Keadilan & Persamaan Dalam Masyarakat Muslim
Keadilan & Persamaan
Dalam Masyarakat Muslim
Syari'at Islam yang diturunkan dari Allah swt telah
menanamkan dasar keadilan dalam masyarakat muslim yang tidak
ada duanya, yang tidak dikenal oleh masyarakat manusia dalam
sejarah mereka dahulu, dan tidak sampai kepadanya dalam
sejarahnya sekarang.
Hal ini karena ia mengaitkan terealisasinya keadilan dengan
Allah, Allah lah yang memerintah untuk berbuat adil, dan Dialah
yang mengawasi pelaksanaannya dalam kehidupan nyata, Dia yang
memberi pahala bagi yang melaksanakannya, dan menjatuhkan siksa
bagi yang mengabaikannya dalam segala situasi dan kondisi.
Islam memerintahkan umatnya untuk berbuat adil dengan
semua orang, memerintah mereka berbuat adil dengan orang yang
mereka cintai dan orang yang mereka benci, ia menginginkan mereka
adil secara mutlak hanya karena Allah, bukan karena sesuatu yang
lain, standarnya tidak dipengaruhi oleh kecintaan dan kebencian;
rasa cinta tidak mendorong umat Islam yang bertakwa meninggalkan
kebenaran dan condong kepada kebatilan karena orang yang mereka
cintai, dan kebencian tidak menghalangi mereka melihat kebenaran
dan memperhatikannya karena orang yang mereka benci.
banyak ayat al-Qur'an yang menjelaskan manhaj Islam yang
lurus dalam masalah keadilan kepada semua manusia, orang yang
kita cintai, dan orang yang kita benci, dalam setiap situasi dan
kondisi.
Allah swt berfirman dalam berbuat adil pada orang yang kita
cintai: Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang
benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi Karena Allah biarpun
terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. (QS. An
Nisaa': 135)
4
dan Allah berfirman dalam berbuat adil terhadap orang-orang
yang kita benci: Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi
orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah,
menjadi saksi dengan adil. dan janganlah sekali-kali kebencianmu
terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk berlaku tidak adil.
berlaku adillah, Karena adil itu lebih dekat kepada takwa. (QS. Al
Maidah: 8)
berbuat adillah karena Allah, bukan karena orang yang
disaksikan untuknya atau atasnya, bukan untuk kepentingan
seseorang atau suatu kelompok, atau terpengaruh kepada situasi dan
kondisi yang meliputi persoalan kesaksian atau putusan,
menjauhkan diri dari kecenderungan, hawa nafsu atau kepentingan
biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu
Perintah Islam Untuk Adil
Islam telah menjadikan menegakkan keadilan antara manusia
sebagai tujuan utama dari diturunkannya risalah-risalah samawi,
dan mengutus para rasul kepada manusia dalam kehidupan dunia
ini: Sesungguhnya kami Telah mengutus rasul-rasul kami dengan
membawa bukti-bukti yang nyata dan Telah kami turunkan bersama
mereka Al Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat
melaksanakan keadilan . (QS. Al Hadid: 25)
alangkah agungnya keadilan! alangkah berat timbangannya di
sisi Allah! alangkah besar manfaatnya bagi manusia! karenanya
kitab-kitab diturunkan dari langit, karenanya para rasul diutus
kepada umat-umat dan kaum-kaum dan karenanya langit dan bumi
tegak.
Macam-macam Keadilan dalam Islam
5
Islam menyuruh adil dalam berbicara, walaupun perkataan ini
membuat keluarga kita marah: Dan apabila kamu berkata, Maka
hendaklah kamu berlaku adil, kendatipun ia adalah kerabat(mu) (QS.
al An'am: 152)
Islam menyuruh adil dalam kesaksian jika kita diminta untuk
bersaksi, walaupun kesaksian ini menyulitkan kita atau menyulitkan
orang yang disaksikan, karena ia adalah kesaksian karena Allah:
Dan persaksikanlah dengan dua orang saksi yang adil di antara
kamu dan hendaklah kamu tegakkan kesaksian itu Karena Allah.
