman..........................................................Dilarang Menghina Orang Lain.................................................................Jangan Mencela Diri Sendiri dan Jangan Memanggil dengan Panggilan yang Tidak Baik.........................................................................................Dilarang Menggunakan Gelar yang Buruk................................................Larangan Berprasangka Buruk..................................................................Dilarang Mematai-matai............................................................................Dilarang Menggunjing...............................................................................Surah Aż-Żāriyāt........................................................................................Semangat Melakukan Shalat Malam.........................................................Surah Al-Mujādilah....................................................................................Berlapang-lapang di Majelis......................................................................Surah Al-Ḥasyr........................................................................................... Menaati Perintah Rasulullah dan Menjauhi Larangannya........................Mengutamakan Orang Lain.......................................................................Surah At-Taḥrīm.........................................................................................Menjaga Diri dan Keluarga dari Azab Allah..............................................Surah Al-Lail..............................................................................................Motivasi Menunaikan Kewajiban dan Meninggalkan Larangan...............Surah Al-Bayyinah.....................................................................................Ikhlas dalam Berkata dan Berbuat.............................................................Membaca Al-Qur`ān..................................................................................Adab-adab terkait Membaca Al-Qur`ān.....................................................1. Motivasi Membaca Al-Qur`ān...............................................................2. Mengamalkan Al-Qur`ān.......................................................................3. Mengagungkan Al-Qur`ān.....................................................................4. Tidak Meninggalkan Al-Qur`ān.............................................................5. Tadabbur dan Berfikir............................................................................6. Mentartilkan Al-Qur`ān.........................................................................Doa.............................................................................................................Adab-adab terkait Doa...............................................................................1. Yakin Akan Dikabulkan.........................................................................2. Tidak Berlebih-lebihan dalam Berdoa...................................................3. Memulai Doa untuk Dirinya Lebih Dahulu...........................................4. Memulai Doa dengan Tawasul Pakai Asmā`ul Ḥusnā..........................5. Berlindung kepada Allah ‘Azza wa Jalla...............................................6. Memperbanyak Berdoa ketika Lapang..................................................Penutup......................................................................................................
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
SURAH AL-BAQARAH
Adab Ke–1: Berkata yang Baik kepada Manusia
“Dan bertuturkatalah yang ba)ik ﯨ kepa ېda m ېanu(sia.” (Al-Baqarah: 83).
Di antara perkataan yang baik adalah beramar makruf nahi mungkar, mengajarkan
ilmu, menyebarkan salam, berwajah ceria, dan perkataan baik lainnya.
Ketika seseorang tidak mampu berbuat baik dengan hartanya, maka ia
diperintah melakukan sesuatu sesuai kemampuannya untuk berbuat baik
kepada seluruh makhluk, yaitu berkata baik. Termasuk di dalamnya larangan
mengucapkan perkataan yang buruk kepada orang lain, bahkan terhadap orang
kafir sekalipun. Oleh karena itu Allah Ta’ālā berfirman,
“Dan janganlah kali)an پ ber پde پbat پde ٻngan A h ٻli ٻkitab, ٻ m(elainkan dengan cara
yang paling baik.” (Al-’Ankabūt: 46).
Di antara adab manusia yang diajarkan oleh Allah adalah berkata dan berbuat
yang bersih, tidak kotor, tidak mencela, dan tidak berdebat. Akan tetapi, ia
harus berperilaku baik dan lemah lembut, akrab dengan siapa pun, bersabar
menghadapi perlakuan buruk orang lain, demi melaksanakan perintah Allah
dan mengharap pahala dari-Nya. Kemudian memerintahkan manusia untuk
mendirikan shalat dan menunaikan zakat. Karena shalat mengandung makna
ikhlas kepada Zat yang disembah (Allah), dan zakat mengandung makna ihsan
(berbuat yang terbaik) kepada makhluk.
Adab Ke-2: Kembali kepada Allah saat Ditimpa Musibah.
)ڦ ڦ ڦ ڦ ڄ ڄ ڄ ڄ ڃ ڃ ڃ ڃ چ چ چ چ ڇڇ ڇ ڇ ڍ(
“(Yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, “Innā lillāhi
wa innā ilaihi rāji’ūn” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami
kembali). Mereka itulah yang memperoleh ampunan dan rahmat dari Tuhannya,
dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (Al-Baqarah: 156-157).
Firman-Nya, “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah,” maksudnya
segala sesuatu yang menyakiti hati, badan, atau keduanya, sebagainya.
12
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
“Mereka berkata, “Innā lillāhi” (sesungguhnya kami milik Allah).”
Maksudnya kita semua milik Allah, diatur di bawah perintah dan kehendak
Allah. Jadi kita tidak memiliki sedikit pun harta dan jiwa. Jika kita diuji
dengan suatu musibah maka berarti Allah Yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang telah berbuat pada kepunyaan dan harta-Nya, tidak ada yang bisa
menghadang-Nya. Bahkan di antara tanda kesempurnaan ibadah seorang
hamba adalah ia mengetahui bahwa musibah itu datang dari Sang Pemilik
Yang Maha Bijaksana. Dia lebih menyayangi hamba-Nya daripada dirinya
sendiri. Hal tersebut pasti akan membuatnya rida terhadap Allah, bersyukur
kepada-Nya karena pengaturan-Nya. Karena di dalamnya terhadap kebaikan
bagi hamba-Nya, meskipun ia tidak menyadarinya.
Meskipun kita milik Allah dan benar-benar akan kembali kepada-Nya pada
hari kiamat, Dia tetap akan memberikan ganjaran kepada setiap orang sesuai
dengan amalnya. Jika kita bersabar, mengharap pahala, maka kita akan
mendapati pahala yang banyak di sisi-Nya. Namun jika kita merasa kesal dan
marah, maka tidak ada balasan bagi kita selain murka Allah dan hilangnya
pahala. Ketika seseorang menyadari bahwa dirinya hanyalah seorang hamba
Allah dan akan kembali kepada-Nya maka itu merupakan faktor paling besar
untuk membangkitkan kesabaran.
