Salafus Shalih dan
Amar Ma’ruf Dan Nahi Mungkar
Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.
Dari Ibnu Abi Uwais, dari bapaknya, dari Walid bin Daud bin Muhammad bin ‘Ubadah bin Shamit, dari anak pamannya Ubadah bin Walid, ia berkata: ‘Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu bersama Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu, maka dikumandangkan adzan pada suatu hari, lalu khatib berdiri memuji Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu dan menyanjungnya. Maka Ubadah berdiri dengan segenggam tanah di tangannya lalu menyuapkannya di mulut khatib, Mu’awiyah radhiyallahu ‘anhu marah, maka Ubadah radhiyallahu ‘anhu berkata kepadanya: ‘Sesungguhnya engkau tidak ikut bersama kami saat kami melakukan bai’at kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di Aqabah untuk mendengar dan taat di saat rajin, tidak suka lagi malas, diutamakan terhadap kami, tidak membantah perkara terhadap ahlinya, menegakkan kebenaran di manapun kami berada, tidak takut celaan orang yang mencela pada Allah subhanahu wa ta’ala, dan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Apabila engkau melihat orang orang yang memuji maka suapkanlah tanah di mulutnya.0F1
Dari Yunus bin Abu Ishaq, dari bapaknya, dari Abdullah bin Ma’qil radhiyallahu ‘anhu, ia berkata: Ibnu Ummi Maktum singgah kepada seorang wanita yahudi di Madinah yang menemaninya dan menyakitinya pada diri Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ia mencelanya, memukulnya lalu membunuhnya. Maka kejadian itu disampaikan kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata: ‘Demi Allah, sungguhnya ia menamaniku akan tetapi ia menyakiti aku pada Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Allah subhanahu wa ta’ala telah menjauhkannya, sungguh ia membatalkan darahnya.”1F2
1 Siyar A’lam Nubala` 2/7, hadits bai’at dari Ubadah bin Shamit radhiyallahu ‘anhu diriwayatkan oleh al-Bukhari semisalnya dalam kitab ahkam no 7199 dan 7200 dan Muslim no. 3002 dari hadits Miqdad.
5
Dari Auza’i, ia berkata: Abu Katsir menceritakan kepadaku, dari bapaknya, ia berkata: ‘Aku mendatangi Abu Dzarr radhiyallahu anhu dan ia sedang duduk di samping Jumratul Wustha, dan orang orang berkumpul kepadanya meminta fatwa. Lalu datang seorang laki laki kepadanya lalu berdiri atasnya, ia berkata: ‘Bukanlah Amirul Mukminin melarangmu berfatwa? maka ia mengangkat kepalanya kemudian berkata: ‘Jika engkau meletakkan pedang di atas ini –ia menunjuk ke tengkuknya- kemudian aku mengira bahwa sesungguhnya aku melaksanakan satu kalimat yang kudengar dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sebelum kamu melaksanakan terhadapku niscaya aku akan melaksanakannya.’3
Adz-Dzahaby berkata dalam biografi Qadhi kota Barqah, Muhammad al-Hubuly: Amir (gubernur) Barqah datang kepadanya seraya berkata: ‘Besok lebaran.’ Ia (Qadhi) menjawab: ‘Hingga kita
2 Siyar A’lam Nubala’ 1/158, dan hadits tersebut perawinya tsiqat dan
diriwayatkan oleh Ibnu Sa’ad dalam Thabaqat 4/158, dan diperkuat oleh
hadits yang diriwayatkan oleh Abu Daud dari Ali radhiyallahu ‘anhu: bahwa
seorang wanita Yahudi mencela Nabi shallallahu ‘alahi wa sallam, lalu laki
laki itu mencekiknya hingga mati, maka Rasulullah shallallahu ‘alahi wa
sallam membatalkan darahnya. no. 4362 dalam kitab hudud. Demikian pula
hadits no. 4361 dari Ibnu Abbas radhiyallahu ‘anhu. Al-Albany
menshahihkan yang kedua dalam Shahih Sunan Abi Daud no. 3665, dan
terjadi perbedaan pendapatnya pada hadits pertama: ia menshahihkan
isnadnya dalam Irwaul Ghalil no. 1251 dan mendha’ifkannya dalam Dha’if
Sunan Abi Daud no. 937.
3 Siyar A’lam Nubala` 2/64.
6
melihat hilal dan aku tidak bisa mengajak manusia berbuka dan menanggung dosa mereka.’ Ia (Amir) berkata: ‘Surat khalifah al-Manshur datang dengan perintah seperti ini –ini adalah dari pendapat Ubaidiyah yang berbuka (berlebaran) dengan hisab dan tidak memakai rukyah (melihat bulan)-. Ternyata hilal memang tidak dilihat. Maka di pagi hari amir menyiapkan genderang, bendera-bendera (panji-panji) dan berbagai persiapan lebaran. Qadhi berkata: ‘Aku tidak akan keluar dan tidak akan shalat.’ Maka gubernur menyuruh seseorang untuk menyampaikan khutbah dan menulis surat kepada khalifah al-Manshur menceritakan apa yang telah terjadi. Lalu ia meminta qadhi tersebut untuk dihadapkan kepadanya, maka ia dihadapkan, ia (al-Manshur) berkata kepadanya: ‘Keluarlah (dari pendapatmu, aku akan memaafkanmu.’ Ia (qadhi) tidak mau. Maka ia (khalifah) memberi perintah, lalu dia (qadhi) digantung di panas terik hingga wafat. Ia meminta tolong karena kehausan namun tidak diberi minuman. Kemudian mereka menyalibnya di atas kayu. Semoga Allah subhanahu wa ta’ala mengutuk orang orang zalim.4
Dari Hasan rahimahullah, bahwa Ziyad mengutus Hakam bin ‘Amr ke wilayah Khurasan, maka Allah subhanahu wa ta’ala
