Artikel

Dengan Niat, Amal Dunia Jadi


Ladang Akhirat





Segala puji hanya untuk Allah Shubhanahu wa ta’alla


Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi


Muhammad ShalAllah Shubhanahu wa ta’allau’alaihi wa sallam


beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.


Allah Shubhanahu wa ta’alla Azza wa Jalla telah


menggariskan bahwa kehidupan umat manusia bukan hanya


sekali, namun dua kali. Kehidupan dunia yang fana sebagai awal


dari kehidupan dan akan dilanjutkan dengan kehidupan akhirat


yang kekal abadi. Sukses Anda di dunia belum tentu berkelanjutan


hingga di akhirat. Namun sebaliknya, sukses di akhirat menjadikan


Anda lupa akan kegagalan selama hidup di dunia, bagaimanapun


beratnya. Apalagi bila Anda ternyata hidup di dunia sukses dan


akhirat surga menjadi milik Anda.


ANTARA SIAL DUNIA DAN BERKAH AKHIRAT.


Di dunia ini banyak ditemukan pasar, tempat orang


mengais kesuksesan di dunia. Dan tentunya ada pula pasar-pasar


akhirat, tempat menaburkan benih-benih pahala. Karenanya tidak


layak bila kesibukan mewujudkan sukses di dunia, melalaikan


4


Anda dari akhirat. Terlalai dari akhirat karena sibuk menumpuk


dunia berarti sengsara selamanya. Nabi Muhammad ShalAllah


Shubhanahu wa ta’allau ‘alaihi wa sallam bersabda.





Semoga kesengsaraan menimpa para pemuja dinar, dirham, dan


baju sutra (harta kekayaan), bila diberi ia merasa senang, dan bila


tidak diberi, ia menjadi benci. Semoga ia menjadi sengsara dan


terus menerus menderita. Dan bila ia tertusuk duri, semoga tiada


yang sudi mencabut duri itu darinya. [HR. Bukhari].


Sebaliknya, lalai dari dunia karena sibuk membangun akhirat


berarti sukses di dunia dan akhirat.





... Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah Shubhanahu wa


ta’alla, niscaya Dia akan memberinya jalan keluar dan


memberinya rizqi dari arah yang tiada disangka-sangka. Dan


barangsiapa bertawakkal kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla,


niscaya Allah Shubhanahu wa ta’alla akan mencukupinya.


Sesungguhnya Allah Shubhanahu wa ta’alla (berkuasa untuk)


melaksanakan urusan yang dikehendakai-Nya. Sesungguhnya


Allah Shubhanahu wa ta’alla telah mengadakan ketentuan bagi


tiap-tiap urusan." [at Thalaq/65:2-3].


Selanjutnya terserah kepada Anda, ingin sukses dunia akhirat atau


sengsara selamanya, walau hidup di lumbung harta benda.


Sahabat Ali Radhiyallah Shubhanahu wa ta’allau anhu berkata :





Kehidupan dunia bergegas menjauh, sedang akhirat kian


mendekat, dan masing-masing memiliki pengikut, maka jadilah


pengikut akhirat, serta janganlah engkau menjadi pengikut dunia.


Karena sejatinya sekarang ini adalah waktu untuk beramal tanpa


ada hisab, sedangkan esok (di akhirat) adalah waktu hisab dan


bukan beramal. [Mushannaf Ibnu Abi Syaibah 8/155]


DENGAN KETULUSAN NIAT, ANDA PASTI BERUNTUNG.


Suatu yang wajar bila dalam suatu perniagaan ada yang


beruntung dan ada pula yang merugi. Namun keuntungan adalah


cita-cita setiap insan, termasuk Anda. Bukankah demikian


saudaraku? Karenanya, sudikah Anda saya tunjukkan kepada kiatkiat


meraih keuntungan dan tidak pernah bunting? Sukses di


dunia dengan untung segunung dan di akhirat keuntungan Anda


tiada berujung?


Tahukah Anda kiat apakah itu? Ketahuilah, kiat itu adalah dengan menjaga hati Anda sehingga selalu tulus karena Allah Shubhanahu wa ta’alla atas apapun yang Anda kerjakan, baik ibadah ataupun amal kebiasaan Anda. Dengan niat yang baik, apalagi tulus karena


7


Allah Shubhanahu wa ta’alla, amal kebiasaan Anda bernilai


ibadah, tanpa mengurangi sedikitpun dari fungsi amal kabiasaan


Anda. Demikianlah dahulu para ulama’ menjalani kehidupan


mereka. Sahabat Mu’az bin Jabal Radhiyallahu’anhu berkata :





Adapun aku, maka aku tidur dan juga shalat malam, namun dari


tidurku aku mengharapkan (bisa meraih) apa yang aku harapkan


(bisa diraih) dari shalat malamku. [Muttafaqun ‘alaih].


