Artikel




Muhasabah


( Introspeksi diri )


Segala puji bagi Allah yang menjanjikan bagi orang yang


mengintrospeksi dan mengekang dirinya dengan rasa aman di hari yang


dijanjikan. Aku memuji-Nya, (Dia) Yang Maha Suci, Yang memuliakan waliwali-


Nya, dan menganugrahkan tambahan pada mereka di hari (itu). Aku


bersaksi bahwa tiada sesembahan yang haq kecuali Allah Yang Maha


Perkasa lagi Maha Terpuji. Dan Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah


hamba dan rasul-Nya, beliau adalah sebaik-baik penyeru ke jalan dan


petunjuk yang lurus, Semoga shalawat, keberkahan dan salam tetap


terlimpah pada beliau, keluarga serta para shahabat yang mereka adalah


suri tauladan bagi manusia dalam muhasabah. Dengan memperingatkan


dari hari yang amat hebat kegocangannnya. Begitupula para tabi'in yang


mengikuti mereka dengan kebaikan hingga hari yang tidak mungkin


menghindar darinya.


Wahai hamba-hamba Allah, aku mewasiatkan diriku dan anda untuk


bertakwa pada Allah dan introspeksi diri. Karena dengan muhasabah, maka


jiwa akan menjadi istiqamah, sempurna dan bahagia. Allah Ta'ala


berfirman:





"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah


setiap diri memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok


(akherat), dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya Allah Maha


Mengetahui apa yang kamu kerjakan"


Ibnu Katsir rahimahullah berkata dalam tafsirnya: "Firman Allah


 , maksudnya introspeksilah diri kalian sebelum kalian dihisab, dan


perhatikan amalan sholeh yang telah kalian persiapkan untuk hari


kemudian dan pertanggung jawaban di hadapan Allah.


2


Allah berfirman:





"Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan


kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya, sesungguhnya


beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu. Dan sesungguhnya merugilah


orang yang mengotorinya" (Q.S Asy-Syams 7-10)


Imam Al-Badawy rahimahullah berkata dalam tafsirnya: "Al-Hasan berkata:


Maknanya sungguh beruntunglah orang yang mensucikan, memperbaiki


dan mengarahkan dirinya untuk taat pada Allah 'Azza Wa Jalla:


, maksudnya, membinasakannya, menyesatkannya dan


mengarahkannya pada perbuatan maksiat.


Dalam sebuah hadits dari Anas bin Malik bahwa Rasulullah ^


bersabda: "Orang yang pandai adalah orang yang mengintrospeksi dirinya


dan beramal untuk setelah kematian, sedang orang yang lemah adalah


orang yang jiwanya selalu tunduk pada nafsunya dan mengharap pada


Allah dengan berbagai angan-angan" (H.R Ahmad dan Tirmidzi)


Imam Ahmad meriwayatkan dalam Kitab Az-Zuhd dari Umar bin


Khattab bahwa beliau berkata: "Perhitungkanlah diri kalian sebelum kalian


diperhitungkan, timbanglah diri kalian sebelum kalian ditimbang, karena


itu lebih memudahkan penghisaban bagi kalian kelak, Berhiaslah untuk


menghadapi hari perhitungan


 : "Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada


Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah)"


(Q.S Al-Haaqqah: 18)


3


Ibnul Qayyim rahimahullah meriwayatkan dari Al-Hasan bahwa beliau


berkata: "Seorang mukmin itu pandai mengendalikan dirinya, selalu


menghisab dirinya di hadapan Allah. Penghisaban di Hari Kiamat itu akan


menjadi ringan bagi mereka yang selalu memperhitungkan selama di dunia.


Sebaliknya, akan terasa berat bagi orang yang tidak pernah


memperhitungkan dirinya".


Berkata Wahab sebagaimana diriwayatkan oleh Imam Ahmad


rahimahullah: "Dalam hikmah keluarga Daud tertulis: "Sudah selayaknya


bagi orang yang berakal agar tidak lalai dari empat waktu:


- Saat bermunajat pada Tuhannya


- Waktu mengintrospeksi diri


- Saat berkumpul bersama saudara (dan teman) yang memberitahukan


tentang kekurangan dan keadaan dirinya - dan waktu refreshing/santai


dengan melakukan sesuatu yang halal lagi menyenangkan, karena pada


saat tersebut akan mempermudah baginya melakukan waktu-waktu di atas


dan sekaligus menjadi penghibur hati.


Berkata Maimun bin Mahran: "Seorang hamba tidak akan meraih


derajat takwa sampai ia menghisab dirinya melebihi seseorang pada


patnernya. Karena itu dikatakan: "Jiwa itu ibarat shahabat yang suka


berkhianat, jika engkau tidak mengawasinya, maka ia akan membawa lari


hartanya".


