Artikel




5. Hukuman merata yang dirasakan keluarga narapidana.


Keluarga para narapidana juga akan merasakan hukuman secara psikis dan sosial karena salah satu anggota keluarga mereka dipenjara jauh dari mereka, seorang istri akan kehilangan suaminya, ibu kehilangan anaknya, dan anak-anak akan kehilangan bapak mereka tanpa ada kesalahan yang mereka lakukan!! Bagaimana mungkin seorang narapidana bisa memenuhi kebutuhan psikis, ekonomi, seksual, dan sosial istrinya? Bagaimana mungkin ia bisa mendidik anak-anaknya dan memberi kasih sayang kepada mereka? Dan bagaimana mungkin ia bisa merawat ibu dan bapaknya jika keduanya sakit?! Ini jika yang menjadi tahanan adalah seorang laki-laki, adapun jika yang ditahan adalah perempuan, sedang ia memiliki anak yang masih menyusui, tidak ada yang bisa merawat dan mengurus mereka, betapa buruknya hati seorang yang telah memisahkan antara seorang ibu dengan anaknya yang masih kecil, lalu dengan mudahnya mereka menitipkan anak-anak itu ke panti-panti asuhan!! Lantas didikan seperti apa yang akan didapatkan anak-anak kecil tadi, yang telah dipisahkan jauh dari ibunya? Mungkin mereka memberi anak tadi makan, minum, pakaian, namun mereka tidak akan bisa memberikan kasih sayang dan pendidikan yang sama dengan kasih sayang dan pendidikan para ibu!! Tidak diragukan lagi, keadaan seperti ini hanya akan menghasilkan satu generasi baru yang memiliki gangguan dari segi psikis dan etika, yang efeknya baru terlihat di kemudian hari, dan berimbas buruk bagi masyarakat.


6. Kematian perlahan para narapidana dari segi politik.


Hukuman penjara adalah kematian perlahan namun pasti bagi para narapidana, padahal bisa jadi sebenarnya ia tidak melakukan perbuatan yang dituduhkan padanya, di salah satu negara, seorang dari kelompok oposisi dituduh menyelewengkan harta, banyak sekali negara yang mengatakan bahwa tuduhan tersebut hanyalah tuduhan palsu yang berasaskan siasat politik semata, demi menghancurkan citra orang ini di depan masyarakat, dan demi merealisasikan hal tersebut hanya ada dua pilihan yang dimiliki oleh pemerintah yang ada, membunuh orang tadi, atau membunuh karekternya dengan cara memenjarakan dan mengisolasinya dari masyarakat umum.


7. Menambah beban ekonomi negara dan masyarakat yang sudah berbaik hati membayar pajak.


Biaya pembangunan penjara, perawatan, dan gaji para pekerja yang ada di sana, dari pimpinan, sipir, juga biaya servis mobil tahanan yang membawa narapidana pulang pergi dari pengadilan menuju penjara, begitu juga biaya pulang pergi para pimpinan penjara dari rumah ke tempat kerja mereka, dan biaya makan dan kehidupan para narapidana selama masa tahanan, semuanya ditanggung oleh para penduduk terlebih dahulu sudah dicuri kekayaannya, dengan cara menambahkan pajak atas pemasukan mereka, sehingga kebutuhan-kebutuhan tadi terpenuhi, dengan kata lain, pencuri sudah merampok hartanya sebelum dipenjara, dan setelah dipenjara pun ia masih merampok harta orang ini, namun dengan cara tidak langsung, dan karena hal ini, seorang yang tadinya baik, akan berubah menjadi pencuri karena ia mendapat tekanan seperti ini, bukannya ia menghabiskan hartanya demi pendidikan anak-anaknya, dan memperbaiki keadaan rumah tangganya, ia malah harus mengeluarkan hartanya demi memberi makan pencuri yang telah merampok dirinya!! Sebaliknya, jika saja biaya yang dikeluarkan demi memenuhi segala kebutuhan tahanan tadi, dialihkan kepada masyarakat yang memiliki pendapatan terbatas, niscaya tidak ada satupun orang yang akan mencuri!! Ditambah lagi hukum buatan manusia ini, melalui hukuman penjara telah menciptakan sekelompok narapidana, dan satu pasukan yang bertugas menjaga mereka, dari pimpinan sampai sipir, yang keduanya hanya akan menambah angka pengeluaran, alih-alih menjadi sumber pemasukan demi mengangkat ekonomi masyarakat!!


Inilah beberapa efek buruk yang dihasilkan dari hukuman penjara bagi individu dan masyarakat, oleh karena itu, jika seorang pencuri diberi pilihan, apakah tangannya dipotong, atau dipenjara, ia akan memilih mengorbankan satu


tangannya dari pada kehidupannya hancur seluruhnya, baik dari segi sosial, ekonomi, psikis, spiritual, sampai politik! Begitu juga jika pilihan yang sama diberikan kepada salah satu anggota dari partai oposisi tadi, niscaya dia akan memilih untuk di[otong tangannya dari pada harus dipenjara, dengan demikian hukum potong tangan lebih menyayanginya dan akan menyiksa orang-orang yang memfitnahnya, karena ia akan dengan mudahnya bisa terus berada di kancah politik, dan terus mengkritik kesalahan-kesalahan ekonomi dan etika yang ada!!


Dan saya sebagai seorang pengacara yang tumbuh di tengah-tengah permasalahn hak asasi manusia, saya serukan kepada semua lembaga pemelihara hak asasi manusia, dan PBB untuk mengambil langkah yang tegas terhadap hukuman yang keji dan buruk ini, hukuman penjara bagi para pencuri!!


Pengaplikasian Hukum Potong Tangan.


Syeikh Shalih alFauzan hafidzahullah mengatakan dalam salah satu pengajiannya, bahwa selama sekitar sepuluh tahunan, ia hanya mendengar dua atau tiga kasus pencurian saja yang mengharuskan tangan seseorang dipotong di kerajaan Saudi Arabia. Tentu jika kita bandingkan jumlah tersebut, dengan ribuan orang yang dipenjara setiap tahunnya di banyak negara-negara maju, kita akan melihat sejauh mana kasih sayang yang dihasilkan dari hukum potong tangan ini, baik bagi pencuri itu sendiri ataupun masyarakat pada umumnya, karena hukuman ini telah membuahkan rasa aman bagi masyarakat, begitu juga membuat orang yang memiliki niatan untuk mencuri urung mengerjakannya, sehingga dengan demikian ia telah menyelamatkan dirinya dari hukuman.


Syarat Hukum Potong Tangan.


