50
Juga karena Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam tidak pernah berhenti beramal semasa hidupnya. Yakin artinya di sini bukan suatu tingkatan iman, di mana seorang mukmin boleh berhenti beramal ketika itu atau kewajiban beramal telah diangkat dari dirinya, sebagaimana klaim sebagian orang-orang yang menyimpang.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, siapakah yang mengatur langit dan bumi beserta apa yang ada di dalamnya?
Jawab: Katakanlah, yang mengatur urusan langit dan bumi berikut makhluk yang ada di dalamnya dan di antara keduanya adalah Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Tidak ada raja kecuali Dia, tidak ada sekutu bagi-Nya, tidak ada yang menolong dan membantu-Nya Subḥānahu wa biḥamdih. Allah Ta'ālā berfirman, “Katakanlah (Muhammad), ‘Serulah mereka yang kamu anggap (sebagai ilāh) selain Allah! Mereka tidak memiliki (kekuasaan) seberat zarrah pun di langit dan di bumi, dan mereka sama sekali tidak memiliki peran serta dalam (penciptaan) langit dan bumi dan tidak ada di antara mereka yang menjadi pembantu bagi-Nya.’” (Saba`: 22)
51
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apa hukum orang yang meyakini bahwa alam semesta ini diatur oleh empat atau tujuh wali kutub, atau ada autād dan gauṡ yang dapat dimintai selain Allah? atau bersama Allah?
Jawab: Katakanlah, barangsiapa meyakini hal ini maka para ulama sepakat dia telah kafir, karena dia meyakini adanya sekutu bagi Allah dalam rubūbiyyah (penciptaan, kepemilikan dan pengaturan).
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apakah para wali mengetahui perkara gaib dan dapat menghidupkan orang mati?
Jawab: Katakanlah, tidak ada yang dapat mengetahui perkara gaib kecuali Allah, dan tidak mampu menghidupkan orang mati kecuali Allah. Dalilnya firman Allah Ta'ālā, "Sekiranya aku mengetahui yang gaib, tentulah aku membuat kebaikan sebanyak-banyaknya dan aku tidak akan ditimpa kemudaratan." (Al-A'rāf: 188)
Jika Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam yang merupakan makhluk paling mulia tidak mengetahui gaib, maka orang selain beliau lebih
52
utama dan lebih layak untuk tidak mengetahui yang gaib.
Imam yang empat sepakat bahwa orang yang meyakini Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam mengetahui gaib, atau mampu menghidupkan orang mati, maka dia telah murtad dari Islam, karena dia mendustakan Allah yang memerintahkan Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam untuk berkata kepada manusia dan jin, "Katakanlah (Muhammad), ‘Aku tidak mengatakan kepadamu, bahwa perbendaharaan Allah ada padaku, aku tidak mengetahui yang gaib, dan tidak (pula) aku mengatakan kepadamu bahwa aku ini malaikat. Aku tidak mengikuti kecuali apa yang telah diwahyukan kepadaku.’" (Al-An'ām: 50) Dan Allah Ta'ālā berfirman, "Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat; Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tiada seorang pun yang dapat
mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tiada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal." (Luqmān: 34)
Sedikit pun Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam tidak mengetahui gaib, kecuali gaib yang diwahyukan atau diberitahukan oleh Allah kepada beliau. Dan tidak pernah dalam suatu hari Rasulullah ṣallallāhu
53
‘alaihi wa sallam mengklaim bahwa beliau bisa menghidupkan salah seorang sahabat beliau atau anak beliau yang telah mati. Lantas bagaimana dengan orang-orang yang tingkatan mereka di bawah Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam?
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apakah status wali itu khusus disandang sebagian kaum mukminin saja?
Jawab: Katakanlah, setiap orang yang beriman dan bertakwa adalah wali Allah. Dalilnya firman Allah Ta'ālā, "Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, mereka tidak merasa khawatir dan tidak pula bersedih hati. Yaitu orang-orang yang beriman dan mereka selalu bertakwa." (Yunus: 62-63) Sehingga status wali tidak khusus disandang sebagian mukmin saja, tetapi tingkatannya yang berbeda-beda. Bertakwa maknanya mengerjakan apa yang diperintahkan Allah dan Rasul-Nya ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, dan menjauhi apa yang dilarang Allah dan Rasul-Nya ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Setiap mukmin memiliki bagian kewalian sesuai kadar iman dan ketaatannya.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apakah firman Allah Ta'ālā (artinya)
54
"Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu, mereka tidak merasa khawatir dan tidak pula bersedih hati" berarti boleh berdoa kepada para wali?
Jawab: Katakanlah, ayat tersebut tidak berarti bolehnya berdoa, meminta pertolongan, dan memohon perlindungan kepada mereka. Tetapi ayat tersebut berisi penjelasan kedudukan mereka, dan bahwa mereka tidak memiliki rasa khawatir di dunia serta akhirat, pun mereka tidak bersedih di akhirat. Ayat tersebut juga berisi ajakan untuk berperilaku sebagai wali Allah, yakni dengan mengesakan Allah dan menaati-Nya serta Rasul-Nya agar mendapatkan kabar gembira yang terdapat dalam firman-Nya, "Mereka tidak merasa khawatir dan tidak pula bersedih hati." Dan berdoa kepada selain Allah adalah syirik, sebagaimana telah dijelaskan.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apakah para wali selain nabi-nabi juga ma'ṣūm (terjaga) dari dosa besar dan dosa kecil?
Jawab: Katakanlah, orang yang menjadi wali dari selain para nabi tidak ma'ṣūm (terjaga) dari terjerumus ke dalam dosa kecil atau besar. Pernah terjadi ketergelinciran, kesalahan, dan kekeliruan
55
pada banyak wali dan orang-orang salih yang besar, namun mereka segera bertobat dan kembali kepada Allah, lalu Allah mengampuni mereka.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apakah Khidir 'alaihissalām masih hidup?
Jawab: Katakanlah, pendapat yang benar adalah bahwa Khidir merupakan seorang nabi dan telah wafat sebelum Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam lahir. Karena Allah Ta'ālā berfirman, "Kami tidak menjadikan hidup abadi bagi seorang manusia pun sebelum engkau (Muhammad); maka jika engkau wafat, apakah mereka akan kekal?" (Al-Anbiyā`: 34)
Dan seandainya Khidir masih hidup, niscaya dia akan mengikuti Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dan berjihad bersama beliau, sebab nabi kita Muhammad ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam diutus untuk bangsa Jin dan manusia. Allah Ta'ālā berfirman, “Katakanlah (Muhammad), ‘Wahai manusia! Sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua.’” (Al-A'rāf: 158) Dan Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Terangkan kepadaku tentang malam kalian ini! Sesungguhnya seratus tahun kemudian tidak tersisa seorang pun yang sekarang ini berada di atas muka bumi." (HR. Bukhari) Hadis ini adalah dalil bahwa Khadir telah
56
wafat seperti yang lainnya. Atas dasar ini, dia tidak bisa mendengar seruan orang yang menyerunya, dan tidak mampu memberi petunjuk kepada orang yang tersesat dari jalan yang benar apabila memohon petunjuk kepadanya.
Adapun berbagai berita pertemuannya dengan sebagian orang, juga cerita bahwa mereka melihatnya, duduk bersama dengannya dan mereka belajar kepadanya hanyalah khayalan dan kebohongan nyata yang tidak akan diterima oleh orang yang Allah berikan ilmu, akal, dan ketajaman mata hati.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apakah orang yang sudah mati dapat mendengar atau mengabulkan permohonan orang yang berdoa kepada mereka?