4 Siyar A’lam Nubala` 15/374.
7
memberi kemenangan dan mereka mendapatkan harta yang banyak. Ziyad menulis surat kepadanya (Hakam): ‘Amma ba’du, sesungguhnya Amirul Mukminin menulis surat kepadaku agar aku membersihkan yang kuning dan yang putih, dan emas dan perak tidak dibagi di antara manusia.’
Maka dia (Hakam bin ‘Amr rahimahullah) menulis surat kepadanya: Amma ba’du, sesungguhnya engkau menulis surat kepadaku menyebutkan surat Amirul Mukminin, dan sesungguhnya aku mendapatkan Kitabullah (al-Qur`an) sebelum surat Amirul Mukminin. Demi Allah, sesungguhnya jikalau langit dan bumi tersumbat terhadap hamba, maka ia bertaqwa kepada Allah subhanahu wa ta’ala niscaya Allah subhanahu wa ta’ala menjadikan jalan kelapangan baginya dari keduanya dan tempat keluar, wassalamu ‘alaika.5
Dari Abu Mundzir Ismail bin Umar, ia berkata: Aku mendengar Abu Abdurrahman al-Umari berkata: Sesungguhnya termasuk kelalaianmu adalah berpalingnya engkau dari Allah subhanahu wa ta’ala, yaitu engkau melihat sesuatu yang membuat murka-Nya lalu engkau melewatinya, engkau tidak menyuruh dan
5 Sifat Shafwah 1/672.
8
tidak melarang karena takut dari orang yang tidak memiliki bahaya dan manfaat.
Dan ia berkata: ‘Siapa yang meninggalkan amar ma’ruf dan nahi mungkar karena takut terhadap makhluk niscaya dicabut darinya wibawa dari Allah subhanahu wa ta’ala (yang diberikan kepadanya), maka jika ia menyuruh sebagian anaknya atau sebagian budaknya niscaya dipandang remah dengannya.6
Dari Sulaiman bin Abdurrahman bin Isa, ia berkata: Aku mendengar Abu Khulaid Utbah bin Hammad al-Qari, ia berkata: Auza’i rahimahullah menceritakan kepada kami. Ia berkata: Abdullah bin Ali mengutus kepadaku, maka hal itu terasa berat terhadapku. Aku datang dan masuk (kepadanya) dan manusia berbaris, ia berkata: ‘Apa yang engkau katakan pada tempat keluar kami dan apa yang ada pada kami? Aku berkata: ‘Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memperbaiki amir! Sungguh di antara saya dan Daud bin Ali ada rasa saling mencintai.’ Ia berkata: ‘Sungguh engkau harus mengabarkan kepadaku.’ Aku berpikir, kemudian aku berkata: ‘Sungguh saya akan berkata jujur dan aku siap menghadapi kematian. Kemudian aku meriwayatkan baginya dari Yahya bin Sa’id
6 Sifat Shafwah 2/181
9
hadits ‘al-A’mal’,
7 dan di tangannya ada tongkat yang dia goreskan. Kemudian ia berkata: ‘Wahai Abdurrahman, apakah pendapatmu dalam membunuh ahlul bait ini? Aku berkata: Muhammad bin Marwan menceritakan kepadaku, dari Mutharrif bin Sikhkhir, dari Aisyah radhiyallahu ‘anha, dari Nabi
“Tidak boleh membunuh seorang muslim kecuali pada tiga perkara...’7F8dan ia meneruskan hadits.
Ia berkata: ‘Beritakanlah kepadaku tentang khilafah, apakah ada wasiat untuk kami dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam? Aku menjawab: ‘Jikalau ia merupakan wasiat dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam niscaya Ali radhiyallahu ‘anhu tidak membiarkan seseorang memegangnya.’ Ia berkata: ‘Apakah yang engkau katakan pada harta bani Umayyah? Aku menjawab: ‘Jika ia
7 Maksudnya hadits ‘innamal a’malu binniyyat...’ diriwayatkan oleh al-Bukhari no. 1 dan Muslim no. 1907.
8 Lanjutannya adalah:
10
merupakan harta halal milik mereka maka ia adalah haram untukmu dan jika ia merupakan harta haram maka ia lebih haram untukmu.’ Lalu ia menyuruh mengeluarkan aku, maka aku dikeluarkan (dari ruangannya).