(QS. ath Thalaq: 2)
Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu jadi orang-orang
yang selalu menegakkan (kebenaran) Karena Allah, menjadi saksi
dengan adil. (QS. al Maidah: 8)
Islam menyuruh adil dalam memutuskan hukum, Allah
berfirman: Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu)
apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu
menetapkan dengan adil. (QS. an Nisaa': 58)
Kedudukan pemimpin yang adil
jabatan pemimpin adalah amanat yang beras; karena ia
tergantung pada keadilan mutlak yang telah ditanamkan pondasinya
oleh Islam dalam masyarakat muslim, oleh karena itu kedudukan
pemimpin yang adil di sisi Allah sangat tinggi, karena ia menduduki
urutan pertama dalam tujuh golongan yang akan diberi naungan oleh
Allah pada hari tidak ada naungan kecuali nauganNya, sebagaimana
sabda rasulullah :
«Tujuh golongan yang akan diberi naungan oleh Allah pada hari tidak
ada naugan kecuali naunganNya: pemimpin yang adil, pemuda yang
tumbuh dalam ibadah kepada Allah az, orang yang hatinya selalu
terpaut kepada masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah,
keduanya berkumpul dan berpisah atas dasar kecintaan kepada Allah,
6
seorang lelaku yang diajak berbuat serong oleh wanita cantik lalu ia
berkata: sesungguhnya aku takut kepada Allah, dan orang yang
bersedekah lalu ia menyembunyikan sedekahnya sehingga tangan
kirinya tidak tahu apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya, dan
orang yang mengingat Allah di waktu sepi lalu air matanya berlinang
(Muttafaq alaih)
Celaan terhadap kezaliman dan orang-orang zalim
sebagaimana Islam menganjurkan keadilan dan memuji orangorang
yang berbuat adil, ia juga mencela kezaliman dan orang-orang
yang berbuas zalim atas kezaliman mereka, mengancam mereka
dengan siksa yang sangat pedih, apapun bentuk kezalimannya, baik
kezaliman dengan kata-kata atau dengan perbuatan, baik zalim
terhadap diri sendiri maupun zalim terhadap orang lain, baik
kezaliman orang-orang kuat atas orang-orang lemah, atau kezaliman
orang-orang kaya atas orang-orang miskin, atau kezaliman para
penguasa terhadap rakyatnya, dan berbagai macam kezaliman
lainnya yang banyak terjadi pada manusia. semakin lemah orang
yang dizalimi maka kezalimannya semakin buruk, oleh karena itu doa
orang yang teraniaya dikabulkan, tidak ada penghalang anranya
dengan Allah, sebagaimana sabda rasulullah :
«Hindarilah doa orang yang teraniaya, karena tidak ada penghalang
antaranya dengan Allah» (Muttafaq alaih)
dalam riwayat imam Ahmad: «Hindarilah doa orang yang teraniaya,
walaupun ia kafir, karena ia tidak terhalang»
Keadilan mutlak dalam Islam
7
masyarakat muslim yang benar adalah masyarakat yang
memberikan keadilan secara mutlak bagi seluruh manusia, menjaga
martabat mereka dalam mendistribusikan kekayaan secara adil,
memberikan kesempatan yang sama bagi mereka untuk bekerja
sesuai dengan kemampuan dan bidangnya, memperoleh hasil kerja
dan usahanya tanpa bertabrakan dengan kekuasaan orang-orang
yang bisa mencuri hasil usahanya.
