Artikel




“Mengapa kamu tidak mau berperang di jalan Allah dan (membela) orang-orang yang lemah baik laki-laki, wanita-wanita maupun anak-anak yang semuanya berdoa: "Ya Tuhan Kami, keluarkanlah Kami dari negeri ini (Mekah) yang zalim penduduknya dan berilah Kami pelindung dari sisi Engkau, dan berilah Kami penolong dari sisi Engkau!".” (QS anNisaa: 75).


Jihad khusus ini terbagi menjadi dua macam:


• Jihad daf’u (bertahan), terbagi menjadi dua macam:


1. Jihad eksternal: dengan cara melawan kedzaliman dan memerangi serangan yang diarahkan kepada negara kaum Muslimin, kehormatan, harta, atau agama mereka, peperangan ini adalah hak bagi seluruh manusia, adapun peperangan yang dilakukan demi kemaslahatan duniawi, seperi memperluas kekuasaan, pamer kekuatan, dan balas dendam, maka hal-hal ini dilarang oleh Islam.


2. Jihad internal, hal ini terbagi menjadi dua:


A. Jihad individu, yaitu membela diri atau orang lain dari seorang penjahat yang ingin merampok, membunuh, atau mengganggunya,


jihad ini dilakukan dengan tangan, yaitu dengan cara menahan pelaku kedzaliman supaya berhenti dari perbuatannya, jika tidak mampu maka dengan lisan atau ucapan, jika tidak mampu, maka dengan hati, yaitu menginkari kedzaliman yang ia lakukan di dalam hatinya, dan jenis terakhir ini sangatlah penting, tujuannya agar hati kita menginkari perbuatan tersebut dan tidak menyukainya, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Barang siap diantara kalian yang melihat kemunkaran, maka hendaknya ia ubah kemungkarang tersebut dengan tangannya, jika tidak bisa, maka dengan lisannya, jika tidak bisa, maka dengan hatinya, dan itu adalah selemah-lemahnya iman”. (HR Muslim).


B. Jihad kelompok, yaitu memerangi kelompok yang membangkang dari kalangan kaum Muslimin, sampai ia kembali kepada kebenaran, Allah ta’ala berfirman: “Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya! Tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. Kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil; sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil” (QS alHujuraat: 9).


Inilah yang dimaksud dalam sabda Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam: “Tolonglah saudaramu dalam keadaan dzalim ataupun terdzalimi”, kami (para sahabat) berkata: “Wahai Rasulu-Allah, kami memang harus menolongnya ketika terdzalimi, lantas bagaimana dengan yang mendzalimi?’, beliau bersabda: “Dengan cara menghentikannya dari kedzaliman, itulah cara kalian menolongnya”. (HR Bukhari, Ahmad, dan Tirmidzi).


• Jihad tholab (menyerang):


Supaya kita bisa memahami, apa itu jihad tholab, maka kami akan menampilkan beberapa surat yang dikirim oleh Nabi shalla-Allahu alaihi wa sallam kepada Heraklius penguasa kerajaan Byzantium, Muqawqis (Cyrus) penguasa Aleksandria, sehingga kita bisa menilai sesuatu dari latar belakangnya.


Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam sangat mengkritisi kenyataan yang terjadi antar sesama golongan umat Nasrani, dan kedzaliman yang mereka lakukan atas diri mereka sendiri dengan cara mempersekutukan Allah dengan yang lainNya, hal itu beliau tuturkan dalam surat yang beliau kirim kepada Heraklius penguasa Romawi, beliau bersabda dalam suratnya:


“Bismi Ellahi Er-Rahmani Er-Rahiim, dari Muhammad utusan Allah, kepada Heraklius penguasa Romawi, semoga keselamatan tercurah kepada orang yang mengikuti kebenaran, amma ba’du:


Sesungguhnya aku menyerukan dakwah Islam kepadamu, masuk Islamlah, maka niscaya kau akan selamat, masuk Islamlah, maka Allah akan memberikan kepadamu pahala dua kali lipat, namun jika kau menolak, maka engkau akan mengemban dosa layaknya para pengikut Arianisme, dan hai ahli kitab, marilah (berpegang) kepada suatu kalimat (ketetapan) yang tidak ada perselisihan antara kami dan kamu, bahwa tidak kita sembah kecuali Allah dan tidak kita persekutukan Dia dengan sesuatupun dan tidak (pula) sebagian kita menjadikan sebagian yang lain sebagai Tuhan selain Allah". Jika mereka berpaling maka katakanlah kepada mereka: "Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)"”. (HR Muslim).


Beliau juga mengirim surat kepada Muqawqis, penguasa Aleksandria, dan isi surat beliau:


“Bismi Ellahi Er-Rahmani Er-Rahiim, dari Muhammad hamba dan utusan Allah, kepada Muqawqis pemimpin orang-orang koptik, semoga keselamatan tercurah bagi orang yang mengikuti kebenaran, amma ba’du:


Sesungguhnya aku menyerukan kepadamu dakwah Islam, masuk Islamlah, maka kau akan selamat, masuk Islamlah, maka kau akan mendapat pahal dua kali lipat, jika kau menolak, maka engkau akan menanggung dosa orang-orang koptik”. (Zaadul ma’aad: 3/603).


Di dalam kedua surat beliau, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam telah mengecam Heraklius dan Muqawqis atas pembantaian yang telah dilakakan atas orang-orang yang mengikuti ajaran Arianisme dan para pengikut ajaran koptik


di Mesir, dan perlu diketahui, bahwa pengikut ajaran Arianisme bukan hanya segilintir orang saja, namun mayoritas penduduk Eropa dulunya menganut ajaran Arianisme, hal itu disebutkan oleh imam Jerome, ia berkata: “Dunia terbangun sambil mengerang, karena mengetahui bahwa dirinya pengikut Arianisme!!”27.


Sayangnya tragedi yang menimpa para pengikut Arianisme itu ingin dirahasiakan, maka bagi siapa yang ingin mengetahui lebih jauh mengenai tragedi tersebut, maka ia bisa merujuk buku-buku yang menyebutkan beberapa kekejian yang telah dilakukan atas mereka.


Dan sebagaimana kami sebutkan tadi, bahwa dahulu, hukum yang berlaku di dunia ini adalah “Rakyat terpaksa harus memeluk agama yang sama dengan rajanya, seorang pun tidak memiliki hak untuk memiliki keyakinannya sendiri”, oleh karena itu, jihad tholab adalah jihad yang dilakukan oleh pasukan kaum Muslimin demi menyampaikan risalah Islam kepada seluruh manusia, dan meninggikan kalimat Allah, juga menghapus kedigdayaan para raja yang tega memaksa rakyatnya untuk memeluk agama yang sama dengan mereka dan melarang mereka untuk memeluk agama Islam, hal ini akan kami jelaskan lebih panjang lagi di bawah.