Adz-Dzahaby rahimahullah berkata: ‘Abdullah bin Ali adalah seorang raja yang kejam, suka menumpahkan darah (suka membunuh), keras kepala. Kendati demikian, imam Auza’i rahimahullah membicara secara terus terang dengan pahitnya kebenaran seperti yang engkau lihat, bukan seperti sebagian orang dari para ulama yang jahat, yang bersilat lidah di hadapan penguasa agar terhindar dari perbuatan zhalim mereka, membalikkan kebatilan menjadi kebenaran untuk kepentingan mereka –semoga Allah subhanahu wa ta’ala mengutuk mereka-, atau mereka diam padahal mampu menjelaskan kebenaran.9
Ibnul Jauzy rahimahullah berkata: Abdul Malik bin Umar bin Abdul Aziz masuk kepada Umar (bapaknya), ia berkata: ‘Wahai Amirul Mukminin, sesungguhnya saya ada keperluan denganmu, maka biarkanlah saya (hanya berdua denganmu).’ Di sisinya ada Maslamah bin Abdul Malik. Umar rahimahullah berkata: ‘Apakah suatu rahasia tanpa diketahui pamanmu? Ia berkata: ‘Ya.’ Maslamah
9 Siyar A’lam Nubala 7/124-125.
11
berdiri dan keluar. Dan ia (Abdul Malik) duduk di hadapannya seraya berkata: ‘Wahai Amirul Mukminin, apakah yang akan engkau katakan kepada Rabb-mu besok hari (hari kiamat) apabila Dia subhanahu wa ta’ala bertanya kepadamu: ‘Engkau melihat bid’ah dan tidak mematikannya atau engkau melihat sunnah dan tidak menghidupkannya? Ia (Umar rahimahullah) berkata kepadanya: ‘Wahai anakku, apakah sesuatu yang mendorongmu itu karena keinginan kepadaku atau pendapat yang engkau lihat dari sisimu? Ia (Abdul Malik rahimahullah) menjawab: ‘Tidak, demi Allah, akan tetapi pendapat yang saya lihat dari sisi jiwaku. Aku mengetahui bahwa engkau bertanggung jawab, maka apakah yang engkau katakan? Bapaknya berkata kepadanya: ‘Semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberi rahmat kepadamu dan membalas kebaikanmu sebagai seorang anak yang baik. Demi Allah, sesungguhnya aku berharap agar engkau menjadi pembantu yang baik.
Wahai anakku, sesungguhnya kaum engkau telah mengikat perkara ini, ikatan demi ikatan dengan kuat, dan apabila aku ingin melawan sikap keras kepala mereka untuk mengambil yang ada di tangan mereka niscaya aku tidak merasa aman bahwa mereka melakukan sesuatu yang banyak terjadi pertumpahan darah. Demi Allah, sungguh sirnanya dunia lebih mudah bagiku dari pada ditumpahkan darah karena sebab aku sekedar botol tempat darah
12
berbekam. Apakah engkau tidak ridha bahwa datang kepada bapakmu satu hari dari hari hari dunia kecuali dia mematikan bid’ah dan menghidupkan sunnah padanya? Hingga Allah subhanahu wa ta’ala memutuskan di antara kita dengan kebenaran, dan Dia subhanahu wa ta’ala sebaik baik yang memberi keputusan.’
10
Dari Sa’id bin Sulaiman rahimahullah, ia berkata: ‘Aku berada di Makkah di jalan asy-Syathawy, dan di sampingku Abdullah bin Abdul Aziz al-Umari rahimahullah, dan Harun ar-Rasyid sedang menunaikan ibadah haji. Seorang laki laki berkata kepadanya: ‘Wahai Abu Abdurrahman, ini Amirul Mukminin sedang melakukan sa’i dan dikosongkan jalan untuknya. Al-Umari berkata kepada laki laki itu: ‘Semoga Allah subhanahu wa ta’ala tidak membalas kebaikanmu terhadapku, engkau membebankan kepadaku satu perkara yang aku tidak membutuhkannya.’ Kemudian ia menggantung sendalnya dan berdiri. Lalu aku mengikutinya dan Harun menghadap dari bukit Marwah menuju bukit Shafa, maka ia berteriak: ‘Wahai Harun! Tatkala ia memandang kepadanya, ia berkata: ‘Ya, wahai pamanku.’ Ia berkata: ‘Naiklah ke bukit Shafa.’ Tatkala ia menaikinya, ia berkata: ‘Tatapkanlah pandanganmu ke Baitullah.’ Ia (Harun) menjawab: ‘Aku telah melakukannya.’ Ia (al-
10 Sifat Shafwah 2/128.
13
Umari) berkata: ‘Berapa jumlah mereka? Ia menjawab: ‘Siapa yang bisa menghitung jumlahnya? Ia berkata: ‘Berapakah jumlah manusia seperti mereka? Ia menjawab: ‘Makhluk yang tidak ada yang mengetahuinya selain Allah subhanahu wa ta’ala. Ia (al-Umari) berkata: ‘Ketahuilah wahai laki laki, bahwa setiap orang dari mereka akan ditanya tentang diri pribadinya, sedangkan engkau akan ditanya tentang mereka semua, maka renungkanlah bagaimana engkau? Ia (Sa’id bin Sulaiman) berkata: ’Maka Harun menangis dan duduk, dan mereka memberikannya sapu tangan satu persatu untuk menghapus air mata.
