Segala puji hanya untuk Allah Ta'ala, shalawat serta salam
semoga tercurah kepada Nabi Muhammad Shalallahu’alaihi wa
sallam beserta keluarga dan seluruh sahabatnya.
Syi’ah (Bahasa Arab: شيعة ,Bahasa Persia: شيعه (ialah salah
satu aliran atau mazhab dalam Islam. Syi'ah menolak kepemimpinan
dari tiga Khalifah Sunni pertama seperti juga Sunni menolak Imam
dari Imam Syi'ah. Bentuk tunggal dari Syi'ah adalah Syī`ī (Bahasa
Arab: شيعي (.menunjuk kepada pengikut dari Ahlul Bait dan Imam Ali.
Sekitar 90% umat Muslim sedunia merupakan kaum Sunni, dan 10%
menganut aliran Syi'ah.
Etimologi
Perangko Iran bertuliskan Hadits Gadir Kum. Ketika itu Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut Ali radhiyallahu
‘anhu sebagai mawla (menurut versi Syi’ah, edit).
Istilah Syi'ah berasal dari kata Bahasa Arab شيعةSyī`ah. Bentuk
tunggal dari kata ini adalah Syī`ī شيعي.
"Syi'ah" adalah bentuk pendek dari kalimat bersejarah
Syi`ah `Ali علي شيعة artinya "pengikut Ali", yang berkenaan tentang
Q.S. Al-Bayyinah ayat khoirulbariyyah, saat turunnya ayat itu Nabi
4
SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM bersabda: "Wahai Ali, kamu dan
pengikutmu adalah orang-orang yang beruntung" (ya Ali anta wa
syi'atuka humulfaaizun). (ini riwayat versi Syi’ah, wallahu a’lam.
edit).
Syi'ah menurut etimologi bahasa Arab bermakna: pembela
dan pengikut seseorang. Selain itu juga bermakna: Setiap kaum yang
berkumpul di atas suatu perkara.
Adapun menurut terminologi syariat bermakna: Mereka
yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu
sangat utama di antara para sahabat dan lebih berhak untuk
memegang tampuk kepemimpinan kaum muslimin, demikian pula
anak cucunya sepeninggal beliau. Syi'ah, dalam sejarahnya
mengalami beberapa pergeseran. Seiring dengan bergulirnya waktu,
Syi'ah mengalami perpecahan yang satu sama lain saling berbeda
dalam persoalan yang sangat prinsif dalam aqidah Syi’ah, yaitu
masalah imamah.
Ikhtisar
Muslim Syi'ah percaya bahwa Keluarga Muhammad
shallallahu ‘alaihi wa sallam (yaitu para Imam Syi'ah) adalah sumber
pengetahuan terbaik tentang Qur'an dan Islam, guru terbaik tentang
5
Islam setelah Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, dan
pembawa serta penjaga terpercaya dari tradisi Sunnah.
Secara khusus, Syi'ah berpendapat bahwa Ali bin Abi Thalib
radhiyallahu ‘anhu, yaitu sepupu dan menantu Muhammad dan
kepala keluarga Ahlul Bait, adalah penerus kekhalifahan setelah Nabi
Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang berbeda dengan
khalifah lainnya yang diakui oleh Muslim Sunni. Syi'ah percaya
bahwa Ali dipilih melalui perintah langsung oleh Nabi Muhammad,
shallallahu ‘alaihi wa sallam dan perintah Nabi berarti wahyu dari
Allah ta’ala.
Perbedaan antara pengikut Ahlul Bait dan Abu Bakar radhiyallahu
‘anhu menjadikan perbedaan pandangan yang tajam antara Syi'ah
dan Sunni dalam penafsiran Al-Qur'an, Hadits, mengenai Sahabat,
dan hal-hal lainnya. Sebagai contoh perawi Hadits dari Syi'ah
berpusat pada perawi dari Ahlul Bait, sementara yang lainnya
seperti Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu tidak dipergunakan.
Tanpa memperhatikan perbedaan tentang khalifah, Syi'ah mengakui
otoritas Imam Syi'ah (juga dikenal dengan Khalifah Ilahi) sebagai
pemegang otoritas agama, walaupun sekte-sekte dalam Syi'ah
berbeda dalam siapa pengganti para Imam dan Imam saat ini.
