HAJI MABRUR, AKAN TETAPI BAGAIMANA
SETELAH HAJI?
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan petunjuk kepada hambahamba-
Nya jalan yang lurus, shalawat dan salam semoga selalu tercurah
kepada Nabi pemilik telaga dan kedudukan yang agung, demikian pula
keluarga, sahabat, dan orang-orang yang mengikuti mereka kepada jalan yang
lurus.
Dan sesudah itu, wahai saudaraku yang melaksanakan haji: apabila para
haji telah berniat pulang kembali ke tanah air mereka, mereka teringat bapak,
ibu, istri, anak, dan saudara, maka ia membawakan hadiah untuk mereka. Dan
siapa yang memiliki harta yang banyak, ia membawa berbagai macam barang
untuk perdagangan, dan orang yang berhaji dibolehkan melakukan hal itu,
berdasarkan firman Allah :
Tidak ada dosa bagimu mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Rabbmu.
Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berzikirlah kepada Allah di
Masy'aril haram. Dan berzikirlah (dengan menyebut) Allahsebagaimana yang
ditunjukkan-Nya kepadamu; dan sesungguhnya kamu sebelum itu benar-benar
termasuk orang -orang yang sesat. (QS. Al-Baqarah:198)
Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata, 'Ayat tersebut merupakan dalil
boleh melakukan bisnis bagi orang yang melaksanakan ibadah haji saat berhaji
sambil melakukan ibadah, dan sesungguhnya hal itu bukan merupakan
perbuatan syirik dan tidak keluar dari tuntutan keikhlasan yang dibebankan
kepadanya. Ad-Daraquthni rahimahullah meriwayatkan dalam sunannya dari
Abu Umamah at-Taimi, ia berkata,'Aku berkata kepada Ibnu Umar ,
'Sesungguhnya aku seorang laki-laki yang bekerja di jalur ini, dan sesungguhnya
orang-orang berkata, 'Sesungguhnya tidak ada haji untukmu'. Ibnu Umar
4
berkata, 'Seorang laki-laki datang kepada Rasulullah , lalu bertanya kepada
beliau seperti yang engkau tanyakan. Maka Rasulullah diam sampai turun
ayat:
Tidak ada dosa bagimu mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari Rabbmu…
Maka Rasulullah bersabda: 'Sesungguhnya ada pahala haji untukmu.'
Saudaraku yang berhaji, sesungguhnya mengambil dari dunia sekadar
kebutuhan tidak mempengaruhi keikhlasan, akan tetapi bagaimana perasaanmu
saat meninggalkan tempat-tempat suci tersebut? Apakah engkau mengetahui
wahai saudaraku, bahwasanya Rasulullah memerintahkan kepada setiap
orang agar tidak meninggalkan kota Makkah sebelum melaksanakan thawaf
wada' (thawaf perpisahan)? Dari Abdullah bin Abbas , ia berkata, 'Orang-orang
berpaling (meninggalkan kota Makkah) dari segenap penjuru. Maka Rasulullah
bersabda:
"Janganlah seseorang pergi (meninggalkan Makkah) sehingga akhir ibadahnya di
Baitullah (thawaf wada')." HR. Muslim.
Saudaraku yang berhaji, seperti inilah Rasulullah memerintahkan
kepada para sahabat saat akan meninggalkan Baitullah yang mulia, agar mereka
melakukan thawaf terakhir sebelum meninggalkan kota Makkah, saat itu hati
dan pandangan mata mereka telah dipenuhi keagungan Baitullah tersebut–
semoga Allah menambah kemuliaannya-.
Dan engkau, wahai saudaraku, apakah yang engkau rasakan, saat engkau
bersiap-siap meninggalkan tempat yang suci tersebut?
Saudaraku, tidak diragukan lagi, sesungguhnya meninggalkan tempat
yang suci tersebut terasa sangat berat di hati, terutama jiwa yang ikhlas karena
Allah saat menunaikan ibadah haji.
Kemudian wahai saudaraku yang berhaji, ingatlah saat engkau
meninggalkan Baitullah yang agung, sesungguhnya engkau tadinya berada di
hari-hari taat dan musim-musim ibadah serta saat-saat yang sangat
membahagiakan. Akan tetapi wahai saudaraku, apakah ibadah menjadi terhenti
saat engkau pulang ke tanah airmu? Dan engkau teringat dirimu di hadapan
5
Allah di sisi bait-Nya yang agung, hari Arafah dan kehebatannya, serta harihari
Mina dan keagungannya.