Al-Umari rahimahullah berkata: ‘Dan di saat yang lain aku mengatakannya, ia berkata: ‘Katakanlah wahai paman.’ Ia berkata: ‘Demi Allah, sungguh seorang laki laki yang israf (menghambur hamburkan) hartanya maka ia pantas untuk diboikot. Maka bagaimana dengan orang yang menghambur hamburkan harta kaum muslimin? Kemudian ia berlalu dan Harun menangis.11
Adz-Dzahaby rahimahullah berkata dalam biografi Ali bin Abu Thayyib an-Naisabury rahimahullah: ‘Sesungguhnya ia dibawa ke hadapan sulthan Mahmud Sabaktukin untuk didengar nasihatnya. Maka tatkala ia masuk, ia duduk tanpa mendapat ijin dan mulai
11 Sifat Shafwa 2/182.
14
meriwayatkan hadits tanpa perintah. Maka sultan marah kepadanya dan menyuruh pegawainya, maka ia (pegawainya) memukulnya satu pukulan yang mendiamkannya. Maka sebagian yang hadir menyebutkan kedudukannya dalam agama dan ilmu. Maka ia meminta maaf kepadanya dan menyuruh agar diberikan harta, namun ia menolak. Ia (sultan) berkata: ‘Wahai Syaikh, sesungguhnya kerajaan memiliki kekuatan dan ia membutuhkan politik, dan aku melihat engkau melewati batas kewajiban maka halalkan (maafkanlah) aku. Ia menjawab: ‘Allah subhanahu wa ta’ala mengawasi di antara kita, sesungguhnya engkau mengundang aku untuk memberi nasihat dan mendengarkan hadits hadits Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk khusyu’, bukan untuk menegakkan undang undang pemerintahan.’ Maka sultan merasa malu dan memeluknya. Cerita ini disebutkan oleh Yaqut dalam ‘Tarikh Udaba`’, dan ia berkata: ‘Wafat pada bulan Syawal tahun 458 H. di Sanzuwar.
Adz-Dzahaby rahimahullah berkata: Kedudukan sultan Mahmud sangat tinggi dalam jihad dan penaklukan India serta beberapa perkara tercela dan ini termasuk darinya, dan ia telah menyesal dan meminta maaf. Maka kita berlindung kepada Allah subhanahu wa ta’ala dari setiap orang yang sombong lagi kejam. Dan sungguh kami telah melihat orang orang yang kejam lagi
15
membangkang terhadap kebenaran yang mematikan jihad dan berbuat zhalim terhadap hamba. Alangkah ruginya hamba.
12
Abdurrahman bin Rustah rahimahullah berkata: Aku bertanya kepada Ibnu Mahdy rahimahullah tentang seorang laki laki yang berkumpul (malam pengantin) dengan istrinya, apakah ia boleh meninggalkan jama’ah beberapa hari? Ia menjawab: ‘Tidak, dan tidak pula satu shalat.’ Dan aku menyaksikannya di hari malam pengantin putrinya, ia keluar lalu adzan. Kemudian ia berjalan ke pintu keduanya, ia berkata kepada pesuruh wanita: ‘Katakan kepada mereka berdua: keluar menuju shalat. Maka wanita dan para jariyah keluar seraya berkata: ‘Subhanallah, ada apakah ini? Ia berkata: ‘Aku tidak akan berhenti hingga keduanya keluar untuk shalat.’ Maka keduanya keluar setelah ia shalat, maka ia mengutus keduanya ke masjid di luar pintu besar.13
Dari Muqatil bin Shalih al-Khurasani rahimahullah, ia berkata: ‘Aku berkunjung kepada Hammad bin Salamah rahimahullah, ternyata di dalam rumah tidak ada apa apa kecuali tikar dan ia duduk di atasnya, Mushhaf yang dia baca, kantong/tas yang di dalamnya ada ilmunya dan tempat bersuci yang ia berwudhu
12 Siyar A’lam Nubala` 18/173-174.
13 Siyar A’lam Nubala` 9/204
16
darinya. Ketika aku sedang duduk di sisinya tiba tiba ada seseorang yang mengetuk pintu. Ia (Hammad rahimahullah) berkata: ‘Wahai anak perempuan, keluar dan lihat siapa yang mengetuk pintu ini? Ia berkata: ‘Utusan Muhammad bin Sulaiman.’ Ia (Hammad rahimahullah) berkata: ‘Katakan kepadanya, hendaklah ia masuk sendirian.’ Maka ia masuk lalu menyerahkan surat kepadanya, isinya adalah: ‘Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dari Muhammad bin Sulaiman kepada Hammad bin Salamah. Amma ba’du, semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kepadamu di pagi hari ini sebagaimana yang Dia berikan kepada wali wali-Nya dan orang orang yang taat kepada-Nya. Telah terjadi satu masalah, maka datanglah kepada kami, kami ingin bertanya kepadamu tentang hal itu, wassalam.
Ia (Hammad) berkata: ‘Wahai anak perempuan, ambilkan alat tulis.’ Kemudian ia berkata kepadaku: ‘Baliklah surat itu dan tulis: Amma ba’du, dan semoga Allah subhanahu wa ta’ala memberikan kepadamu di pagi hari ini sebagaimana Dia memberikan kepada wali wali-Nya dan orang orang yang taat kepada-Nya. Sesungguhnya kami telah bertemu dengan para ulama dan mereka tidak mendatangi seseorang. Jika terjadi satu masalah maka datanglah kepada kami dan tanyakanlah kepada kami masalah yang kamu hadapi. Jika engkau datang kepada kami maka janganlah
17
engkau datang kecuali sendirian, dan janganlah engkau datang dengan kuda dan pengawalmu, maka aku tidak memberi nasihat kepadamu dan kepada diriku. Wassalam.