Jawab: Katakanlah, orang yang sudah mati tidak dapat mendengar. Berdasarkan firman Allah Ta'ālā, "Dan engkau (Muhammad) sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar." (Fāṭir: 22) Juga firman Allah, "Sesungguhnya engkau tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati dapat mendengar." (An-Naml: 80)
Mereka juga tidak mampu mengabulkan permohonan orang yang berdoa kepadanya. Allah
57
Ta'ālā berfirman, "Dan orang-orang yang kamu seru selain Allah tidak mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tidak mendengar seruanmu; dan kalaupun mereka mendengar, mereka tidak dapat mengabulkan permintaanmu. Dan di hari Kiamat mereka akan mengingkari perbuatan syirikmu, dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oleh (Allah) Yang Maha Mengetahui." (Fāṭir: 13-14) Dan juga firman Allah Ta'ālā, "Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa)nya sampai hari Kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka." (Al-Aḥqāf: 5)
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, suara apakah itu yang kadang terdengar di makam sebagian orang yang diagungkan oleh orang awam?
Jawab: Katakanlah, itu suara setan dari kalangan jin. Mereka menipu orang awam bahwa itu suara orang yang ada di dalam kubur, untuk menjerumuskan mereka, mengacaukan agama mereka, dan menyesatkan mereka.
Orang yang ada di dalam kubur tidak bisa mendengar dan menjawab orang yang berdoa atau memanggil mereka berdasarkan nas Al-Qur`ānul Karim. Allah Ta'ālā berfirman, "Sesungguhnya
58
kamu tidak dapat menjadikan orang-orang yang mati dapat mendengar." (An-Naml: 80) Allah Ta'ālā juga berfirman, "Jika kamu menyeru mereka, mereka tidak mendengar seruanmu." (Fāṭir:14) Dan Allah Ta'ālā juga berfirman, "Dan engkau (Muhammad) sekali-kali tiada sanggup menjadikan orang yang di dalam kubur dapat mendengar." (Fāṭir: 22)
Bagaimana mungkin mereka dapat menjawab sedangkan mereka berada di alam barzakh, mereka tidak memiliki hubungan dengan penduduk dunia. Allah Ta'ālā berfirman, "dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka." (Al-Aḥqāf: 50)
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apakah orang yang mati dari kalangan wali atau selain mereka mampu mengabulkan permintaan orang yang memohon pertolongan dan bantuan kepada mereka?
Jawab: Katakanlah, mereka tidak bisa mengabulkan permintaan orang yang menyeru mereka, pun tidak memiliki kemampuan untuk mengabulkan orang yang berdoa atau meminta bantuan kepada mereka. Allah Ta'ālā berfirman, "Dan orang-orang yang kamu seru selain Allah tidak mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru
59
mereka, mereka tidak mendengar seruanmu; dan kalaupun mereka mendengar, mereka tidak dapat mengabulkan permintaanmu. Dan di hari Kiamat mereka akan mengingkari perbuatan syirikmu." (Fāṭir: 13-14)
Betapa ruginya orang yang ditipu oleh setan dan para penyeru kesesatan. Mereka membuatnya memandang baik perbuatan berdoa kepada orang-orang mati yang ada dalam kubur dari para nabi, wali, dan orang-orang saleh. Allah Ta'ālā berfirman, "Dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang menyembah sembahan selain Allah yang tiada dapat memperkenankan (doa)nya sampai hari Kiamat dan mereka lalai dari (memperhatikan) doa mereka." (Al-Aḥqāf: 5)
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, lalu apa maksud kata aḥyā` (mereka hidup)" dalam firman Allah Ta'ālā (artinya), "Janganlah sekali-kali kamu mengira bahwa orang-orang yang gugur di jalan Allah itu mati; sebenarnya mereka aḥyā` (hidup) di sisi Rabbnya mendapat rezeki" (Āli 'Imrān:169)?
Jawab: Katakanlah, makna “aḥyā` (mereka hidup)” dalam ayat ini, bahwa mereka hidup dalam kenikmatan di alam barzakh yang berbeda dari
60
kehidupan dunia. Karena ruh orang yang mati syahid memperoleh kesenangan di surga. Oleh sebab itu, Allah Subḥānahu wa Ta'ālā berfirman, "… di sisi Rabbnya mendapat rezeki." Mereka berada di alam lain; mereka memiliki kehidupan dan keadaan yang berbeda dari kehidupan dan keadaan mereka di dunia. Mereka tidak mendengar permohonan orang yang berdoa kepada mereka dan tidak bisa mengabulkan permintaan mereka sebagaimana dijelaskan pada ayat-ayat yang lalu. Jadi, tidak ada ada kontradiksi di antara ayat-ayat tersebut. Oleh karenanya, redaksi ayat di atas berbunyi "yurzaqūn (mereka mendapat rezeki)" bukan "yarzuqūn (mereka memberi rezeki)."
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apa hukum menyembelih untuk selain Allah guna mendekatkan diri kepada sosok yang menjadi tujuan penyem-belihan itu?
Jawab: Katakanlah, perbuatan itu adalah syirik besar. Berdasarkan firman Allah Ta'ālā, "Maka laksanakanlah salat untuk Rabbmu dan berkurbanlah (untuk Rabbmu)." (Al-Kausar: 2) Juga firman Allah Ta'ālā, "Katakanlah (Muhammad), sesungguhnya salatku, ibadahku, hidupku, dan matiku hanyalah untuk Allah, Rabb alam semesta, tiada sekutu bagi-Nya; dan demikian itulah yang
61
diperintahkan kepadaku dan aku adalah orang yang pertama-tama berserah diri (muslim)." (Al-An'ām: 162-163) Serta sabda Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, "Allah melaknat orang yang menyembelih untuk selain Allah." (HR. Muslim)
Kaidahnya berbunyi: Amalan apapun yang jika dilakukan merupakan ibadah kepada Allah, maka apabila dia dikerjakan untuk selain Allah akan menjadi syirik.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apa hukum bernazar untuk selain Allah Ta'ālā?
Jawab: Katakanlah, bernazar untuk selain Allah termasuk syirik besar. Berdasarkan sabda Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, "Barangsiapa bernazar melakukan ketaatan kepada Allah, hendaklah dia lakukan ketaatan itu kepada-Nya. Dan barangsiapa bernazar melakukan maksiat kepada Allah, janganlah dia lakukan maksiat itu kepada-Nya." (HR. Bukhari)
Nazar merupakan ibadah yang bisa berbentuk ucapan, harta atau badan, tergantung apa yang dinazarkan. Nazar artinya mewajibkan diri melakukan sesuatu yang tidak wajib secara syariat, kerena berharap mendapatkan sesuatu yang diinginkan, menolak sesuatu yang dikhawatirkan, atau untuk mensyukuri nikmat yang didapat
62
ataupun bencana yang pergi. Nazar termasuk ibadah yang tidak boleh dialihkan kepada selain Allah, karena Allah memuji orang-orang yang memenuhi nazarnya. Allah Ta'ālā berfirman, "Mereka memenuhi nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana." (Al-Insān: 7)
Kaidahnya berbunyi: setiap perbuatan yang pelakunya dipuji oleh Allah Jalla wa 'Alā maka perbuatan tersebut termasuk ibadah, dan sesuatu yang merupakan ibadah maka melakukannya kepada selain Allah adalah syirik.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apakah kita boleh memohon perlindungan kepada selain Allah Ta'ālā?
