Artikel




Sebagaimana yang tadi kita sampaikan, bahwa syariat Islam adalah hukum yang telah ditetapkan oleh Allah dan diturunkan untuk para manusia, mulai dari hukum yang mengatur hubungan antara manusia dengan Allah ta’ala, dan hubungan antara mereka dengan segala sesuatu yang ada di sekitar mereka, mulai dari manusia, hewan, dan lingkungan hidup, diantara hukum-hukum tersebut ada yang mengatur masalah ibadah, ada yang mengatur masalah hubungan ekonomi, perdagangan, sosial, dan hukum-hukum yang mengatur asas yang dibangun diatasnya sebuah negara, juga mengatur peran kekuasaan legislatif, kehakiman, dan eksekutif.


Tujuan syariat Islam (Maqashid Syariah) maksudnya adalah tujuan yang ingin dicapai dan menjadi alasan adanya hukum Islam, tujuan ini adalah alasan mengapa ditetapkannya suatu hukum dan hukuman, diantara tujuan umum dari syariat agama Islam adalah:


1. Menjaga Agama.


Sesungguhnya menjaga agama merupakan tujuan syariat Islam yang paling penting, Allah ta’ala berfirman:





“Dan Tuhanmu telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain Dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya.” (QS alIsraa:23).


Syariat Islam telah menetapkan balasan yang sangat besar bagi orang yang membantu manusia untuk menjaga agama mereka, baik dengan cara mengajarkan agama ini, Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:


“Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari alQuran dan mengajarkannya”. (HR Bukhari).


Mendirikan bangunan yang digunakan sebagai tempat berkumpulnya manusia untuk mempelajari perkara-perkara agama mereka, seperti membangun masjid-masjid, untuk tempat beribadah dan belajar, Beliau صلى الله عليه وسلم


bersabda:


“Barang siapa yang membangun satu masjid karena Allah, walaupun sebesar sarang burung bertelur, maka Allah akan bangunkan baginya rumah di surga”. (HR Ibnu Hibban).


Menjaga agama merupakan kewajiban yang paling wajib dalam agama Islam, oleh karena itu agama Islam senantiasa mewujudkannya melalui hal berikut:


• Menutup segala kemungkinan yang akan mengakibatkan gangguan eksternal yang bertujuan memperburuk citra Islam.


• Mengharamkan dan memerangi segala bentuk penistaan agama Islam di dalam satu negara, contohnya, orang-orang yang ingin menistakan agama Islam atau kemuliaan Nabi kaum Muslimin صلى الله عليه وسلم


melalui gambar-gambar karikatur, dengan alasan kebebasan berpendapat dan sebagainya, kebebasan berpendapat bukan berarti bebas mencela, menghujat, dan menistakan agama dan ras.


• Mengharamkan dan memerangi segala bentuk bid’ah dalam agama, hal itu karena agama ini telah sempurna, tidak perlu lagi ditambah, Allah ta’ala berfirman:





“Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu menjadi agama bagimu.” (QS alMaidah: 3).


Maka barang siapa yang menambahkan perkara-perkara baru dalam agama Islam, maka ia telah memasukkan sesuatu yang bukan termasuk darinya, dan bid’ah merupakan wasilah (sarana) menghancurkan agama, oleh karena itu Allah ta’ala berfirman:





“Maka siapakah yang lebih dzalim daripada orang-orang yang membuat-buat dusta terhadap Allah untuk menyesatkan manusia tanpa pengetahuan?


Sesungguhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (QS alAn’aam: 144).


2. Menjaga Jiwa.


Allah ta’ala telah menciptakan jiwa manusia, dan mengharamkan segala hal yang mengganggu mereka, baik gangguan yang berasal dari individu kepada dirinya sendiri, Allah ta’ala berfirman:





“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.” (QS anNisaa: 29).


Atau gangguan yang ia berikan kepada orang lain, baik orang yang beriman ataupun orang kafir, Allah ta’ala berfirman:





“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar.” (QS alIsraa: 33).


Barang siapa yang membunuh orang lain dengan sengaja, maka ia akan dijatuhi qishash oleh hakim, dan pintu maaf masih bisa terbuka dari wali korban sehingga mereka boleh menggagalkan vonis tersebut, berdasarkan firman Allah ta’ala:








”Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishaash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka Barangsiapa yang mendapat suatu pema'afan dari saudaranya, hendaklah (yang mema'afkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi ma'af) membayar (diat) kepada yang memberi ma'af dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, Maka baginya siksa yang sangat pedih.” (QS alBaqarah: 178).


3. Menjaga Akal.


Allah telah memberikan kelebihan kepada manusia atas seluruh makhluk yang lain dengan nikmat akal, dan syariat Islam mewajibkan hukum-hukum yang dengannya kenikmatan tersebut akan senantiasa terjaga, lantas ia mengharamkan segala sesuatu yang akan membahayakan ataupun menghilangkannya, seperti khamr (minuman keras), dan narkoba yang akan menghilangkan dan merusak akal, Allah ta’ala berfirman:





“Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala, mengundi nasib dengan panah, adalah termasuk perbuatan syaitan. Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS alMaidah: 90).