“Mereka itulah”, maksudnya orang-orang yang memiliki kesabaran seperti di
atas, “yang memperoleh ampunan,” yaitu pujian serta isyarat tentang kondisi
mereka, “dan rahmat” yang sangat agung. Di antara bentuk rahmat Allah
kepada mereka yaitu Dia memberikan taufik kepada mereka untuk bersabar
sehingga mereka pun memperoleh pahala yang sempurna.
“... dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk,” yang
mengetahui kebenaran. Maksudnya dalam ayat ini pengetahuan mereka bahwa
mereka adalah milik Allah Subḥānahu wa Ta’ālā dan akan kembali kepada-
Nya, maka mereka pun melakukan apa yang mereka ketahui, yaitu bersabar
karena Allah.
Ayat ini juga menunjukkan bahwa orang yang tidak bersabar maka ia akan
mendapatkan akibat sebaliknya, yaitu mendapat celaan Allah, siksa-Nya, kesesatan,
serta kerugian. Sungguh jauh berbeda antara keduanya, begitu kecil keletihan orang
yang bersabar, dan begitu berat kelelahan orang yang tidak bersabar!
Kedua ayat ini memberikan arahan untuk melatih diri menghadapi musibah
sebelum terjadi, agar terasa mudah saat musibah itu datang. Juga menjelaskan
13
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
apa yang harus dilakukan jika musibah terjadi, yaitu menghadapi dengan
kesabaran. Ayat ini juga menjelaskan faktor-faktor yang membantu
mendapatkan kesabaran, ganjaran pahala bagi orang yang sabar. Sementara
itu, kondisi orang yang tidak bersabar bisa diketahui dengan lawan dari kondisi
orang yang sabar.
Ayat ini juga menjelaskan bahwa musibah dan cobaan ini adalah sunnatullah
yang telah pasti, tidak akan ada perubahan pada sunnatullah, serta penjelasan
tentang jenis-jenis musibah.
Adab Ke–3: Memakan Rezeki yang Baik
)چ ڇ ڇ ڇ ڇ ڍ ڍ ڌ ڌ ڎ ڎ ڈ ڈ ژ(
“Wahai orang-orang yang beriman! Makanlah dari rezeki yang baik yang
Kami berikan kepada kalian dan bersyukurlah kepada Allah, jika kalian hanya
menyembah kepada-Nya.” (Al-Baqarah: 172).
Ini perintah khusus bagi kaum mukminin, setelah perintah secara umum.
Hanya orang-orang mukmin yang dapat mengambil manfaat dari perintah
dan larangan karena keimanan mereka. Maka Allah memerintahkan mereka
untuk memakan rezeki yang baik, bersyukur kepada Allah atas nikmat-Nya,
menggunakannya dalam ketaatan kepada-Nya, serta bertakwa dengan rezeki
tersebut yang bisa mendekatkan diri kepada-Nya. Mereka diperintahkan
seperti perintah kepada para Rasul, dalam firman-Nya,
)ڻ ڻ ڻ ۀ ۀ ہ ہہ ہ ھ ھ ھ( “Wahai para rasul! Makanlah dari (makanan) yang baik-baik, dan kerjakanlah
kebajikan.” (Al-Mu`minūn: 51).
Maka makna syukur dalam ayat ini adalah amal saleh. Dalam ayat ini tidak
diungkapkan dengan kata halal, karena orang mukmin diizinkan oleh Allah
untuk memakan rezeki yang baik, yang bersih dari sangkut paut apa pun,
karena keimanannya menghalanginya untuk memakan mengambil sesuatu
yang bukan miliknya.
Firman-Nya, “jika kalian hanya menyembah kepada-Nya,” maka
bersyukurlah kepada-Nya. Ini berarti bahwa siapa yang tidak bersyukur
kepada Allah berarti ia belum beribadah kepada-Nya secara utuh. Dan orang
yang bersyukur kepada-Nya maka berarti ia telah beribadah kepada-Nya dan
melaksanakan apa yang diperintahkan-Nya. Ayat ini juga menunjukkan bahwa
memakan makanan yang baik adalah penyebab bisa melakukan amal saleh
14
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
yang diterima. Ayat ini juga berisi perintah bersyukur setelah ada kenikmatan,
karena syukur akan menjaga nikmat yang ada serta mendatangkan nikmat
yang belum didapat, sebagaimana halnya kekufuran menjauhkan nikmat yang
belum didapat sekaligus menghilangkan nikmat yang sudah ada.
Adab Ke–4: Melaksanakan Urusan melalui Jalurnya
“Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari atasnya, tetapi
kebajikan adalah (kebajikan) orang yang bertakwa. Masukilah rumah-rumah
dari pintu-pintunya, dan bertakwalah kepada Allah agar kalian beruntung.”
(Al-Baqarah: 189).
“Dan bukanlah suatu kebajikan memasuki rumah dari atasnya.” Hal ini
sebagaimana dilakukan kaum Ansar dan orang Arab lainnya jika mereka
berihram maka mereka tidak masuk rumah dari pintu-pintunya, karena
menganggap itu adalah ibadah dan dugaan bahwa itu merupakan kebaikan.
Maka Allah menggambarkan bahwa hal tersebut bukanlah kebaikan, karena
Allah tidak mensyariatkannya kepada mereka. Setiap orang yang beribadah
dengan suatu yang tidak disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya maka ia
beribadah dengan perkara bidah. Allah menyuruh mereka untuk mendatangi
rumah-rumah dari pintunya karena itu lebih memudahkan bagi mereka sejalan
dengan salah satu kaidah syariat.
Ayat ini mengisyaratkan suatu faedah bahwa hendaknya manusia melaksanakan
setiap urusannya melalui jalur termudah yang bisa mengantarkan sampai pada
tujuan. Orang yang melaksanakan amar makruf nahi mungkar harus tahu
kondisi orang yang diperintah dan memakai cara yang lembut serta siasat
yang bisa mewujudkan tujuan atau sebagian tujuan. Guru dan murid harus
menempuh cara termudah yang bisa mewujudkan tujuannya. Begitulah, setiap
orang yang sedang menyelesaikan suatu urusan dan menanganinya melalui
jalurnya serta serius melaksanakannya, maka ia akan memperoleh hasil
tujuannya dengan pertolongan Allah.
