Artikel

Apa dan Kemana Pendidikan Islam?


1 | S e r i a l E b o o k G r a t i s w w w . Y u f i d . c o m


Prakata


Kata pendidikan dalam bahasa Arab lazim disebut tarbiyah. Untuk memahami apa tujuan


pendidikan atau tarbiyah, maka harus mengetahui terlebih dahulu apa pengertian dan hakikat


tarbiyah. Islam itu sendiri diimani dan diamalkan oleh pemeluknya melalui proses tarbiyah.


Pertama, tarbiyah dari Allah yang besifat khusus, yaitu taufiq serta pemeliharaan Allah yang


diberikan kepada para wali-Nya hingga mereka menjadi semakin sempurna dalam keimanan dan


terjaga dari penghalang-penghalang keimanan.


Allah adalah Rabbul-‟Alamin, yang salah satu pengertiannya ialah, Allah pentarbiyah dan


murabbi segenap makhluk dengan segala nikmat-Nya.[1]


Kedua, tarbiyah dari Nabi shallallahu „alaihi wa sallam. Sehingga dengan penyampaianpenyampaian


yang jelas serta bimbingan-bimbingan beliau, seseorang menjadi semakin


memahami akan Islam dan semakin bertanggung jawab mengamalkannya.


Begitulah umat Islam generasi pertama menjadi umat pilihan karena merupakan hasil didikan


Nabi shallallahu „alaihi wa sallam. Orang-orang menjadi muslim yang baik pun melalui proses


pendidikan.


Tarbiyah menurut Syaikh Abdurrahman Albani yang dinukil oleh Syaikh Ali Hasan bin Ali bin


Abdul Hamid al-Halabi,[2] adalah sebagai berikut:


Kata tarbiyah kembali pada tiga asal kata, yaitu:


Pertama, رَبَا – يَرْبُوْ (Rabâ – Yarbû) yang artinya: tumbuh.


Kedua, رَبِيَ – يَرْبَى (Rabiya – Yarbâ) yang artinya: berkembang


Ketiga, رَبَّ – يَرُ ب (Rabba – Yarubbu) yang artinya: memperbaiki, mengurusi, mengatur dan


memelihara.


Dalam Lisân al-Arab, karya Ibnu Manzhûr dikemukakan penjelasan berikut (tentang asal kata


yang pertama):





Rabâsy-Syai‟u Yarbû Rabwan wa Ribâ‟an; artinya: sesuatu itu bertambah dan tumbuh.


Arbaituhu, artinya: aku menumbuhkannya.


Dalam Alquran al-Kariim, Allah berfirman,





Apa dan Kemana Pendidikan Islam? 2012


2 | S e r i a l E b o o k G r a t i s w w w . Y u f i d . c o m


Allah menumbuh suburkan (pahala) sedekah. (Qs. al-Baqarah: 276).


Dari makna inilah diambil pengertian riba yang haram. Allah berfirman,


 Dan sesuatu riba (tambahan) yang kamu berikan agar dia tumbuh pada harta manusia, maka


riba itu tidak tumbuh (bertambah) pada sisi Allah. (Qs. ar-Rûm/30:39).[3]


Al-Ashma‟iy berkata,





Artinya: Aku tumbuh (terbentuk) di tengah keluarga Bani Fulan.


Sedangkan kalimat:


Rabbaitu Fulânan – Urabbhi – Tarbiyatan, artinya: Aku menumbuhkembangkan


(mentarbiyah/mendidik) fulan.[4]


Adapun tentang asal kata: Rabba – Yarubbu, maka dalam Lisân al Arab, Ibnu Manzhûr


mengatakan, “Rabba Waladahu wash-Shabiyya – Yarubbuhu – Rabban. Wa Rabbabahu –


Tarbîban wa Taribbatan; maknanya: memperbaiki, mengurus, dan memelihara seorang anak.”


Dalam hadis disebutkan:





Apakah engkau mempunyai suatu kesenangan padanya yang dapat engkau pelihara? [5]


Maksudnya, (apakah engkau mempunyai) suatu kesenangan darinya yang dapat engkau jaga,


engkau pelihara dan engkau tumbuh kembangkan seperti halnya seseorang menjaga dan


menumbuhkembangkan anaknya?[6]


Sementara itu dalam kitab Mufradât ar-Râghib al-Ashfahâniy dikemukakan penjelasan berikut:


Ar-Rabbu berasal dari kata tarbiyah. Maknanya, membentuk sesuatu setahap demi setahap


hingga mencapai kesempurnaan. Jadi kata Ar-Rabbu merupakan mashdar (kata dasar) yang


dipinjam untuk digunakan sebagai fa‟il (pelaku perbuatan).