Tidak seperti yang ada di pikiran sebagian orang, bahwa setiap orang yang mencuri langsung dipotong tangannya, karena hukuman ini dijatuhkan bukan dengan maksud menyiksa para pencuri, namun dengan tujuan untuk menghentikannya supaya tidak mengganggu keamanan orang lain dan tidak mencuri rumah orang lain, sebagaimana hukuman ini tidak dijatuhkan kepada setiap pencuri, akan tetapi hanyak dalam beberapa keadaan saja, karena untuk menjatuhkan hukuman potong tangan ini ada beberapa syarat yang harus terpenuhi:


1. Seorang yang mencuri harta dari tempat penyimpanannya.


Tempat penyimpanan harta semisal lemari atau yang lainnya. Tidak semua yang mengambil harta orang lain dikatakan sebagai tindak pencurian yang mengharuskan dipotongnya tangan seseorang menurut pendapat jumhur (mayoritas) fuqaha (ahli fiqih), kecuali jika hal itu dilakukan dengan cara mengambil harta dari tempat penyimpanannya, seperti dengan cara membuka gemboknya, memecahkan pintu ataupun jendela, masuk melalui atap, ataupun mengambil dompet yang tersimpan di kantung baju pemiliknya.


2. Seorang pencuri yang mengeluarkan harta curian tersebut dari tempat penyimpanannya.


Apabila seorang pencuri tertangkap basah sebelum ia mengeluarkan harta curiannya dari tempat penyimpanan harta tersebut, maka tangannya tidak dipotong, akan tetapi ia akan dihukum dengan hukuman lainnya sesuai dengan kebijakan hakim, dalam hal ini terdapat kasih sayang dan menghindari perkara syubhat, bisa jadi seseorang mengira, ketika melihat seseorang berada di dalam tempat penyimpanan hartanya, bahwa ia ingin mencuri, padahal bisa jadi orang tadi masuk ke tempat tersebut untuk tujuan lain, bukan untuk mencuri.


3. Jika korban pencurian menuntut agar hartanya dikembalikan.


Jika sang korban tidak menuntutnya maka tidak wajib dipotong tangannya, Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:


“Saling memaafkanlah dalam masalah hudud diantara kalian (Maksudnya: tidak mengangkat kasus tersebut ke pengadilan), jika sampai kasus hudud tersebut sampai kepadaku, maka wajib dijatuhkan hukuman atasnya”. (HR Abu Dawud)


Dan ketika Shafwan bin Umayyah menangkap seorang pencuri di masjid, namun setelah ia membawa orang tersebut ke Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم ia ingin memaafkannya, lantas Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Tidakkah kau lakukan hal itu sebelum kau mendatangiku”. (HR Abu Dawud).


4. Jika harta yang dicurinya mencapai batasan tertentu, jika tidak, maka tidak dipotong.


5. Persaksian dua orang laki-laki yang adil atas perbuatan tersebut, atau jika sang pencuri mengakuinya sendiri sebanyak dua kali.


6. Jika sang pencuri melakukan aksinya diam-diam.


Jika ia melakukannya secara terang-terangan, maka tidak dipotong, misalnya seorang yang mengambil harta orang lain dengan cara merampasnya secara paksa,


atau begal, karena jika hal itu dilakukan dengan terang-terangan, maka sang pemilik harta bisa melawan orang yang hendak merampas hartanya itu, atau jika orang itu mengambilnya dengan cara berkhianat, misalnya seorang yang diberikan amanah atas suatu harta, baik dalam bentuk pinjaman, ataupun titipan, namun ia mengambil harta tersebut dengan alasan hilang atau tidak mengakui amanahnya tersebut, orang macam ini tidak dipotong tangannya karena harta itu masih berada di tempat yang memang diperbolehkan –walaupun cara orang yang berkhianat ini salah–. Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم pernah bersabda:


“Seorang pengkhianat, perampok, dan mukhtalis (koruptor) tidak dipotong tangannya”. (HR Tirmidzi dan dishahihkan oleh alAlbani). Mukhtalis adalah seorang yang mengambil harta orang lain dengan cara terang-terangan dan sengaja, lalu kabur cepat-cepat.


Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم pernah ditanya tentang kurma yang tergantung –jika diambil orang lain–, beliau bersabda:


“Barang siapa yang mengambilnya dengan mulutnya karena ia butuh (kelaparan), tanpa mengantonginya maka tak mengapa, barang siapa yang mengeluarkan (mengambil) sesuatu darinya, maka ia harus menggantinya dua kali lipat, dan ia juga harus dihukum, dan barang siapa yang mencurinya setelah kurma-kurma itu dikumpulkan di keranjang, dan jumlah curiannya setara dengan harga sebuah perisai, maka harus dipotong tangannya”. (HR Abu Dawud).


Dari hadits ini kita bisa simpulkan bahwa hukum potong tangan adalah hukuman terberat yang diberikan kepada pencuri, sebelumnya ada hukuman dan denda-denda tertentu.


7. Seorang pencuri adalah orang yang sudah mukallaf (baligh dan berakal), hukum potong tangan tidak dijatuhkan atas anak kecil, ataupun orang gila, karena mereka bukanlah mukallaf.


8. Seorang mencuri karena keinginan sendiri tanpa ada paksaan, seorang yang dipaksa tidak dipotong tangannya.


9. Seorang yang mencuri tau bahwa hukum mencuri itu haram.


Seorang yang tidak mengetahui keharaman mencuri tidak dipotong tangnnya, hal ini berbeda dengan hukum buatan manusia yang jelas-jelas mengatakan “Tidak ada alasan karena ketidak tauan”, jikalau seseorang melakukan suatu kesalahan tertentu tanpa ia mengetahui kesalahan tersebut, maka ia akan tetap dianggap bersalah, hukum buatan manusia akan tetap menjatuhkan hukuman atasnya tanpa


melihat memperhatikan jika ia sebenarnya tidak tau bahwa yang dilakukannya itu salah, kasus semacam ini banyak sekali menimpa para pelancong yang sedang berkunjung ke luar negeri, baik untuk wisata, berobat, belajar, ataupun yang lainnya, karena mereka belum mengenal hukum yang berlaku di negara-negara tersebut.


10. Sang pencuri yakin ketika mencuri bahwa ia tidak memiliki hak sama sekali atas harta curiannya tersebut.


Karena hudud (hukuman) akan ditangguhkan karena keraguan, misalnya seseorang mencuri harta yang ada bagian milik dirinya dalam harta tersebut, maka jika seorang ayah mencuri harta anaknya, maka tangannya tidak dipotong, begitu juga dengan kakek, dan nenek, tangan mereka tidak dipotong hanya karena mencuri harta dari anak keturunannya, dan jika seorang anak mencuri harta orang tuanya, maka tidak pula dipotong tangannya, karena biasanya dianggapan anak mengambil uang orang tuanya adalah suatu yang biasa, begitu juga jika salah satu pasangan suami istri mencuri harta pasangannya. Jika seorang Muslim mencuri dari baitul maal maka tangannya tidak dipotong, karena seorang Muslim memiliki hak atas baitul maal. Jika seorang yang memberi piutang mencuri harta orang yang berhutang kepadanya, maka tangannya tidak dipotong, dengan syarat orang yang berhutang ini tidak ingin atau malah mengingkari hutangnya, dan harta yang dicuripun setara nilainya dengan jumlah hutang orang itu. Jika seorang mencuri karena terpaksa, demi menyelamatkan dirinya dari kebinasaan, seperti seorang yang mencuri karena kelaparan, atau kehausan yang bisa mengakhiri hidupnya, maka jika ia mencuri tangannya tidak dipotong, dengan syarat harta yang dicuri sebatas apa yang dibutuhkannya saja demi menyelamatkan dirinya dari lapar dan haus.