Jawab: Katakanlah, jawabannya akan jelas dengan mengetahui tiga jenis isti'āżah (permohonan perlindungan) berikut ini:
1. Isti'āżah yang merupakan wujud tauhid dan ibadah. Yaitu memohon perlindungan kepada Allah dari segala yang Anda takuti. Allah Ta'ālā berfirman, "Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Rabb Yang Menguasai subuh, dari kejahatan makhluk yang Dia ciptakan.'" (Al-Falaq: 1-2)
63
Allah Ta'ālā juga berfirman, “Katakanlah, ‘Aku berlindung kepada Rabb manusia, Raja manusia, Sembahan manusia, dari kejahatan (bisikan) setan yang biasa bersembunyi.’” (An-Nās: 1-4)
2. Isti'āżah yang mubah. Yaitu meminta perlindungan kepada makhluk yang hidup serta hadir dan memiliki kemampuan dalam perkara-perkara yang mampu dia lakukan dan bisa secara syariat. Nabi 'alaihiṣṣalātu wassalām bersabda, "Barangsiapa yang mendapatkan tempat mengungsi atau tempat berlindung, maka hendaknya dia lakukan." (HR. Muslim)
3. Isti'āżah syirik. Yaitu memohon perlindungan kepada selain Allah dalam perkara yang tidak mampu dilakukan kecuali oleh Allah. Allah Ta'ālā berfirman, "Dan bahwasanya ada beberapa orang laki-laki di antara manusia yang meminta perlindungan kepada beberapa laki-laki dari jin, tetapi jin-jin itu menjadikan mereka bertambah sesat." (Al-Jinn: 6)
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apa yang kamu ucapkan saat singgah di sebuah tempat?
Jawab: Katakanlah, aku akan membaca doa yang diajarkan Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Yaitu beliau bersabda, "Barangsiapa yang singgah di sebuah tempat lalu membaca, "A’ūżu
64
bikalimātillāhit tāmmāti min syarri mā khalaq (aku berlindung dengan kalimat-kalimat Allah yang sempurna dari keburukan makhluk yang Dia ciptakan)," niscaya tidak ada sesuatu pun yang akan membahayakannya sampai dia pergi dari tempat tersebut." (HR. Muslim)
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apakah boleh beristigasah (memohon pertolongan) kepada selain Allah dalam perkara yang tidak bisa diatasi kecuali oleh Allah untuk mendapat-kan kebaikan atau menolak kebu-rukan?
Jawab: Katakanlah, perbuatan ini termasuk syirik besar yang dapat menghapus seluruh amal, mengeluarkan dari agama, dan mengantarkan kepada kebinasaan yang kekal-abadi bagi orang yang terjerumus ke dalamnya dan belum bertaubat sebelum meninggal. Berdasarkan firman Allah Ta'ālā, "Bukankah Dia (Allah) yang memperkenankan (doa) orang yang dalam kesulitan apabila ia berdoa kepada-Nya, dan yang menghilangkan kesusahan?" (An-Naml: 62) Maksudnya tidak ada yang dapat mengabulkan
65
doanya selain Allah, dan tidak pula dapat menghilangkan kesusahannya kecuali Allah.
Allah Subḥānahu wa Ta'ālā mencela orang yang memohon bantuan kepada selain diri-Nya dengan kalimat pertanyaan. Juga karena istigasah kepada Allah adalah ibadah dan merupakan bentuk permintaan pertolongan. Allah Ta'ālā berfirman, "(Ingatlah), ketika kamu memohon pertolongan kepada Rabbmu." (Al-Anfal: 9) Dalam kitab Ṣaḥīḥ Al-Bukhāri disebutkan riwayat dari Abu Hurairah raḍiyallāhu 'anhu, bahwasanya Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Jangan sampai aku mendapati salah seorang dari kalian datang pada hari Kiamat sedang di lehernya terdapat unta yang melenguh, lalu ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, tolonglah aku!' Lalu aku menjawab, ‘Aku sudah pernah menyampaikannya kepadamu. Sama sekali aku tidak memiliki kuasa untuk menolongmu di sisi Allah.’ Jangan sampai aku mendapati salah satu dari kalian datang pada hari Kiamat sedang di atas lehernya ada seekor kuda yang meringkik, lalu ia berkata, ‘Wahai Rasulullah, tolonglah aku!' Maka aku menjawab, ‘Aku tidak memiliki kuasa sedikit pun untukmu di sisi Allah. Aku telah menyampaikannya kepadamu.’" (HR. Bukhari dan Muslim)
Sudah diketahui bersama, bahwa kita dibolehkan meminta pertolongan kepada orang yang masih
66
hidup dan hadir di hadapan kita, bukan yang tidak hadir (jauh), itu pun dalam perkara yang dia mampu. Istigasah kepada orang yang hidup maksudnya meminta bantuan kepadanya dalam perkara yang mampu dilakukan oleh manusia. Sebagaimana laki-laki dari kaum Nabi Musa yang meminta bantuan kepadanya untuk mengalahkan musuh mereka. Allah Ta'ālā berfirman, "Maka orang yang berasal dari golongannya meminta pertolongan kepadanya, untuk mengalahkan musuhnya." (Al-Qaṣaṣ: 15)
Adapun memohon pertolongan kepada yang tidak hadir (jauh) dari kalangan manusia dan jin serta penghuni kubur, maka para imam telah menyepakati kebatilan dan keharamannya, dan itu termasuk perbuatan syirik.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, bolehkah menyandarkan nama 'abd (hamba) kepada selain Allah, seperti 'Abdunnabī (hamba nabi) atau 'Abdulḥusain (hamba Husain) dan semacamnya?
Jawab: Katakanlah, tidak boleh. Karena para imam telah sepakat mengharamkan setiap nama yang mengandung penghambaan kepada selain Allah. Nama-nama tersebut wajib diubah, seperti ‘Abdunnabī, 'Abdurrasūl, 'Abdul Husain, 'Abdul
67
Ka'bah, dan nama-nama lainnya yang mengan-dung penghambaan kepada selain Allah Ta'ālā.
Nama yang paling dicintai Allah adalah Abdullah dan Abdurrahman, sebagaimana disebutkan dalam hadis Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, "Sesungguhnya nama yang paling Allah cintai adalah Abdullah dan Abdurahman." (HR. Muslim)
Dan wajib mengubah nama yang mengandung penghambaan kepada selain Allah. Ini terkait dengan orang yang masih hidup yang diberi nama dengan nama-nama yang mengandung penghambaan kepada selain Allah.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apa hukum memakai gelang/kalung atau benang di tangan atau leher, atau digantung di kendaraan (mobil) dan lainnya untuk menolak ‘ain (hasad) atau menolak bala dan menghilang-kannya?
Jawab: Katakanlah, ini termasuk perbuatan syirik. Berdasarkan sabda Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, "Siapa saja yang mengalungkan jimat maka dia telah berbuat syirik." (HR. Ahmad dalam Musnadnya) Juga sabda Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, "Jangan sekali-kali kalian biarkan ada di leher onta sebuah kalung dari tali busur atau
68
kalung kecuali harus dipotong." (HR. Bukhari) Sabda beliau ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, "Barangsiapa mengikat jenggotnya atau mengenakan kalung dari tali busur atau beristinja dengan kotoran hewan atau tulang, maka sungguh Muhammad telah berlepas diri darinya." (HR. Ahmad) Sabda beliau ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, "Sesungguhnya mantra, jimat, dan guna-guna adalah perbuatan syirik." (HR. Abu Dawud) Sabda beliau ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, "Barangsiapa mengalungkan jimat maka Allah tidak akan menyempurnakan (kesembuhan)nya." (HR. Ibnu Hibban dalam Ṣaḥīḥnya)
Sungguh rugi orang yang bergantung kepada mitos dan takhayul. Dalam sebuah hadis disebutkan, "Barangsiapa bergantung kepada sesuatu, maka dia akan diserahkan kepada sesuatu itu."
Tiwalah adalah sihir yang dibuat dengan keyakinan mampu membuat seorang suami dicintai oleh istrinya atau memisahkan keduanya. Mereka juga membuat sihir ini untuk menimbulkan kebencian di antara orang-orang yang saling mencintai dan para kerabat.