Maka ketika aku berada di sisinya, tiba tiba ada yang mengetuk pintu, ia (Hammad) berkata: ‘Wahai anak perempuan, keluar dan lihat siapa yang mengetuk pintu ini? Ia berkata: ‘Muhammad bin Sulaiman.’ Ia (Hammad rahimahullah) berkata: ‘Katakan kepadanya agar masuk sendirian.’ Maka ia masuk, memberi salam, kemudian duduk di hadapannya, ia berkata: ‘Kenapa bila aku memandang kepadamu aku dipenuhi rasa takut? Hammad rahimahullah berkata: ‘Aku mendengar Tsabit al-Bunany rahimahullah berkata: Aku mendengar Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Sesungguhnya apabila seorang alim menghendaki Allah subhanahu wa ta’ala dengan ilmunya niscaya segala sesuatu merasakan wibawanya dan apabila ia menghendaki
18
perbendaharaan dunia dengannya niscaya ia merasa takut terhadap segala sesuatu.’
14
Ia (Muhammad) berkata: ‘Empat puluh ribu dirham engkau ambil untuk membantu kondisimu? Ia (Hammad rahimahullah) berkata: ‘Kembalikanlah kepada orang yang engkau berbuat zhalim kepadanya.’ Ia berkata: ‘Demi Allah, aku tidak memberikan kepadamu kecuali yang kudapatkan dari harta warisan.’ Ia (Hammad) berkata: ‘Saya tidak membutuhkannya, jauhkanlah ia (dirham) dariku semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjauhkanmu dari dosa dosamu.’ Ia berkata: ‘(Maukah) engkau membagikannya.’ Ia (Hammad) berkata: ‘Bisa jadi jika aku berbuat adil dalam pembagiannya sebagian orang yang tidak mendapat bagian berkata: Ia tidak berlaku adil.’ Jauhkanlah ia (dirham) dariku semoga Allah subhanahu wa ta’ala menjauhkan engkau dari kesalahan kesalahanmu.’15
14 Kanzul Ummal 16/630 no. 46131 dan ia menyandarkannya kepada Ibnu Asakir dan Ibnu Najjar. Az-Zubaidy berkata: al-Mundziry berkata: dalam bab ini dari Ali radhiyallahu ‘anhu dan yang lainnya, sebagiannya menguatkan yang lain. (lihat takhrij hadits hadits Ihya` ‘Ulumuddin 1/1087).
15 Sifat Shafwah 3/361.
AMAR MA’RUF & NAHI MUNKAR
Darul Qasim
Segala puji bagi Allah, semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah
kepada Rasulullah. Wa ba’du :
Sesungguhnya diantara peran-peran terpenting dan sebaik-baiknya
amalan yang mendekatkan diri kepada Allah Ta’ala, adalah saling menasehati,
mengarahkan kepada kebaikan, nasehat-menasehati dalam kebenaran dan
kesabaran. At-Tahdzir (memberikan peringatan) terhadap yang bertentangan
dengan hal tersebut, dan segala yang dapat menimbulkan kemurkaan Allah
Azza wa Jalla, serta yang menjauhkan dari rahmat-Nya.
Perkara al-amru bil ma’ruf wan nahyu ‘anil munkar (menyuruh berbuat
yang ma’ruf dan melarang kemungkaran) menempati kedudukan yang agung.
Dimana para ulama menganggapnya sebagai rukun keenam dari rukun Islam.
Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla telah mengedepankan perkara ini atas
keimanan dalam firman-Nya:
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. (QS.3:110)
Demikian pula dalam surat at-Taubah, Allah Azza wa Jalla
mengedepankannya atas penegakkan shalat dan membayar zakat. Allah Ta’ala
berfirman :
4
Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebahagian mereka
(adalah) menjadi penolong bagi sebahagian yang lain. Mereka menyuruh
(mengerjakan) yang ma`ruf, mencegah dari yang mungkar, mendirikan
sembahyang, menunaikan zakat, dan mereka ta`at kepada Allah dan Rasul-Nya.
Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi
Maha Bijaksana. (QS.3:110)
Konteks at-taqdim (pengedepanan lafaz) ini bertujuan untuk menerangkan
mengenai betapa agungnya perkara wajib ini, sekaligus untuk menjelaskan
betapa urgensinya dalam kehidupan individual, masyarakat maupun berbangsa.
Implementasi dan penegakkannya dapat membaikkan umat, membawa kebaikan
yang banyak dan menekan tingkat kejahatan, meminimalisir kemungkaran.
Sebaliknya dengan ditinggalkannya perkara ini, menimbulkan akibat-akibat yang
mengerikan, berbagai bencana besar, kejahatan yang merajalela, perpecahan
umat, hati-hati yang mengeras atau bahkan mati, munculnya perbuatanperbuatan
nestapa dan semakin merebak luas, vokalnya suara-suara kebatilan,
serta maraknya kemungkaran.