11. Apabila sang pencuri tidak mundur dari pengakuannya.


Apabila kasus pencurian itu ditetapkan atas pengakuan sang pencuri sendiri, namun sebelum tangannya dipotong ia mundur dari pengakuannya, maka hukumannya pun gugur, karena mundurnya ia dari pengakuannya mengakibatkan adanya syubhat (keraguan).


Syubhat: seorang mungkin berkata: bagaimana bisa seorang yang mengambil harta yang nilainya melebihi batasan dipotong, sedangkan seorang yang mengambil harta besar-besaran secara terang-terangan tidak dipotong tangannya?


Menjawab syubhat tersebut, Ibnul Qayyim rahimahullah, beliau mengatakan: “Ini merupakan bukti kesempurnaan syariat, karena seorang pencuri mengambil harta dari orang-orang yang sudah berusaha untuk memberikan standar keamanan yang dirasa cukup bagi harta mereka, mereka tidak dapat melakukan lebih dari itu, namun sang pencuri datang dengan sembunyi-sembunyi, membongkar tempat penyimpanan harta itu, dan membobol gemboknya, dan jika hukum potong tangan tidak disyariatkan, maka manusia akan saling mencuri satu sama lain, dan tersebarlah kerusakan, dan orang akan banyak dirugikan oleh aksi-aksi pencurian, berbeda dengan orang-orang yang mencuri secara terang-terangan, orang-orang masih bisa melawannya, dan mengambil harta yang ia rampas, atau setidaknya bersaksi di hadapan hakim, sedangkan para koruptor mereka mengambil harta ketika pemiliknya lengah, hal ini tidak lepas dari kelalaian pemilik harta, jika dia benar-benar menjaga hartanya dengan baik, maka tidak mungkin hartanya diambil.


Tata Cara Memotong Tangan.


Tidak ada perselisihan antara para ahli fiqih akan kewajiban berbuat baik ketika menjatuhkan hukuman, seorang pencuri akan dibawa dengan penuh lemah lembut ke tempat eksekusi, tidak boleh dicela, dicerca, ataupun dihina, berdasarkan sabda Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم :


“Janganlah kalian menjadi penolong syaitan atas saudara kalian”. (Silsilah Shahihah: 1638, syeikh Syu’aib alArna’uth mengatakan: “Hadist hasan”).


Sebagaimana seorang hakim juga hendaknya memilih waktu yang tepat, tidak terlalu panas ataupun terlalu dingin, tidak mengeksekusi ketika terdakwa dalam keadaan sakit yang ada kemungkinan untuk sembuh, tidak mengeksekusi orang hamil, nifas, atau seseorang yang berpotensi mati lantaran hukuman yang dijatuhkan atasnya. Sesampainya di tempat eksekusi sang terdakwa didudukkan, dan diatur supaya tidak bergerak, lalu diletakkan di pergelangan tangannya pisau yang sangat tajam, kemudian pisau itu dipukul dengan alat pemukul sekuat mungkin supaya tangannya langsung terputus sekali hentakan, jika disana ada cara yang lebih cepat memotong tangan dari pada ini, maka cara itu bisa dipakai.


Syubhat: mungkin ada yang mengatakan: saya telah melihat eksekusi pemotongan tangan seorang pencuri yang dilakukan salah satu kelompok Islam yang ada di salah satu negara-negara arab yang dilanda peperangan, mereka memotong tangan pencuri dengan cara yang tidak layak, mereka menebas


tangannya dengan pedang yang tumpul beberapa kali sampai terputus, dan mereka merasa senang dengan perlakuan tersebut sambil mengucapkan “Allahu akbar”.


Jawaban atas syubhat tersebut: perbuatan ini hanyalah perilaku oknum yang bertentangan dengan syariat Islam dalam masalah ini, karena tidak boleh memotong tangan seorang pencuri dengan cara yang mereka gunakan, perbuatan mereka itu menunjukkan bahwa mereka sendiri tidak mengerti ajaran Islam yang benar, bahkan dengan perbuatan mereka ini, mereka telah memperburuk citra syariat Islam yang penuh dengan kelembutan! Adapun bentuk pertentangan mereka dengan syariat Islam bisa dilihat dari beberapa sisi:


1. Hudud (hukuman) tidak boleh ditegakkan di tempat peperangan.


Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم bersabda: “Tangan-tangan tidak dipotong di tengah peperangan”. (HR Tirmidzi, dan dishahihkan oleh alAlbani dalam Shahihul Jami’: 7393, dan alMisykah: 3601.


Ibnul Qayyim mengatakan: “Ini adalah salah satu bentuk hukuman yang telah ditetapkan Allah, dan telah dilarang selama pertempuran, karena ditakutkan hal itu akan menghasilkan sesuatu yang lebih dibenci Allah dari pada jika hukuman tersebut ditangguhkan, seperti misalnya orang yang hendak dipotong tangan malah berpindah ke sisi orang-orang musyrikin untuk meminta pertolongan mereka, atau karena marah, sebagaimana yang dikatakan oleh Umar, Abu Dardaa, Hudzaifah, dll”.


2. Tidak boleh merasa bahagia dengan dijatuhkannya hudud kepada orang yang berbuat dosa


Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم tidak pernah merasa bahagia dengan hal itu, bahkan beliau membencinya, juga melarang kita untuk merasa bahagia, akan tetapi menegakkan hudud adalah salah satu perintah Allah yang harus dilakukan dan ditaati oleh manusia, Abdullah bin Mas’ud berkata: “Sungguh aku mengingat orang pertama yang dipotong tangannya oleh Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم , seorang pencuri didatangkan kehadapan beliau, lalu beliau memerintahkan untuk dipotong tangannya, wajah beliau seakan menyayangkan hal tersebut, maka para sahabat pun berkata: “Wahai Rasulu-Allah, seakan engkau tak ingin memotong tangannya?”, beliau bersabda: “Apa yang menghalangiku?! Janganlah kalian jadi pembantu syaitan atas saudara kalian, karena tak seharusnya bagi seorang imam yang telah diangkat kasus kehadapannya melainkan menegakkan hukuman atas kasus tersebut, sesungguhnya Allah itu maha pengampun dan mencintai


pengampunan, maka berikanlah ampunan dan berlapang dadalah, tidakkah kalian suka jika Allah mengampuni kalian? Dan Allah adalah tuhan yang maha pengampun lagi maha penyayang”. (Silsilah Shahihah: 1638, syeikh Syu’aib alArna’uth mengatakan: “Hadits hasan”).


Demikianlah hukuman bagi pencuri dalam syariat Islam, sebagaimana yang kita lihat, bahwa hukuman ini lebih efisien jika kita melihatnya dari kaca mata logika, penalaran, dan perspektif masa depan, dan lebih mampu menjaga masyarakat. Sekarang, mari kita lihat bagaimana hukuman bagi pencuri di agama lain.