6
Doktrin
Dalam Syi'ah terdapat apa yang namanya ushuluddin
(pokok-pokok agama) dan furu'uddin {masalah penerapan agama).
Syi'ah memiliki Lima Ushuluddin:
1. Tauhid, bahwa Allah SWT adalah Maha Esa.
2. Al-‘Adl, bahwa Allah SWT adalah Maha Adil.
3. An-Nubuwwah, bahwa kepercayaan Syi'ah meyakini
keberadaan para nabi sebagai pembawa berita dari Tuhan kepada
umat manusia
4. Al-Imamah, bahwa Syiah meyakini adanya imam-imam yang
senantiasa memimpin umat sebagai penerus risalah kenabian.
5. Al-Ma'ad, bahwa akan terjadinya hari kebangkitan.
Dimensi ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al-Quran yang
menginformasikan bahwa Allah Maha Kuasa menciptakan segala
sesuatu termasuk menciptakan Takdir.
Dialah Yang Awal dan Yang Akhir ,Yang Zhahir dan Yang Bathin (Al
Hadid / QS. 57:3). Allah tidak terikat ruang dan waktu, bagi-Nya tidak
memerlukan apakah itu masa lalu, kini atau akan datang). Dimensi
ketuhanan ini merupakan sekumpulan ayat-ayat dalam Al-Quran
7
yang menginformasikan bahwa Allah maha kuasa menciptakan
segala sesuatu termasuk menciptakan Takdir.
Dialah Yang Awal dan Yang Akhir ,Yang Zhahir dan Yang Bathin (Al
Hadid / QS. 57:3). Dia (Allah) telah menciptakan segala sesuatu dan
sungguh telah menetapkannya (takdirnya) (Al-Furqaan / QS. 25:2)
Apakah kamu tidak tahu bahwa Allah mengetahui segala sesuatu
yang ada di langit dan bumi. Sesungguhnya itu semua telah ada
dalam kitab, sesungguhnya itu sangat mudah bagi Allah (Al-Hajj / QS.
22:70) Dia menciptakan apa yang dikehendaki-Nya (Al-Maa'idah /
QS. 5:17) Kalau Dia (Allah) menghendaki maka Dia memberi
petunjuk kepadamu semuanya (Al-An'am / QS 6:149) Allah
menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat (As-Safat / 37:96)
Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan segala urusan (Luqman / QS.
31:22). Allah yang menentukan segala akibat. Dia (Allah) telah
menciptakan segala sesuatu dan sungguh telah menetapkannya
(takdirnya) (Al-Furqaan / QS. 25:2) Apakah kamu tidak tahu bahwa
Allah mengetahui segala sesuatu yang ada di langit dan bumi.
Sesungguhnya itu semua telah ada dalam kitab, sesungguhnya itu
sangat mudah bagi Allah (Al-Hajj / QS. 22:70) Dia menciptakan apa
yang dikehendaki-Nya (Al-Maa'idah / QS. 5:17) Kalau Dia (Allah)
menghendaki maka Dia memberi petunjuk kepadamu semuanya (Al-
An'am / QS 6:149) Allah menciptakan kamu dan apa yang kamu
8
perbuat (As-Safat / 37:96) Dan hanya kepada Allah-lah kesudahan
segala urusan (Luqman / QS. 31:22). Allah yang menentukan segala
akibat. Nabisama seperti muslimin lain. I’tikadnya tentang kenabian
ialah:
1. Jumlah nabi dan rasul Allah ada 124.000.
2. Nabi dan rasul terakhir ialah Nabi Muhammad
SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM.
3. Nabi Muhammad SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM
suci dari segala aib dan tiada cacat apa pun. Ialah nabi paling utama
dari seluruh Nabi yang ada.
4. Ahlul Baitnya, yaitu Ali, Fatimah, Hasan, Husain dan 9 Imam
dari keturunan Husain adalah manusia-manusia suci.
5. Al-Qur'an ialah mukjizat kekal Nabi Muhammad
SHALLALLAHU ‘ALAIHI WA SALLAM.