DIANTARA KEUTAMAAN AMAR MA’RUF DAN NAHI MUNKAR, YAITU:
PERTAMA, bahwa amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan profesi dan tugas
agung para rasul ‘alaihimus salam, Allah Ta’ala berfirman :
Dan sesungguhnya Kami telah mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk
menyerukan): "Sembahlah Allah (saja), dan jauhilah Thaghut itu". (QS.16:36)
KEDUA, bahwa ia termasuk sebagai ciri-ciri orang-orang beriman, sebagaimana
firman Allah Ta’ala :
Mereka itu adalah orang-orang yang bertaubat, yang beribadat, yang memuji
(Allah), yang melawat, yang ruku`, yang sujud, yang menyuruh berbuat ma`ruf
dan mencegah berbuat mungkar dan yang memelihara hukum-hukum Allah. Dan
gembirakanlah orang-orang mu'min itu. (QS.9:112)
Sebaliknya, orang-orang yang kerap berbuat kemungkaran dan kerusakan
seperti yang difirmankan-Nya :
Orang-orang munafik laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang
lain adalah sama, mereka menyuruh membuat yang munkar dan melarang
berbuat yang ma`ruf dan mereka menggenggamkan tangannya. Mereka telah lupa
kepada Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang
munafik itulah orang-orang yang fasik. (QS.9:67)
KETIGA, sesungguhnya amar ma’ruf dan nahi munkar termasuk karakteristik
orang-orang shalih, Allah Ta’ala berfirman :
113. Mereka itu tidak sama; di antara Ahli Kitab itu ada golongan yang berlaku
lurus, mereka membaca ayat-ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari,
sedang mereka juga bersujud (sembahyang). 114. Mereka beriman kepada Allah
dan hari penghabisan, mereka menyuruh kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari
6
yang munkar dan bersegera kepada (mengerjakan) pelbagai kebajikan; mereka itu
termasuk orang-orang yang saleh. (QS.03:113-114)
KEEMPAT, diantara bentuk dari kebaikan umat ini, adalah amar ma’ruf dan
nahi munkar. Allah Ta’ala berfirman :
Kamu adalah umat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh
kepada yang ma`ruf, dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada
Allah. (QS.3:110)
KELIMA, dapat meneguhkan kedudukan umat di muka bumi. Allah Ta’ala
berfirman :
(yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi,
niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat
yang ma`ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah
kembali segala urusan.. (QS.22:41)
KEENAM, bahwa ia termasuk sebagai sebab-sebab turunnya pertolongan Allah.
Allah Ta’ala berfirman :
040. ... Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama) -Nya.
Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuat lagi Maha Perkasa. 041. (yaitu)
orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi, niscaya
mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat yang
7
ma`ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah
kembali segala urusan. (QS.22:41-40)
KETUJUH, betapa besarnya keutamaan penegakkan perkara amar ma’ruf dan
nahi munkar ini. Allah Ta’ala berfirman :
Tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikanbisikan
dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat
ma`ruf, atau mengadakan perdamaian di antara manusia. Dan barangsiapa yang
berbuat demikian karena mencari keredhaan Allah, maka kelak Kami memberi
kepadanya pahala yang besar. (QS.4:114)
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam :
“Barangsiapa yang mengajak kepada petunjuk, baginya pahala seperti pahalapahala
orang yang mengikutinya, tanpa mengurangi pahala-pahala mereka sedikit
pun.” (HR. Muslim).
KEDELAPAN, termasuk faktor yang dapat menggugurkan dosa-dosa,
sebagaimana beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda :
“Fitnah (bencana) seorang pria terletak pada istrinya, hartanya, dirinya, anaknya
dan tetangganya. Puasa, shalat, sedekah, amar ma’ruf dan nahi munkar dapat
menggugurkannya.” (HR. Ahmad).
KESEMBILAN, pelaksanaan amar ma’ruf dan nahi munkar merupakan (upaya)
memelihara lima perkara urgen (adh-dharuriyah al-khams), yaitu menjaga
agama, jiwa, akal, keturunan dan harta. Sementara itu, perkara amar ma’ruf
8
dan nahi munkar ini masih memiliki berbagai keutamaan lagi, selain yang telah
kami sebutkan tadi. Akan tetapi sekiranya perkara amar ma’ruf dan nahi
munkar ini ditinggalkan dan panjinya ditelantarkan; Akan menimbulkan
berbagai kerusakan di daratan dan di lautan, serta akan melahirkan berbagai
konsekuensi serius, diantaranya yaitu :
1. Terjadi kebinasaan dan siksaan (adzab). Allah Azza wa Jalla berfirman :
Dan peliharalah dirimu daripada siksaan yang tidak khusus menimpa
orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah
amat keras siksaan-Nya. (QS.8:25)
Dari Hudzaifah Radhiyallahu ‘Anhu secara marfu’ :
“Demi (Allah) yang jiwaku di tangan-Nya, hendaklah kamu menyuruh
berbuat yang ma’ruf dan mencegah kemungkaran. Atau (jika tidak) nyaris
Allah (akan) mengirimkan siksaan (segera) atas kalian sebab (telah
mengabaikan)nya, kemudian kalian berdoa kepada-Nya namun (doa kalian)
tidak dikabulkan.” (Muttafaqun ‘Alaihi).
Ketika Ummul Mukminin Zainab Radhiyallahu ‘Anha bertanya :
“Apakah kita akan binasa, sementara di tengah-tengah kita masih ada
orang-orang yang soleh?.” Maka Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda, “Iya, ketika keburukan telah marak.” (HR. Bukhari).