Umar bin Khattab y menulis (surat) pada beberapa pejabatnya:


"Perhitungkanlah dirimu di waktu senang sebelum datang perhitungan yang


berat. Barangsiapa yang menghisab dirinya di waktu senang sebelum


perhitungan yang berat, maka ia akan ridha dan mendapat keberuntungan.


Sebaliknya, siapa yang kehidupannya melalaikannya dan nafsunya


menyibukkannya, maka ia akan menyesal dan mendapat kerugian" (H.R


Baihaqi dalam Al- Wahd dan Ibnu 'Asakir)


4


Ibnul Jauzi meriwayatkan dalam (Kitab) Dzammul Hawa dari As-


Sulamy berkata: Aku mendengar Abul Husain Al-Farisy berkata: Aku


mendengar Abu Muhammad Al-Hariri berkata: "Barangsiapa yang dikuasai


oleh jiwanya, maka ia akan berada dalam tawanan syahwat dan terkurung


dalam penjara hawa nafsu.


Allah mengharamkan bagi hatinya untuk mendapat kemanfaatan,


sehingga ia tidak dapat merasakan keindahan firman-Nya meski ia banyak


membacanya. Berkata Syaikh Abdul Aziz As-Salman rahimahullah dalam


kitabnya: Mawarid adz-Dzam-aan : "Jika ia sadar bahwa ia akan di tanya


dalam perhitungan nanti tentang perkara sekecil biji sawi, di hari yang


kadarnya adalah lima puluh ribu tahun, dimana di saat itu amat


dibutuhkan berbagai kebaikan, dan ampunan dosa-dosa, maka nyatalah


bahwa tidak akan selamat dari berbagai kesulitan kelak, melainkan dengan


bergantung pada Allah, dan pertolongan-Nya untuk introspeksi diri,


muraqabah, dan mengawasi jiwa dalam setiap gerak geriknya. Maka


barangsiapa yang menghisab dirinya sebelum di hisab, akan menjadi ringan


perhitungan dirinya di Hari Kiamat, akan ada jawaban di saat ia


mengahadapi pertanyaan, dan akhir kesudahannya adalah kebaikan.


Wahai jiwa, bersiaplah dengan perbekalan yang engkau mampu


Wahai jiwa, sebelum (datangnya) kematian, engkau tidak diciptakan dengan


sia-sia


Waspadalah dari terjatuh pada kehinaan dan merendah dirilah


Pintu Allah, berapa banyak Dia Memberi petunjuk dan memaafkan


Takutlah dengan berbagai gejolak kehidupan


Sadarlah, jangan menjadi seperti orang yang terjatuh


Dalam jurang kehinaan …


Berkata Ibnu Qudamah dalam Minhaj Al-Qashidin: "Ketauhilah bahwa


musuhmu yang paling berbahaya adalah jiwa yang berada dalam dirimu, ia


memiliki nafsu ammarah bissuu', condong pada kejahatan. Engkau


diperintahkan untuk meluruskan, membersihkan, dan memutusnya dari


5


berbagai pengaruh negatif serta mengarahkannya dengan rantai kekuatan


untuk beribadah pada Tuhannya. Jika engkau menyepelekannya, maka ia


akan terlepas tanpa kendali dan engkau tidak mendapat keberuntungan


setelah itu. Kalau engkau senantiasa mengingatkannya maka kami


mengharapkan jiwa tersebut akan menjadi tenang. Karena itu jangan


engkau lalai untuk mengingatkannya".


· Ketauhilah wahai hamba-hamba Allah, bahwa muhasabah itu ada


beberapa macam:


Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah: Muhasabah ada dua macam, sebelum


beramal dan sesudahnya.


* Jenis yang pertama: Sebelum beramal, yaitu dengan berfikir sejenak


ketika hendak berbuat sesuatu, dan jangan langsung mengerjakan sampai


nyata baginya kemaslahatan untuk melakukan atau tidaknya. Al-Hasan


berkata: "Semoga Allah merahmati seorang hamba yang berdiam sejenak


ketika terdetik dalam fikirannya suatu hal, jika itu adalah amalan ketaatan


pada Allah, maka ia melakukannya, sebaliknya jika bukan, maka ia


tinggalkan".


* Jenis yang kedua: Introspeksi diri setelah melakukan perbuatan. Ini ada


tiga jenis:


1. Mengintrospeksi ketaatan berkaitan dengan hak Allah yang belum


sepenuhnya ia lakukan, lalu ia juga muhasabah, apakah ia sudah


melakukan ketaatan pada Allah sebagaimana yang dikehendaki-Nya atau


belum ?


2. Introspeksi diri terhadap setiap perbuatan yang mana meninggalkannya


adalah lebih baik dari melakukannya.


