Artikel




DAKWAH PENYATUAN AGAMA : SEBUAH


UPAYA MEMBATALKAN KE-ISLAMAN


Oleh : Abdurrahman bin Nashir al-Barrak.


Alhamdulillah, segala puji milik Allah, Rabb semesta alam.


Shalawat serta salam semoga tercurah atas Nabi Muhammad, keluarga,


dan seluruh sahabatnya.


Amma ba’du,


Sesungguhnya Allah telah mengutus para Rasul-Nya semua,


semenjak dari yang pertama (Nabi Nuh ‘Alaihis Salam) sampai yang


terakhir (Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam), dengan satu


agama yang sama, yaitu agama Islam.


Inti dari agama Islam itu sendiri adalah beribadah semata-mata


hanya kepada Allah, tanpa menyekutukan-Nya. Sekaligus berupaya


untuk meninggalkan peribadatan kepada selain-Nya, serta berlepas diri


darinya. Inilah hakikat dari makna ikhlas atau memurnikan agama


hanya kepada-Nya, sebagaimana dalam firman-Nya, “Maka sembahlah


Allah dengan memurnikan agama kepada-Nya.” [QS.Az-Zumar:2].


Termasuk dalam hakikat keislaman itu, adalah dengan menta’ati


Allah Subhanahu wa Ta’ala, dan para Rasul-Nya. Hal ini didasari


dengan petunjuk dari ayat-ayat berikut :


“dan sungguhnya Kami telah mengutus Rasul pada tiap-tiap umat


(untuk menyerukan): “Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu”.


[QS.An-Nahl:36].


“dan Kami tidak mengutus seorang Rasul-pun sebelum kamu


melainkan Kami wahyukan kepadanya: “Bahwasanya tidak ada Tuhan


(yang hak) melainkan Aku. Maka sembahlah olehmu sekalian akan Aku.”


” [QS. Al-Anbiya : 25].


4


“(26) dan ingatlah ketika Ibrahim berkata kepada bapaknya dan


kaumnya: “Sesungguhnya aku tidak bertanggung jawab terhadap apa


yang kamu sembah.” (27) “ tetapi (aku menyembah) Tuhan yang


menjadikanku, karena Sesungguhnya Dia akan memberi hidayah


kepadaku.” [QS.Az-Zukhruf : 26-27].


Dan lagi, yang merupakan esensi dari agama Islam itu adalah,


kandungan makna “Laa ilaha illallah” atau “Tiada Tuhan yang berhak


disembah melainkan Allah”. Yakni, dengan cara pengingkaran terhadap


thaghut, dan beriman kepada Allah. Inilah yang dimaksud dengan al-


‘Urwatul-Wutsqa atau “Tali Buhul yang Kuat-Kencang”, dan dapat


disebut sebagai Kalimatut-Taqwa.


Allah Ta’ala berfirman, “karena itu, Barangsiapa yang ingkar


kepada Thaghut, dan beriman kepada Allah, maka sesungguhnya ia telah


berpegang kepada buhul tali yang amat kuat yang tidak akan putus dan


Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” [QS.Al-Baqarah : 256].


Adapun dalil argumentasi, yang menunjukkan bahwa agama para


Rasul itu, bernama agama Islam, adalah sebagai berikut:


Firman Allah Ta’ala, tentang Nuh ‘alaihis salam, “dan aku disuruh


supaya aku termasuk golongan orang-orang yang berserah diri (kepada-


Nya).” [QS.Yunus:72].


Tentang Ibrahim dan Ya’qub –alaihimas-salam– : “dan Ibrahim


telah mewasiatkan ucapan itu kepada anak-anaknya, demikian pula


Ya’qub : (Ibrahim berkata) “Hai anak-anakku! Sesungguhnya Allah telah


memilih agama ini bagimu. Maka janganlah kamu mati kecuali dalam


memeluk agama Islam.” [QS. Al-Baqarah:132].


Mengenai Musa ‘Alaihis Salam, “berkata Musa: “Hai kaumku, jika


kamu beriman kepada Allah, maka bertawakkallah kepada-Nya saja, jika


kamu benar-benar orang yang berserah diri.” [QS. Yunus: 84].


Dan Firman-Nya tentang al-Hawariiyin atau para pengikut Nabi


Isa ‘Alaihis Salam : “ Kami beriman kepada Allah, dan saksikanlah


5


bahwa sesungguhnya Kami adalah orang-orang yang berserah diri.”


[QS.Ali ‘Imran : 52].


Allah Subhanahu wa Ta’ala juga telah menegaskan bahwa agama


yang diakui di sisi-Nya hanyalah agama Islam. Dan sesungguhnya Dia


tidak menerima agama apapun selain agama Islam.


Firman Allah : “Sesungguhnya agama (yang diridhai) di sisi Allah


hanyalah Islam.” [QS. Ali ‘Imran:19]. Dan firman-Nya, “(85) Barangsiapa


mencari agama selain agama Islam, Maka sekali-kali tidaklah akan


diterima (agama itu) daripadanya, dan dia di akhirat termasuk orangorang


yang rugi.” [QS.Ali ‘Imran :85].