Sekte Dalam Syi'ah
Syi'ah terpecah menjadi 22 sekte. Dari 22 sekte itu, hanya
tiga sekte yang masih ada sampai sekarang, yakni:
9
Dua Belas Imam
Disebut juga Imamiah atau Itsna 'Asyariah (Dua Belas
Imam); dinamakan demikian sebab mereka percaya yang berhak
memimpin muslimin hanya imam, dan mereka yakin ada dua belas
imam. Aliran ini adalah yang terbesar di dalam Syiah. Urutan imam
mereka yaitu:
1. Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul
Mukminin
2. Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-
Mujtaba
3. Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain
asy-Syahid
4. Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal
Abidin
5. Muhammad bin Ali (676–743), juga dikenal dengan
Muhammad al-Baqir
6. Jafar bin Muhammad (703–765), juga dikenal dengan
Ja'far ash-Shadiq
10
7. Musa bin Ja'far (745–799), juga dikenal dengan Musa al-
Kadzim
8. Ali bin Musa (765–818), juga dikenal dengan Ali ar-Ridha
9. Muhammad bin Ali (810–835), juga dikenal dengan
Muhammad al-Jawad atau Muhammad at Taqi
10. Ali bin Muhammad (827–868), juga dikenal dengan Ali al-
Hadi
11. Hasan bin Ali (846–874), juga dikenal dengan Hasan al-
Asykari
12. Muhammad bin Hasan (868—), juga dikenal dengan
Muhammad al-Mahdi
Ismailiyah
Disebut juga Tujuh Imam; dinamakan demikian sebab
mereka percaya bahwa imam hanya tujuh orang dari 'Ali bin Abi
Thalib, dan mereka percaya bahwa imam ketujuh ialah Isma'il.
Urutan imam mereka yaitu:
1. Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul
Mukminin
11
2. Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-
Mujtaba
3. Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain
asy-Syahid
4. Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal
Abidin
5. Muhammad bin Ali (676–743), juga dikenal dengan
Muhammad al-Baqir
6. Ja'far bin Muhammad bin Ali (703–765), juga dikenal
dengan Ja'far ash-Shadiq
7. Ismail bin Ja'far (721 – 755), adalah anak pertama Ja'far
ash-Shadiq dan kakak Musa al-Kadzim.
Zaidiyah
Disebut juga Lima Imam; dinamakan demikian sebab
mereka merupakan pengikut Zaid bin 'Ali bin Husain bin 'Ali bin Abi
Thalib. Mereka dapat dianggap moderat karena tidak menganggap
ketiga khalifah sebelum 'Ali tidak sah. Urutan imam mereka yaitu:
1. Ali bin Abi Thalib (600–661), juga dikenal dengan Amirul
Mukminin
12
2. Hasan bin Ali (625–669), juga dikenal dengan Hasan al-
Mujtaba
3. Husain bin Ali (626–680), juga dikenal dengan Husain
asy-Syahid
4. Ali bin Husain (658–713), juga dikenal dengan Ali Zainal
Abidin
5. Zaid bin Ali (658–740), juga dikenal dengan Zaid bin Ali
asy-Syahid, adalah anak Ali bin Husain dan saudara tiri Muhammad
al-Baqir.
Kontroversi Tentang Syi'ah
Hubungan antara Sunni dan Syi'ah telah mengalami
kontroversi sejak masa awal terpecahnya secara politis dan ideologis
antara para pengikut Bani Umayyah dan para pengikut Ali bin Abi
Thalib. Sebagian kaum Sunni menyebut kaum Syi'ah dengan nama
Rafidhah, yang menurut etimologi bahasa Arab bermakna
meninggalkan. Dalam terminologi syariat Sunni, Rafidhah bermakna
"mereka yang menolak imamah (kepemimpinan) Abu Bakar dan
Umar bin Khattab, berlepas diri dari keduanya, dan sebagian sahabat
yang mengikuti keduanya".
13
Sebagian Sunni menganggap firqah (golongan) ini tumbuh tatkala
seorang Yahudi bernama Abdullah bin Saba yang menyatakan
dirinya masuk Islam, mendakwakan kecintaan terhadap Ahlul Bait,
terlalu memuja-muji Ali bin Abu Thalib, dan menyatakan bahwa Ali
mempunyai wasiat untuk mendapatkan kekhalifahan. Syi'ah
menolak keras hal ini. Menurut Syiah, Abdullah bin Saba' adalah
tokoh fiktif.