Saudaraku, bagaimana bisa engkau gantikan kondisimu dengan yang lain?
Teruskanlah berbuat ibadah, bukalah lembaran baru dalam kehidupanmu, agar
engkau mendapatkan ciri-ciri haji yang mabrur. Al-Hasan al-Bashari
rahimahullah berkata: 'Haji mabrur adakah bahwa pelakunya pulang, zuhud
terhadap dunia dan senang terhadap akhirat.' Sebagian dari salaf berkata, 'Di
antara tanda haji mabrur adalah bahwa hal itu nampak di akhirnya. Jika ia
pulang menjadi lebih baik dari sebelumnya, diketahuilah bahwa ia mabrur.
Kemudian, ada hal lain wahai saudaraku yang berhaji, saat engkau
meninggalkan Baitullah, memohonlah kepada Allah agar ini bukanlah saat
terakhirmu di Baitullah, maka sesungguhnya meneruskan taat termasuk sebabsebab
ketetapan (iman dan ibadah), sebagaimana meneruskan maksiat termasuk
sebab-sebab kesesatan dan penyimpangan.
Saudaraku, istiqamah engkau di dalam ibadah merupakan kunci
keberuntungan engkau di hari persidangan besar. Dan Nabi kita Muhammad
pernah ditanya, 'Amal apakah yang paling utama? Beliau menjawab:
'Yang terus menerus, sekalipun sedikit." HR. Muslim.
Saudaraku yang telah berhaji, sesungguhnya di antara tanda keshalihan
adalah terus menerus (istiqamah) di atas taat, sekalipun sedikit. Saudaraku,
inilah permata yang tak ternilai, yaitu hendaklah engkau memperbanyak amal
shaleh dan menekuninya, janganlah engkau menganggap remeh hal tersebut,
semoga Allah menetapkan husnul khatimah untukmu, dan memelihara
untukmu keberkahan hajimu.
Saudaraku, janganlah engkau seperti orang-orang yang tidak pernah
mengingat ibadah kecuali di musim-musim tertentu, dan apabila musim itu
telah berlalu, mereka kembali kepada kondisi mereka sebelumnya. 'Alqamah
bertanya kepada 'Aisyah radhiyallahu 'anha, maka ia berkata, 'Wahai Ummul
Mukminin, bagaimana amalan Rasulullah , apakah beliau menentukan hari
tertentu (untuk beribadah)?' Ia menjawab:
'Tidak, ibadahnya terus menerus, siapakah di antaramu yang mampu seperti
Rasulullah ? HR. al-Bukhari.
Muhammad bin al-Qasim meriwayatkan dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha,
bahwa sesungguhnya apabila dia (Aisyah) mengamalkan sesuatu, ia
menekuninya.
Saudaraku yang berhaji, engkau harus sabar dalam ibadah, sedangkan
engkau meneruskan perjalanan hidupmu yang baru. Dan bersabarlah pula
dalam meninggalkan maksiat, maka sesungguhnya sabar dalam melaksanakan
ibadah dan meninggalkan maksiat merupakan tingkatan sabar yang tertinggi.
Maimun bin Mihran rahimahullah berkata, 'Sabar terbagi dua: sabar di atas
musibah merupakan suatu kebaikan, dan yang lebih utama dari hal itu adalah
sabar dalam meninggalkan maksiat.'
Dan janganlah engkau, wahai saudaraku yang berhaji, termasuk orangorang
yang dikatakan oleh Ibnu al-Qayyim rahimahullah: 'Orang-orang yang
tercela adalah mereka yang paling sabar dalam mentaati hawa nafsu dan
syahwat mereka, dan paling tidak sabar dalam ibadah kepada Rabb mereka. Ia
memiliki kesabaran yang luar biasa dalam menuruti keinginan syetan, dan tidak
sabar berkorban dalam beribadah kepada Allah . Ia sangat sabar memikul
beban yang berat untuk mengikuti hawa nafsunya agar mendapatkan ridha
musuhnya dan ia tidak sanggup menahan sabar untuk mendapatkan ridha
Rabb-nya.
Ia adalah orang yang paling sabar berkorban untuk menuruti kemauan
syetan dan hawa nafsunya, dan ia paling tidak sabar dalam hal itu pada Allah .