Dan dalam jihad satu ini pun kita masih harus mengikuti tahapan yang tadi kita sebutkan, kita tidak boleh memulainya dengan tangan, kemudian lisan, baru dengan hati, akan tetapi mulai dengan lisan, baru dengan tangan, dan jihad ini hanya bisa dilakukan dengan izin dari pemimpin kaum Muslimin, syeikh Muhammad bin Shaleh alUtsaimin mengatakan:


“Tidak boleh sebuah pasukan berperang kecuali atas izin dari seorang imam, apapun keadaannya, karena yang diperintahkan untuk berjihad adalah para pemimpin, bukan individu-individu masyarakat, dan para individu masyarakat harus mengikuti para ulama dan pemimpin, maka tidak boleh seorang pun berperang tanpa izin dari imam, kecuali jika itu dilakukan karena bertahan dari serangan, jika mereka dikejutkan oleh serangan musuh, maka saat itu mereka boleh membela diri dan peperangan pun hukumnya berubah menjadi fardhu ain (wajib atas setiap individu). Hal yang seperti itu tidak diperbolehkan karena perkara ini (peperangan) terikat dengan keputusan imam, melaksanakan pertempuran tanpa izin dari imam adalah suatu bentuk melewati batas, dan jika


27 Lihat: ‘When Jesus became god’, hal: 191, Richard E. Rubenstein


manusia bebas berperang tanpa izin imam mereka, maka yang terjadi hanyalah kekacauan, setiap orang akan menunggangi kudanya dan berperang seenaknya, dan jika manusia dibiarkan melakukan hal itu, maka yang terjadi hanyalah kerusakan yang sangat besar”28.


Syeikh Ibnu Utsaimin juga menyebutkan syarat penting yang lainnya dalam melaksanakan jihad tholab, yaitu adanya kemampuan, beliau berkata:


“dalam hal ini ada syarat, yaitu kaum Muslimin harus memiliki kemampuan dan kekuatan yang bisa mereka gunakan untuk berperang, jika mereka tidak memiliki kemampuan, maka memaksakan diri mereka untuk berperang sama dengan bunuh diri sia-sia, oleh karena itu Allah tidak mewajibkan atas kaum Muslimin untuk berjihad ketika mereka masih di Makkah, karena mereka tidak mampu dan lemah, lalu setelah mereka hijrah ke Madinah, dan mendirikan negara Islam yang kuat, barulah mereka diperintahkan untuk berperang, oleh karena itu, syarat yang satu ini harus terpenuhi, jika tidak, maka kewajiban berperangpun gugur dari mereka layaknya kewajiban-kewajiban lainnya, karena setiap perkara yang wajib akan gugur kewajibannya karena ketidak adaannya kemampuan”29.


Jihad tholab memiliki 3 tahapan yang harus diikuti secara berurutan, yaitu:


1. Dakwah: Dimana seorang imam Muslim harus menyampaikan dakwah terlebih dahulu kepada raja tertentu, mendakwahinya untuk masuk ke dalam agama Islam, dan raja tersebut memiliki kebebasan mutlak untuk memilih menerima dakwah dan masuk ke dalam agama Islam, atau tetap berada dalam keyakinannya.


2. Jizyah: Jizyah adalah perkara yang biasa dilakukan di dunia ini dari sejak dulu sampai sekarang, ia adalah bukti kesetiaan dan perdamaian, dahulu seluruh negara yang ada di dunia ini terbagi menjadi dua, negera yang mengambil jizyah, atau negara yang membayarnya kepada negara lain, dan saat itu, ketika sebuah negara berhenti membayar jizyah, maka itu dianggap sebagai ketidak setiaan dan pengumuman perang atas negara yang mengambilnya. Jizyah ini juga masih tetap berlaku sampai sekarang, dunia saat ini terpecah menjadi beberapa kelompok,


28 asSyarhul Mumti’: (8/22).


29 Ibid: (8/7).


dimana negara-negara besar mencoba mengumpulkan negara-negara yang lebih kecil darinya lalu membantu negara-negara tersebut secara politik, militer, dll, sebaliknya, negara besar itu akan mendapat keistimewaan tertentu atau upeti khusus, seperti izin yang diberikan untuk membuka pangkalan militer di negara yang dibantu perekonomiannya, atau negara yang besar itu berhak mendapat bagian dari sumber daya alam yang ada di negara kecil tadi, baik berupa permata, uranium, besi, minyak bumi, dengan harga yang lebih rendah, atau negara besar tadi mendapat keuntungan khusus dengan cara investasi ekonomi di negara-negara kecil, dan lain sebagainya, ini semua dilakukan sebagai uang muka atas persahabatan dan hubungan demi memperkuat politik atau militer, ketika ada negara lain yang mencoba mengusik negara-negara kecil yang memberi jizyah ini, maka negara besar yang menaunginya akan membela secara militer, inilah yang dikenal dengan system jizyah.


Seorang raja yang didakwahi untuk masuk ke dalam agama Islam memiliki hak untuk menolak dakwah tadi dan mempertahankan kekuasaannya, ia tidak diperangi dan tidak akan dikudeta, akan tetapi ia harus membayar jizyah berupa harta sebagai imbalan atas penjagaan yang bisa ia dapatkan di bawah kekuasaan negara Islam, ketika batasan negara yang ia memiliki berdampingan dengan batas negara kaum Muslimin, maka hal itu dianggap sebagai bentuk perdamaian seperti yang telah kita jelaskan tadi, hal itu merupakan perjanjian bahwa ia tidak akan menyerang kaum Muslimin, dan ketika ada pasukan lain yang menyerang negaranya, maka wajib atas kaum Muslimin untuk membantu mereka melawan musuh mereka.


Namun perlu diperhatikan, bahwa ketika seorang raja menyetujui untuk membayar jizyah, bukan berarti ia bebas memperlakukan rakyatnya semau dia, ia memperbudak mereka, menyiksa mereka, dan memaksa mereka utuk mengikuti agamanya, akan tetapi ia tidak boleh memerangi agama Islam dan pengikutnya, tidak melarang para da’i yang menyerukan agama Islam kepada rakyatnya, akan tetapi ia harus membiarkan para da’i tadi mendakwahkan rakyatnya supaya bisa masuk ke dalam agama Islam, siapa diantara rakyatnya, baik yang beragama Yahudi ataupun Kristen yang ingin masuk Islam, maka ia tidak mendapat tekanan, dan bagi yang ingin tetap berada di dalam agamanya maka itu tetap menjadi haknya, Allah ta’ala berfirman:





“Dan katakanlah: "Kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu; maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang ingin (kafir), biarlah ia kafir". Sesungguhnya Kami telah sediakan bagi orang orang zalim itu neraka, yang gejolaknya mengepung mereka.” (QS alKahfi: 29).


3. Perang: jika raja tadi enggan untuk masuk ke dalam agama Islam, juga enggan untuk membayar jizyah, dan tetap menekan rakyatnya, saat itu pasukan kaum Muslimin mendapat izin untuk bertempur melawan raja itu beserta bala pasukannya, adapun rakyat sipil lainnya maka tidak boleh diganggu sedikitpun, kaum Muslimin tidak boleh membunuh melainkan pasukan yang memeranginya, mereka tidak boleh menggangu wanita, anak kecil, orang tuan, para pemuka agama, atau orang Muslimin yang lain pada umumnya.


Seorang Muslim bukan seenaknya saja melaksanakan jihad tholab ini, akan tetapi di sana ada beberapa penghalang yang menghalangi kewajiban jihad tholab, diantaranya:


• Ketidak mampuan kaum Muslimin untuk berperang, baik karena kelemahan yang ada pada mereka, atau karena sedikitnya jumlah mereka.