Akan tetapi, sebaliknya, karena lalai dari niat, maka bisa


menyebabkan amal ibadah Anda hanya bernilai kebiasaan dan


rutinitas semata. Dahulu dinyatakan:





Amal ibadah orang yang lalai hanyalah rutinitas, namun rutinitas


orang yang waspada semuanya bernilai ibadah (Syarah al-Arba’in


an-Nawawiyah oleh Syaikh Muhamad Ibnu Utsaimin, hlm. 9).


Subhanallah, walaupun Anda tidur pulas hingga mendengkur, namun itu tidak menghalangi pahala mengalir ke lembaran-


8


lembaran amal Anda. Dengan demikian, indahnya dunia dapat


Anda nikmati dan pahala akhirat pun terus mengalir tiada henti.


Enak bukan ?


STATUS AMALAN ANDA SELARAS DENGAN NIAT ANDA.


Setelah mengetahui bahwa dengan niat, rutinitas Anda


dapat bernilai ibadah, mungkin Anda berkata, "Apabila benar


demikian, betapa mudahnya jalan menuju surga?" Betul


saudarku, namun walau demikian, ternyata selama ini Anda


berjalan di tempat dan sehingga tetap saja jauh dari pintu surga.


Untuk membuktikannya, perkenankan saya bertanya, "Berapa


amalankah yang Anda kerjakan ketika Anda membaca tulisan saya


ini?" Tahukah anda, bahwa sejatinya saat ini Anda sedang


mengerjakan beratus-ratus amalan dan mungkin beribu-ribu


amalan? Anda terkejut keheranan dan bahkan tidak percaya?


Untuk membuktikanya, izinkan saya kembali bertanya, "Apakah saat ini Anda sedang berzina? Apakah saat ini Anda sedang memakan daging babi? Apakah saat ini Anda sedang menyembah patung? Apakah saat ini Anda sedang mencari sanjungan (riya’ dan sum’ah)? Apakah saat ini Anda sedang memakan riba? Apakah saat ini Anda sedang minum khamer? Dan


9


masih banyak lagi pertanyan serupa yang sudah pasti jawabannya adalah, "Tidak". Walau demikian, selama ini Anda tidak menyadari bahwa Anda sedang mengerjakan semua amalan tersebut ketika Anda membaca tulisan ini atau beraktifitas lainnya. Bila demikian adanya, tentu Anda tidak mendapatkan pahala darinya, padahal Anda telah melakukannya. Ibnu Hajar al-Asqalani rahimahullah berkata, “Yang benar, meninggalkan suatu amalan tanpa disertai niat tidak mendapatkan pahala. Anda hanya mendapat pahala bila Anda dengan sadar meninggalkan suatu hal. Sehingga barang siapa di hatinya tidak terbersit sama-sekali tentang suatu amal maksiat, tentu tidak sama dengan orang yang mengingatnya, lalu ia menahan diri darinya karena takut kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla.” [Fathul Bari 1/15]


Penjelasan Ibnu Hajar ini menggambarkan betapa pentingnya menghadirkan niat baik dalam setiap aktifitas Anda. Tanpa perlu waktu, tenaga atau bekal apapun, lautan pahala menjadi milik Anda. Semua itu dengan mudah Anda gapai hanya berbekal niat baik dalam hati anda. Ibnul Qayyim rahimahullah lebih jauh menjelaskan, “Sungguh tujuan dan keyakinan hati diperhitungkan pada setiap perbuatan, dan ucapan, sebagaimana diperthitungkan pula pada amal kebaikan dan ibadah. Tujuan, niat


10


dan keyakinan dapat menjadikan satu amalan halal atau haram,


benar atau salah, ketaatan atau maksiat. Sebagaimana niat dalam


amal ibadah menjadikannya dihukumi wajib atau sunnah, haram


atau halal, dan benar atau salah. Dalil-dalil yang mendasari


kaedah ini terlalu banyak untuk disebutkan di sini.” [I’lamul


Muwaqî’in, 3/118].