Dalam agama Islam, khamr disebut sebagai induknya keburukan, saking besarnya bahaya yang bisa ditimbulkan melaluinya, baik atas individu ataupun masyarakat pada umumnya, ia merupakan kepala segala keburukan dan awal dari segala kejelekan.


4. Menjaga Harta.


Harta adalah modal kehidupan, Allah menjadikannya sebagai sarana pokok untuk menjaga kehidupan, dengannya kemashlahatan bisa diraih, rizki pun bisa didapatkan, sehingga seorang bisa memiliki makanan, pakaian, meraih pendidikan, dan tempat tinggal, Allah ta’ala telah menjelaskan jalan-jalan yang telah disyariatkan untuk mendapatkan harta, mengembangkannya, dan kemana ia harus dikeluarkan, oleh karena itu Allah mengharamkan segala sesuatu yang akan menghancurkan dan menghilangkan harta di jalan yang tidak dibenarkan, juga mengharamkan segala bentuk penindasan dan memakan harta manusia dengan cara yang batil, baik dengan cara riba, sogok menyogok, mencuri, berjudi, dan taruhan, Allah berfirman:





“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil.” (QS anNisaa: 29).


Atau mengeluarkan harta ke jalan yang akan merugikan seorang, baik dirinya sendiri, atau orang lain, atau mengeluarkan harta secara berlebihan tanpa ada keperluan, juga mewajibkan dalam harta tersebut hak-hak yang harus diberikan kepada orang lain, baik kerabat, demi menjaga silaturrahmi, atau kepada yang lainnya dalam bentuk sedekah dan kebaikan, Allah ta’ala berfirman:





“Dan berikanlah kepada keluarga-keluarga yang dekat akan haknya, kepada orang miskin dan orang yang dalam perjalanan dan janganlah kamu menghambur-hamburkan (hartamu) secara boros. Sesungguhnya pemboros-pemboros itu adalah saudara-saudara syaitan dan syaitan itu adalah sangat ingkar kepada Tuhannya.” (QS alIsraa: 26-27).


5. Menjaga Keturunan.


Agama Islam mengharamkan segala sesuatu yang akan mengakibatkan kacaunya garis keturunan seperti zina, Allah ta’ala berfirman:





“Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.” (QS alIsraa: 32).


Sebagaimana agama Islam juga mengharamkan segala sesuatu yang akan mengakibatkan berhenti atau terputusnya garis keturunan seperti homoseksual atau lesbianisme, Allah berfirman:





“Dan di antara manusia ada orang yang ucapannya tentang kehidupan dunia menarik hatimu, dan dipersaksikannya kepada Allah (atas kebenaran) isi hatinya, padahal ia adalah penantang yang paling keras, dan apabila ia berpaling (dari


kamu), ia berjalan di bumi untuk mengadakan kerusakan padanya, dan merusak tanam-tanaman dan binatang ternak, dan Allah tidak menyukai kebinasaan.” (QS alBaqarah: 204-205).


Agama Islam menetapkan hukuman-hukuman tertentu demi menjaga undang-undang yang telah diturunkan Allah demi mengatur kehidupan manusia, dan demi memastikan setiap manusia mempraktekkan hukum tersebut dan menghargainya,maka ditetapkanlah undang-undang yang mengatur balasan berupa hukuman bagi orang yang menyelisihi undang-undang tersebut, maka Allah pun menetapkan hudud (hukuman), dan hal itu tidaklah ditetapkan dalam Islam, melainkan demi menjaga kebenaran, banyak orang yang tidak bisa membedakan antara syariat Islam dan hudud, mereka mengira bahwa syariat Islam hanya berisi hudud (hukuman) saja, seperti memotong tangan pencuri, membunuh seorang pembunuh, dll, pemikiran ini sangat keliru, karena hudud (hukuman) adalah perlakuan yang akan diberikan kepada seorang yang melanggar syariat Islam untuk menjaga syariat tersebut dan memastikan bahwa tidak ada seorangpun yang melanggarnya, dengan menegakkan hukuman ini, keberlangsungan hidup manusia akan terjaga, begitu juga dengan jiwa, harta, kehormatan, dan akal mereka, hukuman ini merupakan jaminan terjaganya kehidupan manusia, layaknya sebuah benteng yang melindungi suatu kota dari gangguan yang ada di luarnya, baik para pencuri yang ingin merampok kekayaannya, dan mengganggu para penduduk yang ada di dalamnya, dan maha benar Allah yang berfirman:





“Dan dalam qishaash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, Hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS alBaqarah: 179).


Perlu diketahui, bahwa hudud (hukuman) bukanlah perkara yang baru ada di syariat Islam saja, bahkan Allah juga pernah menetapkan hukuman-hukuman di syariat-syariat langit lainnya, Allah pernah menetapkan hudud di dalam kitab Taurat yang diturunkan kepada Nabi Musa عليه السلام , Allah berfirman:





“Sesungguhnya Kami telah menurunkan kitab Taurat di dalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), yang dengan kitab itu diputuskan perkara orang-orang Yahudi oleh Nabi-Nabi yang menyerah diri kepada Allah, oleh orang-orang alim mereka dan pendeta-pendeta mereka, disebabkan mereka diperintahkan memelihara Kitab-Kitab Allah dan mereka menjadi saksi terhadapnya. karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir, dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, Maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang zalim.” (QS alMaidah: 44-45).