dengan demikian terciptalah keadilan social yang
menyelamatkan orang-orang fakir miskin dari kezaliman orang-orang
kaya, inilah yang telah dicapai oleh Islam sejak lima belas abad yang
lalu, pada periode Mekah ketika orang-orang kaya dan kasar
mengancam saudara-saudara mereka yang miskin bahwa mereka
penghuni neraka, sebagaimana dalam firman Allah swt: "Apakah
yang memasukkan kamu ke dalam Saqar (neraka)?" Mereka
menjawab: "Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang
mengerjakan shalat, Dan kami tidak (pula) memberi makan orang
miskin, (QS. al Mudatstsir: 42-44)
tidak cukup memberi makan orang-orang miskin, akan tetapi
harus berbuat adil padanya, memelihara dan memenuhi
keperluannya, agar tercipta suatu keadilan yang dimaksudkan oleh
Islam dalam menegakkan agama: Tahukah kamu (orang) yang
mendustakan agama? Itulah orang yang menghardik anak yatim, Dan
tidak menganjurkan memberi makan orang miskin. (QS. al Ma'uun:
1-3)
semua yang mampu merealisasikan keadilan sosial ini dan ia
tidak melaksanakannya, maka al-Qur'an mengkategorikan sebagai
orang kufur kepada Allah yang berhak mendapat azabnya:
"Peganglah dia lalu belenggulah tangannya ke lehernya. Kemudian
masukkanlah dia ke dalam api neraka yang menyala-nyala.
Kemudian belitlah dia dengan rantai yang panjangnya tujuh puluh
hasta. Sesungguhnya dia dahulu tidak beriman kepada Allah yang
8
Maha besar. Dan juga dia tidak mendorong (orang lain) untuk
memberi makan orang miskin. (QS. al Haaqqah: 30-34)
masyarakat muslim adalah masyarakat yang memuliakan anak
yatim, memberi makan orang-orang miskin, sebaliknya masyarakat
matrealis yang tamak dan rakus, dimana orang-orang kaya tidak
berpikir kecuali mengumpulkan harta dan menumpuk kekayaan:
Sekali-kali tidak (demikian), Sebenarnya kamu tidak memuliakan
anak yatim, Dan kamu tidak saling mengajak memberi makan orang
miskin, Dan kamu memakan harta pusaka dengan cara mencampur
baurkan (yang halal dan yang bathil), Dan kamu mencintai harta
benda dengan kecintaan yang berlebihan. (QS. al Fajr: 17-20)
keadilan sosial ini dalam masyarakat muslim tidak hanya bagi
umat Islam saja, akan tetapi untuk seluruh penduduk dengan
berbagai agama, ras, bahasa dan warna kulit, itulah keistimewaan
Islam yang tidak didapatkan dalam akidah yang lain. dan itulah
puncak keadilan, yang tidak dicapai oleh undang-undang
internasional atau regular hingga sekarang, yang tidak percaya hal ini
maka hendaklah memperhatikan keadilan orang-orang kuat terhadap
orang-orang lemah di mana saja, keadilan kulit putih atas kulit hitam
di amerika serikat, keadilan kulit putih terhadap kulit berwarna di
afrika selatan, dan ini adalah kondisi sekarang yang diketahui oleh
semua manusia.
perlu juga diingatkan di sini bahwa ini semua tidak bisa dicapai
dengan panampilan luarnya seperti pergi ke masjid, merayakan harihari
besar Islam, acar dzikir dan menyanyikan nasyid, akan tetapi ia
bisa terealisasi apabila kehidupan mereka diatur oleh Islam, dan
Islam diterapkan dalam segala aspek kehidupan masyarakat baik
nilai-nilai maupun hukumnya, karena nilai-nilai dah hukum Islam
mengandung keadilan mutlak dalam memberikan hak masingmasing,
dan mengatur hubungan sosial antara sesame manusia
dengan aturan yang adil.
Dua bentuk keadilan: negative dan positif
9
dalam masyarakat muslim keadilan ada dua bentuk: bentuk
negative, yaitu mencegah kezaliman dan menghilangkannya dari
orang-orang yang teraniaya, dengan mencegah tangan orang zalim
dan menghalanginya merampas hak-hak orang, baik nyawa, harga
diri dan harta mereka, dan menghilangkan akibat kezaliman jika
terjadi pada mereka, mengambalikan hak-hak mereka dan
menghukum orang-orang yang berbuat zalim. ini semua dilakukan
oleh Negara.
adapun bentuk positif bagi keadilan dalam masyarakat muslim,
untuk merealisasikannya juga terkait dengan Negara, dengan
membela hak-hak warganya, menjamin kebebasan mereka,
menyediakan kehidupan yang layak bagi mereka, sehingga tidak ada
orang lemah yang dilupakan, orang susah yang diabaikan, orang
miskin tidak diperdulikan dan orang takut yang terancam.