1. Seorang pencuri dan keluarganya dirajam dan dibakar.


Di dalam kitab Yosua pasal 7:


“Tetapi orang Israel berubah setia dengan mengambil barang-barang yang dikhususkan itu, karena Akhan bin Karmi bin Zabdi bin Zerah, dari suku Yehuda, mengambil sesuatu dari barang-barang yang dikhususkan itu. Lalu bangkitlah murka TUHAN terhadap orang Israel… Lalu berfirmanlah TUHAN kepada Yosua: "Bangunlah! Mengapa engkau sujud demikian? Orang Israel telah berbuat dosa, mereka melanggar perjanjian-Ku yang Kuperintahkan kepada mereka, mereka mengambil sesuatu dari barang-barang yang dikhususkan itu, mereka mencurinya, mereka menyembunyikannya dan mereka menaruhnya di antara barang-barangnya. Sebab itu orang Israel tidak dapat bertahan menghadapi musuhnya. Mereka membelakangi musuhnya, sebab mereka itupun dikhususkan untuk ditumpas. Aku tidak akan menyertai kamu lagi jika barang-barang yang dikhususkan itu tidak kamu punahkan dari tengah-tengahmu…. Berkatalah Yosua kepada Akhan: "Anakku, hormatilah TUHAN, Allah Israel, dan mengakulah di hadapan-Nya; katakanlah kepadaku apa yang kauperbuat, jangan sembunyikan kepadaku." Lalu Akhan menjawab Yosua, katanya: "Benar, akulah yang berbuat dosa terhadap TUHAN, Allah Israel, sebab beginilah perbuatanku: aku melihat di antara barang-barang jarahan itu jubah yang indah, buatan Sinear, dan dua ratus


syikal perak dan sebatang emas yang lima puluh syikal beratnya; aku mengingininya, maka kuambil; semuanya itu disembunyikan di dalam kemahku dalam tanah, dan perak itu di bawah sekali." Lalu Yosua menyuruh orang segera pergi ke kemah itu, dan sesungguhnya, semuanya itu disembunyikan dalam kemah Akhan, dan perak itu ada di bawah sekali. Maka mereka mengambil semuanya itu dari dalam kemah, lalu membawanya kepada Yosua dan kepada semua orang Israel, dan mencurahkannya di hadapan TUHAN. Kemudian Yosua, beserta seluruh Israel mengambil Akhan bin Zerah, dan perak, jubah dan emas sebatang itu, anak-anaknya yang laki-laki dan perempuan, lembunya, keledainya dan kambing dombanya, kemahnya dan segala kepunyaannya, lalu semuanya itu dibawa ke lembah Akhor. Berkatalah Yosua: "Seperti engkau mencelakakan kami, maka TUHAN pun mencelakakan engkau pada hari ini." Lalu seluruh Israel melontari dia dengan batu, semuanya itu dibakar dengan api dan dilempari dengan batu. Sesudah itu didirikanlah di atasnya suatu timbunan batu yang besar, yang masih ada sampai sekarang. Lalu surutlah murka TUHAN yang bernyala-nyala itu. Oleh sebab itu nama tempat itu sampai sekarang disebutkan lembah Akhor.”


2. Disalib sampai mati.


Dalam Injil Matius (27/37-38):


“Dan di atas kepala-Nya terpasang tulisan yang menyebut alasan mengapa Ia dihukum: "Inilah Yesus Raja orang Yahudi." Bersama dengan Dia disalibkan dua orang penyamun, seorang di sebelah kanan dan seorang di sebelah kiri-Nya.”


3. Hukum Mati.


Dalam kitab Ulangan (24/7):


“Apabila seseorang kedapatan sedang menculik orang, salah seorang saudaranya, dari antara orang Israel, lalu memperlakukan dia sebagai budak dan menjual dia, maka haruslah penculik itu mati. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat itu dari tengah-tengahmu.”


4. Dijadikan budak dan hamba sahaya.


Dalam kitab Keluaran (22/3):


“Pencuri itu harus membayar ganti kerugian sepenuhnya; jika ia orang yang tak punya, ia harus dijual ganti apa yang dicurinya itu.”


Adapun di dalam agama Islam, setiap orang mendapat hukuman sesuai dengan kesalahan yang dilakukannya, tidak lebih, Allah berfirman:





“Dan tidaklah seorang membuat dosa melainkan kemudharatannya kembali kepada dirinya sendiri; dan seorang yang berdosa tidak akan memikul dosa orang lain. kemudian kepada Tuhanmulah kamu kembali, dan akan diberitakan-Nya kepadamu apa yang kamu perselisihkan.”


Jika seorang manusia mengganggu jiwa, harta, ataupun kehormatan orang lain, atau jika ada seorang yang ingin merampas hak orang lain secara dzalim, maka orang yang diganggu tersebut atau yang lainnya boleh melakukan usaha-usaha yang sewajarnya dalam membela diri, ia membela dirinya bertahap dari usaha yang paling ringan, jika ia bisa menghentikan orang yang berbuat dzalim tadi dengan ucapannya, maka ia tidak boleh langsung memukulnya, jika ia bisa menghentikan kedzaliman orang tadi dengan memukulnya menggunakan tangan, maka tidak boleh memukulnya menggunakan tongkat, jika hal itu bisa dipenuhi dengan cara memotong anggota tubuh tertentu, maka jangan menghentikan kedzaliman tersebut dengan membunuh jiwa orang yang berbuat dzalim tadi, namun jika memang ia tidak bisa membela dirinya melainkan dengan cara membunuh orang yang mengganggunya tadi, maka ia boleh membunuhnya tanpa ada konsekuensi apapun. Dan jika memungkinkan bagi seorang yang teraniaya untuk melarikan diri dari orang yang menganiayanya, maka ia harus melakukan hal itu, karena seorang yang teraniaya harus menyelamatkan dirinya dengan cara yang paling mudah dan paling ringan8, Allah ta’ala berfirman:





8 Silahkan merujuk kepada Mausu’ah alFiqh alIslami, karya Muhammad bin Ibrahim bin Abdullah atTuwaijiry.


“Oleh sebab itu barangsiapa yang menyerang kamu, maka seranglah ia, seimbang dengan serangannya terhadapmu. Bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah, bahwa Allah beserta orang-orang yang bertakwa.” (QS alBaqarah: 194).


Dalam membela diri ada beberapa persyaratan diantaranya:


1. Adanya tindakan penganiayaan: dalam artian, seorang dianiaya tanpa sebab yang dibenarkan.


2. Penganiayaan tersebut sedang berlangsung: jika bentuk penganiayaannya berupa ancaman di masa depan, maka tidak dikatakan sebagai pembelaan, karena membela diri tidak mungkin dilakukan sebeluh adanya tindak aniaya. Akan tetapi, jika ia ditodong dengan sesuatu yang bisa mengakibatkan kematian, seperti senjata misalnya, maka saat itu ia berhak untuk membela dirinya.