• Adanya perjanjian bersama pihak orang-orang kafir, maka tidak boleh menyelisihi perjanjian tersebut, hal seperti ini banyak terjadi di dunia saat ini, mayoritas negara yang ada dunia saling memiliki perjanjian damai antara satu sama lain.


• Adanya kemaslahatan yang jelas untuk meninggalkan peperangan walaupun saat itu mereka mampu melaksanakannya, sebagaimana yang terjadi saat perjanjian Hudaibiyah.


Sering kali kita dapati media-media yang didirikan untuk menyebarkan racun dan propaganda demi tujuan politik memberitakan bahwa jihad adalah peperangan yang diarahkan kepada seluruh dunia supaya berada di bawah satu kekuasaan, ucapan ini tidak benar karena bertentangan dengan firman Allah ta’ala:





“Jikalau Tuhanmu menghendaki, tentu Dia menjadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih pendapat, kecuali orang-orang yang diberi rahmat oleh Tuhanmu. dan untuk itulah Allah menciptakan mereka. Kalimat Tuhanmu (keputusan-Nya) telah ditetapkan: Sesungguhnya aku akan memenuhi neraka Jahannam dengan jin dan manusia (yang durhaka) semuanya.” (QS Huud: 119).


Kita bisa mengetahui hakikat sesungguhnya dari tujuan jihad dari firman Allah ta’ala:


“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan Kami hanyalah Allah". Dan sekiranya Allah tiada menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS alHajj: 39-41).


Demikianlah tujuan dari jihad, yaitu membela kebenaran dan agama, juga melawan kedzaliman, manfaatnya bisa dirasakan oleh orang-orang Yahudi, Nasrani, ataupun kaum Muslimin, bukan hanya dirasakan oleh kaum Muslimin saja30. Jikalau Allah tidak mengizinkan kita untuk melawan kedzaliman dan kebatilan dengan berperang, niscaya kebenaran akan kalah, tempat-tempat ibadahpun akan dihancurkan, baik tempat ibadah orang para rahib, gereja-gereja Kristen, kuil-kuil Yahudi, dan masjid-masjid kaum Muslimin31. Dan dalam ayat


30 Tafsir Ibnu Asyur.


31 atTafsir alMuyassar.


ini, kita bisa melihat hasil dari jihad, atau apa yang akan terjadi setelah jihad, para pengikut kebenaran akan dimenangkan atas pengikut kesalahan, kedzaliman, dan kebatilan, dimana ayat ini menjelaskan kepada para mujahid untuk konsisten dengan tujuan diadakannya jihad, yaitu menyebar kebaikan bukan kerusakan, maka hendaknya mereka melaksanakan shalat, bukan berlaku semena-mena di muka bumi, mereka juga harus mengeluarkan zakat kepada orang-orang yang berhak menerimanya, baik dari kalangan orang fakir, ataupun orang yang membutuhkan, mereka tidak boleh merampok harta manusia dan kekayaan mereka, dan mereka harus melaksanakan amar ma’ruf nahi munkar.


Jika jihad itu dilakukan demi membela kebenaran, meninggikan kalimat Allah, dan menjaga orang-orang yang lemah, maka siapa yang kita perangi ketika berjihad?!! Allah menjelaskan hal itu dalam firmanNya:


“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang Berlaku adil. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan membantu (orang lain) untuk mengusirmu. dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka mereka Itulah orang-orang yang zalim.” (QS alMumtahanah: 8-9).


Ibnu Abbas mengatakan:


“Dahulu kedudukan orang musyrik di sisi Nabi shalla-Allahu alaihi wa sallam dan kaum Muslimin terbagi menjadi dua golongan: orang-orang yang diperangi, kaum Muslimin memerangi mereka, begitu pula sebaliknya, dan orang musyrik yang memiliki perjanjian damai, kaum Muslimin tidak memerangi mereka, begitu pula sebaliknya”. (HR Bukhari).


Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Barang siapa yang membunuh seorang mu’ahad (orang kafir yang memiliki perjanjian damai dengan kaum Muslimin) yang berada di bawah tanggungan Allah dan RasulNya, maka ia tidak akan bisa mencium wangi surga, padahal wanginya bisa tercium dari jarak tujuh puluh tahun perjalanan”. (HR Ibnu Majah).


Beliau shalla-Allahu alaihi wa sallam juga bersabda: “Sesungguhnya suatu jiwa yang ada di bawah perjanjian Allah dan RasulNya, maka ia telah menyelisihi perjanjian Allah, dan ia tidak akan bisa mencium wangi surga, padahal wanginya bisa tercium dari jarak tujuh puluh tahun perjalanan.” (HR Tirmidzi).


Beliau shalla-Allahu alaihi wa sallam juga bersabda: “Sesungguhnya kalian akan membebaskan Mesir, ia adalah tanah yang banyak tersebar di dalamnya qirath, maka jika kalian berhasil membebaskannya, maka berlaku baiklah kepada penduduknya, karena mereka memiliki ikatan perjanjian dan ikatan rahim bersama kita”, atau beliau bersabda: “Ikatan perjanjian dan ikatan ipar dengan kita”. (HR Muslim).


Dan sekarang kami akan menyebutkan apa yang tertulis di buku-buku orang Kristen mengenai toleransi yang diberikan kaum Muslimin kepada mereka.


Di dalam buku “Synaxarium”32, yang merupakan salah satu buku rujukan terpenting bagi gereja Koptik Ortodoks, ia adalah kitab yang berisi kisah para Nabi, para martir, dan orang-orang suci, disebutkan kisah tentang Amr bin alAsh radhyallahu anhu dan Pope Benjamin I33, dari kisah tersebut kita bisa mengetahui siapa yang dijadikan musuh ketika berjihad, dan bagaimana perilaku kaum Muslimin kepada masyarakat sipil, bahkan kita akan melihat, siapa sebenarnya yang menjajah rakyatnya:


“Karena pembantaian yang dilakukan oleh kerajaan Byzantium dan tekanan yang mereka berikan kepada umat Koptik, terpaksa Pope Benjamin I dari Aleksandria melarikan diri bersama uskupnya menuju pegunungan selama 13 tahun, dan setelah permbebasan kaum Muslimin atas Mesir di bawah pimpinan Amr bin alAsh radhiyallahu anhu, beliau langsung menuju Aleksandria dan memerangi orang Romawi yang ada di sana untuk mengusir mereka keluar dari kota, maka terjadilah kerusuhan, kesempatan itu digunakan oleh beberapa penjahat, mereka membakar gereja dan biara-biara, termasuk diantaranya gereja St. Markus34, mereka juga menjarah semua harta yang ada di dalamnya, seorang pelaut ada yang memasukkan


32 Coptic Synaxarium, Pope Benjamin I of Alexandria http://st-takla.org/Full-Free-Coptic-Books/Coptic-Synaxarium-or-Synaxarion_English/05-Topah/Coptic-Calendar_08-Toba.html#3.