Apa dan Kemana Pendidikan Islam? 2012


3 | S e r i a l E b o o k G r a t i s w w w . Y u f i d . c o m


Sedangkan dalam Al-Qâmûs al-Muhîth karya Fairuz Abadi dijelaskan: Rabba al-Amra, artinya


memperbaiki urusan. Rabba ash-Shabiyya, artinya memelihara seorang anak hingga dewasa.


Rabautu fî Hijrihi – Rabwan – wa Rubuwwan; demikian pula Rabaitu Ribâ`an wa Rubiyyan,


artinya aku terbentuk pada asuhannya.


Dari beberapa makna di atas, ada makna yang mendekatkan kata tarbiyah menuju pengertian


secara istilah, yaitu perkataan Imam al-Baidhâwiy dalam Kitab Tafsir-nya yang bernama Anwâr


at-Tanzîl wa Asrâr at-Ta‟wîl:


Ar-Rabbu asalnya bemakna tarbiyah. Yaitu menjadikan sesuatu sampai pada kesempurnaannya


sedikit demi sedikit. Kemudian Allah Subhanahu wa Ta‟ala disifati dengan kata Rabb ini untuk


menunjukkan mubalaghah (sangat sempurna dalam meningkatkan makhluk-Nya menjadi


sempurna, pen.).


Sebelumnya juga telah dijelaskan perkataan Ar-Râghib al-Ashfahâniy, bahwa Ar-Rabb asalnya


dari kata tarbiyah, yang maknanya membentuk sesuatu setahap demi setahap hingga mencapai


kesempurnaan.


Dengan demikian, dari makna tarbiyah dapat disimpulkan sebagai berikut:


1. Murabbi/pendidik sebenarnya secara mutlak adalah Allah Subhanahu wa Ta‟ala, karena


Dia-lah Al-Khaliq. Pencipta fitrah dan Penganugerah berbagai bakat manusia. Dia pula


yang yang telah menyediakan jalan bagi tumbuh, berkembang, dan bekerjanya fitrah serta


bakat-bakat manusia secara bertahap. Dia-lah yang telah menetapkan syariat agar fitrahfitrah


itu tumbuh semakin sempurna, bagus, dan menjadi berbahagia.


2. Maka tarbiyah/pendidikan harus dilakukan sejalan dengan cahaya syariat Ilahi dan


selaras dengan hukum-hukum syariat Ilahi.


3. Tarbiyah juga harus dijalankan secara terencana dan bertahap dimana tahap yang satu


berpijak pada tahap yang lain, dan tahap yang sebelumnya menjadi dasar bagi persiapan


tahap berikutnya.


4. Aktifitas seorang murabbi/pendidik harus mengikuti fitrah yang ditetapkan Allah, dan


harus mengikuti syariat serta hukum-hukum Allah. Demikian secara ringkas apa yang


dinukil oleh Syaikh Ali Hasan al-Halabi dari Syaikh Abdurrahman al-Albani dalam


bukunya Madkhal Ila at-Tarbiyah fî Dhau`i al-Islam, Hal. 7-13.


Jadi makna dan hakikat tarbiyah secara istilah ialah: “Kegiatan yang dilakukan dengan


menggunakan cara-cara dan sarana-sarana yang tidak bertentangan dengan syariat Islam, dengan


maksud memelihara serta membentuk seseorang menjadi pemimpin di muka bumi dengan


kepemimpinan yang diatur berdasarkan peribadatan hanya kepada Allah saja secara sempurna.


Sudah barang tentu kegiatan ini harus dilakukan berbarengan dengan upaya terus-menerus


menjaga manhaj ilmiah secara teliti agar secara mengakar dapat memahami persoalan-persoalan


yang tidak ada contohnya dari syariat, kemudian selalu memperhatikan tata cara penerapannya,


apakah sudah terhindar dari hal-hal yang diada-adakan atau belum?” [7]


Apa dan Kemana Pendidikan Islam? 2012


4 | S e r i a l E b o o k G r a t i s w w w . Y u f i d . c o m


Sementara itu Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu mengatakan, “Asas-asas tarbiyah dalam


masyarakat Islam berdiri dalam rangka mewujudkan aqidah yang benar, perasaan-perasaan yang


mulia, dan adab-adab yang tinggi. Hal ini tercermin pada hubungan antara anak didik dengan


Rabb-nya, dengan pendidiknya, dengan kawannya, dengan kantor lembaga pendidikannya, dan


kemudian dengan lingkungan keluarganya.”[8]


Dari sini, dapat diketahui bahwa hakikat tarbiyah yang benar bertumpu pada tiga hal penting:


Pertama, tarbiyah harus memusatkan perhatiannya untuk membangkitkan aqidah tauhid serta


membersihkan kehidupan umat dari berbagai bid‟ah dan penyimpangan sebagai pendahuluan


agar umat kelak mampu memikul Islam kembali.