Ini adalah celaan yang paling besar, ia tidak akan mulia di sisi Allah , tidak
akan berdiri bersama orang-orang yang mulia saat dipanggil di hari kiamat di
atas pandangan para saksi, agar semua yang berkumpul mengetahui, siapakah
yang paling mulia pada hari ini,di mana orang-orang yang bertaqwa.
Saudaraku yang berhaji, sesungguhnya kesudahan orang-orang yang
sabar adalah surga:
Dan orang-orang yang sabar karena mencari keridhaan Rabbnya, mendirikan
shalat, dan menafkahkan sebagian rejeki yang Kami berikan kepada mereka,
secara sembunyi atau terang-terangan serta menolak kejahatan dengan kebaikan;
orang-orang itulah yang mendapat tempat kesudahan (yang baik), * (yaitu) surga
'Adn yang mereka masuk kedalamnya bersama-sama dengan orang-orang yang
saleh dari bapak-bapaknya, istri-istrinya dan anak cucunya, sedang malaikatmalaikat
masuk ke tempat-tempat mereka dari semua pintu; * (sambil
mengucapkan):"Salamun 'alaikum bima shabartum".Maka alangkah baiknya
tempat kesudahan itu. (QS. Ar-Ra'ad:22-24)
Dan dalam firman-Nya (Salamun 'alaikum bima shabartum), Fudhail bin 'Iyadh
rahimahullah berkata, 'Mereka sabar terhadap apa-apa yang diperintahkan
kepada mereka dan sabar meninggalkan apa-apa yang mereka dilarang darinya.'
Saudaraku, tabi'at nafsu adalah menyukai sifat malas dan istirahat, maka
janganlah engkau memberikan kepadanya keinginannya, supaya syetan tidak
mendapatkan jalan kepadamu. Al-Hasan al-Bashari berkata, 'Apabila syetan
memperhatikanmu, lalu ia melihatmu tekun dalam ibadah kepada Allah , maka
ia menghendakimu dan menghendakimu, maka ia melihatmu tekun dalam
ibadah, maka ia jemu dan menolakmu. Dan apabila engkau terkadang seperti ini
dan terkadang seperti ini, niscaya ia sangat berharap padamu.'
Saudaraku yang berhaji, engkau datang dari hajimu, dan engkau masih
dekat masamu dengan ibadah kepada Allah , maka teruskanlah semangatmu
dalam ibadah sebelum datangnya rasa malas dan jemu. Dan apabila engkau
merasa cenderung kepada rasa malas, niscaya nafsu ammarah menguasaimu
untuk berbuat keburukan, maka sirnalah hajimu bersama angin. Dari Huraisy
bin Qais rahimahullah, ia berkata, ‘Apabila engkau ingin melakukan kebaikan,
maka janganlah engkau tunda sampai besok hari. Dan apabila engkau
mengerjakan urusan dunia, maka perlahanlah. Dan apabila engkau
melaksanakan shalat, lalu syetan berkata kepadamu, ‘Engkau riya di dalam
shalat.’ Maka panjangkanlah shalatmu.’
Saudaraku yang berhaji, segeralah, segeralah, janganlah engkau katakan:
Akan saya lakukan, akan saya kerjakan. Tsumamah bin Bajad as-Salami
berpesan kepada kaumnya:’Wahai kaumku, aku memperingatkan kamu: saya
akan mengerjakan, saya akan shalat, saya akan puasa.’
8
Saudaraku yang berhaji, ‘Berjihadlah terhadap dirimu, dan janganlah
engkau menjadi lemah, sebagaimana engkau berjihad di hari-hari engkau berada
di tempat yang suci tersebut.
Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar-benar akan
Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami.Dan sesungguhnya Allah benarbenar
beserta orang-orang yang berbuat baik. (QS. Al-Ankabuut:69)
Adapun orang yang melampaui batas, * nerakalah tempat tinggal(nya). * Dan
adapun orang-orang yangtakut kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari
keinginan hawa nafsunya. * maka sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya).