Maka dapat diketahui dengan jelas, bahwa barangsiapa yang


keluar dari agama para Rasul, otomatis orang tersebut kafir dan merugi


di dunia maupun akhirat. Baik keluarnya orang tersebut (murtad)


disebabkan pengingkaran dan pendustaan, keragu-raguan, atau sikap


kesombongan dan gengsi tidak mau menerima seruan dakwahnya para


rasul, walaupun ia membenarkan dalam hatinya.


Sebagaimana firman Allah, “karena mereka sebenarnya bukan


mendustakan kamu, akan tetapi, orang-orang yang zalim itu mengingkari


ayat-ayat Allah.” [QS.Al-An’am :33]. Dan juga Firman-Nya, mengenai


fir’aun dan kaumnya : “dan mereka mengingkarinya karena kezaliman


dan kesombongan (mereka). Padahal hati mereka meyakini (kebenaran)-


nya. Maka perhatikanlah betapa kesudahan orang-orang yang berbuat


kebinasaan” [QS.An-Naml : 14].


Dengan demikian, semakin jelas pula bahwa para Rasul dan para


pengikutnya itu adalah orang-orang Islam.


Dan wajib diketahui pula, bahwa diantara prinsip-prinsip


keimanan itu, adalah beriman kepada seluruh Rasul. Maka, barangsiapa


yang beriman kepada sebagian mereka, dan tidak mengimani yang lain,


tidaklah termasuk orang beriman atau pun orang Islam. Bahkan, ia


6


dapat disebut sebagai pendusta terhadap keseluruhan Rasul-rasul


tersebut.


Oleh karena itu, Allah ber-firman:


“kaum Nuh telah mendustakan para Rasul.” [QS. As-Syu’araa:


105].


“kaum ‘Aad telah mendustakan para Rasul.” [QS. As-Syu’araa:


123].


“ (150) Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada Allah dan


rasul-rasul-Nya, dan bermaksud memperbedakan antara (keimanan


kepada) Allah dan rasul-rasul-Nya, dengan mengatakan: “Kami beriman


kepada yang sebahagian dan Kami kafir terhadap sebahagian (yang


lain)”, serta bermaksud (dengan perkataan itu) mengambil jalan (tengah)


di antara yang demikian (iman atau kafir).” “(151) merekalah orang-orang


yang kafir sebenar-benarnya. Kami telah menyediakan untuk orang-orang


yang kafir itu siksaan yang menghinakan.” [QS. An-Nisaa’: 150-151].


“Rasul telah beriman kepada al-Quran yang diturunkan kepadanya


dari Tuhannya, demikian pula orang-orang yang beriman, semuanya


beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, dan rasulrasul-


Nya, (mereka mengatakan): “Kami tidak membeda-bedakan antara


seseorangpun (dengan yang lain) dari rasul-rasul-Nya”. [QS. Al-Baqarah:


285].


Dan diantara dalil dari Quran maupun Sunnah, yang


menunjukkan bahwa agama para Rasul itu adalah satu, adalah firman-


Nya :


“(51) Hai rasul-rasul, makanlah dari makanan yang baik-baik, dan


kerjakanlah amal yang saleh. Sesungguhnya Aku Maha mengetahui apa


yang kamu kerjakan.” “(52) Sesungguhnya (agama Tauhid) ini, adalah


agama kamu semua, agama yang satu, dan aku adalah Tuhanmu. Maka


bertakwalah kepada-Ku.” [QS. Al-Mu’minuun :51-52].


7


Sabda Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, “Aku adalah manusia


yang paling utama (dan terdekat) dengan Isa bin Maryam, baik di dunia


maupun di akhirat. Para Nabi itu adalah bersaudara, hanya ibunya saja


yang berbeda.” Hadits disepakati Bukhari-Muslim.


Hal ini menegaskan lagi, bahwa agama para rasul itu adalah satu.


Oleh karenanya, rasul yang terdahulu memberitakan tentang rasul yang


selanjutnya, dan mengimaninya. Begitu pula sebaliknya, rasul yang


terkemudian membenarkan dan mengimani rasul yang sebelumnya.


Sebagaimana firman Allah,


“dan (ingatlah) ketika Isa Ibnu Maryam berkata: “Hai Bani Israil,


sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepadamu, membenarkan kitab


sebelumku. Yaitu Taurat dan memberi khabar gembira dengan


(datangnya) seorang Rasul yang akan datang sesudahku, yang namanya


Ahmad (Muhammad).” [QS. As-Shof : 6].


Selanjutnya, mengenai umat-umat para rasul itu, yang paling


banyak penyebutannya di dalam Al-Quran, adalah ummat Bani Israel


atu Bani Ya’qub alaihis salam. Ini disebabkan karena sebelum diutusnya


Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, jalur mata-rantai silsilah


kenabian ada pada mereka. Dan posisi Nabi Musa dan Nabi Isa


alaihimas-salam, adalah yang tertinggi di antara nabi-nabi Bani Israil


tersebut. Keduanya sungguh merupakan Ulul-‘Azmi (rasul-rasul yang


memiliki tekad yang kuat, walaupun diuji dengan cobaan yan sangat


berat) diantara para Rasul. Dan kepada mereka berdua, Allah turunkan


kitab Taurat dan Injil.