33 Pope Benjamin I of Alexandria.


34 Saint Mark's Coptic Orthodox Cathedral (Alexandria).


tangannya ke dalam peti St. Markus, ia mengira di dalamnya ada harta, namun yang ia temukan hanyalah mayat, lantas ia pun melucuti pakaian mayat tersebut, dan memotong kepala St. Markus lalu menyembunyikan kepala itu di kapalnya. Adapun Amr bin alAsh, ketika ia mengetahui kabar bersembunyinya Pope Benjamin, ia mengirim surat ke seluruh kota yang ada di Mesir yang isinya: “Dimana pun Benjamin pemimpin uman Nasrani koptik berada, maka ia aman, maka hendaknya ia datang dalam keadaan aman dan tenang untuk mengatur rakyat dan gerejanya, maka Pope Benjamin pun datang setelah ia bersembunyi selama 13 tahun, lalu Amr bin alAsh pun memberikannya kehormatan yang sangat tinggi, dan menyerahkan kepadanya gereja dan harta kekayaannya”.


Ketika pasukan Amr ingin meninggalkan Aleksandria menuju Pentapolis, salah satu kapalnya berhenti, maka pasukan Amr pun menanyakan hal tersebut kepada para pengurus kapal dan memeriksanya, lalu mereka pun menemukan kepala St. Markus, maka ia pun memanggil Pope Benjamin, untuk membawanya, lalu Benjamin pun membawa kepala itu bersama para pemuka agama dan umat Kristen yang diiringi kebahagiaan sampai ke gereja.”


Tahapan Hukum Berjihad dari Dilarang Sampai Menjadi Kewajiban.


1. Larangan berperang: di awal-awal masa dakwah Islam, jihad masih dilarang atas kaum Muslimin, Allah ta’ala berfirman:


“Tidakkah kamu perhatikan orang-orang yang dikatakan kepada mereka: "Tahanlah tanganmu (dari berperang), dirikanlah sembahyang dan tunaikanlah zakat!".” (QS anNisaa: 77).


2. Izin untuk berperang: kemudian kaum Muslimin diberikan izin untuk berperang ketika kaum musyirikin menekan kehidupan mereka dan mengusir mereka dari rumah-rumah mereka, Allah ta’ala berfirman:


“Telah diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. dan sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong mereka itu, (yaitu) orang-orang yang telah diusir dari kampung halaman mereka tanpa alasan yang benar, kecuali karena mereka berkata: "Tuhan


Kami hanyalah Allah". dan sekiranya Allah tidak menolak (keganasan) sebagian manusia dengan sebagian yang lain, tentulah telah dirobohkan biara-biara Nasrani, gereja-gereja, rumah-rumah ibadat orang Yahudi dan masjid- masjid, yang di dalamnya banyak disebut nama Allah. Sesungguhnya Allah pasti menolong orang yang menolong (agama)-Nya. Sesungguhnya Allah benar-benar Maha kuat lagi Maha perkasa, (yaitu) orang-orang yang jika Kami teguhkan kedudukan mereka di muka bumi niscaya mereka mendirikan sembahyang, menunaikan zakat, menyuruh berbuat ma'ruf dan mencegah dari perbuatan yang mungkar; dan kepada Allah-lah kembali segala urusan.” (QS alHajj: 39-41).


3. Membela diri dengan berperang: kemudian datang perintah untuk berjihad ketika kaum musyrikan menyerang kaum Muslimin, mulai saat itu kaum Muslimin pun berperang, Allah ta’ala berfirman:


“Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangi kamu, (tetapi) janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas.” (QS alBaqarah: 190).


4. Perintah untuk berperang: ketika agama Islam mulai kuat dan tersebar, manusia pun mulai berbondong-bondong masuk ke dalam agama Islam, dan musuh-musuh di luar Islam, yang ada di negara-negara tengga, semakin bertambah, mereka merasa agama ini mengancam kerajaan mereka, Allah pun memerintahkan kaum Muslimin untuk melakukan jihad tholab untuk menyampaikan risalah tauhid kepada manusia, menyebarkan agama Islam, dan mengangkat kalmat Allah, juga berdakwah kepada para raja dan penguasa, menyerukan mereka kepada Islam, yang tujuannya adalah meninggikan kalimat tauhid, dan membela keadilan, bukan untuk memperluas kekuasaan dan melakukan kerusakan di muka bumi, ataupun membalas dendam, yang hanya akan mengakibatkan kerusakan dan kehancuran, Allah berfirman:





“Dan janganlah kamu menjadi seperti orang-orang yang keluar dari kampungnya dengan rasa angkuh dan dengan maksud riya' kepada manusia serta menghalangi (orang) dari jalan Allah. Dan (ilmu) Allah meliputi apa yang mereka kerjakan.” (QS alAnfaal: 47).


Alquran telah menjelaskan tekanan yang diberikan oleh orang-orang musyrik kepada orang-orang beriman dari kalangan Nasrani sebelum datangnya Islam,


Allah mengabadikan kisah tersebut di dalam alquran untuk menjelaskan bahwa tujuan sebenarnya dari jihad adalah mengangkat kedzaliman dari orang-orang yang beriman, baik dari kalangan Nasrani, Yahudi, maupun kaum Muslimin, Allah berfirman:


“Binasa dan terlaknatlah orang-orang yang membuat parit, yang berapi (dinyalakan dengan) kayu bakar, ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang-orang yang beriman, dan mereka tidak menyiksa orang-orang mukmin itu melainkan karena orang-orang mukmin itu beriman kepada Allah yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji, yaitu pembesar-pembesar Najran di Yaman.” (QS alBuruj: 4-8).


Kisah ini diturunkan untuk mengabadikan kisah orang-orang beriman dari kaum Nasrani yang berada di Yaman sebelum diutusnya Nabi Muhammad shalla-Allahu alaihi wa sallam, yang mana mereka semua diadzab oleh kaum mereka sendiri hanya karena mereka beriman kepada Allah ta’ala, kaumnya menggali parit yang sangat besar bagi mereka, dan membuat api yang sangat besar di parit tersebut, lalu orang-orang beriman itu diberi pilihan, kembali ke agama asal mereka, atau dilemparkan ke api, demikianlah mereka dibakar hidup-hidup hanya karena beriman kepada Allah, mereka melihat keluarga mereka dilemparkan ke dalam parit satu persatu.


Jihad dalam Islam memiliki peraturan-peraturan dan adab-adab yang jauh dari sifat dzalim, para musuh tidak akan dibunuh kecuali orang-orang yang ikut berperang atau ikut berpartisipasi di dalamnya.


Haram hukumnya membunuh orang tuan, anak-anak, wanita, orang sakit, para perawat, orang yang terluka, para tawanan, juga para ahli ibadah yang mengabdikan dirinya untuk ibadah! Dilarang pula membunuh orang-orang yang terluka selama peperangan, tidak boleh memutilasi jasad korban perang, tidak boleh mengejar orang-orang yang memilih kabur dari peperangan, tidak boleh membunuh hewan, tidak boleh menghancurkan rumah-rumah, tidak boleh sedikitpun merusak tempat-tempat ibadah, tidak boleh merusak air dan sumur-sumur, dan tidak boleh memotong pohon sembarangan atau membakarnya,..dst.


Demikianlah arahan yang diberikan oleh Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam dan para khalifah setelah beliau kepada para pasukan yang akan berangkat berjihan, dan wasiat yang disampaikan khalifah Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam Abu Bakar asShiddiq radhiyallahu anhu bagi para pimpinan pasukan adalah:


“Berdirilah kalian, aku mewasiatkan sepuluh perkara kepada kalian maka hafalkanlah dariku: jangan berkhianat, jangan menggelapkan harta rampasan perang, jangan mengingkari perjanjian, jangan memutilasi orang mati, dan janganlah kalian bunuh anak-anak kecil, orang tua, ataupun wanita, janganlah kalian menebang pohon atau membakarnya, janganlah kalian menebang pohon yang sedang berbuah, janganlah menyembelih kambing, sapi, ataupun unta kecuali hanya untuk dimakan. Dan kalian nanti akan mendapati suatu kaum yang telah mengabdikan dirinya di kuil-kuil, maka biarkanlah mereka”35.