Dan bertakwalah kalian kepada Allah. Inilah kebaikan yang diperintahkan
Allah; selalu bersikap takwa, dengan menjalankan perintah-Nya dan
menjauhi larangan-Nya. Takwa adalah sebab kemenangan, berupa kesuksesan
mendapatkan sesuatu yang diharapkan dan keselamatan dari perkara yang
menakutkan. Siapa yang tidak bertakwa kepada Allah Ta’ālā maka ia tidak
15
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
akan mendapat jalan kesuksesan. Dan siapa bertakwa kepada Allah maka ia
akan memperoleh kesuksesan dan keberhasilan.
Adab Ke–5: Menghiasi Diri dengan Sabar dalam Kondisi Sempit maupun Lapang
" Ataukah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum
datang kepada kalian (cobaan) seperti (yang dialami) orang-orang terdahulu
sebelum kalian. Mereka ditimpa kemelaratan, penderitaan dan diguncang
(dengan berbagai cobaan), sehingga Rasul dan orang-orang yang beriman
bersamanya berkata, " Kapankah datang pertolongan Allah?" Ingatlah,
sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat." (Al-Baqarah: 214).
Allah Tabāraka wa Ta'ālā mengabarkan bahwa Dia pasti menguji hamba-Nya
dengan kesenangan, kesusahan, dan kesulitan, sebagaimana yang telah dilakukan
pada umat terdahulu. Ujian adalah sunnatullah yang terus berlangsung, yang
tidak berubah dan tidak berganti. Siapa saja yang menegakkan agama dan
syariat-Nya maka ia pasti diuji. Jika ia bersabar menghadapi perintah Allah
dan tidak mempedulikan berbagai hal yang tidak disukai dalam perjalanannya,
maka ia adalah orang jujur yang memperoleh kebahagiaan yang sempurna
serta memperoleh alat-alat kepemimpinan. Dan siapa yang menganggap
ujian manusia seperti azab dari Allah, di mana kesusahan menghalanginya
melakukan aktivitas yang sedang dilakukannya, dan ujian memalingkannya
dari tujuannya, maka ia telah berdusta dengan pengakuan imannya. Karena
iman bukanlah hiasan dan angan-angan, dan bukan hanya pengakuan saja
hingga ada amal yang membuktikan kejujurannya atau kedustaannya.
Umat terdahulu sudah merasakan apa yang disebutkan Allah, " mereka ditimpa
kemelaratan" yaitu kemiskinan, serta ditimpa "penderitaan", yaitu penyakit
pada tubuh mereka, "dan diguncang" dengan berbagai hal yang menakutkan,
seperti ancaman pembunuhan, pengusiran, perampasan harta, pembunuhan
terhadap orang-orang tercinta, dan berbagai keburukan lainnya hingga ketika
itu mereka menganggap pertolongan Allah sangat lambat, padahal mereka
yakin akan pertolongan-Nya. Namun karena ujian sangat dahsyat menghimpit,
maka "Rasul dan orang-orang beriman berkata, kapan pertolongan Allah
(datang)." Ketika jalan keluar tiba saat kondisi mencekam dan setiap perkara
telah menjadi sulit maka akan ada kelapangan. Allah berfirman, " Ingatlah,
sesungguhnya pertolongan Allah itu dekat." Demikianlah, setiap orang yang
menegakkan kebenaran maka ia akan diuji.
16
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
Jika seseorang mampu bersabar dan bertahan menghadapi ujian yang semakin
berat dan semakin sulit baginya maka ujian tersebut berubah menjadi anugerah
baginya, dan kesulitan akan menjadi ketenangan. Setelah itu disusul dengan
kemenangan terhadap musuh, serta kesembuhan penyakit yang ada di dalam
hati. Ayat ini serupa dengan firman Allah,
)پ پ ڀ ڀ ڀ ڀ ٺ ٺ ٺ ٺ ٿ ٿ ٿ ٿ(
" Apakah kalian mengira bahwa kalian akan masuk surga, padahal belum
nyata bagi Allah orang-orang yang berjihad di antara kalian, dan belum nyata
orang-orang yang sabar." (Āli 'Imrān: 142).
Dan firman-Nya,
" Alif Lām Mīm. Apakah manusia mengira bahwa mereka akan dibiarkan hanya
dengan mengatakan, “Kami telah beriman,” dan mereka tidak diuji? Dan
sungguh, Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka, maka Allah pasti
mengetahui orang-orang yang benar dan pasti mengetahui orang-orang yang
dusta." (Al-'Ankabūt: 1–3).
Ketika seseorang sedang diuji, maka dia bisa menjadi orang yang dimuliakan
atau terhina.
17
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
SURAH ĀLI 'IMRĀN
Adab Ke–6: Menahan Amarah
) ٿ ٿ ٿ ٹ ٹٹ ٹ ڤ ڤ(
" Dan orang-orang yang menahan amarahnya dan memaafkan (kesalahan)
orang lain. Dan Allah mencintai orang yang berbuat kebaikan." (Āli 'Imrān: 134).
Dan orang-orang yang menahan amarahnya. Jika ia mendapatkan
perlakuan yang menyakitkan dari orang lain sehingga membuat dirinya
marah, yakni hatinya dipenuhi rasa geram yang mendorong untuk
membalas dengan perkataan maupun perbuatan, mereka tidak bereaksi
berdasarkan tabiat manusia, tetapi mereka menahan kemarahan tersebut
di dalam hati, serta bersabar dalam menghadapi perilaku orang yang
berbuat jahat kepada mereka.
Adab Ke–7: Meneladani Nabi ṣallallāhu 'alaihi wa sallam terkait Kebaikan
Akhlaknya, serta Sikap Lemah Lembutnya
" Maka berkat rahmat Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut
terhadap mereka. Sekiranya engkau bersikap keras dan berhati kasar, tentulah
mereka akan menjauhkan diri dari sekitarmu. Karena itu, maafkanlah mereka
dan mohonkanlah ampunan untuk mereka, dan bermusyawarahlah dengan
mereka dalam urusan itu. Kemudian, apabila engkau telah membulatkan
tekad, maka bertawakallah kepada Allah. Sungguh, Allah mencintai orangorang
yang bertawakal." (Āli 'Imrān: 159).