3. Memberikan bukti yang menunjukkan bahwa ia mendapat penganiayaan, karena pernyataan semata tidaklah bisa diterima, jika hanya pernyataan saja sudah cukup, niscaya akan banyak sekali darah yang dijatuhkan dengan alasan membela diri.


4. Bertahap dalam melakukan tindak pembelaan: yang menunjukkan akan hal itu adalah sabda Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم kepada seorang yang bertanya kepada beliau: “Wahai Rasulu-Allah, bagaimana kiranya jika ada seseorang yang mengancam hartaku?”, beliau bersabda: “Ingatkanlah ia akan Allah”, ia berkata: “Jika ia menolak”, beliau bersabda: “Ingatkanlah ia akan Allah”, ia berkata: “Jika ia menolak”, beliau bersabda: “Ingatkanlah ia akan Allah”, ia berkata: “Jika ia menolak”, beliau bersabda: “Maka perangilah ia, jika kau mati, maka kau akan masuk surga, dan jika kau berhasil membunuhnya, maka ia di neraka”. (HR Ahmad, Syu’aib alArna’uth mengatakan: “Hadits Shahih”).


Dalam kitab Keluaran (22/2):


“Jika seorang pencuri kedapatan waktu membongkar, dan ia dipukul orang sehingga mati, maka si pemukul tidak berhutang darah”.


Perlu diketahui, jika kita merujuk ayat yang sama dalam Injil berbahasa Yunani, maka kita akan dapati konteks yang disampaikan di sana berbeda dengan yang ada di Injil terjemahan Indonesia, isinya sebagai berikut:


(Αν ο κλέφτης συλληφθεί επ’ αυτοφόρω να κλέβει, θα εκτελείται επί τόπου, κι εκείνος που θα τον σκοτώσει δεν θα φέρει ευθύνη για το φόνο του.)


“Jika seorang pencuri tertangkap basah ketika sedang melakukan tindak pencurian, lalu ia dibunuh di tempatnya mencuri itu, maka yang membunuhnya tidak bertanggung jawab atas pembunuhan tersebut”.


Setelah tadi kita ketahui akan ketidak stabilan hukum buatan manusia dalam menetapkan mana yang dikatakan tindak kejahatan, disamping itu, kita juga mendapati ketidak jelasan hukum ini dalam menetapkan satu hukuman yang sesuai, dan bisa dipraktekkan di seluruh negara, yang mana tugasnya adalah untuk menjaga keamanan dan memberi efek jera bagi para pelaku kriminal, ketidak jelasan ini juga bisa kita dapatkan dalam masalah membela diri dari aksi pencurian, satu sisi ada hukum yang malah menguntungkan para pencuri, dan di sisi lain ada hukum yang menguntungkan para korban.


Contohnya, di Amerika, mereka memperlakukan hukum “Tetap di tempatmu”9, yang mengizinkan tuan rumah untuk menggunakan cara yang mematikan ketika mereka merasa terancam pencurian, hukum ini telah menghasilkan pro dan kontra yang sangat rumit, banyak sekali orang-orang yang berdemo menentang kebijakan tersebut, di negara bagian Connecticut-Amerika, seorang guru memasuki rumahnya lalu ia menemukan seorang yang sedang membawa pisau di tangannya, maka ia pun langsung menembak orang tersebut sampai tersungkur, baru kemudian ia dapati bahwa orang yang ia tembak itu adalah anaknya sendiri.


Di Britania Raya sendiri, masalah membela diri masih menjadi polemik yang sangat rumit, di saat yang bersamaan, perdana menteri David Cameron juga


9 Stand your ground laws


menteri peradilan Chris Grayling10 terus berusaha untuk menetapkan undang-undang yang lebih menyeramkan bagi para pencuri, namun hal itu mendapat perlawanan dari komisi pemeliharaan hak asasi manusia, mereka mengatakan bahwa undang-undang seperti itu tidak diperlukan, Chris Grayling mengatakan:


“Tidak ada satupun dari kita yang mengetahui dengan pasti, apa reaksinya ketika ia mendapatkan seseorang mencuri rumahnya, dan tidak satupun dari kita yang mengetahui perkara menyeramkan apa yang akan kita dapatkan ketika rumah kita dibobol pencuri tengah malam, atau betapa menyeramkannya ketika kita mengetahui bahwa keluarga kita ada di tengah mara bahaya, ketegangan yang dirasakan saat itu membuatmu tidak berfikir apapun melainkan bagaimana caranya menjaga orang-orang yang kita cintai, namun sampai saat ini, kamupun tidak yakin bahwa hukum kelak aka membelamu, dan saya yakin, bahwa para korban akan melakukan sesuatu secara naluri, dan harusnya, kita menganggap mereka yang membela dirinya ini sebagai korban, bukan penjahat, saat ini kita sedang berusaha untuk mengubah sesuatu yang sangat penting, yang disebut “Dua kali serangan dan kamu keluar”11, yaitu jika kau melakukan tindak kekerasan dan pelecehan seksual sebanyak dua kali, maka kau akan langsung dimasukkan ke dalam penjara!! Setelah pemilu yang lalu, kami telah berjanji untuk mengambil langkah dalam mengatur masalah pelanggaran hak asasi manusia yang dilakukan diluar kendali, benar-benar tidak masuk akal, bahwa seorang yang berusaha menyerang masyarakat kami, lalu ia diberi kesempatan untuk kembali ke pengadilan berkali-kali, lalu kita akan dicap tidak menghargai hak asasi manusia, jika kita deportasi ia ke negara asalnya, dan kami tau, bahwa kami tidak bisa menyelesaikan hal ini dengan cara yang kita inginkan, namun kita juga tidak akan bisa menyelesaikannya dengan cara yang kita sekarang lakukan”… “Engkau harus memposisikan dirimu layaknya seorang yang mengambil tindakan untuk menyikapi pencuri yang jahat, dan sudah tentut indakan yang dilakukannya saat itu adalah hasil dari percampuran anatara rasa marah, cemas, dan takut, tidak ada kesempatan baginya untuk bertindak dengan pikiran tenang”.


Dan ini adalah ucapan perdana menteri David Cameron:


“Engkau mungkin bebas melakukan segala sesuatu selama sesuatu tersebut tidak terlalu berlebihan, sebagai contoh, kau tidak bisa menikam seorang pencuri yang


10 Christopher Stephen Grayling, Lord Chancellor and Secretary of State for Justice. http://www.independent.co.uk/news/uk/politics/the-burglar-is-unarmed-you-have-a-knife-so-what-do-you-do-next-8203046.html


11 Two strikes and you are out


sudah kehilangan kesadarannya. Tapi benar, kita harus menetapkan undang-undang yang menguntungkan para tuan rumah, kami katakana kepada mereka: ‘Ketika seorang pencuri sudah membobol kunci rumahmu, dan mengancam keluargamu, maka saat itu ia telah kehilangan segala haknya’”.