Allah juga memerintahkan untuk menegakkan hudud di dalam kitab Injil yang diturunkan kepada Nabi Isa عليه السلام , Allah berfirman:





“Dan Kami iringkan jejak mereka (Nabi-nabi Bani Israil) dengan Isa putera Maryam, membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu: Taurat. Dan Kami telah memberikan kepadanya kitab Injil sedang didalamnya (ada) petunjuk dan cahaya (yang menerangi), Dan membenarkan kitab yang sebelumnya, yaitu kitab Taurat. Dan menjadi petunjuk serta pengajaran untuk orang-orang yang bertakwa, dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah didalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, Maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS alMaidah: 46-47).


Siapa yang Mengemban Tugas untuk Menegakkan Hudud (Hukuman)?


Perkara menegakkan dan mempraktekkan hudud atas orang yang melanggar syariat, dengan cara melakukan kemaksiatan yang mengharuskannya menerima hukuman diemban oleh seorang pemimpin yang Muslim, atau orang yang mewakilinya, masyarakat umum tidak memiliki hak untuk menegakkan hudud tersebut, karena agama Islam adalah agama yang teratur, bukan agama yang serampangan, tidak pernah ada hukuman yang ditegakkan di zaman Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم melainkan dengan izin dari beliau, karena beliaulah yang mengemban tanggung jawab sebagai pemimpin saat itu, maka para pemimpin yang datang setelah beliau memiliki tangung jawab yang sama, Allah subahanahu wa ta’ala berfirman:





“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan mushibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik.” (QS alMaaidah: 49).


Perkara-Perkara yang Bisa Menggugurkan Hudud (hukuman)


1. Mundur dari pengakuan


Jumhur (Abu Hanifah, Syafi’I, dan Ahmad) berpendapat, bahwa seorang yang mundur dari pengakuannya mengenai satu kejahatan bisa diterima, dan hukumannya pun digugurkan, dan ketika ia kabur dibiarkan dengan harapan ia akan kembali5.


Ma’iz bin Malik رضي الله عنه , seorang yatim yang ada di bawah pengawasan Hazzal alAslami رضي الله عنه , pernah berzina dengan seorang budak wanita yang


5 Shahih Fiqih Sunnah (4/8).


ada di kampungnya, maka Hazzal رضي الله عنه pun memerintahkannya untuk menemui Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم dan mengakui dosanya, setelah Ma’iz mengakui perbuatannya dan mengulangi pengakuannya sebanyak empat kali, Nabi صلى الله عليه وسلم pun memerintahkan untuk menegakkan had (hukuman) atasnya, namun ketika hukuman tersebut sedang dilakukan, ia merasa takut, lantas ia pun kabur, namun dihentikan oleh Abdullah bin Unais, dan mereka pun kembali menegakkan hukuman atasnya, ketika kisah itu diceritakan kepada Nabi صلى الله


عليه وسلم , beliau bersabda: “Tidakkah kalian tinggalkan ia, mungkin saja ia bertaubat, dan Allah pun menerima taubatnya, wahai Hazzal, jika engkau menutupi aibnya dengan pakaianmu, maka itu lebih baik bagimu dari pada apa yang telah engkau lakukan”. (HR Ahmad, Abu Dawud, Hakim dan dishahihkan oleh alAlbani), dan Hazzal adalah orang yang menyuruh Ma’iz untuk mendatangi Nabi صلى الله عليه وسلم dan mengakui dosanya, sedangkan sabda beliau: “Jikalau engkau menutupi aibnya dengan pakaianmu”, merupakan kinayah agar ia menjaga Ma’iz supaya tidak mengakui kesalahannya sehingga ia tidak sampai menerima hukuman, alBaji mengatakan: “Menutupi aibnya dengan cara memerintahkannya untuk bertaubat dan merahasiakan kesalahnnya, adapun penyebutan pakaian dalam sabda tadi sebagai bentuk hiperbola”.


2. Syubhat.


Hukuman tidaklah ditegakkan hanya karena perasangka, ketika ada syubhat, maka hukuman pun ditangguhkan, Umar bin Khattab berkata: “Sungguh menangguhkan suatu hukuman lantaran sebuah syubhat, lebih aku cintai dari pada harus menegakkannya hanya karena syubhat”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah), oleh karena itu, barang siapa yang mencuri sebuah harta, karena ia mengira dirinya memiliki hak dalam harta tersebut, maka hukuman tidak bisa ditegakkan atasnya.


3. Taubat.


Jika seorang yang melakukan kesalahan telah bertaubat sebelum ia ditangkap, maka hukuman akan digugurkan darinya, adapun jika ia bertaubat setelah ia ditangkap, maka hukuman tetap akan ditegakkan, Allah berfirman:





“Kecuali orang-orang yang taubat (di antara mereka) sebelum kamu dapat menguasai (menangkap) mereka; maka ketahuilah bahwasanya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS alMaaidah: 34).