Keadialan mutlak dalam masyarakat muslim
Keadilan dalam masyarakat muslim mempunyai akar yang
mendalam; karena ia bersumber dari syari'at Allah, bukan buatan
seseorang, bukan pula buatan sekelompok orang, ia terbebas dari
pengaruh hawa nafsu, terbebas dari kesalahan, dan tidak bisa
dicurigai. setelah dilaksanakan, lalu ada pengawasan, setiap individu
dalam masyarakat muslim bertanggung jawab untuk mengawasi
pelaksanaan hukum syari'at, bertanggung jawab mencegah
kezaliman, harus mengingatkan penguasa jika ia melampaui batas,
mengingatkan hakim jika ia bersalah, dan ia berdosa apabila tidak
melakukan pengawasan, atau menyembunyikan kesaksian yang
benar, atau mendiamkan kesalahan, tidak mengingatkan dan tidak
mengingkari jika mendengar atau melihatnya.
Inilah yang menjadikan keadilan meluas dalam masyarakat
muslim yang tunduk pada peringah Allah. sejarah Islam telah
mencatat banyak contoh-contoh keadilan mutlak yang direalisasikan
10
oleh para hakim Islam, kaerna hakim muslim menjadi pemegang
amanat bagi keadilan, ia mendapat kekuatan dari rasa takut kepada
Allah dan siksanya jika mengabaikan, atau menipu, atau curang,
atau mendiamkan kezaliman, sebagaimana ia mendapat kekuatan
dari syari'at yang ia terapkan, ia telah memberikan kekuatan dan
kemandirian kepada hakim, yang menjadikan ia menegakkan
kebenaran walaupun salah satu yang bersengketa adalah amirul
mukminin.
berikut sebagian contoh keadilan mutlak yang dicatat oleh
sejarah Islam:
Contoh-contoh keadilan mutlak dalam sejarah umat Islam
1- Amirul mukminin Ali bin Abi Thalib mendapatkan baju besinya di
tangan seorang nasrani, maka beliau mengajukan perkara kepada
Qadhi Syuraih, belitu berkata: itu adalah baju besiku, aku tidak
menjualnya dan tidak menghibahkannya. lalu Qadhi Syuraih
bertanya kepada orang nasrani: apa komentarmu atas apa yang
dikatakan amirul mukminin? orang nasrani berkata: baju besi ini
milikku, dan menurutku amirul mukminin bukanlah seroang
pendusta.
lalu Syuraih menoleh kepada Ali bertanya kepada beliau:
wahai Amiru mukminin, apakah anda mempunyai bukti? Ali berkata:
aku tidak mempunyai bukti. maka Qadhi syuraih memenangkan
perkara bagi orang nasrani, maka ia mengambil baju besi itu
kemudian pergi… akan tetapi setelah berjalan beberapa langkah ia
kembali dan berkata: aku bersaksi bahwa ini adalah putusan para
nabi!Amirul mukminin mengadukan aku kepada hakimnya, dan
hakim itu memenangkan aku! aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan
selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan
rasulnya. baju besi ini milikmu wahai Amirul mukminin, aku berjalan
di belakang pasukan ketika engkau pergi meninggalkan shiffin, dan
baju besi itu keluar dari untamu yang coklat, maka Ali berkata:
11
karena engkau telah masuk Islam maka baju besi itu menjadi
milikmu, dan beliau menaikkannya di atas kuda (1).
2- Abu Yusuf duduk di kursi hakim, lalu datang seseorang bersama
al Hadi, raja abbasiyah mempersengketakan sebuah kebun, Abu
Yusuf melihat bahwa kebenaran ada di tangan orang itu, sedangkan
sultan datang membawa para saksi, maka Qadhi berkata: lawan anda
meminta agar anda bersumpah bahwa para saksi itu jujur. maka al
Hadi tidak ingin bersumpah, karena hal itu menurunkan wibawanya,
maka Abu Yusuf mengembalikan ketun itu kepada pemiliknya (2).