(QS. An-Nazi’aat:37-41)
Saudaraku yang berhaji, perbanyaklah berdoa kepada Allah agar selalu
menetapkan engkau dalam taat kepada-Nya. Maka perbanyaklah menghadap
kepada-Nya agar Dia meluruskan langkahmu dan engkau senantiasa menjalani
jalur agama-Nya yang benar. Dan Rasulullah memperbanyak doa kepada Allah
agar menetapkannya di atas agama-Nya. Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha
ditanya tentang banyaknya doa beliau, ia berkata: ‘Kebanyakan doa beliau:
يا مقلب القلوب ثبت قلبي على دينك
“Wahai yang membolak-balikan hati, tetap hatiku di atas agama-Mu.” Maka
beliau ditanya tentang hal itu? Beliau menjawab, ‘
“Sesungguhnya tidak ada manusia kecuali hatinya berada di antara dua jari di
antara jemari ar-Rahman, maka barangsiapa yang Dia kehendaki, Dia
menetapkan(di atas kebenaran), dan barangsiapa yang dikehendaki-Nya, dia
menyimpang (dia menyimpang dari jalan kebenaran).” HR. At-Tirmidzi, Ahmad,
Ibnu Abi Syaibah, Silsilah al-Ahadits ash-Shahihah. 2091
Dan dalam satu riwayat: Nabi bersabda:
‘Wahai yang menetapkan semua hati, tetapkanlah hati kami di atas agama-Mu.’
HR. Ibnu Majah, Shahih Sunan Ibnu Majah, karya al-Albani, 166.
Wahai saudaraku yang berhaji, apakah Nabi selalu meminta kepada
Rabb-nya agar menetapkannya di atas agama-Nya, dan beliau melihat dari
tanda-tanda Rabb sesuatu yang cukup dalam menetapkan hatinya di dalam
agama Allah . Maka bagaimana dengan kita? Sedangkan engkau, wahai
saudaraku, berada di zaman yang banyak sekali fitnah dan sebab-sebab
penyimpangan, di era yang mungkin saja engkau tidak menemukan para
penolong di atas kebenaran. Bahkan apabila mereka melihat engkau istiqamah
dalam agama, mereka memperolok engkau dan menyebutkan keburukan
engkau. Akan tetapi orang beriman yang yakin berada dalam janji Rabb, ia tidak
menoleh hal itu. Tidak ada pilihan bagimu, engkau harus memperbanyak doa
kepada Allah agar menetapkan engkau di atas agama-Nya. Hendaklah doamu
dengan hati yang ikhlas. Nikmatilah ketaatan kepada Allah dan senangilah
beribadah kepada-Nya. Janganlah engkau berdoa seperti doa orang yang lupa,
yang tidak memahami apa yang diucapakan. Sesungguhnya engkau, wahai
saudaraku yang telah berhaji, membutuhkan ketatapan di atas taat kepada Allah
, sehingga engkau memetik buah hajimu dan merasakan berkahnya.
Wahai saudaraku yang berhaji, ada persoalan penting yang ingin saya
sebutkan kepadamu, dan engkau pulang ke tanah airmu, janganlah engkau
memandang kepada dirimu seperti pandangan orang-orang yang tertipu, yang
mereka sedikit sekali melaksanakan ibadah, lalu menganggap diri mereka
seolah-olah manusia paling mulia di muka bumi. Akan tetapi wahai saudaraku,
lihatlah kepada dirimu dengan pandangan kekurangan. Karena sesungguhnya
engkau, sebanyak apapun engkau melaksanakan amal shalih, engkau tidak bisa
bersyukur kepada Allah terhadap nikmat terkecil yang diberikan kepadamu.
Apabila engkau ingin mengetahui, wahai saudaraku, keadaan orang-orang shalih
setelah mereka melaksanakan ibadah, maka renungkanlah bersama saya
tentang cerita-cerita mereka, supaya engkau mengetahui bahwa hamba-hamba
Allah yang ikhlas selalu mengakui kekurangan. Inilah Abu Bakar setelah
memangku jabatan khalifah, ia memberikan pidatonya yang terkenal setelah
pelantikannya: ‘Wahai manusia, aku telah diangkap sebagai pemimpin kamu,
sedangkan aku bukanlah yang terbaik darimu...”
10
Al-Hasan al-Bashari berkata, ‘Bahkan, demi Allah, dia adalah yang terbaik
di antara mereka, akan tetapi orang beriman mengaku kekurangan atas dirinya
sendiri.’