Tamā`im adalah sesuatu yang digantungkan pada anak-anak sebagai penangkal gangguan 'ain dan hasad.
69
Makna tamīmah menurut Al-Munżirī adalah manik-manik (yang diuntai), biasa dikalungkan oleh orang-orang jahiliah dengan keyakinan mampu melindungi mereka dari penyakit. Perbuatan ini adalah kebodohan dan kesesatan, karena benda ini bukan merupakan sebab, baik secara syariat maupun takdir. Dan ini mencakup juga tindakan mengenakan gelang dan mengalungkan kain pada manusia, hewan, mobil, dan rumah.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apa arti tabarruk?
Jawab: Katakanlah, yaitu meminta keberkahan dan kebaikan melalui sebab-sebab yang dilakukan seseorang karena berharap mendapatkan kebaikan serta meraih apa yang dia inginkan dan dia sukai.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apakah tabarruk itu hanya satu macam atau lebih?
Jawab: Katakanlah, tabarruk ada dua macam:
1. Tabarruk yang disyariatkan, yaitu yang ditunjukkan oleh Al-Qur`ān dan Sunah bahwa dia disyariatkan dan pelakunya mendapat manfaat. Tidak boleh meyakini adanya keberkahan pada sesuatu kecuali berlandaskan
70
dalil dari Al-Qur`ān dan Sunah, tidak ada jalan
bagi akal dan penilaian baik dalam hal ini.
Kita tidak dapat mengetahui sesuatu ini diberkahi atau mengandung berkah kecuali melalui berita dari Allah Sang Pencipta Yang Mahabijaksana Tabāraka wa Ta'ālā atau Rasululllah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Keberkahan dan kebaikan semuanya ada dalam mengikuti Al-Qur`ān dan Sunah.
Dengannya kita mengetahui benda-benda yang diberkahi dan bagaimana kita bertabar-ruk dengannya. Contohnya bertabarruk dengan tubuh Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dan apa yang berasal dari tubuh beliau, seperti ludah dan rambut, atau apa yang menempel langsung dengan tubuh beliau seperti pakaian. Ini khusus pada Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dan apa yang terbukti pernah ada pada tubuh beliau atau berasal dari beliau berupa rambut dan baju.
Orang-orang yang percaya kepada khurafat melakukan kedustaan dan mengklaim memiliki rambut dan pakaian beliau. Ini semua bertujuan mempermainkan akal sebagian kaum muslim serta merusak agama dan mengambil harta mereka.
2. Tabarruk yang dilarang atau diharamkan, yaitu yang dapat membawa kepada perbuatan syirik kepada Allah. Seperti bertabarruk (mencari
71
berkah) dengan tubuh orang-orang saleh dan apa yang berasal dari mereka; bertabarruk dengan kubur mereka dengan melakukan salat dan doa di sisinya; dan bertabarruk dengan tanah (kubur)nya dengan meyakininya sebagai obat. Seperti itu juga perbuatan tabarruk, tawaf, atau menggantungkan kain di setiap lokasi, batu, dan pohon yang diyakini memiliki keutamaan.
Telah diketahui bersama, tidak ada sesuatu yang disyariatkan untuk dicium dan diusap kecuali Hajar Aswad dan rukun (pojok Yamani) pada Ka’bah. Sedang yang lain dilarang mengusapnya, menciumnya, dan tawaf mengelilinginya. Perbuatan ini termasuk syirik besar bagi orang yang meyakininya dapat mendatangkan berkah sendiri, dan syirik kecil bagi orang yang meyakininya sebagai sebab memperoleh berkah.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apakah mencari-cari peninggalan orang saleh, bertabarruk dengan tubuh dan barang peninggalan mereka merupakan perbuatan yang
72
disyariatkan, ataukah merupakan bidah dan kesesatan?
Jawab: Katakanlah, ini adalah keyakinan dan perbuatan bidah. Karena para sahabat nabi kita Muhammad ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam yang merupakan generasi umat yang paling berilmu, paling utama, paling faham, paling antusias kepada kebaikan, serta paling mengerti keutamaan orang-orang yang memiliki keutamaan, mereka tidak melakukan tabarruk dengan barang peninggalan Abu Bakr, Umar, Usman, dan Ali raḍiyallāhu 'anhum, serta tidak memburu barang peninggalan mereka, padahal mereka adalah orang-orang terbaik setelah para nabi. Yang demikian itu karena mereka mengetahui hal tersebut khusus bagi Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Bahkan Umar menebang pohon tempat pelaksanaan Bai'aturridwān karena khawatir akan terjadi sikap guluw (berlebihan) kepadanya.
Generasi salafussaleh adalah orang yang paling bersemangat untuk meraih kebaikan. Sekiranya mencari-cari barang peninggalan orang saleh adalah kebaikan dan mengandung keutamaan, niscaya mereka telah mendahului kita dalam melakukannya.
73
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, bolehkah bertabarruk (mencari berkah) pada pohon, batu, atau tanah?
Jawab: Katakanlah, perbuatan ini termasuk syirik. Imam Ahmad dan Tirmizi meriwayatkan dari Abu Wāqid al-Laiṡī, dia menuturkan, “Kami berangkat bersama Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam menuju (perang) Hunain, sedang saat itu kami baru masuk Islam (muallaf). Orang-orang musyrik memiliki sebuah pohon bidara tempat mereka beribadah dan menggantungkan senjata. Pohon ini dikenal dengan nama żātu anwāṭ. Kemudian kami melewati pohon bidara tersebut, maka kami berkata, ‘Wahai Rasulullah, buatkanlah untuk kami żātu anwāṭ sebagaimana mereka memiliki żātu anwāṭ.’ Maka Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, ‘Allahu Akbar! Ini adalah sunah (umat sebelum kalian). Demi Allah Żat yang jiwaku berada di Tangan-Nya, kalian telah mengatakan perkataan seperti yang dahulu diucapkan oleh Bani Israel kepada Musa, ‘Buatlah untuk kami sebuah sembahan (berhala) sebagaimana mereka mempunyai beberapa sembahan (berhala). Musa menjawab, ‘Sesungguhnya kalian adalah kaum yang tidak mengetahui (keagungan Allah).’ (Al-A'rāf: 138) Sungguh kalian akan mengikuti sunah orang-orang sebelum kalian.'"
74
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apa hukum bersumpah dengan selain Allah?
Jawab: Katakanlah, tidak boleh bersumpah dengan selain Allah Ta'ālā. Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa yang bersumpah, hendaknya dia bersumpah dengan nama Allah atau diam." (HR. Bukhari)
Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam juga melarang bersumpah dengan selain Allah, sebagaimana dalam sabda beliau ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, "Janganlah kalian bersumpah dengan nama ayah kalian, dan jangan pula dengan nama ṭawāgī." (HR. Muslim)
Ṭawāgī adalah bentuk jamak dari ṭāgūt. Bahkan beliau ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam mengategorikannya ke dalam perbuatan syirik, sebagaimana terdapat dalam sabda beliau ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, "Barangsiapa bersumpah dengan selain Allah, dia telah kafir atau musyrik." Beliau ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam juga
bersabda, "Barangsiapa bersumpah dengan amanah maka dia bukan dari golongan kami." (HR. Imam Ahmad, Ibnu Hibban, dan Hakim dengan sanad yang sahih)
75
Maka hendaknya seorang muslim menghindari bersumpah dengan nama nabi, wali, kehormatan, amanah, Ka’bah, dan makhluk-makhluk lainnya.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, bolehkah kita meyakini bahwa bintang atau planet mempunyai pengaruh terhadap alam semesta dan manusia dalam mendatangkan kebaikan, petunjuk, dan kebahagiaan atau menolak kejahatan, kemalangan, dan bencana?