Taubat yang dimaksud dalam ayat ini adalah taubat yang berkaitan dengan para begal (hukuman karena memerangi orang yang tidak berhak diperangi), dan hukuman karena murtad (keluar dari agama Islam), ini yang disepakati oleh para fuqaha. Adapun hukuman-hukuman lainnya, seperti zina, dan mencuri, maka ada dua pendapat dalam masalah ini, pendapat pertama mengatakan bahwa hukuman akan gugur jika orang yang melakukannya bertaubat sebelum tertangkap, adapun pendapat kedua mengatakan bahwa taubat sebelum ditangkap tidak menggugurkan hukuman. Adapun hukuman yang ditetapkan karena qadzaf (menuduh orang lain berzina), para fuqaha sepakat bahwa hukumannya tidak bisa digugurkan, baik pelakunya sudah atau belum ditangkap, dalam masalah ini perlu penjelasan lebih dalam lagi, bagi siapa yang ingin mencari tau lebih jauh, maka ia bisa merujuk ke buku-buku fiqih Islam dalam masalah ini.


4. Mundur dari Kesaksian.


Apabila saksi mundur dari persaksiannya setelah jatuhnya vonis dan sebelum eksekusi, maka hal itu bisa menggugurkan hukuman dari terdakwa.


5. Interferensi.


Jika satu kesalahan yang sama terjadi berulang kali sebelum ditegakkannya hukuman, (contohnya mengulangi pencurian sebelum ditangkap), maka cukup menegakkan satu kali hukuman saja.


Kondisi-Kondisi yang mewajibkan untuk Diterapkannya Suatu Hukuman6


1. Taklif (Berakal dan Baligh).


Hudud tidak bisa ditegakkan atas anak kecil, orang gila, dan idiot, berdasarkan sabda Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم :


“Pena catatan amal diangakat dari tiga orang: dari orang gila yang kehilangan akalnya sampai ia sembuh, dari orang tidur sampai ia terbangun, dan dari anak


6 Disarikan dari Shahih Fiqih Sunnah (4/13).


kecil sampai ia baligh.”, (HR Ahmad, Abu Dawud, Hakim, dan dishahihkan oleh alAlbani).


2. Kesalahan yang Dilakukan atas Keinginan Sendiri Tanpa Adanya Paksaan.


Allah ta’ala berfirman:





“Barangsiapa yang kafir kepada Allah sesudah Dia beriman (dia mendapat kemurkaan Allah), kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman (dia tidak berdosa), akan tetapi orang yang melapangkan dadanya untuk kekafiran, maka kemurkaan Allah menimpanya dan baginya azab yang besar.” (QS anNahl: 106).


3. Sehat dan Memiliki Kemampuan.


Hudud tidak akan ditegakkan atas orang sakit ataupun lemah sampai ia sehat.


4. Mengetahui Bahwa yang Ia Kerjakan Merupakan Perkara yang Haram.


Disunnahkan Untuk Menutupi Aib Seorang Muslim7


Barang siapa yang mendapati saudaranya sesama Muslim melakukan suatu kemaksiatan, maka ia memiliki pilihan untuk melaporkan hal tersebut ikhlas karena Allah, atau menutupi aib saudaranya sesama Muslim, dan yang kedua inilah yang paling baik, (perlu penjelasan lebih panjang berkaitan dengan hal ini, bagi yang ingin mencari tau lebih banyak bisa merujuk ke buku-buku fiqih Islam), Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم bersabda:


“Barang siapa yang menutupi aib seorang Muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan di akhirat.” (HR Muslim).


Syubhat bahwa Hukuman dalam Islam Keji


7 Shahih Fiqih Sunnah (4/20).


Media-media barat banyak memberitakan bahwa hukuman yang ditetapkan Islam bagi beberapa kesalahan (hukuman mati, potong tangan, dan rajam) adalah hukuman yang keji dan tidak sesuai dengan zaman kita sekarang.


Jawaban atas syubhat ini:


Semua orang sepakat bahwa kejahatan ini memiliki efek berbahaya bagi masyarakat, dan kita harus memerangi hal itu dengan cara menetapkan hukuman atas pelakunya, adapun yang diperselisihkan adalah jenis hukumannya! Hendaknya setiap orang bertanya kepada dirinya: apakah hukuman yang telah ditetapkan Islam lebih baik dan lebih berhasil memotong dan menekan angka kejahatan tersebut, ataukah hukum buatan manusia, yang malah menjadikan kejahatan tersebut semakin tersebar?! Anggota tubuh yang rusak harus diamputasi demi menyelamatkan bagian tubuh yang lainnya!


Setiap akal sehat manusia mengetahui, bahwa setiap hukuman harus terkesan berat supaya memberikan efek jera bagi orang yang melakukannya, jika tidak, maka tujuan dari hukuman itu pun tidak akan tercapai.