Yakni: Dengan rahmat Allah kepadamu dan kepada sahabatmu, maka Allah
memberikan karunia kepadamu untuk bersikap lemah lembut dan rendah hati
kepada mereka serta kamu berakhlak baik kepada mereka, sehingga mereka
pun berkumpul di sekitarmu, mencintaimu, serta melaksanakan perintahmu.
Sekiranya engkau bersikap keras, yakni buruk sikap, berhati kasar, yakni
angkuh, tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekitarmu, karena hal
tersebut membuat mereka lari dan membenci orang yang bersikap buruk.
18
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
Maka, akhak yang baik termasuk perkara utama dalam agama yang dapat
menarik manusia masuk ke dalam agama Allah dan mendorong mereka
mencintainya. Di samping itu, orang yang berakhlak akan mendapatkan pujian
dan pahala khusus.
Sementara itu, akhlak yang buruk termasuk perkara utama yang membuat
manusia lari dari agama, membuat mereka membencinya agama. Di samping
itu, pelakunya akan mendapat celaan dan dosa yang khusus. Rasulullah yang
maksum saja telah mendapat firman Allah seperti ini, bagaimana dengan orang
selain Rasulullah?
Bukankah termasuk kewajiban utama dan perkara paling penting untuk
meneladani akhlak Rasulullah ṣallallāhu 'alaihi wa sallam yang mulia, serta
berinteraksi dengan manusia sebagaimana beliau berinteraksi dengan mereka,
yaitu dengan sikap lemah lembut, akhlak yang baik, menarik hati masyarakat,
sebagai pengamalan perintah Allah 'Azza wa Jalla sekaligus menarik hambahamba-
Nya menuju agama-Nya?
Kemudian, Allah memerintahkan untuk memaafkan mereka terkait sikap
mereka yang kurang menghargai hak-hak Rasulullah ṣallallāhu 'alaihi wa
sallam, serta memohonkan ampun bagi mereka atas kekurangan mereka
terhadap hak Allah. Maka terkumpullah antara pemaafan dan sikap ihsan.
19
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
SURAH AN-NISĀ`
Adab Ke–8: Perintah Berbuat Ihsan kepada Kerabat dan Lainnya
" Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, karib-kerabat, anak-anak
yatim, orang-orang miskin, tetangga dekat dan tetangga jauh, teman sejawat,
ibnu sabīl dan hamba sahaya yang kamu miliki. Sungguh, Allah tidak menyukai
orang yang sombong dan membanggakan diri." (An-Nisā`: 36).
Dan berbuat baiklah kepada kedua orang tua, maksudnya, berbuat baiklah
kepada mereka dengan perkataan mulia, pembicaraan yang lembut, perilaku
yang bagus dengan cara mematuhi perintah mereka, menjauhi larangan
mereka, memberi mereka nafkah, memuliakan orang-orang yang memiliki
hubungan dengan mereka, serta menyambung silaturahim yang tidak ada kasih
sayang bagimu kecuali karena keduanya.
Perbuatan ihsan memiliki dua tantangan; perbuatan buruk dan tidak berbuat
ihsan. Keduanya terlarang.
Karib-kerabat. Ini juga merupakan perbuatan ihsan. Kerabat di sini mencakup
semua kerabat, dekat maupun jauh. Berbuat ihsan kepada mereka dengan
perkataan dan perbuatan serta tidak memutuskan jalinan silaturahim dengan
mereka baik komunikasi maupun perbuatan.
Anak-anak yatim, yaitu anak-anak yang ditinggal wafat oleh ayahnya ketika
mereka masih kecil. Mereka wajib ditanggungjawabi oleh kaum muslimin,
baik mereka kerabat atau bukan. Caranya dengan memenuhi kebutuhannya,
memperlakukan mereka dengan baik, menghibur mereka, mengajari mereka
berbagai adab, memberikan pendidikan terbaik terkait agama maupun dunia.
Orang-orang miskin, yaitu orang-orang yang membutuhkan. Mereka tidak
mendapatkan apa yang bisa memenuhi kebutuhan hidup mereka dan hidup
orang-orang yang ada di bawah tanggungannya. Maka Allah memerintahkan
untuk berbuat baik kepada mereka, dengan memenuhi kekurangan mereka,
mengajak orang lain untuk berbuat baik kepada mereka, dan melakukan apa
yang mungkin untuk dilakukan demi membantu mereka.
20
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
Tetangga dekat. Tetangga dekat memiliki 2 (dua) hak, yaitu: hak bertetangga
dan hak kerabat. Kewajiban seorang muslim terhadap tetangganya dan berbuat
baik kepadanya diukur sesuai kebiasaan yang berlaku.
Dan juga tetangga yang jauh. Dia adalah orang yang tidak ada hubungan
kerabat. Setiap tetangga yang lebih dekat pintunya maka ia lebih besar haknya.
Sepantasnya muslim yang bertentangga saling memberikan hadiah, sedekah,
undangan, bersikap lembut dalam berkata dan berbuat, serta tidak menyakiti
mereka dengan perkataan maupun perbuatan.
Teman sejawat, yaitu teman perjalanan. Ada juga yang mengatakan pasangan
hidup, dan ada juga yang mengatakan sahabat secara umum. Pendapat terakhir
ini sepertinya lebih kuat, karena mencakup sahabat perjalanan, sahabat seharihari,
dan juga pasangan hidup.
Jadi, seseorang memiliki kewajiban tambahan terhadap sahabatnya karena dia
beragama Islam dengan cara menolongnya dalam urusan agama dan dunia,
menasihati dan setia dengannya di saat susah dan senang, dalam kondisi baik
maupun buruk. Juga mencintai untuknya apa yang ia cintai bagi dirinya,
membenci untuk apa yang ia benci bagi dirinya. Setiap kali persahabatan lebih
dekat, maka lebih utama lagi haknya.
Ibnu sabīl, yaitu orang asing yang membutuhkan ketika dia berada di negeri
lain. Ia memiliki hak terhadap kaum muslimin karena kebutuhannya, dan karena
ia tidak berada di negerinya, dengan cara mengantarkannya menuju maksud
tujuannya atau sebagian maksudnya, dengan memuliakan dan menemaninya.