Mengenai cerita dan berita tentang kedua rasul ini, sungguh telah


Allah sajikan informasinya secara lengkap terperinci, mulai dari masa


pertumbuhannya, masa diutus keduanya menjadi rasul, dan termasuk


perihal kehidupan Bani Israel bersama keduanya. Dan sebenarnya para


Nabi dari kalangan Bani Israel, sepeninggal Nabi Musa ‘Alaihis Salam,


tetap berpegang pada Kitab Suci Taurat. Masa ini berlaku sampai


8


kedatangan Nabi Isa ‘Alaihis Salam, yang diutus untuk membenarkan


Kitab Taurat, sekaligus menghapus dan mengganti sebagian hukumhukum


yang terdapat di dalamnya.


Allah ber-firman, “Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab


Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang


dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh nabi-nabi


yang menyerah diri kepada Allah.” [QS. Al-Maidah : 44].


Dan firman-Nya tentang ‘Isa al-Masih ‘alaihis salam, “dan (aku


datang kepadamu) membenarkan Taurat yang datang sebelumku, dan


untuk menghalalkan bagimu sebagian yang telah diharamkan untukmu.”


[QS.Ali-Imran : 50].


Adapun orang-orang yang beriman kepada Nabi Musa ‘Alaihis


Salam, yang memutuskan perkara mereka dengan aturan Syari’at


Taurat, maka mereka itu adalah orang-orang Muslim atau beragama


Islam yang sebenarnya. Hal ini berlaku sampai datangnya Nabi Isa bin


Maryam, maka siapa yang beriman kepadanya lalu mengikutinya, itulah


orang Muslim. Namun, jika ada yang mendustakannya, maka ia pun


telah Kafir.


Para pengikut Nabi Musa ‘Alaihis Salam, dan orang-orang yang


beriman kepadanya, dikenal dengan sebutan Yahudi. Sehingga ketika


Nabi Isa ‘Alaihis Salam datang, maka para pengikutnya disebut Nashara.


Sementara penyebutan nama Yahudi, berlaku bagi orang yang kafir,


atau ingkar kepada Nabi Isa ‘Alaihis Salam.


Oleh sebab itu, Bani Israel itu terbahagi dalam dua kelompok :


Yahudi dan Nashara. Lalu, dari setiap kelompok tadi, ada orang yang


beriman (mukmin), dan ada pula yang kafir. Dan penjelasan mengenai


hal ini, sebenarnya telah Allah jelaskan dengan terperinci, dalam Al-


Quran, baik kelompok yang mukmin atau yang kafir. Begitu pula


penjelasan tentang hal-hal yang menyebabkan kekufuran orang yang


kafir.


9


Selanjutnya, mengenai Yahudi, dan berbagai hal yang


menyebabkan kafirnya mereka itu, adalah : karena tindakan


penyelewengan mereka terhadap Kitab Suci Taurat, pembunuhan Nabinabi,


dan perkataan mereka, “’Uzair adalah anak-Allah”. Begitu juga


pendustaan mereka terhadap Nabi Isa ‘Alaihis Salam dan penutup para


Nabi, yaitu Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam.


Dengan demikian, mereka telah mengumpulkan berbagai macam


kekafiran. Dan untuk itulah, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, “


(89) dan setelah datang kepada mereka Al-Qur’an dari Allah yang


membenarkan apa yang ada pada mereka. Padahal sebelumnya mereka


biassa memohon (kedatangan Nabi) untuk mendapat kemenangan atas


orang-orang kafir. Maka setelah datang kepada mereka apa yang telah


mereka ketahui, mereka lalu ingkar kepadanya. Maka la’nat Allah-lah


atas orang-orang yang ingkar itu.” “(90) alangkah buruknya (hasil


perbuatan) mereka yang menjual dirinya sendiri dengan kekafiran


kepada apa yang telah diturunkan Allah, karena dengki bahwa Allah


menurunkan karunia-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya diantara


hamba-hamba-Nya, karena itu mereka mendapat murka sesudah


(mendapat) kemurkaan dan untuk orang-orang kafir siksaan yang


menghinakan.” [QS. Al-Baqarah : 89-90].


Sedangkan mengenai Nashara, maka diantara penyebab kekafiran


mereka, adalah menuhankan Al-Masih (Isa) dan ibunya (Maryam); dan


perkataan mereka bahwa “Isa Al-Masih itu adalah putra Allah”, juga


perkataan bahwa “Allah itu adalah pihak yang ketiga dari yang tiga”.


Kemudian, sikap mereka yang mendustakan Nabi Muhammad


Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, sebagai penutup para Nabi dan Rasul.


Untuk hal ini, Allah telah berfirman, “(72) Sesungguhnya telah


kafirlah orang-orang yang berkata: “Sesungguhnya Allah ialah al-Masih


putera Maryam”. Padahal al-Masih (sendiri) berkata: “Hai Bani Israil,


sembahlah Allah Tuhanku dan Tuhanmu”. Sesungguhnya orang yang


10


mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka pasti Allah


mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah


ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolong pun.” “(73)


Sesungguhnya telah kafirlah orang-orang yang berkata: “Bahwasanya


Allah salah seorang dari yang tiga”. Padahal sekali-kali tidak ada Tuhan


selain dari Tuhan yang Esa, jika mereka tidak berhenti dari apa yang


mereka katakana itu, pasti orang-orang yang kafir diantara mereka akan


ditimpa siksaan yang pedih.” [QS. Al-Maidah : 72-73].