Tidak menegakkan hukuman semata-mata karena menganggap hukuman tersebut kejam adalah bentuk kedzaliman kepada masyarakat, lalu bagaimana seorang bisa merasa aman atas jiwa, harta, dan kehormatannya, menegakkan hudud (hukuman) adalah bentuk kasih sayang kepada masyarakat dan kepada orang yang melakukan kesalahan itu sendiri, contohnya, seorang dokter yang melakukan operasi, lalu ia mengambil bagian dari tubuh pasien demi mengobati pasien tersebut, secara dzahir perbuatan itu kejam bagi bagian yang diambil, akan tetapi hakikatnya itu adalah bentuk kasih sayang bagi anggota tubuh yang lainnya supaya bisa selamat, begitu juga dengan hudud, ia mengambil bagian yang rusak dari masyarakat, supaya mereka selamat.


Hukum asal segala sesuatu dalam syariat Islam adalah halal dan diperbolehkan, berdasarkan firman Allah ta’ala:





“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk (kepentingan)mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu nikmat-Nya lahir dan batin.” (QS Luqman: 20).


Kecuali perkara-perkara yang dijelaskan dalam syariat akan keharamannya, berdasarkan sabda Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم :


“Apa yang dihalalkan oleh Allah dalam kitab-Nya maka ia halal, dan apa yang diharamkan Allah dalam kitab-Nya maka ia haram, dan apa yang tidak dijelaskan maka itu berupa kemudahan, maka terimalah kemudahan dari Allah tersebut, karena sesungguhnya Allah tidak pernah lupa”, kemudian beliau membaca firman Allah:





“Dan tidaklah Tuhanmu lupa.” (QS Maryam: 64). HR Hakim, Baihaqi, dan dishahihkan oleh alAlbani dalam Silsilah Shahihah, hadits no: 2256).


Maka syariat Islam tidak mengharamkan seluruh hukum buatan manusia yang bisa mengatur kehidupan mereka, bahkan membolehkannya, selama tidak bertentangan dengan hukum kemaritiman, hukum ketenagakerjaan, dll, akan tetapi syariat Islam mengharamkan hukum yang mengkodifikasikan kesalahan dan perkara-perkara haram yang jelas-jelas bisa mengakibatkan efek buruk bagi manusia, baik dari segi akal, harta, sosial, akhlak, ataupun kesehatan, keharaman ini ditetapkan demi kebaikan manusia itu sendiri, karena Allah ketika menetapkan hukum, tidak butuh kepada manusia, kemaksiatan mereka tidak akan merugikan Allah, dan ketaatan mereka pun tak akan menguntungkan Allah, Allah ta’ala berfirman:





“Katakanlah: "Tuhanku hanya mengharamkan perbuatan yang keji, baik yang nampak ataupun yang tersembunyi, dan perbuatan dosa, melanggar hak manusia tanpa alasan yang benar, (mengharamkan) mempersekutukan Allah dengan sesuatu yang Allah tidak menurunkan hujjah untuk itu dan (mengharamkan) mengada-adakan terhadap Allah apa yang tidak kamu ketahui".” (QS alA’raaf: 33).


Pengadilan Syariat Islam di Negara-Negara Non-Muslim


Ada kampanye media dan pers yang mengingkari keberadaan pengadilan-pengadilan yang berlandaskan syariat Islam di beberapa negara-negara barat non-Muslim, meskipun dewan tersebut disahkan secara undang-undang di negara tersebut. Pada hakikatnya pengadilan ini bukan layaknya pengadilan-pengadilan yang kita kenal, akan tetapi yang dimaksud pengadilan di sini adalah suatu lembaga yang membantu kaum Muslimin dalam masalah pernikahan, perceraian, pembagian harta waris, dll, contohnya, ketika seorang membunuh orang lain, maka pengadilan-pengadilan ini tidak bisa memberikan hukuman bagi orang itu, akan tetapi akan dialihkan kepada kepolisian untuk diadili oleh lembaga hukum yang ada di negara setempat. Akan tetapi, kampanye media dan pers tadi ingin menakut-nakuti masyarakat bahwa lembaga-lembaga ini merupakan ancaman bagi negara mereka, hal itu adalah omong kosong yang tidak memiliki kebenaran, ungkapan yang hanya dilandasi kebodohan dan kebencian yang mendarah daging kepada Islam dan para pengikutnya, mereka membuat manusia mengira bahwa lembaga ini menegakkan hukuman-hukuman yang dijelaskan oleh syariat Islam tanpa diketahui oleh kepolisian!! Padahal di sisi lain, lembaga-lembaga semacam ini bagi orang non-Muslim juga banyak tersebar di negara-negara Muslim, diantara bentuk toleransi syariat Islam, ia mengizinkan orang-orang non-Muslim yang tinggal di negara-negara Islam untuk berhukum dengan syariat mereka dalam banyak permasalahan, seperti pernikahan, perceraian, dll. Mereka tidak akan dipaksa menggunakan syariat Islam yang diterapkan kepada kaum Muslimin dalam masalah-masalah tadi kecuali jika mereka ingin dengan sendirinya untuk mengangkat hal itu ke pengadilan negara Islam untuk mengadili mereka. Bahkan ada beberapa perkara yang dianggap sebagai perbuatan buruk dalam Islam, namun tidak diterapkan atas non-Muslim, seperti minum minuman keras dan memakan daging babi, kedua hal tersebut tidak dianggap sebuah kesalahan oleh orang non-Muslim, walaupun sebenarnya kedua hal tersebut merupakan perkara yang diharamkan dalam keyakinan mereka, banyak sekali dalil yang menunjukkan hal itu.