3- Qadhi Muhammad bin Umar at thalhi memanggil khalifah al
manshur al Abbasi dan beberapa kuli angkut ke majlis pengadilan di
halaman masjid, beliau mendudukkan kedua belah pihak di
hadapannya, lalu beliau memenangkan perkara untuk para kuli
angkut tersebut. (3)
5- Penduduk Samarkand menyampaikan pengaduan kepada Amirul
mukminin Umar bin Abdul aziz atas panglima pasukannya Qutaibah,
karena pasukan Islam masuk Negara mereka dan memeranginya
tanpa peringatan sebelumnya sebagaimana diwajibkan oleh syari'at
al-Qur'an, maka amirul mukminin mengalihkan pengaduan mereka
kepada Qadhi, lalu penduduk Samarkand memenangkan perkara,
karena Qadhi membuat putusan agar umat Islam keluar dari
Samarkand.
setelah penduduk samarkand melihat puncak keadilan ini,
mereka mengumumkan keIslaman mereka, dan memuji pengadilan
Islam dan pasukan penaklukan, dan menyampaikan penerimaan
mereka pada hukum Negara Islam (4).
(1) Hayatus shahabah: 1/234.
(2) Tarikh Baghdad: 14/249.
(3) Khulaashat ad dzahab al masbuk al mukhtashar min siirat al muluuk, dinukil dari al madkhal al
fiqhi al aam, oleh usts. syaikh musthafa ahmad azzarqa : 169.
(4) Tarikh at Thabari: 4/69.
12
ketika manusia dalam masyarakat muslim merasa yakin bahwa
undang-undang yang diberlakukan atas mereka merupakan buatan
tuhan mereka yang maha adil, dan penguasa yang memimpin mereka
tidak mempunyai hak yang lebih dari hak mereka, dan aturan ini
merupakan agama mereka, dan bahwa Qadhi yang menangani
pengadilan tidak membuat hukum berdasarkan hawa nafsu, akan
tetapi berdasarkan syari'at Allah dan takut kepada Allah… ketika itu
hati mereka tenang, dan mereka merasa bahwasanya mereka hidup
dalam masyarakat yang adil.
masyarakat yang adil ini dibentuk oleh al-Qur'an al karim dan
hadits nabi, dimana manusia tidak mengenal dalam sejarahnya hal
yang serupa, cukup bagi kita menghayati ayat-ayat Allah yang
mengisahkan kisah keadilan yang unik, yang membuktikan bahwa
bagaimanapun manusia tidak akan bisa sampai ke tingkat keadilan
yang ditunjukkan oleh ayat-ayat ini yang turun untuk memberikan
kepada orang yang yahudi yang dituduh mencuri secara zalim:
Sesungguhnya kami Telah menurunkan Kitab kepadamu dengan
membawa kebenaran, supaya kamu mengadili antara manusia
dengan apa yang Telah Allah wahyukan kepadamu, dan janganlah
kamu menjadi penantang (orang yang tidak bersalah), Karena
(membela) orang-orang yang khianat, Dan mohonlah ampun kepada
Allah. Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Dan janganlah kamu berdebat (untuk membela) orang-orang yang
mengkhianati dirinya. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orangorang
yang selalu berkhianat lagi bergelimang dosa, Mereka
bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari
Allah, padahal Allah beserta mereka, ketika pada suatu malam
mereka menetapkan Keputusan rahasia yang Allah tidak redlai. dan
adalah Allah Maha meliputi (ilmu-Nya) terhadap apa yang mereka
kerjakan. Beginilah kamu, kamu sekalian adalah orang-orang yang
berdebat untuk (membela) mereka dalam kehidupan dunia ini. Maka
siapakah yang akan mendebat Allah untuk (membela) mereka pada
hari kiamat? atau siapakah yang menjadi pelindung mereka
13
(terhadap siksa Allah)? Dan barangsiapa yang mengerjakan kejahatan
dan menganiaya dirinya, Kemudian ia mohon ampun kepada Allah,
niscaya ia mendapati Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