Muhammad bin ‘Atha menceritakan kepada kita, ia berkata, ‘Aku sedang
duduk-duduk bersama Abu Bakar , lalu ia melihat burung, ia berkata,
‘Alangkah beruntungnya engkau, wahai burung, engkau makan dari pohon ini,
kemudian engkau mengeluarkannya (buang air besar), kemudian engkau tidak
menjadi sesuatu, tidak ada hisab atasmu. Aku ingin sepertimu.’ Aku berkata
kepadanya, ‘Apakah engkau mengatakan hal ini, sedangkan engkau adalah
orang terdekat dengan Rasulullah .
Inilah al-Faruq Umar bin Khaththab , ia berkata, ‘Jikalau penyeru
berseru di hari kiamat, ‘Wahai sekalian manusia, masuklah ke dalam surga
kecuali satu orang,’ niscaya aku menduga bahwa satu orang itu adalah aku.’
Wahai saudaraku yang berhaji, inilah Rasulullah , mengajarkan kepada
kita, bagaimana beribadah kepada Allah . Beliau beribadah di malam hari
hingga bengkak kedua tumitnya. Maka apabila mereka bertanya, beliau
menjawab
‘Apakah aku tidak mau menjadi hamba yang sangat bersyukur?’ HR. Al-Bukhari.
Dan Nabi bersabda, ‘
“Demi Allah, sesungguhnya meminta ampun dan bertaubat kepada Allah swt
dalam sehari lebih dari tujuh puluh kali.’ HR. al-Bukhari.
Bagaimana pendapatmu, wahai saudaraku yang berhaji, apabila
Rasulullah , padahal Allah telah mengampuni dosanya yang terdahulu dan
yang akan datang, sedangkan beliau beribadah kepada Rabb-nya dengan cara
seperti ini, apakah kita pantas mengatakan, ‘Aku telah beribadah kepada Allah
dengan sebenarnya?
Wahai saudaraku, tekanlah nafsumu dengan sebenarnya niscaya ia
menjadi lurus untukmu, dan apabila engkau memandang kepadanya dengan
pandangan sempurna niscaya ia melakukan kelalaian denganmu, hingga
kekurangan memasukimu dalam menunaikan ibadah.
11
Kemudian wahai saudaraku yang berhaji, aku ingin menunjukkan
kepadamu obat mujarab untuk mengobati penyakit malas dalam beribadah.
Maka sesungguhnya jika engkau mengambilnya, niscaya memberikan pengaruh
yang mengagumkan. Tahukah engkau, obat apakah itu? Sesungguhnya ia
adalah kematian. Ingatlah wahai saudaraku, sesungguhnya engkau akan
berangkat meninggalkan dunia ini menuju suatu negeri yang akan dibalas
padanya orang-orang yang berbuat baik dan yang berbuat jahat. Apabila engkau
ingin terus merasakan berkah hajimu, maka ingatkanlah dirimu dengan
kematian, maka sesungguhnya ia pada saat itu segera melaksanakan amal
shalih dan giat beribadah kepada Allah . Nabi mengajarkan kepada Abdullah
bin Umar tentang obat yang ajaib ini, maka beliau memegang bahunya dan
bersabda kepadanya:
“Jadikanlah dirimu di dunia bagaikan orang asing atau yang sedang melewati
jalan.”
Dan Ibnu Umar berkata, ‘Apabila engkau ada di sore hari, maka janganlah
menunggu pagi, dan apabila engkau ada di pada hari maka janganlah engkau
menunggu sore. Ambilah kesempatan sehatmu untuk saat sakitmu, dan ambilah
kesempatan hidupmu untuk saat matimu.’ HR. al-Bukhari.
Iman an-Nawawi rahimahullah berkata, ‘Pengertian hadits tersebut bahwa
janganlah engkau cenderung kepada dunia, dan janganlah engkau jadikan dunia
sebagai tanah airmu, janganlah engkau berbicara kepada dirimu untuk selamalamanya,
dan janganlah engkau bergantung darinya sebagaimana orang asing
(pengelana) tidak bergantung kepada selain tanah airnya.
Saudaraku, Hasan al-Bashari berkata, ‘Bersegerah-bersegeralah,
sesungguhnya itulah napasmu. Jika telah dihisab, niscaya terputuslah darimu
amal ibadahmu yang dengannya kamu mendekatkan diri kepada Allah .
Semoga Allah memberikan rahmat-Nya kepada seseorang yang merenungkan
dirinya dan menangisi dosanya, kemudian ia membaca firman Allah :
ِإن ما نع د َل ه م ع دا
karena sesungguhnya Kami hanya menghitung datangnya (hari siksaan) untuk
mereka dengan perhitungan yang teliti. (QS. Maryam:84)
12
Kemudian ia menangis dan berkata, ‘Saudaraku, hitungan: keluarnya ruhmu.