Dan diantara contoh kejinya kampanye yang buruk ini, salah satu pembawa acara di salah satu stasiun televisi bertanya kepada kaum Muslimin yang hidup di negaranya: mana yang menurutmu lebih utama, hukum Islam, atau hukum negara ini? Dan orang Muslim yang ditanya tadi menjawab dengan polosnya: “Hukum Islam lebih utama”. Jawaban ini wajar, karena pertanyaan yang ditanyakan bukanlah pertanyaan yang tepat, dan tidaklah hal itu terjadi melainkan karena kebencian yang mendarah daging dari sang pembawa acara. Karena maksud dari jawaban orang Muslim tadi adalah, bahwa ucapan Allah lebih utama dan didahulukan dari pada ucapan manusia, bukan berarti ia tidak menghormati hukum yang berlaku di negara tersebut!! Karena hukum Islam melarangnya untuk mencuri, membunuh, berlaku curang kepada manusia, dan hal-hal itu juga dilarang di hukum buatan yang berlaku di negeri tersebut, tidak ada yang berlawanan, dan seorang Muslim yang memberikan jawaban tadi, jika hukum di negaranya yang non-Muslim melegalkan zina, minum minuman keras, aborsi, atau memakan daging babi, maka akan mengikuti hukum Allah dalam masalah-masalah itu, ia tidak akan minum minuman keras, tidak akan berzina, tidak membunuh janinnya dengan cara diaborsi, bukan berarti ia akan melawan hukum yang ada di negara itu, adapun hukuman-hukuman lainnya, seperti hukum potong tangan atas pencuri, ataupun hukuman mati, maka tidak bisa diterapkan bagi seorang Muslim yang hidup di tengah-tengah negara non-Muslim, hal itu karena keadaan mereka tidak memenuhi syarat untuk bisa ditegakkannya hukum tersebut, karena masalah hudud (hukuman) hanya bisa diemban oleh seorang pemimpin Muslim, dan keadaannya di negara tersebut sesuai dengan hukum dan undang-undang yang berlaku di sana, dan seorang Muslim diperintahkan untuk memenuhi perjanjian yang telah ia sepakati, di sini kami sedang berbicara tentang seorang muslim yang tinggal di negara non-Muslim, bukan di negara Islam.


Bahkan seorang Muslim yang hidup di negara non-Islam harus menghargai dan mematuhi undang-undang yang ada di negara tersebut, selama undang-undang itu tidak memerintahkannya untuk bermaksiat kepada Allah ta’ala, dan jika negara tersebut memaksanya untuk melakukan kemaksiatan kepada Allah, maka ia wajib hijrah dari negara yang tidak menghargai kebebasan beragama dan hak-hak manusia itu, sebagai contoh, jika undang-undang negara tersebut memerintahkan seorang wanita Muslimah untuk menanggalkan hijabnya, maka wajib atas Muslimah tersebut untuk hijrah dari negara itu secepatnya, sehingga ia bisa menyelamatkan dirinya dari hukum yang konyol ini, dan ia tidak boleh melawan pemerintahan yang ada dengan cara yang keji dan sebagainya, adapun jika undang-undang negara tersebut berlawanan dengan hak-hak seorang Muslim yang


menetap di dalamnya, namun tidak sampai memerintahkan mereka untuk bermaksiat kepada Allah, maka di sini seorang Muslim diperbolehkan untuk melawan undang-undang tersebut dengan cara damai, melalui parlemen-parlemen, surat kabar, dan sebagainya selama dilakukan dengan cara damai, untuk mengungkapkan ketidaksetujuannya dengan undang-undang tersebut!! Contohnya, ketika undang-undang negara melarang pembangunan masjid yang bisa digunakan sebagai tempat kaum Muslimin menegakkan shalat, atau negara melarang kaum Muslimin untuk melakukan poligami, sementara mereka membolehkan seorang suami memiliki selingkuhan, dalam hal ini seorang Muslim wajib menempuh jalur hukum, seperti lewat parlemen, atau menggunakan surat kabar untuk menyuarakannya supaya ia bisa mendapatkan hak-hak agama yang telah diwajibkan Allah atasnya seperti shalat, atau perkara yang dihalalkan Allah bagi mereka seperti poligami.


Apakah Boleh Menuntut Negara-Negara Barat untuk Mempraktekkan Syariat Islam?


Ada orang-orang Islam yang hidup di tengah-tengah negara barat, dan ada pula orang-orang yang baru masuk Islam, mereka membawa bendera hitam yang bertuliskan dua kalimat syahadat dan lembaran-lembaran yang bertuliskan “Syariat untuk Inggris” contohnya, apakah perbuatan ini benar atau salah?


Untuk mengetahui jawaban dari pertanyaan tadi, mari sama-sama kita perhatikan pertimbangan berikut:


• Orang-orang yang melakukan hal itu biasanya tidak bisa membedakan antara syariat dan agama Islam, dalam artian, mereka melakukan hal tersebut dengan anggapan bahwa mereka sedang mengajak orang lain untuk masuk ke dalam agama Islam, akan tetapi secara bersamaan, cara yang mereka lakukan membuat orang lain beranggapan bahwa mereka ingin menerapkan hukum Islam atas mereka, atau dengan makna lainnya, manusia mengira mereka ingin mempraktekkan hukuman-hukuman yang dijelaskan dalam syariat Islam atas mereka.