Adapun para tawanan, agama Islam telah menetapkan bagi mereka hak-haknya, maka mereka tidak boleh disiksa, dihinakan, diteror, atau dibiarkan mati kelaparan ataupun kehausan, akan tetapi mereka harus dimuliakan dan diperlakukan dengan baik, berdasarkan firman Allah ta’ala:





“Dan mereka memberikan makanan yang disukainya kepada orang miskin, anak yatim dan orang yang ditawan. Sesungguhnya Kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, Kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih.” (QS alInsaan: 8-9).


Dan negara Islam memiliki hak untuk memperlakukan para tawanan sesuai dengan kemaslahatan umum, dan perjanjian internasioanal yang ada, para tawanan boleh dibebaskan tanpa syarat, atau dengan tebusan harta, atau ditukar dengan kaum Muslimin yang menjadi tawanan, Allah ta’ala berfirman:





“Sehingga apabila kamu telah mengalahkan mereka maka tawanlah mereka dan sesudah itu kamu boleh membebaskan mereka atau menerima tebusan sampai perang berakhir.” (QS Muhammad: 4).


35 atThabari (3/226).


Adapun nasib rakyat sipil yang ada di dalam negara yang telah ditaklukkan kaum Muslimin, maka agama Islam telah melarang setiap orang untuk mengganggu mereka dengan cara apapun, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda:


“Barang siapa yang membunuh seorang mu’ahad (orang kafir yang memiliki perjanjian damai dengan kaum Muslimin) yang berada di bawah tanggungan Allah dan RasulNya, maka ia tidak akan bisa mencium wangi surga, padahal wanginya bisa tercium dari jarak tujuh puluh tahun perjalanan”. ( HR Ibnu Majah dan dishahihkan oleh alAlabani dalam asShahihah: 2356).


Agama Islam juga melarang siapapun untuk mencoreng kehormatan mereka, mereka tidak boleh dicela atau diejek, mereka juga tidak boleh didzalimi ataupun ditekan, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda:


“Sesungguhnya orang yang mendzalimi seorang mu’ahad, menghinanya, membebaninya di atas kemampuannya, atau merampas hartanya tanpa keridhaannya, maka aku akan menggugatnya pada hari kiamat” (HR Abu Daud, lihat Silsilah Shahihah: 445).


Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam juga pernah berwasiat kepada para sahabatnya yang pergi berjihad untuk berbuat baik kepada penduduk negara yang mereka taklukkan, beliau bersabda: “Sesungguhnya kalian akan membebaskan Mesir, ia adalah tanah yang banyak tersebar di dalamnya qirath, maka jika kalian berhasil membebaskannya, maka berlaku baiklah kepada penduduknya, karena mereka memiliki ikatan perjanjian dan ikatan rahim bersama kita”, atau beliau bersabda: “Ikatan perjanjian dan ikatan ipar dengan kita”. (HR Muslim).


Dan bukti terbaik yang menyatakan para sahabat senantiasa melaksanakan wasiat Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam ini adalah perjanjian yang diberikan oleh Umar bin Khattab kepada penduduk Baitul Maqdis, ketika ia membuka kota tersebut, beliau berkata:


“Bismillahirrahmaanirrahiim, ini adalah kemanan yang diberikan oleh hamba Allah Umar bin Khattab Amirul Mukminin, kepada penduduk Baitul Maqdis: ia memberikan mereka keamanan atas jiwa, harta, gereja-gereja, dan salib-salib mereka… mereka juga tidak dipaksa untuk meninggalkan agama mereka dan tidak diganngu..dst”.


Apakah sejarah pernah menyaksikan kebaikan, keadilan dan toleransi semacam ini yang diberikan oleh pihak yang memenangkan peperangang kepada lawannya?! Padahal beliau radhiyallahu anhu bisa saja menetapkan syarat apapun yang memberatkan mereka! Akan tetapi tujuan beliau hanyalah menyebar keadilan dan agama Allah, juga kecintaan kepada manusia. Ini semua menunjukkan bahwa jihad di dalam agama Islam dilakukan bukan untuk nafsu duniawi.


Perlu kita fahami, bahwa tidak semua peperangan yang dilakukan oleh negara Islam adalah jihad, dan tidak semua orang Islam yang berperang dianggap sebagai mujahid, karena jihad memeliki syarat-syarat, dan kami, kaum Muslimin, selalu membedakan antara kata “Jihad” dengan “Perang”, akan tetapi banyak sekali media yang ada di zaman ini berusaha untuk memperburuk citra Islam melalui jihad dengan berbagai macam cara hanya untuk kepentingan pihak tertentu, mereka akan memandang setiap peperangan yang ada di dunia, jika peperangan tersebut antara dua negara Kristen, mereka akan mengatakan: “Terjadi peperangan antara negara ini dan itu”, mereka tidak menghubungkan peperangan yang terjadi dengan agama yang dianut kedua negara, adapun jika salah satu negara itu dari kalangan kaum Muslimin, maka mereka akan mengatakan: “Ekstrimis Islam telah mengumumkan jihad melawan negara Kristen”, yang menjadi pertanyaan di sini: Siapa yang memberi mereka kewenangan untuk menamakan perang tersebut sebagai jihad, dan pasukan yang berperang sebagai mujahidin??!! Agar mereka tau, apakah peperangan yang terjadi itu benar-benar jihad, dan orang-orang yang terlibat didalamnya sebagai mujahidin, mereka harus memperhatikan tujuan, akhlak, dan syarat-sayart berjihad di depan mata mereka, lalu memastikan sejauh mana kesesuaian perang tersebut dengan hal-hal yang tadi disebutkan!! Dan perlu diketahui, bahwa banyak sekali pandangan-pandangan politik yang menguasai dunia, dan hubungan antar negara yang sangat jauh dari istilah jihad, dan peperangan yang terjado benar-benar perang demi kemaslahat biasa, contohnya:


1. Perang Krimea, pada tahun 1853 antara kerajaan Rusia, melawan kesultanan Turki Ottoman, dimana kerajaan Britania raya dan Perancis pun ikut masuk ke dalam peperangan melawan Rusia untuk membantu sekutu mereka


kesultanan Ottoman, tentu peperangan ini sarat akan politik, bukan agama, karena baik Rusia, Britania, dan Perancis sama-sama negara Kristen, sedangkan kesultanan Turki adalah negara Islam.


2. Di tahun 1854, Yunani yang berada di bawah kekuasaan Turki memanfaatkan perang Krimea yang terjadi antara Turki dan Rusia untuk melakukan pemberontakan yang dikenal dengan “Revolusi Epirus” untuk mengeluarkan Turki dari Yunani, dan yang membantu menekan revolusi tersebut adalah negara Inggris dan Perancis, dengan cara melakukan blokade atan pelabuhan-pelabuhan utama di Yunani yang menutup masuknya bantuan bagi orang-orang Yunani, sehingga akhrinya Yunani masih tetap berada di bawah kekuasaan Turki ottoman.