Dan hamba sahaya yang kamu miliki. Termasuk di dalamnya manusia
maupun hewan. Berbuat baik kepada mereka dengan memberikan
kecukupan dan tidak membebani mereka dengan hal yang menyulitkan.
Juga membantu mereka menjalankan tugas dan memperbaiki urusan yang
bermanfaat bagi mereka.
Barang siapa yang melakukan perintah-perintah ini maka berarti ia tunduk
kepada Allah, bersikap tawadu (rendah hati) kepada hamba Allah, tunduk
kepada perintah dan syariat Allah, dan dia berhak mendapatkan pahala yang
besar serta pujian yang baik.
Dan siapa yang tidak melakukan perintah tersebut, maka berarti ia berpaling
dari Allah, tidak tunduk pada perintah-Nya, tidak tawadu kepada hamba-Nya,
bahkan ia bersikap sombong kepada hamba-Nya, merasa hebat dan bangga
21
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
dengan perkataannya sendiri. Oleh karena itu Allah berfirman, " Sesungguhnya
Allah tidak suka orang yang sombong," yaitu orang yang merasa hebat sendiri,
sombong kepada orang lain. " Suka berbangga," memuji dirinya sendiri dengan
bangga dan sombong kepada hamba Allah yang lain. Kesombongan dan rasa
bangga tersebut menghalangi mereka untuk menunaikan kewajibannya.
Adab Ke–9: Waspada terhadap Sifat Hasad, karena Termasuk Sifat Kaum
Yahudi
" Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) karena karunia yang
telah diberikan Allah kepadanya? Sungguh, Kami telah memberikan Kitab
dan Hikmah kepada keluarga Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepada
mereka kerajaan (kekuasaan) yang besar." (An-Nisā`: 54).
Ataukah mereka dengki kepada manusia (Muhammad) karena karunia yang
telah diberikan Allah kepadanya? Yakni apakah perkataan mereka tersebut
disebabkan karena mereka merasa sebagai sekutu Allah sehingga mereka bisa
memberikan keutamaan kepada siapa yang mereka kehendaki? Atau apakah
sebabnya karena mereka hasad kepada Rasulullah dan kaum mukminin serta
karena Allah memberikan karunia kepada mereka? Hal ini bukan perkara baru
dan tidak asing bagi karunia Allah.
Sungguh, Kami telah memberikan Kitab dan Hikmah kepada keluarga
Ibrahim, dan Kami telah memberikan kepada mereka kerajaan (kekuasaan)
yang besar. Yaitu nikmat yang Allah berikan kepada Ibrahim dan keturunannya,
berupa kenabian, kitab, kerajaan yang Allah berikan kepada para nabi-Nya seperti
Daud dan Sulaiman. Karunia Allah masih terus berlangsung kepada hamba-Nya
yang beriman. Bagaimana mungkin mereka mengingkari karunia Allah, berupa
kenabian dan kemenangan, serta kerajaan bagi Muhammad, manusia paling
mulia, yang paling mengetahui Allah serta paling takut kepada-Nya?
Adab Ke–10: Kewajiban Menyampaikan Amanah kepada Pemiliknya
"Sungguh, Allah menyuruhmu menyampaikan amanah kepada yang berhak
menerimanya, dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia
hendaknya kamu menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik
22
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
yang memberi pengajaran kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar,
Maha Melihat." (An-Nisā`: 58).
Amanah adalah segala sesuatu yang diamanatkan oleh seseorang dan
diperintahkan untuk diemban. Maka Allah memerintahkan hamba-hamba-Nya
untuk menunaikannya secara sempurna, tidak kurang suatu apa pun. Termasuk
dalam hal ini amanah kekuasaan, harta, dan rahasia. Juga perintah-perintah
yang tidak diketahui kecuali oleh Allah.
Para ulama mengatakan bahwa orang dibebani amanah maka wajib menjaganya
di tempat semestinya. Mereka mengatakan, "Karena tidak mungkin amanah bisa
ditunaikan kecuali dengan menjaganya, maka wajib baginya menjaganya. "
Dan pada firman-Nya, "... kepada yang berhak menerimanya," ini menunjukkan
bahwa amanah tidak boleh diberikan kepada orang yang tidak berhak. Wakil
pemberi amanah sama derajatnya dengan orang yang memberi amanah. Jika amanah
diserahkan kepada orang yang tidak berhak, maka ia tidak menunaikan amanah.
Adab Ke–11: Wajib Menegakkan Hukum Secara Adil
)ۅ ۉ ۉ ې ې ې ېﯨ ﯩ ئا ئا ئە ئەئو ئو ئۇ ئۇ ئۆ ئۆ(
" Dan apabila kamu menetapkan hukum di antara manusia, hendaknya kamu
menetapkannya dengan adil. Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran
kepadamu. Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat." (An-Nisā`: 58).
Ini mencakup hukum di antara mereka dalam masalah pembunuhan, harta,
kehormatan, baik sedikit maupun banyak, kepada orang dekat maupun orang
jauh, kepada orang baik atau kepada orang jahat, kepada kawan maupun lawan.
Yang dimaksud dengan adil yaitu sesuai dengan apa yang diperintahkan Allah,
yang disyariatkan Allah melalui Rasulullah, berupa hudud dan hukuman. Ini
tentu mengharuskan hakim untuk mengetahui maksud keadilan, agar dia bisa
menghukum secara adil.
Karena semua ini merupakan perintah-perintah yang baik lagi adil, maka Allah
berfirman, "Sungguh, Allah sebaik-baik yang memberi pengajaran kepadamu.
Sungguh, Allah Maha Mendengar, Maha Melihat." (An-Nisā`: 58).
Ini pujian dari Allah terhadap perintah dan larangan-Nya karena di dalamnya
terdapat kemaslahatan dunia dan akhirat, serta menghindari kemudaratannya.
Karena pembuat syariatnya adalah Allah Yang Maha Mendengar dan Maha
Melihat, yang tidak ada sesuatu pun tersembunyi dari-Nya. Dia mengetahui
kemaslahatan hamba-Nya yang tidak mereka ketahui.