Kedua, parameter tarbiyah yang benar ialah bila tarbiyah tersebut berdiri pada landasan Alquran


dan sunah, terjalin dengan praktik keseharian para salaf, serta terbangun kembali semangat


generasi umat untuk menggali Alquran dan sunah hingga mampu memahami dan mengambil


istinbath hukum. Tentu saja dengan mengambil petunjuk secara utuh pada pemahaman salafush


shalih dan terus berkonsultasi dengan para ulama rabbani yang benar-benar menguasai Alquran


dan sunah.


Ketiga, tarbiyah tidak dapat dipisahkan dari upaya terus menerus dalam memberi pengarahan


kepada masyarakat secara umum. Sebab hakikat tarbiyah serta hasilnya selalu berkaitan erat


dengan kehidupan keseharian masyarakat, baik yang menyangkut keyakinan, norma, tadisi,


hubungan sosial, politik, ekonomi, hukum, dan lain-lain.” [9]


Kesimpulannya, jika makna dan hakikat tarbiyah sudah jelas, maka tujuan tarbiyah pun menjadi


jelas, yaitu membentuk umat, baik secara individu maupun secara bersama-sama menjadi umat


yang bertanggung jawab memenuhi hak-hak Allah, memenuhi hak-hak makhluk sesuai dengan


ketentuan Allah, menjauhi segala macam bid‟ah, khurafat, kemaksiatan, serta penyimpanganpenyimpangan


lain, sehingga berbahagialah hidupnya, tidak saja di dunia, tetapi yang lebih


penting di akhirat. Intinya menjadi umat yang beribadah hanya kepada Allah saja, sesuai dengan


tujuan diciptakannya jin dan manusia. Umat yang lebih mementingkan kehidupan akhirat


daripada dunia. Umat yang selalu memikirkan bagaimana selamat dan sukses di akhirat.


Meskipun dunia tidak dilupakannya, tetapi tidak menjadi tergantung padanya.


Alangkah indahnya jika tarbiyah serta pendidikan, baik formal maupun non formal, berorientasi


pada ibadah hanya kepada Allah saja, dengan senantiasa berpedoman pada petunjuk-petunjuk


yang berladaskan Alquran dan sunah dengan pemahaman para salafush-shalih serta senantiasa


berkonsultasi dengan para Ulama Rabbani. Sebab para Ulama Rabbani adalah pendidik umat


sesungguhnya sesudah nabinya.


Karena itulah, berkaitan dengan hadis :





“Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi.”[10]


Apa dan Kemana Pendidikan Islam? 2012


5 | S e r i a l E b o o k G r a t i s w w w . Y u f i d . c o m


Imam Ibnu al-Qayyim rahimahullah mengatakan, “Di dalam hadis ini terdapat sesuatu yang


harus diperhatikan oleh para ulama, yaitu hendaknya mereka mendidik umat seperti halnya


seorang ayah mendidik anaknya. Maka hendaknya para ulama mendidik umat secara bertahap


dan meningkat dari ilmu yang kecil-kecil hingga yang besar-besar. Hendaknya mereka


membawa umat secara bertahap menurut kemampuan, seperti yang dilakukan seorang ayah


terhadap anaknya ketika menyuapkan makanan.”[11]


Wallahu A‟lam.


Maraji’:


1. At-Tashfiyah wa at-Tarbiyah wa Atsaruhuma fî Isti‟nâfi al-Hayâti al-Islamiyati, Syaikh


Ali bin Hasan al-Halabi, Dâr at-Tauhid, Riyadh, KSA, Cetakan: II, 1414 H (sebagai


rujukan utama).


2. Lisân al-„Arab, Tashîh: Amin Muhammad Abdul-Wahab dan Muhammad ash-Shâdiq al-


Abyadi, Dâr Ihyâ` at-Turâts al-Arabi dan Mu‟assasah at-Târîkh al-„Arabi, Beirut,


Libanon, Cetakan: III, Tahun 1419 H/1999 M.


3. Majalah As-sunah, Edisi 12/Tahun XI/1429H/2008M.


4. Miftâh Dâr as-Sa‟âdah wa Mansyûr Walâyati Ahli al-„Ilmi wa al-Irâdah, karya Ibnu al-


Qayyim, Taqdîm: Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi, Muraja‟ah: Syaikh Bakr Abu Zaid,


Dâr Ibnu al-Qayyim, Riyadh dan Dâr Ibnu „Affân, Kairo, Cetakan: I, Tahun 1425 H/2004


M.


5. Nidâ` Ila al-Murabbîn wa al-Murabbiyât, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, tanpa


tahun, dari Silsilah at-Taujîhiyyât no. 17.