Hadits berikut adalah salah satu dalil yang melandasi penjelasan


ulama’ di atas :





Sesungguhnya setiap amalan pastilah disertai dengan niat. Dan


setiap pelaku amalan hanyalah mendapatkan apa yang ia


niatkan. Maka orang yang berhijrah karena menaati perintah


Allah Shubhanahu wa ta’alla dan rasul -Nya, maka ia


mendapatkan pahala dari Allah Shubhanahu wa ta’alla


karenanya, dan orang yang berhijrah karena urusan dunia, atau


wanita yang hendak ia nikahi, maka hanya itulah yang akan ia


dapatkan (tidak mendapatkan pahala di akhirat. [Muttafaqun


alaih].


11


MENGENAL DUA MACAM AMALAN. Untuk dapat menjadikan setiap aktifitas Anda bernilai ibadah, maka terlebih dahulu Anda harus mengenali berbagai aktifitas Anda dan niat-niat Anda pada setiap amalan. Para Ulama’ menjelaskan bahwa secara global amalan terbagi menjadi dua :


1. Amalan Yang Tidak Sah Bila Tanpa Niat.


Contoh amalan jenis ini ialah berbagai amal ibadah murni,


seperti shalat, puasa, haji, wudhu dan lain sebagainya. Andai


Anda melakukan amal ini tanpa disertai dengan niat, niscaya


amalan Anda tertolak dan tidak mendapatkan pahala.


Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :





Tiada (ada) puasa bagi orang yang tidak membulatkan


niatnya untuk berpuasa sebelum terbit fajar. [HR. Abu


Dawud, at-Tirmizi dan lainnya]


2. Amalan Yang Sah Walau Tanpa Niat.


Berbagai amal ibadah yang mendatangkan manfaaat bagi pelakunya atau orang lain adalah contoh nyata dari amalan


12


jenis ini. Misalnya menolong orang kesusahan, menyambung


tali silaturahmi, sedekah, dan yang serupa. Dan diantara


contoh amalan ini ialah amalan dalam bentuk meninggalkan


hal-hal yang dilarang dalam syari’at. Misalnya, bersuci najis,


mengembalikan barang rampasan, membayar hutang, dan


yang semisal denganya. Bila Anda mengamalkan amalan


jenis ini tanpa niat, maka amalan Anda sah alias


menggugurkan kewajiban, namun Anda tidak mendapatkan


pahala darinya.


BEDA ANTARA SAH DAN DITERIMA.


Mungkin Anda bertanya, sebenarnya apa sih perbedaan


antara sah dengan diterima? Ketahuilah saudaraku, bahwa setiap


amalan yang diterima pastilah sah, namun belum tentu amalan


yang sah diterima Allah Shubhanahu wa ta’alla. Karenanya,


walaupun ibadah orang-orang munafiq sah di dunia, namun di


akhirat tidak diterima. Sebagaimana shalat orang yang


mendatangi dukun sah di dunia, namun di akhirat tidak


mendapatkan pahala, alias tidak diterima.


13





Barangsiapa mendatangi tukang ramal, lalu ia bertanya sesuatu


kepadanya, maka tidak akan diterima satu shalatpun darinya


selama empat puluh hari. [HR. Muslim].


Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan, “Maksud hadits ini,


shalatnya tidak mendapat pahala, walaupun sah dan bisa


menggugurkan kewajiban si pelaku dan tidak perlu diulang.”


[Syarah Shahih Muslim oleh Imam an-Nawawi rahimahullah,


14/227].


DUA MACAM NIAT


Para ulama’ juga menjelaskan bahwa Anda dituntut


untuk menghadirkan dua jenis niat, pada setiap kali beramal :


1. Niat menjalankan amalan alias mengamalkan amalan dengan sadar.


Niat macam ini merupakan syarat sah suatu amalan. Niat dengan kategori inilah yang biasanya dibahas dalam kitab-kitab fiqih. Bila Anda berenang di kolam renang, namun Anda lupa bila Anda sedang junub, maka walaupun sekujur


14


tubuh Anda telah basah kuyup sebagaimana orang mandi junub, namun tetap saja janabah Anda belum sirna. Karena Anda melupakan niat yang merupakan syarat sah mandi junub.


2. Niat menjalankan amalan karena Allah Shubhanahu wa ta’alla (ikhlas).


Dengan niat macam ini Anda mendapatkan pahala dari amalan ibadah Anda. Imam as Suyuthi rahimahullah berkata: “Sebagian ulama’ terkini menegaskan bahwa ikhlas adalah suatu yang lebih sebatas niat. Keikhlasan tidaklah mungkin terwujud tanpa niat, namun sebaliknya niat bisa saja terwujud walaupun tanpa ikhlas. Sedangkan para Ulama’ ahli fikih biasanya hanya membicarakan sebatas niat, dan berbagai hukum yang mereka sebutkan hanya berkisar padanya. Adapun keikhlasan, maka itu hanya Allah Shubhanahu wa ta’alla yang mengetahuinya." [al-Asybah wan Nazhair, hlm. 20].


Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata, “Sesungguhnya para Ulama’ telah sepakat bahwa suatu amalan yang tidak mungkin diamalkan melainkan sebagai ibadah, tidak sah kecuali dengan niat. Berbeda dengan amalan yang kadang dilakukan sebagai amal


15


ibadah dan di lain kesempatan sebagai suatu rutinitas, semisal menunaikan amanat dan membayar piutang. [Majmu’ Fatawa, 18/259]. Niat jenis ini merupakan syarat diterimanya setiap amalan. Sehingga amal apapun tidak mungkin diterima dan mendapatkan pahala bila dilakukan dengan tidak ikhlas karena Allah Shubhanahu wa ta’alla. AMALAN YANG DAPAT BERNIALAI IBADAH DENGAN NIAT.


Amalan yang dapat memiliki nilai ibadah karena Anda melakukannya dengan niat yang baik ialah amalan rutinitas yang baik. Bila Anda melakukan amal rutinitas dengan niat yang baik, maka amalan tersebut bernilai ibadah. Namun bila Anda melakukannya karena sebatas rutinitas semata, tanpa memaksudkannya untuk meraih pahala, maka Anda tidak mendapatkan pahala darinya. Dan yang dimaksud bernilai ibadah ialah Anda mendapatkan pahala dari rutinitas tersebut, tanpa mengurangi fungsi dan manfaat dari rutinitas Anda itu. Sebagai contoh; berhubungan badan dengan istri, adalah cara Anda untuk melampiaskan kebutuhan biologis Anda. Namun bila Anda membubuhkan niat demi menjaga diri Anda dan istri Anda dari maksiat, tentu amalan ini mendatangkan pahala bagi Anda, tanpa


16


mengurangi kepuasan Anda dari hubungan badan tersebut.


Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :





"Dan dengan melampiaskan syahwat birahimu engkau bisa


mendapatkan pahala”. Spontan para sahabat bertanya


keheranan, "Wahai Rasulullah, mungkinkah dengan


melampiaskan syahwat birahi, kita mendapatkan pahala


karenanya?" Rasulullah balik bertanya, “Apa pendapat kalian bila


ia melampiaskannya pada perbuatan haram, bukankah ia


berdosa? Demikian pula sebaliknya bila ia melampiaskannya di


jalan yang halal, maka tentu ia mendapatkan pahala.” [HR.


Muslim].


Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Pada hadits ini terdapat dalil bahwa dengan niat baik, amalan mubah dapat bernilai ibadah. Hubungan badan misalnya, bernilai ibadah bila dilakukan dengan niat memenuhi hak istri, atau memperlakukannya dengan cara yang baik sebagaimana yang Allah Shubhanahu wa ta’alla peritahkan. Demikian juga dengan tujuan mendapatkan keturunan yang shaleh, atau menjaga dirinya atau istrinya dari


17


perbuatan haram. Dan bisa juga dengan maksud melindungi keduanya dari memandang hal haram, membayangkan, atau menginginkannya atau niat-niat baik yang lain.” [Syarah Shahih Muslim oleh An Nawawi 7/92].


Kalau ini baru Anda ketahui, berarti selama ini, Anda rugi besar, karena begitu banyak amal rutinitas Anda yang dapat mengalirkan pahala, namun selalu Anda sia-siakan. Setiap pagi Anda makan dan minum, namun hanya sekedar menuruti selera perut semata. Andai Anda membubuhkan niat agar dapat kembali kuat sehingga bisa menjalankan ibadah, tentu segunung pahala dapat menjadi milik Anda. Dengan demikian, niat-niat yang selama ini mendorong Anda melakukan berbagai rutinitas Anda, seakan-akan sia-sia belaka. Kepuasan biologis, kesenangan, refresing dan lainnya pastilah tercapai dari rutinitas Anda, baik Anda meniatkannya atau tidak. Namun tidak demikian dengan pahala dan keridhaan Allah Shubhanahu wa ta’alla. Tanpa niat yang baik nan tulus, Anda tidak mungkin meraihnya. Sekali lagi renungkan! Anda memberi uang belanja kepada istri, tentu membuat mereka senang dan akhirnya setia kepada anda. Namun bila Anda membubuhkan niat menjalankan kewajiban yang telah diamanatkan oleh Allah Shubhanahu wa ta’alla kepada Anda sebagai suami, tentu ini akan menjadi amal ketaatan yang bernilai


18


tinggi. Disamping istri Anda tetap senang dan dengan izin Allah


Shubhanahu wa ta’alla semakin setia kepada Anda. Rasulullah


Shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda :





Sesungguhnya tidaklah engkau membelanjakan suatu harta demi


mendapatkan keridhaan Allah Shubhanahu wa ta’alla, melainkan


engkau mendapat pahala darinya. Sampai pun sesuap makanan


yang engkau berikan kepada istrimu. [Muttafaqun ‘alaih].