23
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
SURAH AL-MĀ`IDAH
Adab Ke–12: Bekerjasama dalam Kebaikan, Ketakwaan, serta Mencegah
Perbuatan Dosa dan Permusuhan
(ئە ئە ئو ئو ئۇئۇ ئۆ ئۆ ئۈ ئۈ ئېئې ئې ﯹﯺ ﯻ ی ی ی)
" Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan kebajikan dan takwa, dan
jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan permusuhan. Bertakwalah
kepada Allah, sungguh, Allah sangat berat siksa-Nya." (Al-Mā`idah: 2).
Tolong-menolonglah kalian dalam perbuatan baik dan takwa. Maksudnya
saling tolong-menolong satu sama lain dalam kebaikan. Kebaikan adalah nama
untuk segala sesuatu yang dicintai dan diridai Allah, berupa perbuatan lahir
maupun batin, baik hak-hak Allah maupun hak-hak manusia.
Takwa dalam hal ini adalah nama untuk semua hal yang harus ditingggalkan karena
dibenci oleh Allah dan Rasul-Nya, baik perkara lahir maupun batin. Setiap kebaikan
yang diperintahkan untuk dikerjakan, atau setiap perkara buruk yang diperintahkan
untuk dijauhi, maka setiap hamba diperintahkan untuk melakukannya sendiri dan
dengan bantuan saudaranya sesama mukmin, dengan perkataan dan perbuatan
yang mendorong dan memotivasinya untuk melakukan kebaikan tersebut.
Dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa. Dosa maksudnya adalah
melakukan kemaksiatan yang menyebabkan dosa bagi pelakunya. Serta
mengusung " permusuhan." Maksudnya menganiaya makhluk terkait darah,
harta, serta kehormatan mereka. Seorang hamba wajib untuk menahan dirinya
dari segala bentuk kemaksiatan dan kezaliman, serta wajib membantu orang
lain untuk meninggalkannya.
Adab Ke–13: Tidak Banyak Sumpah
)ﯻ ی(
" Dan jagalah sumpah kalian." (Al-Mā`idah: 89).
Menjaga lidah dari bersumpah dusta atas nama Allah, dan dari banyak
bersumpah. Jika kalian bersumpah, maka janganlah sumpah tersebut kalian
langgar, kecuali jika pelanggaran itu lebih baik. Maka menjaga sumpah yang
sempurna adalah melakukan kebaikan, dan jangan sampai sumpah tersebut
menghalanginya dari kebaikan.
24
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
SURAH AL-A'RĀF
Adab Ke–14: Memakai Pakaian yang Baik Setiap ke Masjid.
)ٻ ٻ ٻ ٻ پ پ پ(
" Wahai anak cucu Adam! Pakailah pakaian kamu yang bagus setiap (memasuki)
masjid." (Al-A'rāf: 31).
Yakni tutuplah aurat kalian semuanya ketika shalat, baik shalat fardu maupun
sunnah. Menutup aurat merupakan hiasan untuk tubuh, sebaliknya membuka
aurat membuat badan kelihatan buruk dan jelek.
Bisa jadi, yang dimaksud " pakaian kamu yang bagus" di sini yaitu pakaian
yang bersih dan bagus. Dalam ayat ini terdapat perintah untuk menutup aurat
ketika shalat dengan memperindah penampilan, serta menjaga kebersihan
pakaian dari najis dan kotoran.
Adab Ke–15: Larangan Mubazir
)پ ڀ ڀ ڀڀ ٺ ٺ ٺ ٺ(
"…dan makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya
Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan." (Al-A'rāf: 31).
Dan makan dan minumlah kalian dari rezeki Allah yang baik. Dan janganlah
berlebih-lebihan melakukannya. Mubazir (berlebih-lebihan) bisa jadi karena
mengambilnya melebihi kadar yang cukup atau terlalu menahan lapar sehingga
menjadikan tubuh sakit; atau berlebihan dalam kemewahan makanan, minuman
serta pakaian; atau dengan melanggar perkara halal menuju perkara haram.
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
Karena berlebih-lebihan membuat Allah murka dan merusak tubuh dan
kehidupannya. Bahkan bisa jadi berdampak pada ketidakmampuan menunaikan
nafkah yang wajib.
Dalam ayat yang mulia ini terdapat perintah untuk makan dan minum serta
larangan dari meninggalkan makan dan minum, juga larangan mubazir
melakukannya.
25
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
Adab Ke–16: Berinteraksi dengan Manusia dengan Akhlak yang Baik
)ڄ ڃ ڃ ڃ ڃ چ چ(
“Jadilah pemaaf dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf, serta jangan
pedulikan orang-orang yang bodoh.” (Al-A’rāf: 199).
Ayat ini meng-cover semua akhlak yang baik terhadap sesama manusia dan
apa saja yang harus dilakukan dalam interaksi dengan mereka.
Hal yang harus dilakukan dalam berinteraksi sesama manusia adalah
memaafkan, yakni melakukan pekerjaan dan sikap yang sesuai dan mudah
untuk diri mereka. Tidak membebani mereka dengan hal yang tidak sesuai
dengan tabiat mereka. Bahkan berterima kasih kepada setiap ucapan dan
perbuatan baik yang diterimanya dari orang lain, dan selainnya. Memaklumi
kekurangan mereka, menutup mata dari perlakuan mereka yang kurang
bagus, tidak merasa sombong kepada orang kecil karena kekecilannya, atau
kepada orang yang kurang akal karena kurang akalnya, atau kepada orang
miskin kerena kemiskinannya. Akan tetapi sebaliknya, tetap berinteraksi
dengan mereka semua secara lembut, menghadapinya sesuai keadaan, dan
membuat lapang dada.
Dan suruhlah orang mengerjakan yang makruf. Yaitu setiap perkataan,
perbuatan yang baik dan akhak yang sempurna, baik kepada orang dekat maupun
jauh. Maka, berikanlah kepada manusia itu ilmu atau motivasi melakukan
kebaikan seperti silaturahmi, berbakti kepada orang tua, memperbaiki
hubungan manusia, nasihat yang bermanfaat, pendapat yang benar, bantuan
melakukan kebaikan dan ketakwaan, larangan melakukan perbuatan buruk,
arahan untuk meraih kebaikan dunia dan akhirat.