Salah satu surat kabar Inggris yang pro akan diberadakannya hukuman berat bagi para pencuri mengatakan:


“Saya yakin bahwa para hakim berlaku lebih lembut kepada para penjahat yang berbahaya, dan saya yakin bahwa masyarakat juga gagal dalam mendukung diberdayakannya hukuman yang lebih berat bagi para pencuri. Engkau mungkin akan mendapat hukuman yang beras ketika melakukan kesalahan yang kecil seperti mengemudi dengan kecepatan tinggi atau sebagainya, namun ada kejahatan-kejahatan yang parah, akan tetapi tidak mendapat hukuman berat yang sesuai”12.


12 http://www.telegraph.co.uk/news/politics/conservative/9595589/David-Cameron-when-a-burglar-invades-your-home-they-give-up-their-rights.html


• Antara Poligami, Pacar Simpanan, dan Gonta-Ganti Pasangan


• Poligami dan Pacar Simpanan menurut Hukum Buatan Manusia.


• Perbedaan antara Istri Kedua dan Pacar Kedua.


• Gonta-Ganti Pasangan menurut Hukum Buatan manusia.


• Poligami menurut Agama Yahudi dan Kristen.


• Poligami menurut Agama Islam.


Syariat Islam membolehkan seorang laki-laki untuk memiliki istri lebih dari satu dalam rangka menjaga stabilitas di tengah masyarakat dan keluarga, adapun hukum buatan manusia, mereka membolehkan seorang memiliki pacar lebih dari satu dalam rangka menghancurkan stabilitas keluarga dan masyarakat, kami akan sebutkan –dengan izin Allah– perbedaan antara poligami dalam syariat Islam dan hukum buatan manusia, supaya kita bisa melihat, mana hukum yang sesuai dengan fitrah manusia, juga lebih menjaga hak dan martabat perempuan.


Islam adalah agama satu-satunya yang menjelaskan tentang poligami, Allah ta’ala berfirman:





“Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga, atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.” (QS AnNisaa: 3).


Adapun dalam agama lainnya, poligami merupakan perkara yang diperbolehkan tanpa ada batasan apapun. Sebelum kita melihat bagaimana sikap agama lain menganai poligami, mari sama-sama kita lihat bagaimana pioligami menurut hukum buatan manusia.


Poligami dan memiliki pacar lebih dari satu (selingkuhan) memiliki makna umum yang sama, yaitu bahwa seorang laki-laki bisa jadi membutuhkan perempuan lebih dari satu untuk beberapa sebab yang mungkin nanti akan kami sebutkan, akan tetapi hasil akhirnya adalah salah satu, entah seorang laki-laki


memiliki istri pertama, kedua, dan seterusnya, atau seorang laki-laki memiliki satu istri, juga memiliki selingkuhan pertama, kedua, dan seterusnya!! Dari perspektif hukum, beberapa hukum buatan manusia menganggap illegal poligami, karena menurut mereka hal itu tidak sesuai dengan akhlak terpuji, namun secara bersamaan mereka melegalkan perselingkuhan, bahkan melegalkan perzinahan dan pelacuran!! Maksudnya, apabila seorang laki-laki menikah dengan wanita lain, lalu hal tersebut diketahui oleh pengadilan, maka laki-laki tadi akan dianggap melakukan kejahatan seksual dan dipenjara, adapun jika ia berselingkuh, bahkan sampaipun ia mendapat keturunan tidak sah dari selingkuhannya itu, maka tidak jadi masalah, dia tidak dianggap bersalah dan tidak pula dihukum, karena menurut mereka ini bukanlah kesalahan ataupun akhlak yang buruk, akan tetapi itu adalah kebebasan individu, dan berpikiran terbuka!! Perlu diketahui, bahwa perbedaan antara poligami dengan selingkuh hanyalah surat nikah yang fungsinya menjaga hak istri kedua selama berada di dalam hubungan pernikahan, tanpa adanya surat nikah, selingkuhan hanya sebatas pasangan yang tidak memiliki hak sama sekali di mata hukum!! Apakah memang hukum benar-benar melarang seorang laki-laki untuk memiliki perempuan kedua, baik istri ataupun selingkuhan, atau yang mereka larang adalah surat nikah tadi, yang berfungsi mengikat laki-laki tadi dengan istri keduanya dan menjamin segala hak sang istri?!! Atau dengan kata lain, sebenarnya yang dilarang itu memiliki perempuan lain, baik istri ataupun selingkuhan, atau yang dilarang adalah memiliki surat nikah kedua?! Jika poligami dilarang karena seorang laki-laki tidak boleh memiliki perempuan lebih dari sati, maka sudah seharusnya memiliki selingkuhanpun dilarang!! Bahkan mayoritas laki-laki di negara-negara barat saat ini, menolak pernikahan dan lebih memilih untuk hidup tanpa ada ikatan dengan satu perempuan, sehingga ia bisa bergonta-ganti pacar setiap beberapa bulan, ia melakukan hubungan dengan pacarnya layaknya pasangan suami istri tanpa adanya ikatan, apakah hukum buatan manusia menanggulangi hal seperti ini dan menganggapnya sebagai kejahatan?!! Atau malah hal ini mereka anggap sebagai kebebasan individu, dimana seorang laki-laki bebas menggauli perempuan manapun tanpa ada batasan tertentu?! Yang lebih parah lagi, hukum buatan manusia telah melegalkan status pelacur, mereka menyediakan tempat-tempat lokalisasi yang dilegalkan oleh negara, mereka menyediakan tempat bagi wanita-wanita yang siap melayani nafsu laki-laki yang ingin mengkhianati istrinya, setiap wanita pelacur tadi mendapat surat izin resmi dari negara untuk melakukan praktek pelacuran, mereka juga diwajibkan membayar pajak tiap tahun, layaknya penduduk biasa!! Hal seperti banyak sekali tersebar di negara-negara yang melarang poligami, bahkan di tidak ada satupun


jalan di negara tersebut yang luput dari tempat pelacuran!! Maka di sini kami katakana, bahwa poligami juga termasuk kebebasan individu, jika memang itu yang ingin diberikan oleh negara-negara barat, apalagi jika kita mengetahui, bahwa poligami tidak dilakukan melainkan setelah adanya izin dari kedua belah pihak, sebagaimana perselingkuhan juga terjadi karena kerelaan dari kedua belah pihak, akan tetapi hakikatnya mereka hanya memerangi segala sesuatu yang berbau Islami, maha benar Allah yang telah berfirman:





“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk Allah Itulah petunjuk (yang benar)". dan Sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, Maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS alBaqarah: 120).