2. Tidak diterimanya do’a. Sesungguhnya telah diriwayatkan berbagai hadits
mengenai hal tersebut. Diantaranya hadits ‘Aisyah Radhiyallahu ‘Anha
secara marfu’ :
“Perintahkanlah (oleh kalian untuk) berbuat yang ma’ruf dan laranglah
kemungkaran, sebelum (mengakibatkan) doa yang kalian panjatkan tidak
diterima.” (HR. Ahmad).
3. Menafikan kebaikan umat, beliau Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam :
“Demi Allah, hendaklah kamu menyuruh berbuat yang ma'ruf dan melarang
kemungkaran, menghentikan orang yang berbuat zhalim, dan
memalingkannya (kembali) kepada kebenaran, atau memperketat (geraknya
hanya) pada (lingkup) kebenaran. Atau (jika tidak dilakukan) kelak Allah
akan mempertentangkan hati sebagian kalian dengan sebagian yang
lainnya, kemudian Dia melaknat kalian sebagaimana Dia telah melaknat
mereka (Bani Isra’il) ” (HR. Abu Dawud).
4. Orang-orang fasik, berdosa dan kafir memerintah, kemaksiatankemaksiatan
dikemas indah, dan kemungkaran-kemungkaran tersebar
luas serta terus menerus terpampang.
5. Munculnya kebodohan, lenyapnya ilmu, terpuruknya umat dalam
kesewenang-wenangan dan tenggelam tidak berakhir. Cukuplah menjadi
dasar turunnya adzab Allah Azza wa Jalla kepada orang yang
meninggalkan perkara amar ma’ruf dan nahi munkar, serta para musuh
Islam dan orang-orang munafik mampu menguasainya, dan melemah
kekuatannya dan berkurang kewibawaannya.
Saudara muslimku :
Al-‘Allamah Syaikh Hamd bin ‘Atiq Rahimahullah berkata :
“Sekiranya ada seorang pria yang mampu berpuasa di siang harinya, dan
berdiri shalat di malam harinya, dan bersikap zuhud terhadap semua perkaraperkara
duniawi, namun bersamaan dengan itu dia tidak marah karena Allah,
10
tidak pula berubah raut wajahnya, dan tidak memerah marah, tidak menyuruh
berbuat yang ma’ruf, dan tidak melarang kemungkaran, maka pria ini adalah
manusia yang paling dimurkai di sisi Allah, yang paling minim kualitas
agamanya, dan pelaku-pelaku dosa besar lebih baik dibandingnya di sisi Allah.
Langkah-Langkah Al-Inkar (tindakan mengingkari) dan al-Amr (tsindakan
menyuruh):
PERTAMA, pengenalan. Sesungguhnya seorang yang jahil (bodoh) melakukuan
sesuatu disebabkan ia tidak menduganya sebagai sebuah kemungkaran. Maka
harus diberikan penjelasan kepadanya, diperintahkan untuk berbuat yang
ma’ruf, dan diterangkan kepadanya mengenai besarnya ganjaran, berlimpah
pahala untuk orang yang melakukannya. Demikian itu dilakukan dengan cara
yang santun, lembut dan kasih sayang.
KEDUA, nasehat. Demikian itu dengan membangun rasa takut akan siksa Allah
Azza wa Jalla dan sangsi-Nya, serta mengingatkan pengaruh-pengaruh berbagai
perbuatan dosa dan maksiat, hal itu dilakukan dengan bersahabat dan penuh
kasih sayang kepadanya.
KETIGA, menyerahkannya ke ahlul hisbah (yaitu, Unit Pemerintahan yang
bertugas melakukan pengawasan dan penegakkan amar ma’ruf dan nahi
munkar, pent.) sekiranya telah tampak sikap kedurhakaannya dan tak kunjung
berhenti.
KEEMPAT, berulang-ulang kali dan tidak berputus asa. Karena sesungguhnya
para nabi dan rasul semuanya menyuruh berbuat yang ma’ruf, dan perkara
yang paling besar dalam hal ini adalah perkara tauhid. Dan mereka juga
memberikan peringatan dari kemungkaran, dan perkara yang paling besar
dalam hal ini adalah yaitu kesyirikan. Mereka melakukannya sepanjang tahun,
tanpa jenuh dan bosan.
KELIMA, memberikan hadiah buku dan kaset yang bermanfaat.
KEENAM, kepada orang-orang yang dibawah tanggungjawabnya seperti istri dan
anak-anaknya, maka boleh baginya untuk mengisolirnya, melarangnya dan
memukul dengan pukulan yang mendidik.
11
KETUJUH, amar ma’ruf dan nahi munkar mengharuskan pelakunya untuk
bersikap lembut, santun, lapang dada, sabar, menyayangi manusia, bersahabat
atas mereka, kesemuanya ini menuntut kesungguhan dan pengorbanan.
Saudara muslimku :
Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menyebutkan tahapan-tahapan
tindakan merubah kemungkaran, dengan sabdanya Shallallahu ‘Alaihi wa
Sallam :
“Barangsiapa di antara kalian melihat kemungkaran, maka hendaklah ia
mengubahnya dengan tangannya. Sekiranya ia tidak mampu, maka dengan
lisannya. Sekiranya ia tidak mampu (juga) maka dengan hatinya, dan itulah
selemah-lemahnysa iman ” (HR. Muslim).
Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab Rahimahullah berkata, “Demi Allah,
wahai saudara-saudaraku, berpegang teguhlah kalian kepada orsinalitas
agamamu, muara dan hilirnya, bawah dan atasnya. Yaitu syahadat “ La ilaha
illallah ” dan pahamilah maknanya. Cintailah pemeluknya. Dan kalian jadikanlah
mereka sebagai saudara-saudara kalian, sekalipun mereka itu jauh lokasinya.
Ingkarilah para thagut dan musuhi mereka, serta bencilah kepada orang-orang
yang mencintai mereka. Atau bantahlah mereka, juga tidak mengafirkan mereka.
Atau berkata, “Saya terlepas atas mereka.” Atau berkata, “Allah tidak
membebaniku atas mereka.” Maka sungguh dia telah mendustakan ini kepada
Allah dan telah membuat-buat kebohongan (kamuflase). Bahkan Allah
menjadikannya sebagai beban bagi mereka, dan berlepas diri terhadap mereka,
sekalipun mereka adalah saudara-saudaranya atau anak-anaknya sendiri.
Saudara muslimku :
Telah merebak di tengah-tengah manusia virus keengganan dari penegakkan
amar ma’ruf dan nahi munkar, karena hal itu disebut sebagai mencampuri
urusan orang lain (intervensi). Hal ini disebabkan rendahnya pemahaman dan
kurangnya iman. Dari Abu Bakar Radhiyallahu ‘Anhu berkata :
“Wahai manusia, Sesungguhnya kalian telah membaca ayat ini :
Hai orang-orang yang beriman, jagalah dirimu; tiadalah orang yang sesat itu akan
memberi mudharat kepadamu apabila kamu telah mendapat petunjuk. Hanya
kepada Allah kamu kembali semuanya, maka Dia akan menerangkan kepadamu
apa yang telah kamu kerjakan. (QS.5:105)
Dan sesungguhnya aku mendengar Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam
bersabda :
‘Sesungguhnya manusia, jika melihat orang yang melakukan perbuatan zalim, lalu
mereka mereka tidak menghentikannya, nyaris saja Allah meratakan siksanya
kepada mereka disebabkan (sikap)nya (tadi).” (HR. Abu Dawud).
Simaklah tentang bahtera suatu kaum, sebagaimana yang telah
digambarkan oleh Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dengan sabdanya :
“Perumpamaan orang yang berdiri di atas aturan-aturan Allah dan orang yang
melanggarnya, adalah sama dengan sekelompok orang yang menumpang di
atas perahu. Sebagian mereka berada di atas dan sebagian yang lain berada di
bawah. Mereka yang berada di bawah, jika mereka ingin mengambil air, maka
mereka melewati orang-orang yang ada di atasnya. Mereka yang berada di
13
bawah berkata, ‘Jika kami merusak perahu untuk mendapatkan bagian kami,
kami tidak akan mengganggu orang-orang di atas kami.’ Jika orang-orang yang
ada di atas membiarkan orang-orang yang ada di bawah nelakukan apa yang ia
inginkan, maka mereka akan binasa semuanya. Jika mereka yang ada di atas
menahan tangan mereka yang ada di bawah dari merusak, maka mereka semua
akan selamat. Dan seandainya mereka memegang tangan (melarang) orangorang
yang berada di bawah melakukan hal itu, maka selamatlah mereka,
selamatlah mereka semuanya.” (HR. Bukhari).
Sangat disesalkan sekali, tampak di sebagian masyarakat fenomena yang
mengenaskan, yaitu sikap mengolok-ngolok terhadap para penegak amar ma’ruf
dan nahi munkar, mencela dan memfitnah mereka. Sedangkan Allah Azza wa
Jalla telah (tegas-tegas) mengancam siapa saja yang menyakiti orang-orang
mukmin, baik yang laiki-laki maupun yang perempuan dengan adzab yang
pedih.
Kami ingatkan sudara-saudara yang kami cintai dan hormati megenai
urgensi amar ma’ruf. Dikatakan dalam Hasyiyah Ibni ‘Abidin, “Sesunggunya
siapa yang mengatakan ‘Fudhuli (orang yang berbicara tidak karuan)’ kepada
pihak yang menyuruh berbuat ma’ruf dan melarang kemungkaran, maka dia
adalah murtad (keluar dari Islam).”
Dalam ad-Durr al-Mukhtar, dkatakan dalam pasal al-Fudhuli, “Yaitu siapa yang
sibuk dengan sesuatu yang tidak berguna, dan seorang mengatakan kepada
pihak yang menyuruh berbuat ma’ruf, ‘kamu Fudhuli ’, dikuatirkan atasnya
kekufuran.
Ya Allah, jadikanlah kami termasuk orang-orang yang menyuruh berbuat
yang ma’ruf dan melarang kemungkaran, yang menegakkan batasan-batasan-
Mu. Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada
kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk kepada kami, dan karuniakanlah
kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah Maha
Pemberi (karunia). Ya Allah ampunilah kami dan kedua orang tua kami serta
kamu muslimin lainnya.
Dan semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah atas nabi kami,
Muhammad, juga kepada para keluarga dan seluruh sahabatnya.