Ketika keburukan dari orang jahil (bodoh) pasti ada, maka Allah memerintahkan
untuk menghadapi orang jahil dengan berpaling darinya dan tidak menanggapi
kebodohannya. Jika ada orang yang menyakiti Anda dengan perkataan atau
perbuatannya, maka jangan balik menyakitinya. Siapa yang menghalangi Anda
jangan balik menghalanginya. Siapa yang memutuskan hubungan dengan
Anda maka sambunglah kembali hubungan dengannya. Siapa yang berbuat
zalim kepada Anda maka berlaku adillah kepadanya.
26
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
SURAH AL-ANFĀL
Adab Ke–17: Menggabungkan Motivasi dan Ancaman dalam Mendakwahi
Orang Kafir dan Pelaku Maksiat
)ڻ ۀ ۀ ہ ہ ہ ہ ھ ھ ھ ھ ے ے ۓ ۓ ڭ(
“Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu (Abu Sufyan dan kawankawannya),
jika mereka berhenti (dari kekafirannya), niscaya Allah akan
mengampuni dosa-dosa mereka yang telah lalu; dan jika mereka kembali
lagi (memerangi Nabi), sungguh, berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah
terhadap) orang-orang dahulu (dibinasakan).” (Al-Anfāl: 38).
Ini termasuk kelembutan Allah Ta’ālā kepada hamba-Nya. Kekufuran dan
sikap ngeyel mereka dalam pembangkangan tidak menghalangi-Nya untuk
mengajak mereka kepada kebenaran dan petunjuk, serta melarang mereka dari
perkara yang menyebabkan mereka tersesat dan binasa. Maka Allah Ta’ālā
berfirman, “Katakanlah kepada orang-orang yang kafir itu, jika mereka
berhenti dari kekufuran mereka, yaitu dengan masuk Islam karena Allah
semata tidak ada sekutu baginya, “niscaya Allah akan mengampuni dosadosa
mereka yang telah lalu.”
Dan jika mereka kembali lagi kepada kekafiran dan penentangan, sungguh,
berlaku (kepada mereka) sunnah (Allah terhadap) orang-orang dahulu
(dibinasakan) berupa kebinasaan umat yang mendustkan. Maka tunggulah
azab yang akan menimpa orang-orang yang suka membangkang, mereka akan
mendapatkan berita besar tentang penghinaan mereka. Firman ini untuk orangorang
yang mendustakan (agama dan para rasul).
SURAH YŪNUS
Adab Ke–18: Anjuran Mewujudkan Keimanan dan Penjelasan tentang
Hasilnya
)ٺ ٿ ٿ ٿ ٿ ٹ ٹٹ ٹ ڤ ڤ ڤڤ ڦ ڦ ڦ ڦ(
“Bagi mereka berita gembira di dalam kehidupan di dunia dan di akhirat.”
(Yūnus: 64).
27
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
Adapun kabar gembira di dunia yaitu pujian yang baik, kasih sayang di hati
orang-orang mukmin, mimpi yang baik, dan apa saja yang dilihat seorang
hamba dari kelembutan dari Allah dan kemudahan untuk melakukan amalan
dan akhlak terbaik yang diberikan kepadanya, serta menghindarkannya dari
akhlak yang buruk.
Adapun di akhirat, maka pertama kali adalah kabar gembira ketika ruhnya
dicabut, sebagaimana firman Allah Ta’ālā,
“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ’Tuhan kami adalah Allah’
kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka maka malaikat-malaikat
akan turun kepada mereka (dengan berkata), ’Janganlah kamu merasa
takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan
(memperoleh) Surga yang telah dijanjikan kepadamu’.” (Fuṣṣilat: 30).
Dan di dalam kubur, kabar gembira berupa keridaan Allah dan nikmat yang abadi.
Dan di akhirat kegembiraan yang sempurna dengan memasuki surga yang
penuh dengan kenikmatan serta selamat dari azab yang pedih.
SURAH YŪSUF
Adab Ke–19: Tidak Mengadukan Masalah kepada Makhluk
)ئې ﯹ ﯺ ﯻ ی ی ی ی ئج ئح ئم ئى ئي بج(
“Dia (Ya`kub) menjawab, “Hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan
dan kesedihanku. Dan aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kalian
ketahui.” (Yūsuf: 86).
Aku mengadukan kesusahanku, yakni kata-kata yang terucap, dan
kesedihanku yang ada di hati hanya kepada Allah semata, tidak kepada
kalian atau makhluk lainnya. Maka katakanlah apa yang kalian inginkan.
Dan Aku mengetahui dari Allah apa yang tidak kalian ketahui bahwa Allah
akan mengembalikan Yusuf kepadaku dan menyejukkan pandanganku dengan
berkumpul dengannya.
28
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
Adab Ke–20: Menunggu Solusi dari Allah
)ٱ ٻ ٻ ٻ ٻ پ پ پ پ ڀ ڀڀ ڀ ٺ ٺ ٺ ٺ ٿ ٿ ٿ ٿ ٹ(
“Wahai anak-anakku! Pergilah kalian, carilah (berita) tentang Yusuf dan
saudaranya dan jangan kalian berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya yang
berputus asa dari rahmat Allah, hanyalah orang-orang yang kafir.” (Yūsuf: 87).
Yakin Ya’qūb berkata kepada anak-anaknya, “Wahai anak-anakku! Pergilah
kalian, carilah (berita) tentang Yusuf dan saudaranya.” Bersungguhsungguhlah
mencarinya, “dan janganlah kalian putus asa dari rahmat Allah.”
Karena harapan mendorong seorang hamba untuk berusaha dan bersungguhsungguh
menggapai harapannya. Sedangkan putus asa menyebabkan beban
berat dan keterlambatan. Harapan paling utama yang harus digapai oleh
seorang hamba adalah karunia Allah, kebaikan-Nya, serta rahmat-Nya.