Dan sungguh Allah Ta’ala telah menginformasikan pula dalam


Kitab-Nya Al-Quran, mengenai tertipunya masing-masing kelompok


(Yahudi dan Nashara) dengan diri mereka sendiri. Begitu pula dengan


aksi celaaan mereka, yang satu terhadap yang lain. Dan juga aksi saling


mengaku-ngaku keistimewaan masing-masing, diatas klaim bahwa


petunjuk-kebenaran ada padanya, dan bahwa keistimewaan untuk


memasuki surga hanya ada pada mereka, bukan yang lain.


Hal ini tergambar jelas dalam firman-Nya, sebagai berikut:


“ (111) dan mereka (Yahudi dan Nasrani) berkata: “Sekali-kali tidak


akan masuk surga kecuali orang-orang (yang beragama) Yahudi atau


Nasrani”. Demikian itu (hanya) angan-angan mereka yang kosong belaka.


Katakanlah: “Tunjukkanlah bukti kebenaranmu jika kamu adalah orang


yang benar”. “ (112) (tidak demikian) bahkan barangsiapa yang


menyerahkan diri kepada Allah, sedang ia berbuat kebajikan, maka


baginya pahala pada sisi Tuhannya dan tidak ada kekhawatiran


terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati.” [QS. Al-Baqarah


:111-112].


“dan orang-orang Yahudi berkata: “Orang-orang Nasrani itu tidak


mempunyai suatu pegangan”, dan orang-orang Nasrani berkata: “Orangorang


Yahudi tidak mempunyai sesuatu pegangan”, padahal mereka


(sama-sama) membaca Al-Kitab.” [QS. Al-Baqarah: 113].


11


“dan mereka berkata: “Hendaklah kamu menjadi penganut agama


Yahudi atau Nasrani, niscaya kamu mendapat petunjuk”. Katakanlah:


“Tidak, melainkan (kami mengikuti) agama Ibrahim yang lurus dan


bukanlah Dia (Ibrahim) dari golongan orang musyrik.” [QS. Al-Baqarah :


135].


Klaim pengakuan orang Yahudi, bahwa mereka ada diatas agama


Ibrahim, dan bahwa Ibrahim itu adalah beragama Yahudi. Begitu pula,


dengan pihak Nashara, mereka melakukan klaim yang sama. Namun,


ternyata Allah Ta’ala membantah pernyataan mereka semua, dalam


firman-Nya :


“Ibrahim bukan seorang Yahudi dan bukan (pula) seorang Nasrani,


akan tetapi Dia adalah seorang yang lurus lagi berserah diri (kepada


Allah) dan sekali-kali bukanlah Dia termasuk golongan orang-orang


musyrik.” [QS. Ali Imran : 67].


“Sesungguhnya orang yang paling dekat kepada Ibrahim ialah


orang-orang yang mengikutinya dan Nabi ini (Muhammad), beserta orangorang


yang beriman (kepada Muhammad), dan Allah adalah pelindung


semua orang-orang yang beriman.” [QS. Ali Imran : 68].


Dari sini, dapat diketahui bahwa para pemeluk agama yang tiga -


Yahudi, Nashara, dan kaum Muslimin- mencoba bersepakat untuk


mengagungkan Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam, dan mencoba untuk


menempelkan kedekatan mereka kepadanya. Namun, ternyata Allah


telah membatalkan klaim pengakuan Yahudi dan Nashara tersebut, dan


memutuskan bahwa sebenarnya yang paling dekat dengan Nabi Ibrahim


‘Alaihis Salam adalah orang-orang yang mengikutinya dalam bertauhid


(mengesakan Allah), dan melepaskan tanggung-jawab dari perbuatan


syirik dan orang-orang yang berbuat kemusyrikan.


Dan yang paling dekat dengan Ibrahim ‘Alaihis Salam juga adalah


Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, beserta orang-orang


yang beriman kepadanya. Karena inti dari Millah (agama) Ibrahim


12


‘Alaihis Salam adalah sama dengan yang diperintahkan kepada Nabi


Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam. Sebagaimana firman Allah :


“kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad): “Ikutilah agama


Ibrahim seorang yang hanif” dan buktikanlah Dia termasuk orang-orang


yang mempersekutukan Tuhan.” [QS.An-Nahl : 123].


Jadi, kaum Muslimin itulah yang sebenarnya berada pada Millah


(agama) Nabi Ibrahim ‘Alaihis Salam, bukannya Yahudi ataupun


Nashara. Untuk itulah, Allah Ta’ala berfirman, “dan berjihadlah kamu


pada jalan Allah dengan jihad yang sebenar-benarnya. Dia telah memilih


kamu dan Dia sekali-kali tidak menjadikan untuk kamu dalam agama


suatu kesempitan. (Ikutilah) agama orang tuamu Ibrahim. Dia (Allah) telah


menamai kamu sekalian orang-orang Muslim dari dahulu, dan begitu pula


dalam Al-Quran ini, supaya Rasul itu menjadi saksi atas dirimu dan


supaya kamu semua menjadi saksi atas segenap manusia.” [QS. Al-Hajj :


78].


