Artikel

FATWA-FATWA PILIHAN





 





(9) Hukum mengolok-olok agama untuk mentertawakan manusia





          Pertanyaan: Sebagian manusia ada yang bercanda dengan kata-kata yang mengandung olok-olok (ejekan) kepada Allah I, atau Rasulullah r, atau agama…apakah hukumnya?





          Jawaban: Kami katakan: 'Sesungguhnya perbuatan ini, yaitu mengolok-olok Allah I, atau Rasul-Nya r, atau kitab-Nya, atau agama-Nya, sekalipun hanya bercanda, kendati hanya bertujuan membuat orang-orang tertawa, kami katakan: Sesungguhnya ini adalah kufur dan nifaq, hal itu sama seperti yang pernah terjadi di zaman Rasulullah r pada orang-orang yang berkata: 'Kami tidak pernah melihat seperti para qari kita yang paling besar perut (maksudnya, banyak makan) dan paling pendusta lidahnya, serta lebih penakut saat bertemu musuh –maksudnya Rasulullah r dan para sahabatnya yang qari, maka turunlah (al-Qur'an) pada mereka:





وَلَئِن سَأَلْتَهُمْ لَيَقُولُنَّ إِنَّمَا كُنّا نَخُوضُ وَنَلْعَبُ





Dan jika kamu tanyakan kepada mereka (tentang apa yang mereka lakukan itu), tentu mereka akan menjawab:"Sesungguhnya kami hanya bersenda gurau dan bermain-main saja". (QS. at-Taubah:65)





Karena sesungguhnya mereka datang kepada Nabi r seraya mengatakan: 'Sesungguhnya kami berbicara sebagai pembicaraan di tunggangan (di tengah perjalanan), untuk menghilangkan rasa capek di perjalanan.' Maka Rasulullah r berkata kepada mereka apa yang difirmankan oleh Allah I:





  قُلْ أَبِاللهِ وَءَايَاتِهِ وَرَسُولِهِ كُنتُمْ تَسْتَهْزِءُونَ  لاَتَعْتَذِرُوا قَدْ كَفَرْتُم بَعْدَ إِيمَانِكُمْ





". Katakanlah:"Apakah dengan Allah, ayat-ayat-Nya dan Rasul-Nya kamu selalu berolok-olok?". * Tidak usah kamu minta maaf, karena kamu kafir sesudah beriman. (QS. at-Taubah:65-66)





Maka sisi rububiyah (ketuhanan), risalah, wahyu, dan agama adalah sisi yang dihormati. Tidak boleh bagi seseorang bermain-main padanya, mengolok-olok, mentertawakan, dan meledek. Maka jika ia melakukan maka sesungguhnya ia kafir, karena ia mengindikasikan penghinaan kepada Allah I, kitab-kitab-Nya dan syari'at-Nya. Dan orang yang melakukan hal itu harus bertaubat kepada Allah I dari perbuatan yang telah dia lakukan, karena hal ini termasuk nifaq (sifat munafik). Ia harus bertaubat kepada Allah I, meminta ampun (istighfar) dan memperbaiki amal perbuatannya, menjadikan di dalam hatinya rasa takut kepada Allah I, menggagungkan-Nya, takut dan cinta kepada-Nya. wallahu waliyut taufiq.





Syaikh Ibnu 'Utsaimin – Majmu' Fatawa wa Rasa`il (2/156).





 





(10) Hukum orang yang mengolok-olok orang-orang yang taat (multazimin)





          Pertanyaan: Sebagian orang mengolok-olok dan meledek orang yang multazim (taat) dengan agama Allah… apakah hukum mereka itu?





          Jawaban:  Orang-orang yang mengolok-olok orang-orang yang multazim dengan agama Allah I yang melaksanakan perintah Allah I, pada diri mereka ada satu jenis nifaq, karena Allah I berfirman tentang orang-orang munafik:





الَّذِينَ يَلْمِزُونَ الْمُطَّوِّعِينَ مِنَ الْمُؤْمِنِينَ فِي الصَّدَقَاتِ وَالَّذِينَ لاَيَجِدُونَ إِلاَّ جُهْدَهُمْ فَيَسْخَرُونَ مِنْهُمْ سَخِرَ اللهُ مِنْهُمْ وَلَهُمْ عَذَابٌ أَلِيمٌ





(orang-orang munafik) yaitu orang-orang yang mencela orang-orang mu'min yang memberi sedekah dengan sukarela dan (mencela) orang-orang yang tidak memperoleh (untuk disedekahkan) selain sekedar kesanggupannya, maka orang-orang munafik itu menghina mereka. Allah akan membalas penghinaan mereka itu, dan untuk mereka azab yang pedih. (QS. at-Taubah:79)





Kemudian, jika mereka mengolok-olok kepada mereka (multazimin) karena syari'at yang mereka jalankan, maka sesungguhnya mengolok-olok mereka sama artinya mengolok-olok syari'at, dan mengolok-olok syari'at adalah kufur. Adapun bila mereka mengolok-olok mereka –yang dimaksudnya adalah pribadi dan penampilan mereka, tanpa memandang sisi lain mereka berupa mengikuti sunnah, maka sesungguhnya mereka tidak kafir dengan sebab itu. Karena terkadang manusia mengolok-olok pribadi seseorang –tanpa memandang amal perbuatannya- akan tetapi mereka tetap berada di atas bahaya besar. Dan yang wajib adalah mendorong/memberi semangat orang yang multazim dengan syari'at Allah I, menolong dan memberi pengarahan kepadanya apabila melakukan satu jenis kesalahan sehingga ia menjadi lurus di atas perkara yang dituntut.





Syaikh 'Utsaimin –al-Majmu' ats-Tsamin (1/75).



Tulisan Terbaru

Keutamaan Puasa Enam ...

Keutamaan Puasa Enam Hari Syawal Shawal