3. Introspeksi diri tentang perkara yang mubah atau sudah menjadi


kebiasaan, mengapa mesti ia lakukan? Apakah ia mengharapkan Wajah


6


Allah dan negeri akherat? Sehingga (dengan demikian) ia akan beruntung,


atau ia ingin dunia yang fana? Sehingga iapun merugi dan tidak mendapat


keberuntungan.


· Muhasabah memiliki dampak positif dan manfaat yang luar biasa,


antara lain:


1. Mengetahui aib sendiri. Barangsiapa yang tidak memeriksa aib


dirinya, maka ia tidak akan mungkin menghilangkannya.


2. Dengan bermuhasabah, seseorang akan kritis pada dirinya dalam


menunaikan hak Allah. Demikianlah keadaan kaum salaf, mereka


mencela diri mereka dalam menunaikan hak Allah. Imam Ahmad


meriwayatkan dari Abu Darda y bahwa beliau berkata: "Seseorang itu


tidak dikatakan faqih dengan sebenar-benarnya sampai ia menegur


manusia dalam hal hak Allah, lalu ia gigih mengoreksi dirinya.


Berkata Muhammad bin Wasi' rahimahullah dengan nada


merendah diri, padahal beliau adalah seorang ahli ibadah:


"Seandainya dosa berbau, tentu tidak ada yang betah duduk


bersamaku"


Ibnul Qayyim rahimahullah berkata: "Mencela diri dalam Dzat


Allah adalah termasuk sifat shiddiqin (orang-orang yang benar),


seorang hamba akan dekat dengan Allah Ta'ala dalam sekejap,


berlipat-lipat melebihi dekatnya melalui amalnya".


Berkata Abu Bakar As-Shiddiq y: "Barangsiapa yang mencela


dirinya berkaitan dengan hak Allah (terhadap dirinya), maka Allah


akan memberinya keamanan dari murka-Nya"


3. Diantara buah dari muhasabah adalah membantu jiwa untuk


muraqabah. Kalau ia bersungguh-sungguh melakukannya di masa


7


hidupnya, maka ia akan beristirahat di masa kematiannya. Apabila ia


mengekang dirinya dan menghisabnya sekarang, maka ia akan


istirahat kelak di saat kedahsyatan hari penghisaban.


4. Diantara buahnya adalah akan terbuka bagi seseorang pintu


kehinaan dan ketundukan di hadapan Allah.


5. Manfaat paling besar yang akan diperoleh adalah keberuntungan


masuk dan menempati Surga Firdaus serta memandang Wajah Rabb


Yang Mulia lagi Maha Suci. Sebaliknya jika ia menyia-nyiakannya maka


ia akan merugi dan masuk ke neraka, serta terhalang dari (melihat) Allah


dan terbakar dalam adzab yang pedih.


Tidak mengintrospeksi diri dan menyia-nyiakannya akan membawa


kerugian yang besar. Berkata Ibnul Qayyim rahimahullah: "Yang paling


berbahaya adalah sikap tidak mengindahkan, tidak mau muhasabah,


dan menggampangkan urusan, karena ini akan menyampaikan pada


kebinasaan. Demikianlah keadaan orang-orang yang tertipu, ia menutup


matanya dari akibat (perbuatan) dan hanya mengandalkan ampunan,


sehingga ia tidak mengintrospeksi dirinya dan memikirkan


kesudahannya. Jika ia melakukan hal ini, akan mudah baginya untuk


terjerumus dalam dosa dan ia akan senang melakukannya, serta berat


untuk meninggalkannya. Seandainya ia berakal, tentulah ia sadar bahwa


mencegah itu lebih mudah ketimbang berhenti dan meninggalkan


kebiasaan.


Jika engkau selalu menuruti nafsu dalam setiap kelezatan


Engkau akan lupa ….


Jika engkau senantiasa memenuhi seruan hawa nafsu


Ia akan menyeretmu pada perbuatan buruk dan haram


Maka bertakwalah pada Allah wahai hamba Allah, introspeksilah


dirimu, karena baik dan selamatnya hati adalah dengan muhasabah,


8


sebaliknya rusaknya adalah dengan sebab tidak mengindahkan dan


bergelimang dalam kelezatan nafsu serta syahwat serta


mengenyampingkan perkara yang bisa menyempurnakannya. Maka


berhati-hatilah dari hal itu, niscaya diri kalian akan mulia dan


berbahagia di saat berjumpa dengan Tuhan kalian (Allah). Semoga


shalawat dan salam tetap tercurah pada nabi kita Muhammad, keluarga


dan para shahabatnya.



Tulisan Terbaru

Menjaga Shalat dan Kh ...

Menjaga Shalat dan Khusyuk dalam Melaksanakannya

Menjampi Air Termasuk ...

Menjampi Air Termasuk Ruqyah Yang Syar'i