Cara Menolak Waswas dan Bisikan Syetan
Syaikh Muhammad bin Shalih al-Utsaimin rahimahullah
Pertanyaan: Ada seorang lelaki yang telah diberi hidayah oleh Allah
Subhanahuwata’alla dan ia telah merasakan manisnya iman. Allah
Subhanahuwata’alla telah memberikan kepadanya pemahaman dan mengerti
ayat-ayat-Nya. Kemudian kondisinya berbalik 180 derajat, ia kehilangan
manisnya iman, banyak mendapatkan was-was dan bisikan syetan. Di
antaranya ia mengatakan suatu ucapan yang dapat menjadikannya kafir. Ia
tidak senang dengan kondisi seperti itu. Apakah yang harus dia lakukan hingga
bisa kembali seperti semula?
Jawaban: Allah Subhanahuwata’alla dengan hikmah-Nya, tidaklah
menurunkan penyakit kecuali menurunkan pula obatnya, baik perkara yang
bersifat maknawi maupun kejiwaan, Allah Subhanahuwata’alla menurunkan
pula obatnya. Apakah obatnya?
Obatnya yaitu: Para sahabat mengadu kepada Nabi Muhammad
Salallahu’alaihi wassalam tentang apa yang mereka dapati di dalam jiwa
mereka ( tentang keraguan dalam masalah aqidah) yang seandainya mereka
jatuh dari langit itu lebih baik daripada mereka mengadukan hal tersebut
kepada Rasulullah . Maka Beliau menyuruh agar mereka berhenti dari hal itu
dan berlindung kepada Allah Subhanahuwata’alla dari godaan syetan yang
terkutuk. Nabi Muhammad Salallahu’alaihi wassalam bersabda:
Rasulullah Salallahu’alaihi wassalam bersabda: "Syetan datang kepada salah
seorang darimu lalu berkata: siapakah yang menciptakan seperti ini? Siapa yang
menciptakan seperti ini? Sampai ia berkata: Siapakah yang menciptakan Rabb
mu? Apabila sampai kepadanya maka hendaklah ia berlindung kepada Allah
Subhanahuwata’alla dan berhenti."1
Maksudnya berlindung kepada Allah Subhanahuwata’alla dari gangguan syetan
yang terkutuk dan berpaling dari bisikan mereka secara menyeluruh. Begitu
pula terhadap al-Khaliq (Yang Maha Pencipta), dan dalam ibadah: Seseorang
berwudhu secara sempurna, kemudian syetan berkata kepadanya: wudhu
belum sempurna. Kemudian ia mengulangi wudhunya, lalu syetan berkata lagi:
belum sempurna. Ia kembali mengulang wudhunya dan begitulah seterusnya.
Dan obat dari was-was ini semua adalah segera berhenti mengulanginya, lalu
engkau berlindung kepada Allah Subhanahuwata’alla dan berhenti, lalu
katakan: Apabila engkau berwudhu pertama kali, jika terlintas dalam hatimu
bahwa engkau belum berwudhu, katakanlah: aku sudah berwudhu. Janganlah
engkau mengulang wudhumu dan jangan engkau hiraukan perasaan tersebut.
Jadi, saudara yang telah mendapat petunjuk iman ini, merasakan
manisnya iman dan bertambah darinya, kemudian ia mendapat rasa was-was,
kami katakan kepadanya: bergembiralah, sesungguhnya ini adalah kenyataan
iman dan syetan tidak datang kepadamu dengan was-was ini kecuali untuk
menghalangimu dari iman, maka berlindunglah kepada Allah
Subhanahuwata’alla dan berhenti, serta janganlah engkau hiraukan.
Dikatakan kepada Ibnu Abbas Radiallahu’anhu: Sesungguhnya kaum
yahudi berkata: kami tidak pernah mendapatkan rasa was-was dalam shalat
kami. Ibnu Abbas Radiallahu’anhu berkata: 'Mereka benar, apakah yang bisa
diperbuat syetan terhadap hati yang hancur/runtuh.'2 Hati kaum nashrani dan
yahudi sudah hancur/runtuh, apakah mungkin syetan datang untuk
merusaknya, sedangkan ia sudah runtuh? Syetan hanya mendatangi bangunan
yang berdiri tegak untuk diruntuhkan. Adapun bangunan yang hancur, maka
syetan tidak mendatanginya. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kali manusia
bertambah imannya kepada Allah Subhanahuwata’alla, syetan terus berusaha
menguasainya dengan was-was dan obatnya adalah berlindung kepada -Nya
dan berhenti.
1 HR. al-Bukhari 3276 dan ini adalah lafazhnya, dan Muslim 134 dan dalam satu riwayatnya: Maka apabila ia
mendapatkan sesuatu dari hal itu maka hendaklah ia berkata: 'Aku beriman kepada Allah .'
2 Majmu' Fatawa Syaikhul Islam 22/609, dan al-Wabil karya Ibnul Qayyim hal 41.
Saya katakan kepada saudara penanya: bergembiralah dengan kebaikan,
selama engkau melawan was-was ini, berlindung kepada Allah
Subhanahuwata’alla dari godaan syetan yang terkutuk dan berpalinglah
darinya, maka ia tidak bisa membahayakanmu, insya Allah
Syaikh al-Utsaimin – Majmu Durus Fatawal Haramil Makki (3/380-382).