Apakah jihad di dalam Islam adalah perang suci yang dengannya kaum Muslimin memaksa orang lain untuk memeluk agama Islam dan gereja-gereja juga tempat-tempat ibadah mereka akan dihancurkan? Maka tentu jawabannya adalah tidak, karena ada dalil-dalil yang sangat jelas di dalam alquran yang melarang untuk memaksa manusaia supaya meninggalak agama dan keyakinan mereka, dan memaksa mereka untuk memeluk agama Islam, Allah berfirman:





“Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); Sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (QS alBaqarah: 256).


Jihad dilakukan dengan tujuan menyampaikan agama Allah kepada manusia, bukan untuk memaksa mereka memeluk agama Islam, berdasarkan firman Allah:





“Jika mereka masuk Islam, Sesungguhnya mereka telah mendapat petunjuk, dan jika mereka berpaling, maka kewajiban kamu hanyalah menyampaikan (ayat-ayat Allah). dan Allah Maha melihat akan hamba-hamba-Nya.” (QS Ali Imran: 20).


Alasan mengapa agama Islam melarang untuk memaksa manusia supaya masuk kedalam Islam, karena hidayah untuk masuk ke dalam agama kebenaran, mengetahuinya, dan mengikutinya adalah karunia yang hanya bisa diberikan oleh


Allah saja kepada siapapun yang dikehendaki-Nya, hidayah ini tidak datang melalui paksaan, Allah berfirman:





“Bukanlah kewajibanmu menjadikan mereka mendapat petunjuk, akan tetapi Allah-lah yang memberi petunjuk (memberi taufiq) siapa yang dikehendaki-Nya.” (QS alBaqarah: 272).


Maka tidak boleh kita memaksa orang-orang non-Muslim, baik dari kalangan Yahudi, ataupun Nasrani, agar mereka masuk ke dalam agama Islam, apabila itu terjadi maka keIslaman mereka tidak benar, karena diantara syarat memeluk agama Islam adalah keinginan dari hati pelakunya bukan karena paksaan.


Mungkin seorang akan mengatakan: Tapi kami mendapatkan kabar dari televisi tentang dihancurkannya sebuah gereja di sebuah negara yang dilanda peperangan, maka kami katakan: Kabar tersebut bisa benar dan bisa salah, sekalipun itu benar, maka berapa banyak masjid yang telah dihancurkan dan dirusak di negara yang sama?!! Jika mereka mengatakan ada beberapa orang Kristen yang telah dibunuh, maka kami katakan: Berapa banyak kaum Muslimin yang dibantai di sana?!! Ketika engkau berbicara tentang negara yang sedang dilanda peperangan, pasti engaku akan membicarakan hal-hal ini yang sebenarnya tidak memiliki kaitan dengan Islam dan ajarannya, maka keadaan tersebut tidak bisa disebut dengan jihad, alasan mengapa hal itu tidak bisa disebut jihad, karena banyak sekali manusia yang melakukan aniaya, membunuh, bahkan banyak sekali tempat-tempat ibadah yang dihancurkan, dan semua ini tidak sesuai dengan jihad, bahkan sangat berlawanan.


Kita akan mengetahui perbedaan antara jihad dan perang jika kita memperhatikan beberapa peperangan yang pernah terjadi sepanjang sejarah:


• Iskandar Agung: Beliau mendapat hormat dari rakyatnya juga negara-negara di dunia, bahkan beliau dianggap sebagai salah satu figure yang paling besar dan berpengaruh di dunia, ia telah mengikuti banyak pertempuran demi memperluas kekuasaaannya yang terbentang dari perbatasan kerajaan Yunani sampai India.


• Genghis Khan: Ia membangun kekuasaan yang sangat besar di dunia setelah kematiaanya, kekuasaannya terbentang dari Cina sampai Eropa timur di Polandia dan sekitarnya, banyak sekali patungnya yang tersebar di berbagai dunia, ia pun dihormati oleh manusia.


• Hitler: Mampu menguasai Eropa, sampai banyak sekali negara-negara Eropa yang tunduk di bawah kekuasaannya.


• Kerajaan Inggris Raya (Kerajaan yang tak pernah luput dari matahari): Tanah jajahannya terbentang dari ujung timur ke ujung barat, inilah alasannya mengapa ia disebut sebagai kerajaan yang tak pernah luput dari matahari.


• Daerah jajahan Perancis, Spanyol, Portugal, Italia, dan Jepang: yang terbentang dari barat ke timur, semuanya mereka lakukan demi memperluas kekuasaan mereka.


Kesimpulan: Kerajaan-kerajaan tadi memiliki persamaan yang sama, yaitu mereka semua berperang dengan tujuan menguasai kekayaan dan tanah negara-negara lain, juga ambisi mereka untuk menguasai dunia, persamaan lainnya juga, bahwa peperangan yang mereka lakukan hanya menyisakan kehancuran, terbunuhnya jutaan orang, inilah yang telah dijelaskan sejarah kepada kita, Genghis Khan yang dianggap sebagai pahlawan oleh bangsanya, namun orang-orang yang tinggal di negara-negara yang dijajah memandang dirinya dan cucunya Hulagu Khan sebagai penjahat perang, mereka membantai rakyat sipil, dan menyebar kerusakan di muka bumi, Hulagu Khan telah menghancurkan “Daarul Hikmah” beserta seluruh isinya yang merupakan buku-buku dan manuskrip-manuskrip ilmiah yang tak ternilai harganya.


Oleh karena itu, untuk mengetahui perbedaan antara peperangan-peperangan tadi dan jihad, kita harus membandingkan tujuan dari peperangan tersebut, hasilnya, dan moral ketika berperang dengan tujuan, hasil, dan moral dalam berjihad,! Karena jihadlah yang telah menghentikan kedzaliman ini, dan menjaga seluruh manusia, baik Muslim ataupun lainnya.


Sebelum kami sebutkan dalil-dalil tentang jihad dari perjanjian lama, kami akan terlebih dahulu menyebutkan perkataan-perkataaun Paulus yang berisi pujian kepada jihad yang tersebut di perjanjian lama, ia juga banyak memuji segala


pencapaian yang berkaitan dengan peperanga-peperangan yang telah terjadi seperti pembantaian rakyat sipil!!


Di dalam kitab Ibrani (11/30-34):


“Karena iman maka runtuhlah tembok-tembok Yerikho, setelah kota itu dikelilingi tujuh hari lamanya. Karena iman maka Rahab, perempuan sundal itu, tidak turut binasa bersama-sama dengan orang-orang durhaka, karena ia telah menyambut pengintai-pengintai itu dengan baik. Dan apakah lagi yang harus aku sebut? Sebab aku akan kekurangan waktu, apabila aku hendak menceriterakan tentang Gideon, Barak, Simson, Yefta, Daud dan Samuel dan para Nabi, yang karena iman telah menaklukkan kerajaan-kerajaan, mengamalkan kebenaran, memperoleh apa yang dijanjikan, menutup mulut singa-singa, memadamkan api yang dahsyat. Mereka telah luput dari mata pedang, telah beroleh kekuatan dalam kelemahan, telah menjadi kuat dalam peperangan dan telah memukul mundur pasukan-pasukan tentara asing.”