Hitungan yang lain: engkau berpisah dengan keluargamu. Hitungan yang lain:
masuknya engkau ke dalam kuburmu.
Saudaraku yang telah berhaji, Inilah Umar bin Abdul Aziz rahimahullah,
beliau berkata, ‘Kematian ini menekan penduduk dunia terhadap kenikmatan
dunia dan perhiasaannya yang mereka nikmati. Maka tatkala mereka dalam
keadaan seperti itu, kematian datang menjemput mereka, maka celaka dan
rugilah orang yang tidak takut mati dan tidak mengingatnya di saat senang, lalu
ia bisa memberikan kebaikan untuk dirinya setelah ia meninggalkan dunia dan
para penghuninya.’ Kemudian ia dikalahkan tangisnya dan berdiri.
Saudara-saudaraku, kemanakah engkau menunda amalmu, sampai kapan
engkau ingin mencapai angan-angan, dan engkau tertipu oleh kesempatan serta
engkau melupakan serangan kematian? Apa yang kamu lahirkan maka untuk
tanah, apa yang kamu bangun untuk kehancuran, apa yang kamu kumpulkan
hanya untuk kesirnaan, dan apa yang kamu amalkan maka tetap tersimpan
dalam kitab catatan amal hingga hari penghitungan.
Saudaraku yang telah berhaji, aku telah memaparkan kepadamu apa yang
tersimpan dalam sanubariku, dan aku telah memberikan kepadamu hadiah yang
berharga ini, maka renungkanlah. Kemudian, sesungguhnya aku memohon
kepada Allah agar menetapkan aku dan engkau di atas agama-Nya yang
benar, dan memberikan kepadaku dan engkau kebahagiaan di dunia dan
akhirat.
Allahu A'lam
Haji dan Dzikir
Allah telah mensyariatkan ibadah haji atas hamba-hambaNya untuk
mengingatNya. Dzikir adalah tujuan dari haji juga tujuan dari semua
ketaatan. Ibadah tidak disyariatkan kecuali karena-Nya. Tidaklah seseorang
mendekatkan diri kepada Allah kecuali dengan mengingat-Nya, dan ibadah
haji seluruhnya adalah mengingat Allah. Allah ta’ala berfirman:
“dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka
akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang
kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh, supaya mereka
menyaksikan berbagai manfaat bagi mereka dan supaya mereka menyebut
nama Allah pada hari yang telah ditentukan atas rezki yang Allah telah
berikan kepada mereka berupa binatang ternak. Maka makanlah sebahagian
daripadanya dan (sebahagian lagi) berikanlah untuk dimakan orang-orang
yang sengsara dan fakir.”1
Allah juga berfirman:
“tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezki hasil perniagaan) dari
Tuhanmu. Maka apabila kamu telah bertolak dari 'Arafat, berdzikirlah
kepada Allah di Masy'arilharam. dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah
sebagaimana yang ditunjukkan-Nya kepadamu; dan Sesungguhnya kamu
sebelum itu benar-benar Termasuk orang-orang yang sesat. Kemudian
bertolaklah kamu dari tempat bertolaknya orang-orang banyak ('Arafah) dan
mohonlah ampun kepada Allah; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi
Maha Penyayang. Apabila kamu telah menyelesaikan ibadah hajimu, Maka
berdzikirlah dengan menyebut Allah, sebagaimana kamu menyebut-nyebut
(membangga-banggakan) nenek moyangmu, atau (bahkan) berdzikirlah lebih
banyak dari itu. Maka di antara manusia ada orang yang berdoa: "Ya Tuhan
Kami, berilah Kami (kebaikan) di dunia", dan Tiadalah baginya bahagian
(yang menyenangkan) di akhirat. Dan di antara mereka ada orang yang
bendoa: "Ya Tuhan Kami, berilah Kami kebaikan di dunia dan kebaikan di
akhirat dan peliharalah Kami dari siksa neraka. Mereka Itulah orang-orang
yang mendapat bahagian daripada yang mereka usahakan; dan Allah sangat
cepat perhitungan-Nya. Dan berdzikirlah (dengan menyebut) Allah dalam
beberapa hari yang berbilang. Barangsiapa yang ingin cepat berangkat (dari
Mina) sesudah dua hari, Maka tiada dosa baginya. dan barangsiapa yang
ingin menangguhkan (keberangkatannya dari dua hari itu), Maka tidak ada
dosa pula baginya, bagi orang yang bertakwa. dan bertakwalah kepada
Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya.”2
Renungkanlah wasiat dan perintah yang agung dan mulia ini dengan
senantiasa mengingat Allah azza wa jalla dalam semua ibadah haji seperti
2 Al Baqarah : 198-203
4
wukuf di arafah yang diperintahkan untuk berdzikir, di masy’aril haram
juga diperintahkan untuk berdzikir, ketika menyembelih kurban, dan pada
hari tasyriq pun juga diperintahkan untuk berdzikir. Dzikir adalah tujuan
dari amalan-amalan tersebut, bahkan amalan tersebut tidak disyariatkan
kecuali untuk mengingat Allah.