Bila demikian, manakah yang lebih menguntungkan, memberi


nafkah hanya sebagai rutinitas belaka, atau membubuhkan niat


mengharap keridhaan Allah Shubhanahu wa ta’alla padanya?


Jawabannya, tentu yang kedua.


MENGGABUNGKAN NIAT DUNIA DAN AKHIRAT.


Setelah membaca keterangan di atas, mungkin Anda menduga bahwa Anda tidak dibenarkan untuk menggabungkan niat menikmati rutinitas dengan mencari keridhaan Allah Shubhanahu wa ta’alla Azza wa Jalla? Tidak demikian saudaraku! Menggabungkan antara keduanya adalah sah-sah saja, namun


19


tentu nilai ibadah Anda pun berbeda. Semakin Anda berhasil


memurnikan niat pada rutinitas Anda hanya karena Allah


Shubhanahu wa ta’alla, semakin besar pula pahala Anda. Namun


sebaliknya semakin besar keinginan Anda untuk mewujudkan


kepentingan pribadi Anda, maka semakin kecil pula nilai ibadah


amalan Anda. Renungkan kisah berikut dari Nabi muhammad


Shalallahu‘alaii wa salam:





Ada seorang lelaki hendak menjenguk saudaranya yang berdomisili di kampung lain. Maka Allah Shubhanahu wa ta’alla memerintahkan seorang malaikat untuk mencegatnya di tengah jalan. Tatkala lelaki itu melintasi malaikat tersebut, malaikat bertanya, "Kemanakah engkau hendak pergi?" Ia menjawab, "Aku hendak menjenguk saudaraku di kampung ini." Kembali malaikat bertanya, "Apakah engkau memiliki sesuatu kepentingan yang hendak engkau selesaikan darinya?" Kembali ia menjawab, "Tidak, hanya saja aku mencintainya karena Allah Shubhanahu wa ta’alla." Mendengar jawaban itu, malaikat itupun berkata, "Sesungguhnya aku adalah utusan Allah Shubhanahu wa ta’alla untuk menkabarkan kepadamu bahwa Allah Shubhanahu wa


20


ta’alla telah mencintaimu, sebagaimana engkau telah mencintai


saudaramu karena -Nya.” [HR. Muslim].


Berkunjung ke sahabat atau saudara, pasti


mendatangkan banyak manfaat di dunia. Namun tatkala lelaki di


atas tidak memiliki niat lain dari kunjungannya terhadap


saudaranya itu selain karena upaya melanggengkan hubungannya


yang tulus karena Allah Shubhanahu wa ta’alla, maka Allah


Shubhanahu wa ta’alla-pun mencintainya. Suatu pahala yang


sangat besar yang sangat didamba oleh setiap insan yang beriman


kepada Allah Shubhanahu wa ta’alla Subhanahu wa Ta’ala,


termasuk Anda.


Dan dari alur kisah hadits di atas, dapat dipahami bahwa andai


lelaki itu memiliki kepentingan lain yang tidak bertentangan


dengan ketulusan cintanya, tentu ia tidak mendapatkan


keutamaan tersebut.


PENUTUP


Apa yang telah saya paparkan pada tulisan sederhana ini


tentunya hanya sekelumit dari pembahasan tentang niat. Terlalu


banyak pembahasan tentang niat yang seyogyanya kita ketahui,


terlebih kiat-kiat mewujudkan niat yang tulus dan benar dalam


hidup nyata. Hati Anda walau terletak dalam dada anda, namun


tidak mudah untuk menundukkannya. Sufyan ats-Tsauri berkata :





Aku tidak pernah membenahi suatu hal yang lebih berat


dibanding jiwaku sendiri. Kadang kala patuh dengan keinginanku


dan sering pula tidak.” .


Ya Allah, Wahai Pembolak-balik hati, tetapkanlah niat kami di atas


ketaatan kepada -Mu. Amiin.



Tulisan Terbaru

Menjaga Shalat dan Kh ...

Menjaga Shalat dan Khusyuk dalam Melaksanakannya

Menjampi Air Termasuk ...

Menjampi Air Termasuk Ruqyah Yang Syar'i