Sekarang, mari kita lihat apa yang disebutkan di dalam perjanjian lama, apa saja yang terjadi setelah keruntuhan tembok-tembok Yerikho, yang sering dipuja-puji Paulus dalam ucapannya tadi!!


Di dalam kita Yesaya (6/16-21 &24):


“Lalu pada ketujuh kalinya, ketika para imam meniup sangkakala, berkatalah Yosua kepada bangsa itu: "Bersoraklah, sebab TUHAN telah menyerahkan kota ini kepadamu! Dan kota itu dengan segala isinya akan dikhususkan bagi TUHAN untuk dimusnahkan; hanya Rahab, perempuan sundal itu, akan tetap hidup, ia dengan semua orang yang bersama-sama dengan dia dalam rumah itu, karena ia telah menyembunyikan orang suruhan yang kita suruh. Tetapi kamu ini, jagalah dirimu terhadap barang-barang yang dikhususkan untuk dimusnahkan, supaya jangan kamu mengambil sesuatu dari barang-barang yang dikhususkan itu setelah mengkhususkannya dan dengan demikian membawa kemusnahan atas perkemahan orang Israel dan mencelakakannya. Segala emas dan perak serta barang-barang tembaga dan besi adalah kudus bagi TUHAN; semuanya itu akan dimasukkan ke dalam perbendaharaan TUHAN." Lalu bersoraklah bangsa itu, sedang sangkakala ditiup; segera sesudah bangsa itu mendengar bunyi sangkakala, bersoraklah mereka dengan sorak yang nyaring. Maka runtuhlah tembok itu, lalu mereka memanjat masuk ke dalam kota, masing-masing


langsung ke depan, dan merebut kota itu. Mereka menumpas dengan mata pedang segala sesuatu yang di dalam kota itu, baik laki-laki maupun perempuan, baik tua maupun muda, sampai kepada lembu, domba dan keledai… Tetapi kota itu dan segala sesuatu yang ada di dalamnya dibakar mereka dengan api; hanya emas dan perak, barang-barang tembaga dan besi ditaruh mereka di dalam perbendaharaan rumah TUHAN.”


Dan di dalam Samuel I (15/3):


“Jadi pergilah sekarang, kalahkanlah orang Amalek, tumpaslah segala yang ada padanya, dan janganlah ada belas kasihan kepadanya. Bunuhlah semuanya, laki-laki maupun perempuan, kanak-kanak maupun anak-anak yang menyusu, lembu maupun domba, unta maupun keledai."


Di dalam Hosea (13/16):


“Samaria harus mendapat hukuman, sebab ia memberontak terhadap Allahnya. Mereka akan tewas oleh pedang, bayi-bayinya akan diremukkan, dan perempuan-perempuannya yang mengandung akan dibelah perutnya.”


Di dalam Yesaya (13/15):


“Setiap orang yang didapati akan ditikam, dan setiap orang yang tertangkap akan rebah mati oleh pedang.”


Dan di dalam Samuel II (4/12):


“Sesudah itu Daud memberi perintah kepada anak buahnya untuk membunuh mereka; tangan dan kaki mereka dipotong, kemudian mayat mereka digantung di tepi telaga di Hebron. Tetapi kepala Isyboset diambil dan dikuburkan di dalam kubur Abner di Hebron.”


Di dalam kitab Tawarikh I (20/3):


“Penduduk kota itu diangkutnya dan dipaksanya bekerja dengan gergaji, penggerek besi dan kapak. Demikianlah juga diperlakukan Daud segala kota bani Amon. Sesudah itu pulanglah Daud dengan seluruh tentara ke Yerusalem.”





• Syariat Islam dalam Menangkal Ekstrimisme dan Radikalisme.


• Monastisisme dalam Agama Kristen:


1. Selibat Lebih Baik Dari Pada Menikah.


2. Tidak Ada Perceraian.


3. Pemenggalan Kepala.


• Agama Islam dalam Menangkal Perbudakan.


• Perbudakan Menurut Kitab Suci (Bible) Bagi Yahudi dan Nasrani.


• Agama Islam dalam Menangkal Rasisme.


• Agama Islam Membolehkan Seorang Menikmati Dunia Juga Memerintahkan Untuk Menjaganya.


Allah mengutus Muhammad shalla-Allahu alaihi wa sallam dan menurunkan kepada beliau syariat yang merupakan rahmat bagi semesta alam, Allah berfirman:





“Dan Tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk (menjadi) rahmat bagi semesta alam.” (QS alAnbiyaa: 107).


Rahmat bagi mereka dalam setiap urusan mereka, rahmat bagi jiwa-jiwa dan nyawa-nyawa mereka yang dulunya kebingungan sampai menyembah berhala-berhala yang tidak memberi manfaat ataupun kerugian bagi mereka, mereka mempersekutukan Allah dengan hamba-hamba yang sama seperti mereka, maka Allah pun memberikan mereka petunjuk untuk beribadah kepada Allah saja tanpa mempersekutukannaya. Rahmat bagi jasad mereka, yang mana dulunya mereka dilarang untuk memakan makanan dan minuman, yang mana hal itu bisa membahayakan diri mereka, Allah ta’ala berfirman:





“Katakanlah: "Tiadalah aku peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepada-Ku, sesuatu yang diharamkan bagi orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah yang mengalir atau daging babi --karena Sesungguhnya semua itu kotor-- atau binatang yang disembelih atas nama selain Allah. Barangsiapa yang dalam Keadaan terpaksa, sedang Dia tidak menginginkannya dan tidak (pula) melampaui batas, Maka Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha Penyayang".” (QS alAn’aam: 145).


Rahmat bagi mereka dalam perekonomian mereka, Allah haramkan atas mereka harta-harta yang diambil dengan cara yang salah, dan harta yang dihasilkan melalui kecurangan, ataupun merampas harta manusia dengan batil, Allah berfirman:





“Dan janganlah sebagian kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat) dosa, padahal kamu mengetahui.” (QS alBaqarah: 188).


Agama Islam juga menetapkan aturan yang akan mengatur segala urusan kehidupan mereka, dengannya mereka akan hidup dengan benar, peraturan-peraturan tersebut sesuai dengan fitrah manusia, tidak lebih dan tidak kurang, Allah berfirman:


“Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wahyukan kepadamu dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa Yaitu: Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya. Amat berat bagi orang-orang musyrik agama yang kamu seru mereka kepadanya. Allah menarik kepada agama itu orang yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada (agama)-Nya orang yang kembali (kepada-Nya).” (QS asSyuuraa: 13).


Allah mengutusnya dengan syariat yang penuh kasih sayang, Allah berfirman:


“Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma'afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS Ali Imran: 159).


Allah mengutusnya juga dengan syariat yang lemah lembut, Allah jelaskan hal itu kepada manusia dalam firmanNya:





“Sungguh telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi Penyayang terhadap orang-orang mukmin.” (QS atTaubah: 128).


Maka diantara sifat syariat ini adalah toleransi dan kemudahan, tidak ada kekerasan dan kesulitan di dalamnya, Allah berfirman:





“Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya. Ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya.” (QS alBaqarah: 286).


Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam: “Jika aku larang kalian dari sesuatu maka tinggalkanlah, dan jika aku perintahkan kalian untuk mengerjakan sesuatu maka lakukanlah semampu kalian”. (HR Bukhari).