Demikianlah berlangsung masa-masa yang dilalui oleh kaum


Muslimin, diatas keyakinan (I’tiqad) yang mantap seperti ini, yakni


bahwa agama Islam itulah yang menjadi agama yang haq, yang tidak


Allah terima dan ridhoi satu agama pun selain-nya. Dan bahwa setiap


orang yang tidak masuk ke dalam agama Islam yang dibawa oleh Nabi


Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka otomatis dia kafir, dan


pasti masuk neraka. Jika ia mati dalam kekafirannya, tentu akan kekal


selama-lamanya di neraka.


Untuk itu, Allah Ta’ala telah mewajibkan dakwah untuk mengajak


manusia secara keseluruhan, baik itu Yahudi, Nashara, atau yang


lainnya, masuk ke dalam agama Islam. Dan juga Allah perintahkan


untuk memerangi mereka, dalam rangka meninggikan Kalimat-Allah dan


agama-Nya, agar masuk ke dalam agama Islam ini siapa yang


dikehendaki oleh-Nya, atau tunduk kepada penguasa yang haq.


13


Firman-Nya, “Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan


membawa) petunjuk (Al-Quran) dan agama yang benar untuk


dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrikin


tidak menyukai.” [QS. At-Taubah : 33].


Dan masih saja peperangan antara kaum Muslimin dengan


musuh-musuh mereka, berkobar tanpa henti, mengikuti pergiliran


waktu dan masa. Dan Allah pun memberikan pertolongan-Nya, kepada


orang-orang yang mau menolong agama-Nya. Sebagaimana firman Allah,


“ (7) Hai orang-orang mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah,


niscaya Dia akan menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” “(8) dan


orang-orang yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah


menyesatkan amal-amal mereka.” [QS. Muhammad : 7-8].


Adapun yang terjadi pada beberapa kurun waktu terakhir, betapa


beratnya cobaan yang menimpa agama Islam dan kaum Muslimin. Hal


ini terbukti dengan makin meluasnya wilayah penguasaan Nashara


terhadap negeri-negeri kaum Muslimin. Ditambah lagi, dengan


munculnya pemimpin-pemimpin yang mengaku beragama Islam, tetapi


loyalitasnya diserahkan kepada pihak Nashara.


Maka, tatkala hilang pergi penjajah militer, dari negeri-negeri


kaum Muslimin, masih pula ada yang tertinggal bentuk penjajahan


lainnya, di bidang pemikiran, seperti dalam dunia pendidikan, dan


informasi, begitu juga merambah ke segala aspek bidang kehidupan.


Semuanya itu dioperasionalisasikan oleh orang-orang yang bersikap


mengekor kepada negara-negara Barat yang Kafir.


Tentu saja, hal ini disebabkan oleh kebodohan mereka terhadap


hakikat yang paling esensial dari Agama Islam itu sendiri, dan jauhnya


mereka dari penerapan syari’at dan hukum-hukumnya kepada diri


mereka sendiri, apalagi terhadap bangsa mereka dalam masalah itu.


Oleh sebab itu, Allah Ta’ala menimpakan kehinaan kepada mereka, dan


14


memberikan negeri-negeri Kafir itu kemampuan untuk dapat menguasai


mereka.


Negeri-negeri Kafir yang Dzalim seperti Amerika, yang selalu


menebar janji, dan memberikan ancaman, serta harapan-harapan


kosong kepada mereka. Amerika juga menjadikan dirinya sebagai polisipelindung


bagi negeri-negeri mereka, bahkan berani turut campur dalam


berbagai urusan dalam negeri-negeri tersebut, dengan mengatasnamakan


“Tugas Perserikatan Bangsa-bangsa”. Sehingga pada


hakikatnya, Amerika ini telah menjadi “Pemimpin yang Berkuasa”, yang


pada gilirannya, mereka akan menjadikannya sebagai sumber hukum


didalam memecahkan problem dan urusan mereka.


Sebagai contoh yang aktual, adalah dalam persoalan negara


Palestina. Dimana tidak ada negeri-negeri Arab, maupun kaum


Muslimin lainnya, yang mampu untuk dapat menyelesaikannya. Dan


memang, tidak ada penyelesaian yang tepat baginya, kecuali ber-jihad


memerangi Negara Yahudi itu dari luar Palestina. Hal ini tentu tidak


memerlukan “waktu-tunggu” dan restu lagi dari orang-orang yang


semacam itu , akan tetapi sebenarnya Allah Ta’ala sendiri telah


berfirman,


“Ingatlah, kamu ini orang-orang yang diajak untuk menafkahkan


(hartamu) pada jalan Allah, maka diantara kamu ada yang kikir, dan


siapa yang kikir sesungguhnya dia hanyalah kikir terhadap dirinya


sendiri, dan Allah-lah yang Maha Kaya sedangkan kamulah orang-orang


yang berkehendak (kepada-Nya), dan jika kamu berpaling niscaya Dia


akan mengganti (kamu) dengan kaum yang lain; dan mereka tidak akan


seperti kamu ini.” [QS. Muhammad : 38].