Barangsiapa yang mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia
mengerjakannya untuk (kemudharatan) dirinya sendiri. dan Allah
Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan barangsiapa yang
mengerjakan kesalahan atau dosa, Kemudian dituduhkannya kepada
orang yang tidak bersalah, Maka Sesungguhnya ia Telah berbuat
suatu kebohongan dan dosa yang nyata. Sekiranya bukan Karena
karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamu, tentulah segolongan dari
mereka berkeinginan keras untuk menyesatkanmu. tetapi mereka
tidak menyesatkan melainkan dirinya sendiri, dan mereka tidak
dapat membahayakanmu sedikitpun kepadamu. dan (juga karena)
Allah Telah menurunkan Kitab dan hikmah kepadamu, dan Telah
mengajarkan kepadamu apa yang belum kamu ketahui. dan adalah
karunia Allah sangat besar atasmu. (QS. An Nisaa': 105-113)
sayyid Quthb rahimahullah menelaah ayat-ayat ini dan dengan
seksama dan beliau menyimpulkan makna keadilan, kebersihan,
istiqamah, saya melihat sangat berguna mencantumkan
perkataannya dalam kitabnya fi dzilal al-Qur'an:
((Ayat ini menceritakan suatu kisah yang tidak ada bandingnya di
dunia, dan manusia tidak mengenal kisah serupa… ia memberikan
kesaksian bahwa al-Qur'an ini dan agama ini pasti dari Allah; karena
manusia -walau mempunyai gambaran yang tinngi, walau rohnya
jernih, walau tabi'atnya lurus- tidak mungkin sampai ke tingkat yang
disebutkan oleh ayat ini; kecuali melalui wahyu dari Allah…
tingkatan ini yang membuat garis di ufuk tidak ada manusia yang
sampai kepadanya -kecuali melalui manhaj ini- dan tidak akan
mampu naik ke sana kecuali di bawah naungan manhaj ini!.
pada waktu orang-orang yahudi di madinah meluncurkan
anak-anak panahya yang beracun, yang tersimpan di bawah baju
hina mereka, kepada umat Islam, yang dikisahkan oleh surat ini,
surat al baqarah dan surat Ali Imran di barisan umat Islam.
14
pada waktu mereka menyebarkan kedustaan, berkomplot
dengan orang-orang musyrik, menghasud orang-orang munafik,
memberi jalan bagi mereka, menebarkan isu, menyesatkan akal,
menfitnah kepemimpinan nabi, membuat keraguan terhadap wahyu
dan kerasulan, mereka berusaha mengotori masyarakat muslim dari
dalam, pada waktu mereka menghasud musuh-musuhnya agar
menyerangnya dari luar.. di mana Islam tumbuh di madinah, sisasisa
adapt jahiliyah masih melekat dalam jiwa, hubungan keluarga
dan kepentingan antara sebagian umat Islam dan sebagian orangorang
musyrik dan orang-orang munafik, dan juga orang-orang
yahudi, ini mengancam kesolidan shaf umat Islam.
pada waktu yang sangat genting ini, ayat-ayat ini semua turun
kepada rasulullah dan kepada jamaah umat Islam, untuk
memberikan keadilan kepada seorang yahudi yang dituduh mencuri,
dan menyalahkan orang-orang yang menuduhnya, mereka adalah
salah satu keluarga anshar di madinah, pada waitu itu orang-orang
anshar merupakan pembela dan tentara rasulullah ,dalam melawan
tipuan yang ada di sekelilingnya, dan sekeliling risalah, agama dan
akidah yang baru.
alangkah tingginya kesucian dan keadilan ini! kemudian
perkataan yang mana yang bisa sampai kepada kedudukan ini?
semua kata-kata, semua komentar, runtuh di bawah puncak yang
tinggi ini; yang tidak bisa dicapai oleh manusia, bahkan tidak dikenal
oleh manusia kecuali jika mereka dipimpin dengan manhaj Allah,
kepada ufuk yang tinggi, mulia dan bersinar?