Istri beliau, ummul mukminin Aisyah radhiyallahu anha menceritakan tentang suaminya, beliau berkata: “Tidaklah Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam diberi dua pilihan, yang salah satunya lebih mudah dari pada yang lain, kecuali beliau akan memilih yang paling mudah, selama hal itu tidak termasuk dosa, jika hal itu termasuk dosa, maka beliau adalah orang yang paling jauh darinya”. (HR Muslim).


Allah mengutusnya dengan syariat yang memerangi segala bentuk ekstrimisme dan radikalisme, melaluli dalil-dalil syar’i yang sangat jelas, agama Islam melarang segala bentuk berlebihan ataupun lalai dalam beragama, sebagaimana yang sering dilakukan oleh umat-umat terdahulu, Allah ta’ala berfirman:





“Katakanlah: "Hai ahli Kitab, janganlah kamu berlebih-lebihan (melampaui batas) dengan cara tidak benar dalam agamamu. Dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu orang-orang yang telah sesat dahulunya (sebelum kedatangan Muhammad) dan mereka telah menyesatkan kebanyakan (manusia), dan mereka tersesat dari jalan yang lurus".” (QS alMaaidah: 77).


Agama Islam melarang dari sikap berlebihan dalam beragama, hal itu benar-benar dilarang oleh Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Janganlah kalian berlebihan dalam beragama, karena orang-orang sebelum


kalian hancur karena berlebihan dalam beragama”. (HR Ahmad, Nasai, dan Ibnu Majah, disebutkan di dalam asShahihah: 2144).


Agama Islam melarang berlebihan dalam beribadah, Anas bin Malik radhiyallahu anhu meriwayatkan:


Tiga orang pernah datang ke rumah Istri-istri Nabi shalla-Allahu alaihi wa sallam, mereka bertanya tentang ibadah Nabi shalla-Allahu alaihi wa sallam, ketika mereka diberitahu, mereka menganggap amalan yang mereka kerjakan jauh lebih sedikit dari pada amalan Nabi, maka mereka bertiga mengatakan: “Dimana kedudukan kita dibanding dengan Nabi shalla-Allahu alaihi wa sallam? Padahal Allah telah mengampuni dosa-dosanya yang lalu dan yang akan datang”, salah satu diantara mereka mengatakan: “Sungguh aku akan melaksanakan shalat malam secara terus menerus”, yang lain berkata: “Saya akan puasa setiap hari tanpa pernah berbuka”, dan yang lainnya mengatakan: “Dan saya akan meninggalkan wanita tanpa pernah menikah selamanya”, maka Rasulu-Allah pun shallallhu alaihi wa sallam pun datang, beliau bersabda: “Apakah kalian yang mengatakan begini dan begitu? Sungguh demi Allah, aku adalah orang yang paling takut dan paling bertakwa kepada Allah diantara kalian, akan tetapi aku berpuasa dan berbuka, shalat malam juga tidur, dan aku pun menikahi wanita, maka barang siapa yang membenci sunnahku maka ia bukan termasuk golonganku”. (HR Bukhari).


Agama Islam melarang dari berlebihan dalam bermuamalah, Rasul shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Sesungguhnya agama ini mudah, dan tidak akan ada seorang pun yang berlebihan dalam masalah agama melainkan ia akan binasa”. (HR Bukhari).


Agama Islam juga melarang berlebihan dalam berdakwah kepada Allah, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Berikanlah kabar gembira jangan buat orang kabur, dan berikanlah kemudahan bukan kesulitan”. (HR Muslim).


Dalama agam Islam tidak ada Monastisisme (tidak menikah dan mengabdikan diri kepada gereja dan hirarki gerejawi, sebagaimana yang bisa


didapati dalam agama-agama lainnya, Allah ta’ala telah mengecam hal tersebut yang banyak dilakukan oleh umat agama-agama terdahulu, Allah berfirman:


“Kemudian Kami iringi di belakang mereka dengan Rasul-rasul Kami dan Kami iringi (pula) dengan Isa putra Maryam; dan Kami berikan kepadanya Injil dan Kami jadikan dalam hati orang- orang yang mengikutinya rasa santun dan kasih sayang. Dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka tetapi (mereka sendirilah yang mengada-adakannya) untuk mencari keridhaan Allah, lalu mereka tidak memeliharanya dengan pemeliharaan yang semestinya. Maka Kami berikan kepada orang-orang yang beriman di antara mereka pahalanya dan banyak di antara mereka orang-orang fasik.” (QS alHadiid: 27).


Hal itu juga dilarang oleh Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam, beliau bersabda: “Janganlah kalian memberatkan diri-diri kalian, sehingga Allah akan memberatkan kalian, karena sesungguhnya ada sekelompok manusia yang memberatkan diri-diri mereka, lalu Allah pun memberatkan mereka, itulah sisa-sisa mereka, yaitu orang-orang yang ada di kuil-kuil dan tempat-tempat ibadah, dan mereka mengada-adakan rahbaniyyah Padahal Kami tidak mewajibkannya kepada mereka”. (Silsilah asShahihah: 3124).


Dan seorang pemuka agama dalam Islam, mengemban tanggung jawab yang sangat besar, ia harus bergaul dengan manusia, beramar ma’ruf nahi munkar kepada mereka, dan menunjukkan mereka jalan yang benar, berdasarkan sabda Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam: “Sampaikanlah dariku walaupun satu ayat”. (HR Bukhari).


Ia juga harus produktif bagi masyarakatnya dan menjadi suri tauladan untuk mereka, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam bersabda: “Seorang mukmin yang bergaul dengan manusia, dan bersabar atas gangguan mereka, lebih baik dari pada seorang mukmin yang tidak bergaul dengan manusia, dan tidak bersabar atas gangguan mereka”. (HR Bukhari dalam alAdabul Mufrad, dan dishahihkan oleh alAlbani dalam kitab Shahihul Jami’).


Ia tidak boleh menjadi beban bagi masyarakat yang selalu bertumpu kepada mereka demi kehidupannya, para Nabi terdahulu, mereka bekerja dengan tangan mereka, mereka menggembala kambing, dan mencari nafkah untuk mencukupi diri mereka dan keluarga mereka, Rasulu-Allah shalla-Allahu alaihi wa sallam pernah ditanya: “Apakah kau pernah menggembala kambing?”, beliau bersabda:


“Iya, tidak ada satu Nabi pun melainkan ia pernah menggembala kambing”. (HR Bukhari).


Paulus mengatakan dalam Korintus I (7/1 & 8):


“Dan sekarang tentang hal-hal yang kamu tuliskan kepadaku. Adalah baik bagi laki-laki, kalau ia tidak kawin… Tetapi kepada orang-orang yang tidak kawin dan kepada janda-janda aku anjurkan, supaya baiklah mereka tinggal dalam keadaan seperti aku.”


Tentu ini adalah ajaran Paulus sendiri, bukan ajaran Yesus alaihis salam, karena hal itu bertentangan dengan fitrah manusia yang telah diberikan Allah kepada mereka, bahkan pernikahan merupakan sunnah para Nabi alaihimus salaam, Allah ta’ala berfirman:



Tulisan Terbaru

PESAN DARI KHAMAH MUS ...

PESAN DARI KHAMAH MUSLIM KEPADA ORANG KRISTEN

Keutamaan Puasa Enam ...

Keutamaan Puasa Enam Hari Syawal Shawal