SURAH AR-RA’D
Adab Ke–21: Menepati Janji
' )ٱلَِّينَ يُوفُونَ بِعَهْدِ ٱلَّلِ وَلَ يَنقُضُونَ ٱلْمِيثَٰقَ (
“(Yaitu) orang yang memenuhi janji Allah dan tidak melanggar perjanjian.”
(Ar-Ra’d: 20).
(Yaitu) orang-orang yang memenuhi janji Allah yang dijanjikan kepada
mereka serta yang mereka janjikan kepada Allah berupa memenuhi hak-hak-
Nya secara sempurna. Menepati janji yaitu dengan melaksanakannya secara
sempurna dan benar. Dan termasuk kesempurnaan menepati janji yaitu mereka
tidak melanggar perjanjian yang mereka janjikan kepada Allah. Termasuk
dalam hal ini semua jenis perjanjian, sumpah, dan nazar yang diakadkan oleh
seorang hamba. Maka seorang hamba tidak akan termasuk ke dalam golongan
ulul-albāb yang mendapatkan pahala besar kecuali dengan menepati janji
secara sempurna dan tidak membatalkan maupun mengingkarinya.
29
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
SURAH AN-NAḤL
Adab Ke–22: Larangan Berfatwa Tanpa Ilmu
)ھ ھ ھ ے ے ۓ ۓ ڭ ڭ ڭ(
“Dan janganlah kalian mengatakan terhadap apa yang disebut-sebut oleh
lidah kalian secara dusta, ’Ini halal dan ini haram’ …” (An-Naḥl: 116).
Yakni janganlah kalian mengharamkan dan menghalalkan berdasarkan hawa
nafsu kalian secara dusta dan mengada-ada atas nama Allah.
SURAH AL-ISRĀ`
Adab Ke–23: Menghormati Kedua Orang Tua
“Dan Tuhanmu telah memerintahkan agar kalian jangan menyembah selain Dia,
dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapak. Jika salah seorang di antara
keduanya atau kedua-duanya sampai berusia lanjut dalam pemeliharaanmu,
maka sekali-kali janganlah engkau mengatakan kepada keduanya perkataan “ah”
dan janganlah engkau membentak keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya
perkataan yang baik. Dan rendahkanlah dirimu terhadap keduanya dengan penuh
kasih sayang dan ucapkanlah, ’Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya sebagaimana
mereka berdua telah mendidik aku pada waktu kecil’.” (Al-Isrā`: 23 – 24).
Tatkala Allah melarang mempersekutukan-Nya, maka Allah menyuruh
untuk bertauhid. Allah berfirman, “Dan Tuhanmu Telah memerintahkan”
putusan hukum secara agama, dan memerintahkan perkara syariat, “agar
kalian jangan menyembah” suatu apa pun dari makhluk langit dan bumi,
yang hidup maupun yang mati. “Selain Dia,” karena Allah adalah Tunggal,
Yang Maha Esa, dan Kepada-Nya segala sesuatu bergantung, yang memiliki
segala sifat sempurna, dan Dia memiliki sifat teragung yang tidak serupa
dengan satu pun dari makhluk-Nya. Dia adalah pemberi nikmat lahir dan
30
MUTIARA ADAB TAFSIR AS-SA'DI
batin, penghalang semua musibah, pencipta, pemberi rezeki, pengatur segala
urusan. Dia memonopoli semua itu, dan selain-Nya tidak memiliki bagian
sedikit pun terkait urusan tersebut.
Setelah menyebutkan hak-Nya, Allah menyebutkan hak kedua orang tua.
Allah berfirman, “dan hendaklah berbuat baik kepada ibu bapakmu.”
Berbuat baiklah kalian kepada keduanya dengan berbagai macam kebaikan,
baik perkataan maupun perbuatan, karena keduanya sebab keberadaan seorang
anak manusia. Keduanya juga mencintai, berbuat baik dan memiliki kedekatan
kepada anaknya. Semua itu menuntut agar mengutamakan haknya dan
kebaikan kepadanya.
Jika salah seorang di antara keduanya atau kedua-duanya sampai berusia
lanjut dalam pemeliharaanmu, maksudnya, jika keduanya sudah mencapai
usia ini, kekuatan mereka sudah melemah, keduanya membutuhkan kelembutan
dan perbuatan baik, maka jangan sekali-kali engkau mengatakan kepada
keduanya perkataan ‘ah’. Ini adalah bentuk perilaku buruk terkecil, dan lebih
daripada itu lebih ditekankan lagi untuk tidak dilakukan. Maksudnya jangan
menyakiti keduanya sekecil apa pun.
Dan janganlah engkau membentak keduanya, dengan menghardik dan berkata
kasar kepada keduanya, dan ucapkanlah kepada keduanya perkataan yang
mulia. Yaitu kata-kata yang mereka sukai, dengan sopan, dengan kata-kata yang
lembut dan baik yang enak di hati mereka dan membuat hati mereka tenang. Hal
ini bermacam-macam sesuai perbedaan kondisi, kebiasaan, dan zaman.
Dan rendahkan dirimu kepada keduanya dengan penuh kasih sayang,
bersikap tawadu kepada keduanya dengan menghinakan diri dan kasih sayang serta
mengharap pahala, bukan karena takut kepada keduanya, atau berharap apa yang
ada pada mereka dan sebagainya yang termasuk perkara yang tidak dibalas pahala.
Dan ucapkanlah, “Wahai Tuhanku! Sayangilah keduanya,” yakni doakan
keduanya mendapat rahmat, ketika masih hidup maupun setelah meninggal,
sebagai balasanmu kepada keduanya yang telah mendidikmu waktu kecil.
Dari sini dipahami bahwa setiap kali pendidikan kedua orang tua bertambah
maka hak mereka pun bertambah. Demikian juga pendidik selain kedua orang
tua, yang mendidik manusia dalam agama dan dunianya dengan pendidikan
yang baik, maka ia memiliki hak dari anak didiknya.
Adab Ke–24: Hati-hati Berbicara dan Berbuat
) ئو ئۇ ئۇ ئۆ ئۆ ئۈ ئۈئې ئې ئې ﯹ ﯺ ﯻ ی ی ی ی ئج(
“Dan janganlah kamu mengikuti sesuatu yang tidak kamu ketahui. Karena