kisah yang diriwayatkan dari berbagai sumber tentang sebab
turunnya ayat-ayat ini, bahwasanya beberapa orang anshar -Qatadah
bin Nu'man dan pamannya Rifa'ah- ikut serta bersama rasulullah
dalam sebagian peperangan, lalu baju besi salah seorang mereka
(rifa'ah) dicuri. dugaan kuat jatuh kepada seorang anshar dari
keluarga bani Ubairiq. pemilik baju besi datang kepada rasulullah
dan berkata: sesungguhnya Thu'mah bin Ubairiq telah mencuri baju
besiku. dalam riwayat lain: Basyir bin Ubairiq… dalam riwayat
15
disebutkan: bahwasanya Basyir ini adalah munafik, ia menggubah
syair yang isinya mencaci sahabat dan ia nisbatkan kepada sebagian
orang arab! tatkala pencurinya melihat hal itu, maka ia mengambil
baju besi dan melemparkannya ke rumah seorang yahudi (namanya
Zaid bin Samin), ia berkata kepada beberapa orang keluarganya: aku
telah menyembunyikan baju besi dan aku melemparkannya ke rumah
fulan, dan akan ditemukan di sana.
lalu mereka pergi menemui rasulullah dan berkata: wahai
nabi Allah, teman kami tidak bersalah, dan yang mencuri baju besi
adalah fulan, dan kami telah mengetahui hal itu, maka bebaskanlah
sahabat kami dari tuduhan itu di depan orang banyak dan belalah
dia, karena jika Allah tidake mlindunginya denganmu ia akan binasa.
tatkala rasulullah mengetahui bahwa baju besi itu diketemukan di
rumah orang yahudi, beliau berdiri dan membebaskan ibn Ubairiq
dari tuduhan di hadapan orang banyak.
sebelum baju besi itu ditemukan di runah orang yahudi,
keluarganya telah berkata kepada nabi : sesungguhnya Qatadah bin
Nu'man dan pamannya telah sengaja menuduh keluarga kami orang
Islam dan orang baik-baik, mereka menuduhnya mencuri tanpa ada
saksi dan bukti! Qatadah berkata: maka aku pergi menemui
rasulullah dan aku berbicara dengannya, beliau berkata: engkau
telah menuju kepada suatu keluarga muslim dan baik-baik lalu
engkau menuduhnya mencuri tanpa saksi dan bukti?
ia berkata: maka aku kembali, sungguh aku ingin kalau
seandainya aku mengeluarkan sebagian hartaku dan aku tidak
berbicara dengan rasulullah tentang hal itu. lalu pamanku Rif'a'ah
datan kepadaku dan berkata: wahai anak saudaraku, apa yang telah
engkau lakukan? aku memberitahunya tentang apa yang dikatakan
oleh rasulullah kepadaku, maka ia berkata: aallah al musta'aan.
tidak lama setelah itu turunlah wahyu: Sesungguhnya kami Telah
menurunkan Kitab kepadamu dengan membawa kebenaran, supaya
kamu mengadili antara manusia dengan apa yang Telah Allah
wahyukan kepadamu, dan janganlah kamu menjadi penantang (orang
16
yang tidak bersalah), Karena (membela) orang-orang yang khianat,
yakni bani Ubairiq, penantang: maksudnya pembela mereka, dan
mohon ampunlah kepada Allah, yakni atas apa yang engkau
katakana kepada Qatadah, sesungguhnya Allah maha pengampun
lagi maha penyayang. Dan janganlah kamu berdebat (untuk
membela) orang-orang yang mengkhianati dirinya, hingga firman
Allah: Maha pengasih, yakni kalau mereka mohon ampun kepada
Allah niscaya Allah mengampuni mereka- Barangsiapa yang
mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk
(kemudharatan) dirinya sendiri- hingga firmanNya: dosa yang nyata…
Sekiranya bukan Karena karunia Allah dan rahmat-Nya kepadamuhingga
firmannya: Maka kelak kami memberi kepadanya pahala yang
besar.