Jawab: Katakanlah, tidak boleh meyakini hal itu. Karena bintang dan planet sama sekali tidak memiliki pengaruh terhadap semua itu. Tidak ada yang mempercayai para pembawa cerita takhayul kecuali orang-orang yang lemah akal dan percaya mitos. Meyakini hal tersebut di atas termasuk perbuatan syirik, berdasarkan sabda Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam dalam hadis Qudsi, "Sesungguhnya Allah berfirman, ‘Barangsiapa yang berkata, kita diberi hujan lantaran karunia dan rahmat dari Allah, maka dia adalah orang yang beriman kepada-Ku dan kufur terhadap planet. Sedang orang yang berkata, kita diberi hujan karena bintang ini dan itu, maka dia kufur kepada-Ku dan percaya kepada planet.’" (HR. Bukhari dan Muslim) Kaum jahiliah dahulu meyakini bahwa
76
bintang memiliki pengaruh terhadap turunnya hujan.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, bolehkah berkeyakinan bahwa rasi bintang (zodiak) seperti bintang aquarius dan lainnya, atau planet dan bintang mempunyai pengaruh ter-hadap apa yang terjadi pada kehi-dupan manusia berupa kebahagiaan dan kesengsaraan, dan mungkinkah mengungkap perkara gaib di masa depan melalui bintang-bintang tersebut?
Jawab: Katakanlah, tidak boleh meyakini bahwa rasi bintang, planet, dan bintang-bintang mempunyai pengaruh terhadap apa yang dialami manusia dalam kehidupannya, dan tidak boleh pula mencari tahu tentang masa depan melalui bintang-bintang itu karena ilmu tentang gaib khusus bagi Allah. Allah Ta'ālā berfirman, “Katakanlah (Muhammad), ‘Tidak ada seorang pun di langit dan di bumi yang mengetahui perkara yang gaib, kecuali Allah.’” (An-Naml: 65) Juga karena hanya Allah semata yang mampu mendatangkan kebaikan dan mencegah keburukan.
77
Barangsiapa meyakini bahwa bintang memiliki pengaruh dalam menyingkap hal gaib serta nasib baik atau nasib buruk orang yang lahir pada waktu zodiak tertentu atau waktu munculnya planet tertentu, atau meyakini bahwa bintang memiliki
pengaruh dalam membahagiakan atau menyengsarakan dirinya, maka dia telah menjadikannya sebagai sekutu bersama Allah dalam perkara yang merupakan hak Allah dan keistimewaan rubūbiyyah-Nya. Siapa yang melakukan ini, maka dia telah kafir -kita berlindung kepada Allah.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apakah kita wajib berhukum dengan apa yang Allah Ta'ālā turunkan?
Jawab: Katakanlah, segenap kaum muslim wajib berhukum dengan apa yang telah diturunkan Allah Ta'ālā. Berdasarkan firman Allah Ta'ālā, "Dan hendaklah engkau memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah engkau mengikuti kemauan mereka. Dan berhati-hatilah terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan engkau dari sebagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah berkehendak menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebagian
78
dosa-dosa mereka. Dan sungguh, kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik." (Al-Mā`idah: 49).
Dan Allah mencela orang yang mengikuti undang-undang buatan manusia melalui firman-Nya Ta'ālā, "Apakah hukum Jahiliah yang mereka kehendaki? Hukum siapakah yang lebih baik daripada hukum Allah bagi orang-orang yang yakin." (Al-Mā`idah: 50)
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apakah syafaat itu?
Jawab: Katakanlah, syafaat adalah menjadi perantara atau menjadikan orang lain sebagai perantara untuk memperoleh manfaat dan kebaikan atau mencegah kejahatan dan keburukan.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apa sajakah jenis-jenis syafaat itu?
Jawab: Katakanlah, ada tiga macam:
1. Syafaat yang ditetapkan, yaitu syafaat yang hanya diminta kepada Allah. Allah Ta'ālā berfirman, "Katakanlah, semua syafaat milik Allah." (Az-Zumar: 44) Yaitu syafaat agar selamat dari siksa neraka dan memperoleh nikmat surga.
79
Syafaat ini memiliki dua syarat:
a. Izin Allah bagi pemberi syafaat untuk memberi syafaat. Sebagaimana Allah Ta'ālā berfirman, "Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah kecuali atas izin-Nya." (Al-Baqarah: 255)
b. Rida Allah untuk orang yang diberi syafaat. Berdasarkan firman Allah Ta'ālā, "Dan mereka tidak memberi syafaat melainkan kepada orang yang diridai-Nya." (Al-Anbiyā`: 28)
Allah Subḥānahu wa Ta'ālā telah menghimpun kedua syarat ini dalam firman-Nya, "Dan betapa banyak malaikat di langit, syafaat mereka sedikit pun tidak berguna kecuali sesudah Allah mengizinkan (dan hanya) bagi orang yang Dia kehendaki dan Dia ridhai." (An-Najm: 26)
Maka siapa saja yang ingin mendapatkan syafaat, hendaklah dia memintanya kepada Allah Subḥānahu wa Ta'ālā, karena Dia-lah yang memiliki dan mengizinkannya, jangan minta kepada selain Allah. Berdasarkan sabda Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, "Jika kamu memohon, maka mohonlah kepada Allah." (HR. Tirmizi) Anda bisa berdoa: Ya
Allah, masukkanlah aku ke dalam orang-orang yang diberikan syafaat oleh Nabi-Mu ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam pada hari Kiamat.
80
2. Syafaat yang ditiadakan, yaitu yang diminta kepada selain Allah dalam perkara yang tidak dapat dipenuhi kecuali oleh Allah. Syafaat ini adalah syafaat yang syirik.
3. Syafaat di dunia antara manusia. Yaitu syafaat di antara manusia yang masih hidup di dunia dalam perkara yang mampu mereka lakukan dan dalam kebutuhan duniawi yang dibutuhkan oleh sebagian orang dari sebagian yang lain.
Syafaat ini dianjurkan apabila dalam kebaikan, dan diharamkan bila dalam keburukan. Berdasarkan firman Allah Ta'ālā, "Barangsiapa yang memberikan syafaat yang baik, niscaya dia akan memperoleh bagian (pahala) darinya. Dan barangsiapa yang memberikan syafaat yang buruk, niscaya dia akan memikul bagian (dosa) darinya." (An-Nisā`: 85)
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apakah syafaat boleh diminta langsung kepada Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, para nabi, orang-orang saleh, dan orang-orang yang mati syahid karena mereka akan memberi syafaat di hari Kiamat kelak?
Jawab: Katakanlah, syafaat hanya milik Allah Ta'ālā. Sebagaimana firman Allah Ta'ālā, "Katakanlah,
81
semua syafaat milik Allah." (Az-Zumar: 44) Maka kita memohonnya kepada Allah yang memilikinya dan yang mengizinkannya, sebagai wujud ketaatan kepada Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam yang telah bersabda, "Jika kamu memohon, maka mohonlah kepada Allah." (HR. Tirmizi) Kita bisa berdoa: Ya Allah, masukkanlah kami ke dalam orang-orang yang diberikan syafaat oleh Rasul-Mu ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam pada hari Kiamat.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, bagaimana hukum menjadikan orang yang sudah mati sebagai pemberi syafaat antara dirinya dengan Allah Ta'ālā dalam mewujudkan keinginan-nya?