• Syariat Islam adalah hukum bagi negara Islam, maka tidak diwajibkan untuk menutut negara non-Muslim untuk mempraktekkannya, dimana kita tidak pernah mendapati dalam sejarah Islam seluruhnya, mulai dari zaman Rasulu-Allah صلى الله عليه وسلم , dan zaman para Khulafaur Rasyidin, bahwa salah satu dari mereka menuntut negara non-Muslim untuk mempraktekkan hukumnya kaum Muslimin!!


Karena bagaimana mungkin suatu negara yang tidak menganut agama Islam, dan mayoritas penduduknya beragama Kristen dan Yahudi, sedang pemimpin mereka juga seorang nasrani atau Yahudi, mereka bisa mempraktekkan suatu syariat yang bukan syariat mereka?!


• Tuntutan untuk menetapkan syariat Islam sebagai undang-undang harus disampaikan melalui jalur hukum, seperti melalui parlemen, karena ia merupakan satu-satunya bagian yang bisa mengesahkan undang-undang, dan jika tuntutan tersebut disampaikan lewat tulisan-tulisan di jalan-jalan, maka hal itu akan menarik kebencian para penduduk lain, dan efek yang dihasilkan malah berbeda dari yang diharapkan, dan bisa berimbas buruk bagi kegiatan dakwah itu sendiri.


• Hukuman bagi Pencuri, antara Potong Tangan dan Penjara.


• Hukuman bagi Seorang Pencuri dalam Kitab-Kitab Suci Lain.


• Membela Diri menurut Syariat Islam.


• Membela Diri menurut Kitab Suci.


• Membela Diri menurut Hukum Buatan Manusia.


Setiap undang-undang tidaklah ditetapkan melainkan untuk merealisasikan dua tujuan yang paling utama, yaitu:


• Memberi efek jera: dengan cara menghalangi orang yang pernah melakukan kesalahan agar tidak kembali melakukan kesalahan yang sama, juga mencegah manusia yang lain agar mereka tidak mengikuti kesalahan yang pernah ia lakukan.


• Mengasihi individu dan masyarakat: mengasihi satu individu dengan cara menghalanginya agar tidak melakukan perbuatan yang merugikan orang lain, sehingga kasih sayang tersebut diberikan kepada individu tadi agar ia tidak melakukan kesalahan, juga tidak sampai mendapat hukuman karena melakukannya, dan diberikan pula kepada masyarakat pada umumnya, agar mereka terbebas dari ulah orang yang ingin merugikan mereka.


Ada satu pertanyaan: mana hukum yang lebih membuat jera, dan secara bersamaan juga paling mengasihi manusia, hukum Islam, atau hukum buatan manusia?!


Mari kita lihat beberapa contoh, diantaranya hukuman atas tindak pidana pencurian, antara hukum Islam, dan hukum buatan manusia, dan mari sama-sama kita lihat, mana yang lebih berhasil dalam merealisasikan kedua tujuan utama yang tadi kita sebutkan!!


sebelumnya, kita harus mengetahui bahwa yang namanya hukuman bukanlah suatu yang baik, karena jika begitu, maka hukuman yang diberikan tidak akan mampu memberikan efek yang diharapkan darinya yaitu “Memberi efek jera”, jika demikian, maka ketika kita membandingkan hukuman seorang pencuri, antara potong tangan, dan penjara, maka kita sedangan membandingkan antara dua hal yang sama-sama buruk, karena pada hakikatnya kedua hal tadi sama-sama bentuk hukuman, namun kita ingin memilih mana yang paling baik dan paling sedikit efek negatifnya dari kedua hal yang buruk ini.


Ketika kita melihat dari sisi perspektif yang rasional, dan logis, juga memandang visi jauh ke depan, tanpa memperhatikan perspektif emosional, maka kita akan dapati bahwa hukuman potong tangan lebih membuat jera dari pada hukuman penjara, dan lebih baik dalam memangkas dan menekan tingkat kriminal, karena seorang yang akan mencuri, ketika ia mengetahui bahwa tangannya akan dipotong karena perbuatannya, maka dia akan berfikir bahwa mengerjakan hal tersebut bukanlah tindakan yang masuk akal, dengan demikian ia akan mengurungkan niatnya demi menyelamatkan tangannya, bersamaan dengan itu, harta manusia yang akan dicurinya pun selamat, adapun hukuman penjara, walaupun tetap dianggap sebagai hukuman, akan tetapi ia tidak memiliki efek jera yang menghalangi seorang pencuri untuk mengerjakan kejahatannya, karena penjara hanyalah hukuman sementara, dalam beberapa waktu tertentu saja, setelahnya ia akan dibebaskan, dan bisa jadi mencuri untuk kedua kalinya, karena sang pencuri merasa hukuman yang ia terima ringan-ringan saja, Allah ta’ala berfirman:





“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS alMaaidah: 38).