Inilah janji Allah, dan pasti Allah itu tidak mungkir janji. Dan


tidak perlu juga ditunggu kemenangan itu kecuali dengan melengkapi


syarat-syaratnya yang telah disebut dalam firman-Nya, “ (7) Hai orangorang


mukmin, jika kamu menolong (agama) Allah, niscaya Dia akan


menolongmu dan meneguhkan kedudukanmu.” “ (8) dan orang-orang


15


yang kafir, maka kecelakaanlah bagi mereka dan Allah menyesatkan


amal-amal mereka.” [QS. Muhammad : 7-8].


Selanjutnya, dari bekas-bekas penjajahan militer kaum Nashara


terhadap negeri-negeri kaum Muslimin, pada masa lampau. Ataupun


pelaksanaan berbagai rencana strategis mereka, pada masa kini, yang


berada di tangan orang-orang loyalis kepada mereka. Tak cukup rasanya


bagi mereka, baik pihak musuh atau para loyalisnya dari kalangan


Muslim, untuk menebarkan aksi-aksi pengrusakan dan penyimpangan,


yang tersebar di tengah-tengah masyarakat Muslim.


Mereka pun berupaya menjadikan wanita sebagai alat untuk itu,


baik dari awal masa penjajahan sampai hari ini, dengan mengatasnamakan


“hak-hak wanita” dan “kebebasan wanita”. Begitu pula,


mereka membuat undang-undang hukum-positif, lalu meletakkannya


sebagai ganti dari hukum Syari’at-Allah. Lalu, menggunakannya dalam


keputusan hukum perundang-undangan, serta mewajibkannya untuk


ditaati.


Tidak cukup sampai di situ, bahkan mereka bernafsu untuk


merusak keyakinan aqidah kaum Muslimin, dalam salah satu prinsip


agama mereka (Islam), yakni dengan suatu cara yang konspiratif, penuh


rekayasa-manipulatif. Lantas kemudian, orang-orang Munafiq


mempromosikan ide-ide tersebut, tanpa dasar-ilmu, dan diterima pula


oleh orang-orang Muslim yang bodoh, karena ketidak-tahuan akan


hakikat ide-ide yang diusung, atau lebih tepat lagi, ketidak-tahuan


terhadap hakikat Agama Islam yang sebenarnya.


Aksi propaganda yang bersifat rekayasa, dan teramat jahat ini,


dipopulerkan dengan istilah-istilah : “Dakwah Persuasif : antara Islam


dan Kristen”, atau “Dakwah Persuasif antar Agama-agama” ;


“Penyatuan Agama-agama”; “Persatuan Tiga Agama” ; “Ibrahimisme” ;


“Millah Ibrahim” ; “Penyatuan Ibrahimisme” ; “Penyatuan Kitab-kitab


Samawi”. Dan diantara semboyan-semboyan mereka terhadap


propaganda seperti ini, adalah: “Persaudaraan Ber-Agama” ; “Membuang


16


Fanatisme Ber-Agama” ; “Persahabatan Islam-Kristen” ; “Solidaritas


Islam-Kristen melawan Komunisme” ; “Melawan Atheisme”.


Semua penamaan dan labeling tersebut, adalah bagian dari upaya


untuk mencampur-adukkan kebenaran dengan kebatilan, dan


menghiasi kebatilan dengan menampilkan kata-kata yang terlihat indah.


Bahkan, lebih dari itu, mereka pun menggunakan semboyan “Dialog


antar Peradaban”, dan “Dialog antar Agama”.


Target dari propaganda ini, tentunya satu dari dua hal berikut,


01) - Melakukan penghormatan tehadap agama-agama yang batil


tersebut. Atau dengan kata lain, menghormati seluruh agama-agama


samawi (langit), seperti Yahudi dan Nasrani. Adapun caranya adalah


dengan meniadakan tuduhan kepada agama-agama palsu itu, dan


meninggalkan bentuk pernyataan akan kebatilannya, atau menjauhkan


predikat kekufuran terhadap para pemeluknya. Inilah yang dimaksud


oleh sebagian mereka dengan istilah “Kehidupan berdampingan secara


damai antar pemeluk agama yang tiga.”


02) - Adanya pengakuan atau legitimasi akan keabsahan agamaagama


itu. Sekaligus pengakuan bahwa semua itu adalah jalan yang


sama seperti agama Islam untuk menuju Allah. Dan ini artinya, bahwa


tidak ada beda antara pemeluk agama Yahudi, Nasrani dan Islam,


karena masing-masing ada di atas ajaran agam yang benar.


Dan inilah makna sebenarnya yang terkandung dari ide


“penyatuan” yang digembar-gemborkan itu. Sehingga terjadilah suatu


kondisi persaudaraan, dimana tidak ada permusuhan atau kebencian,


bahkan tidak ada lagi dakwah atau panggilan kebenaran dan jihad atau


perjuangan mempertahankan kebenaran, melawan kebatilan.


Tentu saja, seruan semacam ini, merupakan Sikap Kekufuran


yang Terang dan Nyata sekali, sehingga masuk ke dalam “Hal-hal yang


Membatalkan Ke-Islaman”.


17


Ringkasnya, ada beberapa hal yang bisa kita petik dari tulisan di atas,


yaitu:


01 Bahwa agama di sisi Allah itu, hanyalah agama Islam, yang


merupakan agama para rasul secara keseluruhan.


02 Allah tidak menerima dari seorang pun, selain agama Islam.


03 Bahwa setelah diutusnya Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa


Sallam, maka agama Islam itu hanya terbatas pada apa yang telah


disampaikan oleh beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, dan para


pengikutnya.