Diriwayatkan dari Abu Dawud dan selainnya dari Nabi bahwasanya
beliau bersabda, “ Sesungguhnya thawaf di ka’bah, sa’i antara shafa dan
marwah juga melempar jumroh diadakan untuk mengingat Allah azza
wajalla.3 Hadits tersebut menunjukkan atas tingginya kedudukan dzikir
dan kemuliaannya, dan bahwa dzikir adalah tujuan dari semua ibadah dan
intinya. Allah azza wa jalla berfirman tentang kedudukan shalat:
“…. dan dirikanlah shalat untuk mengingat aku”4
Maksudnya, dirikanlah shalat untuk mengingat Allah. Allah menamakan
shalat sebagai dzikir dalam firmanNya:
“Hai orang-orang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat Jum'at,
Maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah”5
karena mengingat Allah adalah ruhnya shalat, inti, dan juga hakikatnya.
Demikianlah kedudukan dzikir dalam semua ibadah. Orang yang paling
besar pahalanya dalam setiap ibadah yaitu orang yang paling banyak
berdzikir dalam ibadahnya.
Diriwayatkan dari Imam Ahmad dan Thabrani dari jalan Abdullah bin
Lahi’ah berkata:
3 Sunan Abu Dawud (1888), Sunan at Tirmidzi (902) dan ia berkata: “Hasan Shahih”
4 Thaha : 14
5 Al Jumuah : 9
5
“ Zabban bin Faid bercerita kepada kami, dari Sahl bin Mu’adz ibnu Anaas
Al-Juhni dari ayahnya dari Rasulullah bahwa ada seorang lelaki bertanya
kepadanya. Ia berkata: jihad apakah yang paling besar pahalanya wahai
Rasulullah? Rasulullah menjawab, “yang paling banyak mengingat Allah”. Ia
berkata: “Orang puasa yang seperti apa yang paling banyak pahalanya?”
Beliau menjawab, “yang paling banyak mengingat Allah”, kemudian beliau
menyebutkan kepada kami shalat, zakat, haji, dan shadaqah. Semua dari
itu. Rasulullah berkata: “yang paling banyak mengingat Allah”. Abu Bakr
berkata kepada Umar: “ Wahai Abu Hafs orang-orang yang selalu berdzikir
mereka pergi dengan setiap kebaikan”. Rasulullah bersabda: “ Tentu”.6
Berkata Al-Haitsami: “ Didalamnya terdapat Zabban bin Faid dan ia dhaif,
dan telah dikuatkan begitu juga Ibnu Lahi’ah”7
Akan tetapi dalam hadits tersebut terdapat syaahid (penguat) yang
mursal dengan sanad yang shahih diriwayatkan oleh Ibnul Mubarak dalam
Az-Zuhd berkata: “ Beritahukan kepadaku. Beliau berkata: telah bercerita
kepadaku Zuhrah bin Ma’bad bahwasanya beliau mendengar Abu Sa’id Al-
Almaqburi berkata: “ Dikatakan: wahai Rasulullah, orang haji seperti
apakah yang paling besar pahalanya? Rasulullah menjawab: yang paling
banyak mengingat Allah. Berkata: orang shalat seperti apakah yang paling
banyak pahalanya? Beliau menjawab: yang paling banyak mengingat Allah.