Allah ta’ala berfirman: “Sebagai siksaan dari Allah”, maksudnya hukuman, ia akan dihukum dengan hukuman yang datang dari Allah, bukan dari manusia, maka para manusia hendaknya mematuhi hal itu, karena Allah lebih tau apa yang paling baik bagi mereka dan paling sesuai dengan keperluan mereka di dunia, bersamaan dengan efek jera yang dihasilkan dari hukuman potong tangan ini, ia juga lebih memngasihi seluruh manusia dari pada hukuman penjara!! Dengan efek jera yang dihasilkan, manusia akan merasakan keamanan, sehingga mereka akan hidup di tengah lingkungan yang tenang, jiwa mereka aman, tanpa takut harta dan kepemilikan mereka dicuri orang lain, di samping itu, hukuman ini juga lebih mengasihi para pelaku pencurian dari efek buruk yang bisa didapatkan dari hukuman penjara, sebagai mana yang telah diketahui, bahwa lingkungan penjara berisi para narapidana dengan latar belakang kasus yang bermacam-macam, keburukan ini akan menghancurkan para narapidana itu sendiri, juga para masyarakat pada umumnya, diantara efek buruk tersebut adalah:


1. Bertambahnya kriminalitas dari para narapidana.


Diantara efek buruk penjara adalah, ditahannya seorang narapidana, walaupun kesalahan yang ia lakukan kecil, di tengah-tengah lingkungan yang penuh dengan kriminalitas, ia belajar dari lingkungannya itu seni-seni kriminal yang bermacam-macam, karena penjara layaknya sebuah kampus, di sana para narapidana saling berbagi pengalaman mereka, seorang narapidana kelas bulu, berkumpul dengan para narapidana kelas kakap, lalu mereka belajar darinya tindak kriminal lain yang jauh lebih besar, kemudian narapidana kelas bulu ini kelak akan kembali ke masyarakatnya dengan membawa mental sebagai narapidana kelas kakap yang akan memberikan bahaya lebih besar kepada masyarakat, dan para narapidana ini masih saling memiliki hubungan bahkan setelah mereka keluar dari penjara, sehingga hal itu bisa menciptakan jaringan kejahatan yang baru yang berisi pembunuh, penjual narkoba, apoteker, programmer, dan ahli nuklir sekaligus, mereka tidak berkumpul melainkan setelah mereka bertemu di penjara karena alasan dan besaran kasus yang berbeda-beda!! Perkara yang berbahaya ini membuat para ahli senantiasa berfikir untuk memisahkan antara satu tahanan dengan tahanan lainnya di dalam penjara, hal ini menunjukkan kegagalan penjara sejak dari langkah pertama, karena hal tersebut sangat sulit untuk dipraktekkan, karena memisahkan antara satu tahanan dengan tahanan lainnya kan mengakibatkan banyak masalah psikologis, dan membengkaknya anggaran penjara, dan hal itu nantinya akan berimbas kepada masyarakat, karena merekalah yang akan dituntut untuk membayar pajak lebih tinggi demi membangun dan memperluas penjara demi memisah antara satu tahanan dengan tahanan lainnya!!!


2. Mematikan para narapidana secara perlahan, dari segi psikis, dan spiritual.


Hukuman penjara biasanya akan menghancurkan jiwa seorang narapidana secara psikis dan spiritual ketika ia masuk ke dalam penjara secara keseluruhan sesaat setelah mereka masuk penjara, ia dikurung disel layaknya hewan yang berbahaya, benar-benar diasingkan dari masyarakat luar, ketika ia keluar dari penjara, ia akan kembali kepada masyarakan dalam keadaan lebih terisolasi dan lebih berbahaya lagi, karena ia akan merasa kesulitan untuk beradaptasi dengan masyarakat yang ada, dia juga akan kembali kepada masyarakat dengan berbagai masalah psikologi yang sangat berbahaya bagi masyarakat!!


3. Mematikan narapidana secara perlahan dari segi ekonomi.


Ekonomi seorang narapidana akan hancur sesaat ketika ia masuk ke dalam tahanan, jika ia seorang pegawai, maka ia sudah pasti akan dipecat dari pekerjaannya, jika ia seorang pedagang, atau usaha, maka pedagangan dan usahanya akan bangkrut sehingga mengakibatkan ambruknya ekonomi keluarga, para pegawai akan kehilangan pekerjaan mereka, dan akhirnya ketika mereka kembali kepada keluarga dan masyarakatnya, ia hanya akan menjadi beban ekonomi bagi mereka, tanpa ada kesalahan yang mereka lakukan!!


4. Mematikan narapidana secara perlahan dari segi sosial.


Hukuman penjara akan menghancurkan kehidupan sosial seseorang, kiranya, kehidupan sosial macam apa yang akan didapatkan seorang yang telah ditahan, dan terisolasi jauh dari istri, anak, kerabat, dan sahabatnya?!



Tulisan Terbaru

PESAN DARI KHAMAH MUS ...

PESAN DARI KHAMAH MUSLIM KEPADA ORANG KRISTEN

Keutamaan Puasa Enam ...

Keutamaan Puasa Enam Hari Syawal Shawal