Jawab: Katakanlah, perbuatan ini tergolong syirik besar. Karena Allah Ta'ālā mencela orang yang membuat perantara antara dirinya dengan Allah. Allah Ta'ālā berfirman tentang mereka, "Dan mereka menyembah tuhan selain Allah yang tidak dapat mendatangkan mudarat kepada mereka dan tidak (pula) memberi manfaat, dan mereka berkata, ‘Mereka itu pemberi syafaat bagi kami di sisi Allah.’ Katakanlah, ‘Apakah kamu hendak mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya di langit dan tidak (pula) di bumi?’ Mahasuci Allah dan Mahatinggi dari apa yang mereka persekutukan (itu)." (Yunus :18)
82
Allah mengecap mereka berbuat syirik dalam firman-Nya, "Mahasuci dan Mahatinggi (Allah) dari apa yang mereka persekutukan (itu).” Kemudian Allah memvonis mereka sebagai orang kafir, Dia berfirman, "Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang yang pendusta dan sangat kafir." (Az-Zumar: 3) Dan firman Allah Ta'ālā tentang mereka bahwa mereka berkata tentang para pemberi syafaat ini, "Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata), ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan agar mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.’" (Az-Zumar: 3)
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apakah bisa dipahami dari firman Allah Ta'ālā (artinya): "Sungguh. sekiranya mereka setelah menzalimi dirinya itu datang kepadamu (Muhammad), lalu memohon ampunan kepada Allah, dan Rasul pun memohonkan ampunan untuk mereka, tentulah mereka mendapati Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang" (An-Nisā`: 64) bahwa meminta kepada Rasul ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam agar
83
memohonkan ampunan tetap boleh meskipun beliau telah wafat?
Jawab: Katakanlah, meminta kepada Rasul ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam agar dimohonkan ampunan khusus berlaku pada masa hidup beliau ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, tidak setelah beliau wafat. Tidak ada dalam berita yang sahih dari para sahabat, dan tidak pula dari generasi terbaik bahwa mereka meminta kepada Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam agar dimohonkan ampunan setelah beliau wafat. Juga, karena Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam ketika diminta oleh Aisyah raḍiyallāhu 'anha agar berdoa dan memohonkannya ampunan setelah dia wafat, beliau berkata kepadanya, "Itu seandainya terjadi dan aku masih hidup, aku akan memohonkan ampunan untukmu dan mendoakanmu." (HR. Bukhari)
Hadis ini menjelaskan ayat di atas, bahwa meminta kepada Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam agar dimohonkan ampunan berlaku ketika beliau masih hidup, tidak setelah beliau wafat.
Tidak ada yang meminta kepada beliau agar dimohonkan ampunan setelah beliau wafat kecuali sebagian orang dari generasi akhir setelah generasi terbaik berakhir dan bidah tersebar serta kebodohan merajalela. Ketika itu sebagian mereka melakukannya, dan mereka telah menyelisihi
84
manhaj salafussaleh yang memiliki ilmu kuat dan para imam yang diberi petunjuk dari kalangan sahabat dan orang-orang yang mengikuti jejak mereka dengan baik.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apa maksud dari firman Allah Ta'ālā (artinya), "Wahai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan carilah wasilah (jalan) untuk mendekatkan diri kepada-Nya" (Al-Mā`idah: 35)?
Jawab: Katakanlah, maknanya adalah mendekatkan diri kepada Allah dengan mematuhi-Nya dan mengikuti Rasul-Nya ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Inilah wasilah yang Allah perintahkan untuk mendekatkan kita kepada-Nya. Demikian itu, karena wasilah artinya sesuatu yang mengantarkan kepada tujuan, dan tidak dapat mengantarkan kepada tujuan kecuali apa yang disyariatkan oleh Allah dan Rasul-Nya berupa tauhid dan mengamalkan ketaatan.
Wasilah itu bukan menghadapkan diri kepada para wali dan orang-orang yang ada di dalam kubur. Ini termasuk memutar balikkan nama dan menamakan sesuatu bukan dengan namanya. Ini tidak lain adalah tipu daya setan dari jenis manusia
85
dan jin untuk menyesatkan manusia dari jalan petunjuk menuju surga.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apa arti tawasul?
Jawab: Katakanlah, arti asal tawasul adalah mendekatkan diri. Dan menurut istilah syariat ialah mendekatkan diri kepada Allah Ta'ālā dengan menaati-Nya, beribadah kepada-Nya, mengikuti Nabi-Nya ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, dan melakukan segala hal yang dicintai dan diridai oleh Allah.
Soal: jika ditanyakan kepada Anda, berapa macam tawasul?
Jawab: Katakanlah, tawasul ada dua macam: tawasul yang disyariatkan dan tawasul yang dilarang.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apa sajakah tawasul yang disyariat-kan?
Jawab: Katakanlah:
a. Tawasul kepada Allah dengan menyebut nama-nama-Nya. Allah Ta'ālā berfirman, "Dan Allah memiliki Asmā`ul Ḥusnā (nama-nama yang terbaik), maka memohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asmā`ul Ḥusnā itu." (Al-A'rāf :180) Juga dengan menyebut sifat-sifat-Nya,
86
sebagaimana dalam sabda Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, "Yā Ḥayyu yā Qayyūm, dengan sifat rahmat-Mu aku memohon pertolongan." Ini adalah bentuk tawasul kepada Allah dengan sifat rahmat.
b. Tawasul kepada Allah dengan amal saleh yang ikhlas karena Allah dan sesuai petunjuk sunah Rasul-Nya ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Seperti ucapan orang yang berdoa: Ya Allah, dengan keikhlasanku kepada-Mu dan kesetiaanku mengikuti sunnah Nabi-Mu ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, sembuhkanlah aku dan berilah aku rezeki. Juga seperti tawasul dengan keimanan kepada Allah Subḥānahu wa Ta'ālā dan kepada Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Allah Ta'ālā berfirman, "Ya Rabb kami, sesungguh-nya kami mendengar (seruan) yang menyeru kepada iman, (yaitu), ‘Berimanlah kamu ke-pada Rabbmu,’ maka kami pun beriman. Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami, hapuskanlah kesalahan-kesalahan kami, dan wafatkanlah kami beserta orang-orang yang berbakti." (Āli 'Imrān: 193) Setelah bertawasul seperti itu, mereka lantas berdoa kepada Allah seraya berkata, "Ya Rabb kami, berilah kami apa yang telah Engkau janjikan kepada kami melalui rasul-rasul-Mu. Dan janganlah Engkau hinakan kami pada hari Kiamat. Sesungguhnya Engkau
87
tidak pernah mengingkari janji." (Āli 'Imrān: 194)
Juga sebagaimana kisah tawasul tiga orang yang terjebak batu besar di dalam gua menggunakan amal saleh mereka agar Allah menghilangkan kesulitan yang sedang mereka alami. Seperti disebutkan dalam hadis Ibnu Umar dalam aṣ-Ṣaḥīḥain bahwa Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam menceritakan kepada para sahabat tentang kisah tiga orang yang terkurung batu besar pada saat mereka di dalam gua. Lalu mereka memohon kepada Allah dengan amal saleh mereka masing-masing supaya Allah melonggarkan batu itu agar mereka bisa keluar, hingga batu tersebut terbuka.
c. Tawasul dengan doa orang saleh yang hadir dan mampu, seperti orang yang minta kepada laki-laki saleh agar berdoa kepada Allah untuknya. Sebagaimana permintaan para sahabat raḍiyallāhu `anhum kepada Al-Abbās supaya berdoa kepada Allah untuk menurunkan hujan bagi mereka, dan permintaan Umar bin Khaṭab raḍiyallāhu 'anhu kepada Uwais al-Qarni agar berdoa untuknya. Juga seperti permintaan doa anak-anak Yakub kepadanya. Allah Ta'ālā berfirman, "Mereka berkata, ‘Wahai ayah kami, mohonkanlah ampunan bagi kami atas dosa-dosa kami, sesungguhnya kami adalah orang yang berdosa." (Yusuf: 97)
88
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apa sajakah tawasul yang dilarang?
