Artikel

Hukum Onani





Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah





Syaikh Muhammad al-Utsaimin rahimahullah





 





 





            Pertanyaan 1: Apabila seseorang mengeluarkan maninya sendiri, apakah itu termasuk perbuatan zinah? Apakah hukumnya?





            Jawaban 1: Menurut sebagian orang ini dinamakan 'aadah sirriyyah (kebiasaan rahasia) dan dinamakan pula istimna` (onani). Menurut pendapat mayoritas ulama hukumnya adalah haram, dan itulah pendapat yang benar karena Allah subhanahu wa ta’ala berfirman saat menyebutkan orang-orang yang beriman dan sifat-sifat mereka:





 





 





dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, *  kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. * Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (QS. al-Mu'minun:5-7)





al-'Adiy adalah orang zalim yang melampaui batas-batas Allah subhanahu wa ta’ala. Maka Allah subhanahu wa ta’ala mengabarkan bahwa orang yang melampaui jima' kepada istri dan jima' sirriyah[1] maka ia adalah orang yang melampaui batas. Dan tidak diragukan lagi bahwa onani keluar dari hal itu.





            Karena inilah, para ulama melakukan istinbath hukum dari ayat yang mulia ini tentang haramnya melakukan kebiasaan rahasia ini, yaitu melakukan onani dengan tangan, yaitu mengeluarkan mani dengan tangannya saat nafsu syahwatnya bangkit. Ia tidak boleh melakukan perbuatan ini dan hal itu mengandung bahaya besar, seperti yang dikatakan para dokter. Bahkan sebagian pakar menulis tentang hal itu bahwa didalamnya terdapat beberapa bahaya dari kebiasaan rahasia ini. Dan Anda -wahai penanya- wajib berhati-hati dari hal itu dan hendaklah engkau menjauhkan diri dari kebiasaan buruk ini, hal itu mengandung bahaya besar yang tidak samar lagi. Dan karena ia merupakan kebiasaan yang menyalahi dzahir (yang nampak) dari Kitabullah (al-Qur`an) dan menyalahi yang dilarang oleh Allah subhanahu wa ta’ala untuk hamba-hamba -Nya. Wajib menjauhinya dan berhati-hati darinya. Seharusnya bagi orang yang kuat syahwatnya dan khawatir terhadap dirinya agar segera menikah, maka jika ia tidak bisa hendaklah ia berpuasa, berdasarkan hadits:





قال رسول الله e : (يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاء)





Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mampu maka hendaklah ia menikah, karena ia lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu maka hendaklah ia puasa, maka sesungguhnya ia mengurangi syahwat."[2]





Dan beliau tidak mengatakan: siapa yang tidak mampu maka hendaklah ia mengeluarkan maninya dengan tangannya atau hendaklah ia melakukan onani. Namun beliau bersabda: " Dan barangsiapa yang tidak mampu maka hendaklah ia puasa, maka sesungguhnya ia mengurangi syahwat." Nabi Muhmmad shalallahu ‘alaihi wasallam menyebutkan dua perkara: salah satunya segera menikah bagi yang mampu dan kedua: meminta pertolongan dengan puasa bagi yang tidak mampu menikah, karena puasa melemahkan saluran syetan. Maka sudah sepantasnya bagimu wahai hamba Allah, agar beradab dengan tata krama syari'at dan hendaklah engkau berusaha menjaga dirimu dengan pernikahan syar'i, sehingga kendati harus berhutang, maka sesungguhnya Allah subhanahu wa ta’ala akan melunasi hal itu dari engkau. Sesungguhnya perkawinan adalah amal shalih dan pelakunya akan ditolong, sebagaimana disebutkan dalam hadits:





قال رسول الله e : (ثَلاَثَةٌ حَقٌّ عَلَى اللهِ عَزَّ وَجَلَّ عَوْنُهُمْ: اَلْمُكَاتَبُ الَّذِي يُرِيْدُ اْلأَدَاءَ وَالنَّاكِحُ الَّذِي يُرِيْدُ الْعَفَافَ وَاْلمُجَاهِدُ فِي سَبِيْلِ اللهِ)





Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda: "Ada tiga golongan yang Allah subhanahu wa ta’ala pasti menolong mereka: budak mukatab yang ingin membayar, yang menikah karena ingin menjaga diri (dari yang haram), dan mujahid fi sabilillah."[3]





Syaikh Bin Baz –Majalah al-Buhuth, edisi no. 26 hal 129-130.





 





            Pertanyaan 2: Apakah hukumnya melakukan kebiasaan rahasia (onani)?





            Jawaban 2: Melakukan kebiasaan rahasia, yaitu melakukan onani dengan tangan atau dengan yang lain adalah haram berdasarkan dalil al-Qur`an, sunnah, dan pandangan yang shahih. Adapun dari al-Qur`an, maka firman Allah subhanahu wa ta’ala:





 





 





dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, *  kecuali terhadap isteri-isteri mereka atau budak yang mereka miliki; maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. * Barangsiapa mencari yang di balik itu maka mereka itulah orang-orang yang melampaui batas. (QS. al-Mu'minun:5-7)





dan barangsiapa yang ingin menyalurkan syahwatnya  kepada bukan istri dan budak wanitanya maka ia telah mencari di balik itu dan ia adalah orang yang melampaui batas menurut ayat  yang mulia ini.





            Adapun dari sunnah:





قال رسول الله e : (يَا مَعْشَرَ الشَّبَابِ مَنِ اسْتَطَاعَ مِنْكُمُ الْبَاءَةَ فَلْيَتَزَوَّجْ فَإِنَّهُ أَغَضُّ لِلْبَصَرِ وَأَحْصَنُ لِلْفَرْجِ وَمَنْ لَمْ يَسْتَطِعْ فَعَلَيْهِ بِالصَّوْمِ فَإِنَّهُ لَهُ وِجَاء)





Rasulullah e bersabda: "Wahai para pemuda, barangsiapa di antara kamu yang mampu maka hendaklah ia menikah, karena ia lebih menundukkan pandangan dan lebih memelihara kemaluan. Dan barangsiapa yang tidak mampu maka hendaklah ia puasa, maka sesungguhnya ia mengurangi syahwat."





Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam menyuruh orang yang tidak mampu menikah agar puasa, dan jika onani itu hukumnya boleh niscaya beliau menyarankan kepadanya. Maka tatkala Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam tidak menyarankan kepada hal itu padahal bisa, jelas bisa diketahui bahwa onani itu tidak boleh.





            Adapun pandangan yang shahih, maka perbuatan itu mengakibatkan bahaya yang sangat banyak yang disebutkan oleh pakar kedokteran. Ada bahayanya yang menimpa badan, terhadap kemampuan seksual, terhadap pemikiran, dan terkadang bisa menghalanginya dari menikah yang benar, karena apabila manusia sudah memuaskan nafsunya dengan cara seperti ini terkadang ia tidak perduli terhadap pernikahan.





Syaikh Muhammad bin al-Utsaimin, pertanyaan-pertanyaan penting





 


Tulisan Terbaru

PESAN DARI KHAMAH MUS ...

PESAN DARI KHAMAH MUSLIM KEPADA ORANG KRISTEN

Keutamaan Puasa Enam ...

Keutamaan Puasa Enam Hari Syawal Shawal