Seorang laki-laki yang ingin menikahi istri kedua akan berfikir mengenai tanggung jawab besar yang akan dipikulnya karena pernikahan ini, mulai dari memenuhi hak-hak istri kedua, baik materi ataupun spiritual, adapun jika seorang laki-laki memiliki pacar kedua (selingkuhan), maka akan sangat mudah baginya, karena ia mengatahui bahwa selingkuhannya itu akan hidup tanpa memiliki ikatan atau hak apapun, begitu dengan anaknya jika ia sampai hamil!! Hal ini bisa membuka pintu kerusakan dan keburukan di tengah masyarakat, karena seorang laki-laki bisa seenaknya berpindah dari satu perempuan ke perempuan lain hanya untuk melampiaskan nafsunya, setelah itu ia akan mencari perempuan lain, yang hakikatnya adalah korban lain yang akan dihancurkankan rasa cinta, perasaan, dan masa depannya!! Biasanya laki-laki macam ini selalu membohongi pasangannya dengan iming-iming ingin menikahinya, hanya saja saat ini undang-undang yang berlaku masih menghalanginya, karena melarang poligami, dan ia berjanji akan meninggalkan istrinya demi bisa menikahi perempuan itu, jika ia bisa berkhianat kepada istrinya, bukankah akan lebih mudah lagi ia berdusta kepada selingkuhannya?!


Perlu diketahui, bahwa perbuatan seperti ini bisa menghasilkan efek buruk bagi laki-laki itu sendiri, kehidupannya akan menjadi sempit layaknya para penjahat yang selalu bersembunyi agar tidak diketahui istrinya, perilaku seperti ini menunjukkan bahwa yang dikerjakannya itu salah, karena jika yang ia lakukan benar, tentu ia tidak akan menutup-nutupinya!! Hal ini juga berefek buruk bagi perempuan, karena perempuan yang rela dijadikan selingkuhan bagi laki-laki yang sudah menikah, selamanya tidak akan mendapat perlakuan layaknya seorang istri, ia akan berada di posisi lebih rendah, karena ia pun menyadari, bahwa ia berhubungan dengan laki-laki yang merupakan suami bagi perempuan lain, sehingga ia tidak bisa merasakan kehidupan sewajarnya, baik di dalam, maupun di luar, ia tidak bisa menikmati saat-saat berjalan bersama pasangannya karena tidak ingin ada seorangpun yang melihat mereka, begitu juga jiwanya tidak akan merasa tenang baik psikis ataupun perasaan, karena merasa terancam akan ditinggal pasangannya suatu saat nanti ketika ia sudah merasa bosan.


Perkara lainnya yang tidak diperhatikan oleh hukum buatan manusia, atau pura-pura tidak tau, bahwa poligami ditetapkan semata-mata demi kebaikan sang istri, melebihi kebaikan sang laki-laki, karena jumlah perempuan di dunia ini lebih banyak dari pada jumlah laki-laki karena beberapa sebab:


1. Angka kelahiran: menurut sensus yang dilakukan di bebarap negara, angka kelahiran anak perempuan lebih banyak dari pada anak laki-laki.


2. Angka kematian: angka kematian laki-laki sangat tinggi karena peperangan, seperti perang dunia pertama dan kedua, juga peperangan yang terjadi antara negara-negara dari waktu ke waktu, begitu juga kecelakaan lalu lintas yang mayoritas korbannya dari laki-laki, atau kematian di usia muda yang lebih banyak menimpa laki-laki dari pada perempuan.


3. Keenggana laki-laki untuk menikah: karena tidak ingin mengemban tanggung jawab rumah tangga, atau karena kelainan, dimana banyak laki-laki yang tersebar di negara-negara maju yang memiliki kelainan seksual, atau karena memilih menjadi pendeta, yang mana banyak sekali laki-laki nashrani yang memilih untuk hidup membujang tanpa menikah.


4. Penjara: dimana angka narapidana laki-laki lebih banyak dari pada perempuan.


Semua sebab inilah yang membuat seorang wanita kesulitan untuk mencari laki-laki yang siap menemani hidupnya, ditambah lagi hukum yang berlaku melarang poligami, yang membuat para perempuan harus puas hanya dengan


menjadi selingkuhan saja demi mendapat pasangan, walaupun pasangannya itu merupakan suami bagi orang lain!! Harusnya hukum buatan manusia melegalkan poligami demi menghargai kebebasan individu, umumnya pernikahan itu tidaklah terjadi melainkan atas keridhaan kedua belah pihak, melarang poligami pada hakikatnya mencoreng kebebasan individu yang selalu digembar-gomborkan oleh negara-negara itu sendiri.


Jika seorang berkata kepada perempuan yang tidak bisa mendapatkan pasangan padahal ia ingin sekali menikah dengan seorang laki-laki yang sudah memiliki istri, baik perempuan itu beragama Kristen, Yahudi, Islam, atau Budha, bahwa poligami adalah perkara yang tidak baik secara moral, dan lebih baik baginya menjadi perawan tua tanpa suami, dan terhalang dari haknya di dunia ini layaknya perempuan yang sudah menikah, maka pasti perempuan itu akan menjawab: “Lalu urusanmu apa? Jika kamu tidak ingin berpoligami atau menurutmu poligami itu buruk, itu urusanmu sendiri, jangan paksa orang lain untuk mengikuti pendapatmu, yang ingin poligami silahkan, dan yang ingin menikah dengan satu pasangan saja silahkan!!”.


Saat ini banyak tersebar perbuatan gonta-ganti pasangan di negara-negara maju, dimana dua orang laki-laki saling bertukar istri, masing-masing dari keduanya menggauli istri sahabatnya, atau seorang laki-laki menggauli istrinya bersamaan dengan istri orang lain, kemudian setelahnya laki-laki kedua menggauli istri orang tadi dan istrinya secara bersamaan, hal ini disebabkan, sebagaimana yang disebutkan oleh banyak suami, oleh keinginan mereka untuk bertukar suasana dan bertukar hasrat seksual demi mengeratkan hubungan pertemanan antara sesama mereka. Seorang penulis bernama “Curtis Bergstand” mengatakan dalam bukunya “Pertukaran Istri di Amerika”, bahwa kebiasaan ini banyak tersebar di kalangan angkatan udara pada perang dunia kedua, dimana saat itu angka kematian para pilot sangatlah tinggi, dan mereka telah membuat perkumpulan antara sesama mereka untuk mempererat hubungan kekeluargaan supaya lebih baik, dengan demikian para pilot tadi akan bertanggung jawab atas pasangan temannya ketika temannya itu hilang atau meninggal, dan perkara ini sampai kepada hubungan seksual juga, dan diantara bentuk pertukaran istri yang


banyak tersebar di masyakarat sipil Amerika, sesuatu yang dikenal dengan sebutan “Club Keys” (Klub Kunci), dimana para suami akan melempar sembarang kunci rumah mereka, lalu para istri akan memilih secara sembarang kunci-kunci tersebut, dengan cara ini para perempuan bisa menghabiskan malam bersama si pemilik kunci13. Telah tersebar di situs media CNN, pada tanggal 15 september 2011 bahwa jumlah pasangan yang melakukan pertukaran pasangan mencapai 15 juta orang!! Dan saat ini banyak tersebar perkumpulan internasional yang mendukung hal ini, begitu juga dengan klub-klub dan perkumpulan khusus bagi yang ingin melakukan hal tersebut, dimana seorang laki-laki dilarang masuk ke dalam perkumpulan tersebut kecuali bersama istrinya, adapun wanita, boleh masuk walau tanpa suaminya, di dalamnya sudah disediakan ruangan-ruangan khusus untuk berhubungan seks, seorang laki-laki setelah ia berhubungan dengan istri orang lain, boleh berhubungan dengan istri orang yang lainnya di malam yang sama, begitu juga dengan istrinya, ia bisa berhubungan seks bersama lebih dari satu laki-laki secara bergiliran!! Tentunya hal seperti ini tidak dianggap sebagai kejahatan menurut hukum buatan manusia, mereka menganggapnya sebagai kebebasan seksual individu, bahkan mengganggapnya sebagai perbuatan yang wajar jika seorang pilot menggauli pasangan pilot yang lain demi memuaskan hasrat seksualnya, adapun poligami, mereka menganggapnya sebagai kejahatan!! Jika ada seorang pilot yang menikahi istri temannya yang sudah meninggal, niscaya hal itu akan dianggap sebagai kejahatan, ia akah dipenjara dengan tuduhan telah berpoligami!!! Sungguh ini adalah moral yang terbalik!!