Jawab: Katakanlah, yaitu tawasul yang dibatalkan oleh syariat. Seperti orang yang bertawasul dengan orang-orang mati dan meminta pertolongan serta syafaat kepada mereka. Tawasul semacam ini adalah syirik berdasarkan kesepakatan para imam, sekalipun sosok yang digunakan bertawasul berasal dari kalangan nabi atau wali.
Allah Ta'ālā berfirman, “Dan orang-orang yang menjadikan selain Allah sebagai pelindung (berkata), ‘Kami tidak menyembah mereka melainkan (berharap) supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya.’” (Az-Zumar: 3) Kemudian Allah mengiringi keterangan tentang sifat mereka ini dengan vonis terhadap mereka, yaitu Allah Ta'ālā berfirman, "Sesungguhnya Allah akan memberi putusan di antara mereka tentang perkara yang tengah mereka perselisihkan. Sungguh, Allah tidak memberi petunjuk kepada orang yang pendusta dan yang sangat kafir." (Az-Zumar: 3) Allah memvonis mereka kafir dan keluar dari agama.
Demikian pula, termasuk tawasul yang dilarang adalah tawasul yang tidak dijelaskan hukumnya oleh syariat. Sebab tawasul itu ibadah, sedangkan ibadah harus tauqīfīyah (berlandaskan dalil sahih). Seperti tawasul dengan kedudukan, benda, atau
89
yang lainnya. Contohnya ucapan sebagian orang: Ya Allah, ampunilah aku dengan kedudukan al-Habīb; atau: Ya Allah, kami memohon kepada-Mu dengan Nabi-Mu, atau dengan kedudukan orang-orang yang saleh atau dengan tanah makam fulan, dan seterusnya. Tawasul semacam ini tidak pernah disyariatkan oleh Allah dan tidak pula Rasulullah, sehingga merupakan bidah yang harus dihindari. Tawasul semacam ini dan yang sebelumnya tidak diketahui pernah dilakukan oleh generasi salafussaleh dari kalangan sahabat, tabiin, dan para ulama yang diberi petunjuk. Semoga Allah meridai mereka semua.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, ada berapakah macam ziarah kubur bagi laki-laki?
Jawab: Katakanlah, ada dua macam:
1. Ziarah yang disyariatkan dan pelakunya diberi pahala karena dua alasan, yakni:
a. Mengingat akhirat. Berdasarkan sabda Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, "Dahulu aku melarang kalian ziarah kubur. Ketahuilah, berziarahlah kalian. Karena ziarah kubur dapat mengingatkan akhirat." (HR. Muslim)
b. Mengucapkan salam kepada orang yang mati dan mendoakan mereka. Yakni kita mengucapkan: Assalāmu ‘alaikum ahlad
90
diyār minal mu`minīn … dst. Sehingga yang berziarah dan yang diziarahi sama-sama mendapat manfaat.
2. Ziarah yang tidak disyariatkan dan pelakunya berdosa. Yaitu ziarah kubur yang ditujukan untuk berdoa di samping kuburan orang saleh atau berdoa kepada Allah dengan perantara mereka. Perbuatan ini adalah perbuatan bidah yang dapat mengantarkan pelakunya dan menggelincirkannya ke dalam syirik, atau ke dalam memohon pertolongan, bantuan, dan syafaat kepada orang mati yang merupakan perbuatan syirik besar. Berdasarkan firman Allah Ta'ālā, "Yang (berbuat) demikian itulah Allah, Rabbmu, hanya milik-Nya segala kerajaan. Dan orang-orang yang kamu seru selain Allah tidak mempunyai apa-apa walaupun setipis kulit ari. Jika kamu menyeru mereka, mereka tidak mendengar seruanmu; dan kalaupun mereka mendengar, mereka tidak dapat mengabulkan permintaanmu. Dan di hari
Kiamat mereka akan mengingkari perbuatan syirikmu, dan tidak ada yang dapat memberi keterangan kepadamu sebagaimana yang diberikan oleh (Allah) Yang Maha Mengetahui." (Fāṭir: 13-14)
91
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apa yang Anda ucapkan pada saat ziarah kubur?
Jawab: Katakanlah, aku membaca apa yang diajarkan oleh Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam kepada para sahabatnya untuk dibaca apabila mereka ziarah kubur, "Assalāmu’alaikum dār qaumin mu`minīn wa`atākum mā tū’adūn gadan mu`ajjalūn wa`innā insyā`allāhu bikum lāhiqūn (Semoga keselamatan terlimpah atas kalian, wahai penghuni negeri kaum mukmin. Telah datang pada kalian apa yang dijanjikan kepada kalian, dan esok kalian diberi tangguh. Dan sesungguhnya, jika Allah menghendaki, kami akan menyusul kalian." (HR .
Muslim) Kemudian aku berdoa kepada Allah memohonkan untuk mereka rahmat, ampunan, peningkatan derajat, dan doa-doa baik lainnya.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apakah kita boleh mendekatkan diri kepada Allah dengan berdoa di makam orang saleh?
Jawab: Katakanlah, sesungguhnya berdoa kepada Allah di sisi makam orang-orang saleh adalah bidah yang diada-adakan. Perbuatan ini merupakan pengantar kepada syirik.
92
Diriwayatkan dari Ali bin al-Husain -raḍiyallāhu `anhu-, bahwa ia melihat seorang laki-laki yang berdoa kepada Allah di sisi makam Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-, maka ia pun melarangnya dan berkata, sesungguhnya Rasulullah -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- bersabda, "Janganlah kalian menjadikan makamku sebagai tempat kunjungan rutin untuk beribadah." (HR. Aḍ-Ḍiyā` al-Maqdisi di dalam al-Mukhtārah :428)
Makam paling mulia ialah makam yang berisi jasad paling suci dan paling mulia, manusia paling utama dan makhluk paling terhormat di sisi Allah, yaitu makam Nabi -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam-. Namun tidak pernah ditemukan satu hadis dengan sanad yang sahih bersumber dari salah satu sahabat -raḍiyallāhu `anhum- bahwa ia pernah mendatangi makam beliau -ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam- lalu berdoa kepada Allah di sisinya. Begitu pula generasi tabi'in yang mengikuti mereka dengan baik; mereka tidak pernah berdoa di sisi makam para sahabat dan para tokoh umat ini.
Sebenarnya berdoa di sisi kubur adalah bisikan setan yang dianggap remeh oleh akal sebagian kalangan generasi akhir. Mereka memandang baik perbuatan yang dianggap buruk oleh para pendahulu mereka yang saleh, mereka menjauhinya dan melarangnya karena mengetahui keburukannya dan akibatnya yang sangat tidak
93
baik. Namun hal ini tidak diketahui oleh orang-orang dari generasi akhir yang memiliki ilmu, akal, pemahaman dan kelebihan di bawah para pendahulu tersebut. Akibatnya mereka terjerat dalam perangkap setan, dan penilaian baik terhadap bidah telah menyeret mereka ke jurang kesyirikan yang dalam. -Kita berlindung kepada Allah - .
Soal: Jika dikatakan kepada Anda, apa makna guluw (berlebih-lebihan), dan apakah dia memiliki macam?
Jawab: Katakanlah, guluw adalah sikap melampaui batas yang disyariatkan dengan melampaui apa yang Allah perintahkan. Guluw bisa berupa menambah lebih dari apa yang diperintahkan secara syariat atau yang diizinkan, dan bisa berupa perbuatan meninggalkan dengan niat beribadah.
Di antara bentuk guluw yang membinasakan adalah guluw (berlebihan) terhadap para nabi dan orang-orang saleh dengan mengangkat mereka di atas kedudukan yang semestinya, mencintai dan menghormati mereka lebih dari apa yang menjadi hak mereka, menyandangkan kepada mereka sifat-sifat rubūbiyyah atau memberikan sebagian ibadah kepada mereka, dan berlebihan dalam memuji serta menyanjung mereka hingga menempatkan mereka pada tingkat sesembahan (tuhan).