6. Shahîh Muslim Syarh Nawawi. Tahqîq: Khalîl Ma‟mûn Syiha, Dâr al-Ma‟rifah, Cetakan:


III, Tahun 1417 H/1996 M.


7. Shahîh Sunan Abi Dawud, Syaikh al-Albâni, Maktabah al-Ma‟ârif, Cetakan: II dari


cetakan terbaru, 1421 H/2000 M.


8. Shahîh Sunan at-Tirmidzi, Syaikh al-Albâni, Maktabah al-Ma‟ârif, Cetakan: I dari


cetakan terbaru, 1420 H/2000 M.


9. Shahîh Sunan Ibni Majah, Syaikh al-Albâni, Maktabah al-Ma‟ârif, Cetakan: I dari


cetakan terbaru, 1417 H/1997 M.


10. Taisîr al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr al-Kalâm al-Mannn, Syaikh Abdur-Rahmân bin


Nashir as-Sa‟di.


Penulis: Al-Ustadz Ahmas Faiz Asifudin, Lc.


Dipublikasikan secara gratis dalam bentuk ebook oleh www.yufid.com


Apa dan Kemana Pendidikan Islam? 2012


6 | S e r i a l E b o o k G r a t i s w w w . Y u f i d . c o m


Catatan Akhir:


[1] Taisîr al-Karîm ar-Rahmân fî Tafsîr al-Kalâm al-Mannân Syaikh Abdur-Rahmân bin Nashir


as-Sa‟diy, Tafsir Surat al-Fâtihah. Lihat pula yang senada dengan itu di Majalah As-sunah, edisi


12/Tahun XI/1429H/2008M, rubrik „Aqidah, Hal. 37, kolom 2.


[2] At-Tashfiyah wa at-Tarbiyah wa Atsaruhuma fî isti‟naafi al-Hayâti al-Islamiyati, Syaikh Ali


bin Hasan al-Halabi, Hal. 95-99.


[3] Lisân al-„Arab, mâddah rabâ, Tashîh: Amin Muhammad „Abdul-Wahab dan Muhammad


ash-Shâdiq al-„Abyadiy, V:126.


[4] Lisân al-„Arab, mâddah rabâ, V:128.


[5] Shahîh Muslim Syarh Nawawi, Tahqîq: Khalîl Ma‟mûn Syiha, Kitab al-Adab wal Birri wash-


Shilah, Bab: Fadhlu al-Hubbi Fillâh, no. 6495 – XVI:340.


[6] Lisân al-„Arab, mâddah rabâ, V:96.


[7] At-Tashfiyah wa at-Tarbiyah wa Atsaruhuma fî Isti‟nâfi al-Hayâti al-Islamiyati, Hal. 100.


Dinukil oleh penulis serta ditambah dengan yang ada pada foot note dengan bahasa bebas.


[8] Nidâ` Ila al-Murabbîn wa al-Murabbiyât, Syaikh Muhammad bin Jamil Zainu, tanpa tahun –


dari Silsilah at-Taujîhiyyât, no. 17. Hal. 9 di bawah sub judul Muhimmah al-Murabbi an-Nâjih.


[9] Disimpulkan dengan bahasa bebas dari at-Tashfiyah wa at-Tarbiyah wa Atsaruhuma fî


Isti‟nâfi al-Hayâti al-Islamiyati, Hal. 101.


[10] Hadis shahîh. Lihat Shahîh Sunan Abi Dawud (II:407), Kitab al-„Ilmi, no. 3641, Shahîh


Sunan at-Tirmidzi (III:71), Kitab al-„Ilmi, no. 2682, dan Shahîh Sunan Ibni Majah (I:92),


Muqadimah, no. 183.


[11] Miftâh Dâr as-Sa‟âdah wa Mansyûr Walâyati Ahli al-„Ilmi wa al-Irâdah, Ibnu al-Qayyim,


Taqdîm : Syaikh Ali bin Hasan al-Halabi, Muraja‟ah: Syaikh Bakr Abu Zaid, I:262.


Lihat aplikasi lainnya Developed by: di www.yufid.org


Aplikasi Yufid:


Kumpulan Tanya Jawab Pendidikan Islam dan Keluarga


Telah tersedia aplikasi Tanya Ustadz


untuk iPhone!


Lihat website lainnya Developed by: di www.yufid.com


Yufid Network:


iPhone and iPad Ready



Tulisan Terbaru

PESAN DARI KHAMAH MUS ...

PESAN DARI KHAMAH MUSLIM KEPADA ORANG KRISTEN

Keutamaan Puasa Enam ...

Keutamaan Puasa Enam Hari Syawal Shawal