Berkata: orang puasa seperti apa yang paling besar pahalanya? Beliau
menjawab: yang paling banyak mengingat Allah. Berkata: pejuang seperti
apakah yang paling besar pahalanya? Beliau menjawab: yang paling banyak
6 Al Musnad (15614), Al Mu’jam Al Kabir oleh At Thabrani (20/407)
7 Mu’jam Az Zawaid (X/74)
6
mengingat Allah. Zuhrah berkata: Abu Sa’id Al-Maqburi menceritakan
kepadaku bahwa Umar berkata keepada Abu Bakr: “ orang-orang yang
selalu berdzikir mereka pergi dengan setiap kebaikan”.8
Juga terdapat syahid lain yang dibawakan oleh Ibnul Qayyim dalam
kitabnya Wabilush Shaib : Ibnu Abi Dunya menyebutkan hadits mursal: “
Bahwasanya Nabi ditanya oleh seseorang: “Ahli masjid seperti apa yang
baik?” Beliau menjawab: “yang paling banyak mengingat Allah azza wa
jalla”. Ia berkata: “Jenazah seperti apakah yang baik?” Beliau menjawab:
“yang paling banyak mengingat Allah azza wa jalla”. Ia bertanya: “Pejuang
seperti apa yang baik?” Beliau menjawab: “yang paling banyak mengingat
Allah azza wa jalla”. Ia berkata: “ Orang haji seperti apakah yang baik?”
Beliau menjawab: “yang paling banyak mengingat Allah azza wa jalla”. Ia
berkata: “ Orang yang berbuat kebaikan seperti apakah yang baik?” Beliau
menjawab: “yang paling banyak mengingat Allah azza wa jalla”. Abu Bakr
berkata: “ Orang yang selalu berdzikir pergi dengan semua kebaikan”.9
Ibnul Qayyim berkata: “ Sesungguhnya ahli ibadah yang paling utama yaitu
yang paling banyak mengingat Allah azza wa Jalla. Orang yang berpuasa
yang paling utama yaitu yang paling banyak mengingat Allah dalam
puasanya. Yang paling utama diantara oraang-orang yang bershadaqah
yaitu orang yang paling banyak mengingat Allah. Orang haji yang paling
utama yaitu yang paling banyak mengingat Allah. demikian juga seluruh
amalan yang lain.10
Jika engkau tahu hal tersebut maka bersunguh-sungguhlah untuk
senantiasa berdzikir kepada Allah dalam setiap ketaatan. Dalam shalatmu,
puasamu, hajimu, dan seluruh ibadahmu. Sesungguhnya pahalamu
disetiap ibadahmu tergantung dengan dzikirmu kepada Allah.
Dzikir adalah bentuk ketaatan yang paling mulia dan ibadah yang paling
utama. Buah dari dzikir banyak dan tidak terhitung bagi pelakunya.
Kemuliaan buahnya menjadi wasilah yang berbarokah untuk
menghidupkan hati, mendidik jiwa, dan mensucikan hati. Hati yang selalu
8 Az Zuhd (1429)
9 Al Waabil Ash Shaib (152)
10 Al Waabil Ash Shaib (152)
7
berdzikir akan mendapatkan kebahagiaan dan ketenangan, sebagaimana
Allah berfirman:
“ (yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram
dengan mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati
menjadi tenteram”11
sebagai obat hati, penawar dari penyakitnya, dan menghilangkan noda
hitamnya. Dalam hati terdapat noda hitam yang tidak akan hilang kecuali
dengan berdzikir kepada Allah. Datang seorang lelaki kepada Hasan Al-
Basri berkata: “ Wahai Abu Sa’id aku mengadu kepadamu akan noda hitam
pada hatiku. Beliau berkata: “Hilangkan dengan dzikir”.12
Dzikir kepada Allah memudahkan segala perkara dan memudahkan
semua perkara yang sulit. Tidaklah seseorang berdzikir kepada Allah atas
kesulitannya kecuali Allah mudahkan, tidak pula seseorang berdzikir dalam
kesempitannya kecuali Allah lapangkan, tidak pula orang berdzikir dalam
kesusahannya kecuali Allah hilangkan.
Semoga Allah menjadikan kami dan kalian semua termasuk dari
orang-orang yang berdzikir dan menjauhkan kami dari kelalaian.
Sesungguhnya Allah Maha Mendengar do’a. Allah adalah tempat berharap,
dan sebaik-baik penolong.
11 Ar Ra’du : 28
12 Disebutkan oleh Ibnul Qayyim dalam Al Waabil Ash Shaib (142)