94
Diantara bentuk guluw adalah beribadah kepada Allah dengan cara terus-menerus meninggalkan hal-hal mubah yang Allah Subhānahu wa Ta'ālā ciptakan untuk kemaslahatan manusia berupa makanan dan minuman serta apa yang dibutuhkan manusia seperti tidur dan nikah.
Juga termasuk bentuk guluw yang dibenci adalah memberikan vonis kafir kepada kaum muslim yang bertauhid berikut hukum-hukum ikutannya seperti berlepas diri, memboikot, memerangi, memusuhi, serta menghalalkan kehormatan, harta, dan darah.
Soal: Jika dikatakan kepada Anda, sebutkan sebagian dari nas syariat yang mengingatkan perbuatan guluw!
Jawab: Katakanlah, sangat banyak dalil dari Al-Qur`ān dan Sunah yang melarang dan mengingatkan perbuatan guluw. Misalnya firman Allah Ta'ālā, "Dan aku bukan termasuk orang yang menyusahkan diri." (Ṣād: 86)
Allah 'Azza wa Jalla juga melarang Bani Israel dari perbuatan guluw. Allah Ta'ālā berfirman, "Janganlah kamu guluw dalam agamamu." (An-Nisā`: 171)
Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda, "Jangan kalian bersikap guluw, karena umat-umat sebelum kalian dibinasakan oleh sikap guluw." (HR. Ahmad)
95
Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam juga bersabda, "Binasalah orang yang berlebihan, binasalah orang yang berlebihan, binasalah orang yang berlebihan." (HR. Muslim)
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, bolehkah tawaf di selain Ka’bah?
Jawab: Katakanlah, tidak boleh tawaf di selain Ka’bah. Karena Allah 'Azza wa Jalla mengkhusus-kan tawaf di Baitullah (Ka’bah). Allah Subḥānahu wa Ta'ālā berfirman, "Dan hendaklah mereka melakukan tawaf di sekeliling rumah tua (Ka’bah)." (Al-Ḥajj: 29)
Dan Rabb kita tidak mengizinkannya di tempat lain, karena tawaf merupakan ibadah, sedang kita dilarang membuat ibadah baru apa pun bentuknya, sehingga tidak boleh ada ibadah kecuali berdasarkan dalil yang sahih dari Al-Qur`ān dan as-Sunah.
Membuat ibadah baru tanpa landasan dalil syariat adalah bentuk penentangan, sedang memberikan-nya kepada selain Allah adalah perbuatan syirik yang dapat menghapus amal dan mengeluarkan dari agama yang lurus kepada kekafiran. Kita berlindung kepada Allah.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, bolehkah melakukan perjalanan jauh
96
(safar) karena mengagungkan sebuah lokasi atau sebuah tempat selain masjid yang tiga (Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsa)?
Jawab: Katakanlah, tidak boleh melakukan perjalanan jauh karena mengagungkan sebuah lokasi atau sebuah tempat dengan meyakini keutamaannya dan keutamaan melakukan perjalanan ke tempat tersebut selain kepada tiga masjid. Berdasarkan sabda Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, "Tidak boleh melakukan perjalanan jauh kecuali kepada tiga masjid: Masjidil Haram, masjidku ini (Masjid Nabawi), dan Masjidil Aqsa." (HR. Muslim)
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apakah hadis-hadis berikut ini sahih atau merupakan kedustaan terhadap Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam: "Jika kalian mengalami kesempitan masalah, maka berziarah-lah ke kuburan"; "Siapa yang melakukan ibadah haji namun tidak berziarah ke makamku, maka dia telah menjauhiku"; "Barangsiapa berziarah ke makamku dan makam ayahku, Ibrahim, di tahun yang sama, maka aku menjaminkan surga untuk-nya kepada
97
Allah"; "Siapa yang mengunjungiku setelah aku mati, maka seolah-olah dia berkunjung kepadaku pada masa hidup"; "Siapa yang memiliki keyakinan pada sesuatu, niscaya sesuatu itu memberinya manfaat"; "Bertawasul-lah kalian dengan kedudukanku, karena kedudukanku mulia di sisi Allah"; "Wahai hamba-Ku! Taatilah Aku, niscaya Aku akan menjadikanmu termasuk orang yang mampu mengatakan kepada sesuatu, "Kun" maka jadilah sesuatu itu"; "Sesung-guhnya Allah menciptakan makhluk dari cahaya nabi-Nya, Muhammad ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam"?
Jawab: Katakanlah, semua hadis ini adalah kedustaan terhadap Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam. Yang menyebarkannya hanyalah para ahli bidah dan pemuja kuburan. Juga yang bisa mengatakan kepada sesuatu "kun (jadilah)" lalu sesuatu itu jadi hanya Allah semata, tidak ada sekutu dan tandingan bagi-Nya. Mahasuci Allah dan Maha Terpuji. Tidak satupun makhluk yang mampu dan memilikinya, baik para nabi ataupun para wali.
98
Allah Ta'ālā berfirman, "Sungguh, urusan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya, 'Jadilah!' maka jadilah sesuatu itu." (Yāsīn: 82)
Allah Ta'ālā juga berfirman, "Ingatlah, mencipta-kan dan memerintah hanyalah hak Allah. Maha-suci Allah Rabb semesta alam." (Al-A'rāf: 54)
Allah mendahulukan kata yang posisi normalnya di belakang untuk memberi arti pembatasan. Yakni pembatasan penciptaan dan pengaturan hanya milik Allah semata, tiada sekutu bagi-Nya.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, bolehkah mengubur orang yang mati di dalam masjid serta membangun masjid di atas kuburan?
Jawab: Katakanlah, ini termasuk perbuatan yang sangat diharamkan, bidah yang berbahaya, dan terhitung sebagai sarana paling besar yang dapat menjerumuskan kepada syirik.
Dari Aisyah raḍiyallāhu ‘anhā, ia berkata, Rasulullah ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam bersabda pada saat sakit menjelang wafat dan beliau tidak bangun lagi, "Allah melaknat orang Yahudi dan Nasrani karena menjadikan kuburan para nabi mereka sebagai masjid." Aisyah raḍiyallāhu ‘anhā
99
mengatakan, "Yaitu beliau melarang perbuatan mereka." (Muttafaq ' alaih)
Dan dari Jundub bin Abdillah raḍiyallāhu 'anhu, dari Nabi ṣallallāhu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau bersabda lima hari sebelum wafat, "Ketahuilah, sesungguhnya umat sebelum kalian menjadikan kuburan para nabi dan orang-orang saleh mereka sebagai masjid. Ingatlah, janganlah kalian menjadikan kuburan sebagai masjid. Sungguh, aku melarang kalian dari hal tersebut." (HR. Muslim)
Masjid-masjid yang dibangun di atas kuburan tidak boleh digunakan untuk salat. Bila masjid tersebut yang dibangun di atas satu atau banyak kubur, maka wajib dirobohkan. Adapun jika masjid itu dibangun bukan di atas kuburan, kemudian seorang yang mati dikubur di dalamnya, maka masjid tersebut tidak dihancurkan, tetapi kubur itu yang dibongkar dan orang yang dikubur dalam masjid itu dipindahkan ke pemakaman umum.
Soal: Jika ditanyakan kepada Anda, apa hukum mendirikan bangunan di atas kuburan?
Jawab: Katakanlah, mendirikan bangunan di atas kuburan adalah bidah yang mungkar. Karena termasuk guluw (berlebih-lebihan) dalam menghormati orang yang dikubur di dalamnya dan