04 Setiap orang yang keluar dari ajaran syari’at agama Islam yang telah


dibawa oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam, maka orang


tersebut Kafir. Karena, risalah Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam


itu bersifat umum / universal, berlaku untuk semua manusia, sehingga


tidak ada alasan untuk keluar dari ketentuan tersebut.


05 Bahwa orang Yahudi dan Kristen-Nasrani itu adalah orang-orang


Kafir. Wajib mengajak atau mendakwahi mereka ke dalam agama Islam,


bahkan berjihad memerangi mereka, bila syarat-syaratnya terpenuhi


untuk itu. Sebagaimana wajib pula untuk mendakwahi orang-orang


Musyrik, dan memeranginya. Hal ini perlu dilakukan, agar tampak nyata


bahwa agama Islam, sebagai Kalimatullah itulah yang tertinggi, dan


unggul.


Allah Ta’ala berfirman, “Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan


membawa) petunjuk (al-Quran) dan agama yang benar untuk


dimenangkannya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik


tidak menyukai.” [QS.At-Taubah : 33].


06 Bahwa orang yang mengakui kebenaran agama Yahudi dan Nasrani,


yang telah dipenuhi oleh penyelewengan, perubahan, dan penghapusan


inti agamanya, maka orang tersebut adalah Kafir, Murtad, keluar dari


agama Islam.


18


07 Barangsiapa mati dalam kekafirannya, baik di atas ajaran agama


Yahudi, Kristen, dsb, padahal sudah sampai kepadanya dakwah agama


Islam, maka orang itu termasuk penghuni neraka yang kekal selamanya.


Sebagaimana firman Allah, “Sesungguhnya orang-orang yang kafir, yakni


ahli-kitab dan orang-orang yang musyrik (akan masuk) ke neraka


Jahannam, mereka kekal di dalamnya, mereka itulah seburuk-buruk


makhluk.” [QS. Al-Bayyinah : 6].


Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda, “Demi Allah, yang jiwa


Muhammad ada di tangan-Nya, tidaklah mendengar tentang aku


seseorang dari umat manusia ini, baik dia Yahudi maupun Nashrani, lalu


dia tidak mengimani risalah yang aku bawa, kecuali dia termasuk


penghuni neraka.” (HR.Muslim).


08 Wajibnya berlepas-diri dan tanggung-jawab dari orang-orang kafir,


dan dari agama mereka. Membenci, dan memusuhi mereka, sampai


mereka mau beriman kepada Allah semata.


09 Bahwa seruan-seruan dakwah seperti, “Pendekatan antar Agama”,


“Penyatuan Agama”, adalah propaganda kebatilan, dan kekufuran


belaka. Karena, terkandung padanya sebuah legitimasi pengakuan


terhadap kebenaran agama-agama Yahudi dan Nasrani tersebut, yang


sudah jelas kebatilannya.


10 Haram hukumnya mengadakan sarana kepada apa yang disebut


“Dialog Agama-agama”, dan semacamnya.


Terkecuali, dialog yang dilakukan oleh kaum Muslimin dan para


pemeluk Agama-agama yang batil itu, adalah diarahkan untuk


mengajak mereka masuk Islam.


Maka, hal ini bisa dilakukan dengan dasar firman Allah Ta’ala


: “Katakanlah: “Hai ahli-Kitab, Marilah (berpegang) kepada suatu kalimat


(ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa


tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan


sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain


19


sebagai Tuhan selain Allah”. Jika mereka berpaling, maka katakanlah


kepada mereka: “Saksikanlah bahwa kami adalah orang-orang yang


berserah diri (kepada Allah)”. [QS.Ali Imran : 64].


Juga firman-Nya, “Sembahlah Allah dan janganlah kamu


mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun.” [QS.An-Nisaa : 36].


Dan Allah Ta’ala berfirman: “Katakanlah : “Hai manusia. Sesungguhnya


aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai


kerajaan langit dan bumi, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain


Dia, yang menghidupkan dan mematikan. Maka berimanlah kamu kepada


Allah dan Rasul-Nya, Nabi yang Ummi yang beriman kepada Allah dan


kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya


kamu mendapat petunjuk.” [Al-A’raaf : 158].


Dan ini pula yang menjadi jalan dakwahnya Rasulullah Shallallahu


‘Alaihi wa Sallam dan para pengikutnya, yaitu : “Katakanlah: “Inilah


jalan (agama)-ku, aku dan orang-orang yang mengikutiku mengajak


(kamu) kepada Allah dengan hujjah yang nyata. Maha Suci Allah, dan


aku tiada termasuk orang-orang yang musyrik.” [QS.Yusuf: 108].


11 Haram hukumnya melakukan apa yang disebut sebagai


“Penghormatan terhadap Agama-agama” dan “Tenggang Rasa antar


Agama-agama” atau “Toleransi beragama”, yang didalamnya terkandung


pengertian agar supaya hujatan kepada agama-agama yang batil itu,


seperti Yahudi dan Nasrani, dapat ditinggalkan.


Hal semacam ini, tentunya tidaka layak untuk dilakukakan, karena


tidak ada agama yang pantas untuk dihormati kecuali agama Islam saja,


karena dialah agama yang haq, dan benar.