Biasanya, tidak satu Nabi pun yang disebut dalam kitab suci kecuali ia memiliki istri lebih dari satu, contohnya Nabi Sulaiman, Daud, Ibrahim, Ya’qub, dll alaihumus shalatu was salam, pernah diceritakan tetang Nabi Sulaiman alaihis salam dalam kitab Raja-Raja I (11/3): “Ia mempunyai tujuh ratus istri dari kaum bangsawan dan tiga ratus gundik”.


Dan disebutkan dalam kitab Ulangan (21/15): “Apabila seorang mempunyai dua orang istri, yang seorang dicintai dan yang lain tidak dicintainya..”


13 Swinging in America: Love, Sex, and Marriage in the 21st Century, Curtis R. Bergstrand, Jennifer Blevins Sinski.


Kitab Keluaran (21/10): “Jika tuannya itu mengambil perempuan lain, ia tidak boleh mengurangi makanan perempuan itu, pakaiannya dan persetubuhan dengan dia”.


Tidak ada satupun ayat di dalam kitab suci, baik perjanjian lama ataupun baru, yang mengharamkan poligami, bahkan tidak pula ada yang membatasi jumlah istri!! Dan diantara dalil dari perjanjian baru yang membolehkan poligami:


Dalam Timotius I (3/ 1-2 & 12):


“Benarlah perkataan ini: "Orang yang menghendaki jabatan penilik jemaat menginginkan pekerjaan yang indah." Karena itu penilik jemaat haruslah seorang yang tak bercacat, suami dari satu istri, dapat menahan diri, bijaksana, sopan, suka memberi tumpangan, cakap mengajar orang… Diaken haruslah suami dari satu istri dan mengurus anak-anaknya dan keluarganya dengan baik.”


Dalam keterangan ini disebutkan bahwa seluruh orang boleh berpoligami kecuali orang yang ingin menjadi uskup atau diaken. Seorang penulis bernama Matilda Joslyn menyebutkan dalam bukunya “Women, Church, and State”14:


“Bukankah ini bukti yang sangat jelas dari ucapan Paulus, bahwa diantara syarat seorang uskup adalah seorang laki-laki yang beristri satu, dan poligami adalah perkara yang diperbolehkan di masa-masa awal gereja, dengan izin dari para Rasul pengikut Yesus Kristus?! Jika demikian, lantas mengapa ukurang yang diakui sekarang berbeda dengan yang diakui oleh para Rasul itu sendiri?!”


Beberapa orang Kristen membawakan dalil diharamkannya poligami dari perjanjian baru, seperti:


Injil Markus (10/2-12):


“Maka datanglah orang-orang Farisi, dan untuk mencobai Yesus mereka bertanya kepada-Nya: "Apakah seorang suami diperbolehkan menceraikan istrinya?" Tetapi jawab-Nya kepada mereka: "Apa perintah Musa kepada kamu?" Jawab mereka: "Musa memberi izin untuk menceraikannya dengan membuat surat cerai." Lalu kata Yesus kepada mereka: "Justru karena ketegaran hatimulah maka Musa menuliskan perintah ini untuk kamu. Sebab pada awal dunia, Allah


14 Matilda Joslyn Gage, ‘‘Women, Church and State’’, Chapter VII, Polygamy, hal: 404.


menjadikan mereka laki-laki dan perempuan, sebab itu laki-laki akan meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya itu menjadi satu daging. Demikianlah mereka bukan lagi dua, melainkan satu. Karena itu, apa yang telah dipersatukan Allah, tidak boleh diceraikan manusia." Ketika mereka sudah di rumah, murid-murid itu bertanya pula kepada Yesus tentang hal itu. Lalu kata-Nya kepada mereka: "Barangsiapa menceraikan istrinya lalu kawin dengan perempuan lain, ia hidup dalam perzinahan terhadap istrinya itu. Dan jika si istri menceraikan suaminya dan kawin dengan laki-laki lain, ia berbuat zinah.”


Injil Lukas (16/14-18):


“Semuanya itu didengar oleh orang-orang Farisi, hamba-hamba uang itu, dan mereka mencemoohkan Dia. Lalu Ia berkata kepada mereka: "Kamu membenarkan diri di hadapan orang, tetapi Allah mengetahui hatimu. Sebab apa yang dikagumi manusia, dibenci oleh Allah. Hukum Taurat dan kitab para Nabi berlaku sampai kepada zaman Yohanes; dan sejak waktu itu Kerajaan Allah diberitakan dan setiap orang menggagahinya berebut memasukinya. Lebih mudah langit dan bumi lenyap dari pada satu titik dari hukum Taurat batal. Setiap orang yang menceraikan istrinya, lalu kawin dengan perempuan lain, ia berbuat zinah; dan barangsiapa kawin dengan perempuan yang diceraikan suaminya, ia berbuat zinah.”


Injil Matius (5/31-32):


“Telah difirmankan juga: Siapa yang menceraikan istrinya harus memberi surat cerai kepadanya. Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang menceraikan istrinya kecuali karena zinah, ia menjadikan istrinya berzinah; dan siapa yang kawin dengan perempuan yang diceraikan, ia berbuat zinah.”


Sebagaimana yang kita lihat dari ketiga dalil tadi, bahwa masing-masing dalil berbicara tentang perceraian, bukan poligami, dan ungkapan “Sebab pada awal dunia, Allah menjadikan mereka laki-laki dan perempuan”, maksudnya adalah Adam dan Hawa yang diungkapkan dengan lafadz yang umum, di situ tidak dikatakan bahwa poligami terlarang dari sejak awal mula penciptaan, karena hal ini bertentangan dengan yang bisa didapat dalam keterangan-keterangan lainnya yang ada di kitab suci, khususnya yang berkaitan dengan para Nabi, oleh karena itu, dalil-dalil ini tidak bisa dijadikan bukti akakn keharaman poligami,



Tulisan Terbaru

Menjaga Shalat dan Kh ...

Menjaga Shalat dan Khusyuk dalam Melaksanakannya

Menjampi Air Termasuk ...

Menjampi Air Termasuk Ruqyah Yang Syar'i