12 Bahwa tidak ada persaudaraan antara kaum muslimin dengan


orang-orang kafir. Sehingga, tidak boleh dikatakan : “saudara-saudara


kami orang-orang Nasrani” atau semacamnya dari kelompok orangorang


kafir. Hal ini berlaku, karena persaudaraan dan loyalitas, yang


benar adalah antara sesama kaum beriman.


20


Allah ber-firman, “Orang-orang beriman itu sesungguhnya


bersaudara” [QS. Al-Hujuraat: 10]. Dan Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa


Sallam bersabda, “Jadilah kalian hamba-hamba Allah yang bersaudara.”


(Muttafaqun ‘Alaihi, disepakati oleh Bukhari-Muslim). Juga firman-Nya,


“dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian


mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain.” [QS. At-


Taubah: 71].


Dan sesungguhnya Allah telah mengikatkan tali persaudaraan


antara orang-orang Kafir dengan orang-orang Munafiq, dalam firman-


Nya, “Apakah kamu tidak memperhatikan orang-orang Munafiq yang


berkata kepada saudara-saudara mereka yang Kafir diantara ahli kitab.”


[QS. Al-Hasyr : 11].


Dan Allah Subhanahu wa Ta’ala juga menjadikan orang-orang


Kafir itu pelindung bagi sesama mereka, satu sama lain. Firman-Nya,


“Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi


sebagian yang lain. Jika kamu (hai para Muslimin) tidak melaksanakan


apa yang telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan


di muka bumi dan kerusakan yang besar.” [QS. Al-Anfaal: 73].


13 Bahwa Kitab Taurat dan Injil, setelah diselewengkan, dirubah, dan


dihapus dari inti agamanya, maka tidak boleh lagi dijadikan acuan


untuk digunakan dalam mencari petunjuk kebenaran, dan mengetahui


apa yang bisa mendekatkan diri kepada Allah. Keduanya tidak boleh lagi


disebut bersama Al-Quran, sekalipun keduanya pernah memiliki


kesucian pada sisi Allah. Karena telah masuk ke dalam keduanya itu,


begitu banyak hal yang bersifat batil, dan telah dihapus status hukumhukumnya.


Adapun yang masih terdapat pada keduanya, berupa kebenaran, maka


cukuplah bagi kaum Muslimin untuk berpegang hanya kepada kitab-


Nya yang terakhir, yakni Al-Quran, yang pasti memiliki sifat sebagaiman


dalam firman-Nya:


21


“yang tidak datang kepadanya (Al-Quran) kebatilan baik dari depan


maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Rabb yang Maha


Bijaksana lagi Maha Terpuji.” [QS. Fushshilat: 42].


Oleh karena itu, ketika Umar bin Khattab Radhiyallahu ‘Anhu


datang kepada Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan


memegang lembaran yang didalamnya terdapat beberapa potongan ayat


Taurat, beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam berkata, “Apakah engkau


masih ragu, wahai ibnul Khaththab? Bukankah aku telah membawa


agama yang putih bersih? Sekiranya saudaraku Musa alaihis salam


hidup sekarang ini, maka tidak ada keluasan baginya kecuali mengikuti


syari’atku.” (Hadits riwayat Ahmad).


Demikianlah, dan kami pun memohon kepada Allah, untuk


memberikan petunjuk dan bimbingan-Nya kepada kami, dan kepada


seluruh kaum Muslimin, dalam rangka meniti jalan-Nya yang luru, yaitu


jalan “..orang-orang yang dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu : Nabi-nabi,


para Shiddiqiin, orang-orang yang mati Syahid, dan orang-orang Saleh,


dan mereka itulah teman yang sebaik-baiknya.”


Dan juga agar dijauhkan dari jalannya orang-orang yang dimurkai, dan


orang-orang yang sesat.


Semoga Allah memberikan kecintaan kepada kami terhadap


keimanan, dan menjadikan keimanan itu indah didalam hati. Serta


menjadikan kami benci kepada kekafiran, kefasikan dan kedurhakaan.


Dan agar kami dijadikan orang-orang yang lurus, sebagai karunia dan


nikmat dari-Nya, dan Allah itu Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana..


Shalawat dan salam, serta keberkahan, semoga Allah curahkan


selalu kepada hamba dan utusan-Nya, Muhammad, penutup para Nabi,


beserta segenap keluarga, dan para shahabatnya semua.


Ditulis oleh:


Abdurrahman bin Nashir al-Barrak.


22


Ringkasan :


“Penyatuan Agama-agama”; Penyatuan Ibrahimisme” ; “Penyatuan Kitabkitab


Samawi”. “Persaudaraan Ber-Agama” ; “Dialog antar Peradaban”,


dan “Dialog antar Agama”, dan segala wacana dan slogan lainnya adalah


cara-cara konspiratif yang dipropagandakan musuh-musuh Islam untuk


merusak aqidah umat Islam. Abdurrahman bin Nashir al-Barrak melalui


tulisan ini memaparkan secara detail dan tajam mengenai hakikat yang


tersembunyi dari slogan-slogan yang menyesatkan tersebut.



Tulisan Terbaru

Keutamaan Puasa Enam ...

Keutamaan Puasa Enam Hari Syawal Shawal