Namun terdapat pula kaum Syi'ah yang tidak membenarkan
anggapan Sunni tersebut. Golongan Zaidiyyah misalnya, tetap
menghormati sahabat Nabi yang menjadi khalifah sebelum Ali bin
Abi Thalib. Mereka juga menyatakan bahwa terdapat riwayat-
riwayat Sunni yang menceritakan pertentangan di antara para
sahabat mengenai masalah imamah Abu Bakar dan Umar.
Sebutan Rafidhah Oleh Sunni
Sebutan Rafidhah ini erat kaitannya dengan sebutan Imam
Zaid bin Ali yaitu anak dari Imam Ali Zainal Abidin, yang bersama
para pengikutnya memberontak kepada Khalifah Bani Umayyah
Hisyam bin Abdul-Malik bin Marwan di tahun 121 H. Syaikh Abul
Hasan Al-Asy'ari berkata: "Zaid bin Ali adalah seorang yang
melebihkan Ali bin Abu Thalib atas seluruh shahabat Rasulullah,
mencintai Abu Bakar dan Umar, dan memandang bolehnya
14
memberontak terhadap para pemimpin yang jahat. Maka ketika ia
muncul di Kufah, di tengah-tengah para pengikut yang
membai'atnya, ia mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap
Abu Bakar dan Umar. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya
mereka (para pengikutnya) meninggalkannya. Maka ia katakan
kepada mereka: "Kalian tinggalkan aku?" Maka dikatakanlah bahwa
penamaan mereka dengan Rafidhah dikarenakan perkataan Zaid
kepada mereka "Rafadhtumuuni Pendapat Ibnu Taimiyyah dalam
"Majmu' Fatawa" (13/36) ialah bahwa Rafidhah pasti Syi'ah,
sedangkan Syi'ah belum tentu Rafidhah; karena tidak semua Syi'ah
menolak Abu Bakar dan Umar sebagaimana keadaan Syi'ah
Zaidiyyah. Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata: "Aku telah
bertanya kepada ayahku, siapa Rafidhah itu? Maka beliau (Imam
Ahmad) menjawab: 'Mereka adalah orang-orang yang mencela Abu
Bakar dan Umar'."
Sejarah Kemunculan Syi’ah
Secara fisik, sulit dibedakan antara penganut Islam dengan
Syi’ah. Akan tetapi jika diteliti lebih dalam terutama dari sisi akidah,
perbedaan di antara keduanya ibarat minyak dan air. Sehingga
tidak mungkin disatukan..
15
Syiah menurut etimologi bahasa arab bermakna pembela
dan pengikut seseorang, selain itu juga bermakna setiap kaum yang
berkumpul diatas suatu perkara. (Tahdzibul Lughah, 3/61 karya
Azhari dan Taajul Arus, 5/405, karya Az-Zabidi)
Adapun menurut terminologi syariat, syiah bermakna
mereka yang menyatakan bahwa Ali bin Abu Thalib radhiyallahu
‘anhu lebih utama dari seluruh sahabat dan lebih berhak untuk
menjadi khalifah kaum muslimin, begitu pula sepeninggal beliau (Al-
Fishal Fil Milali Wal Ahwa Wan Nihal karya Ibnu Hazm).
Syiah mulai muncul setelah pembunuhan khalifah Utsman
bin ‘Affan. Pada masa kekhalifahan Abu Bakar radhiyallahu ‘anhu,
Umar radhiyallahu ‘anhu, masa-masa awal kekhalifahan Utsman
radhiyallahu ‘anhu yaitu pada masa tahun-tahun awal jabatannya,
Umat islam bersatu, tidak ada perselisihan. Kemudian pada akhir
kekhalifahan Utsman radhiyallahu ‘anhu terjadilah berbagai
peristiwa yang mengakibatkan timbulnya perpecahan, muncullah
kelompok pembuat fitnah dan kezhaliman, mereka membunuh
Utsman radhiyallahu ‘anhu, sehingga setelah itu umat islam pun
berpecah-belah.
Pada masa kekhalifahan Ali radhiyallahu ‘anhu juga muncul
golongan syiah akan tetapi mereka menyembunyikan pemahaman
16
mereka, mereka tidak menampakkannya kepada Ali dan para
pengikutnya.
Saat itu mereka terbagi menjadi tiga golongan:
Golongan yang menganggap Ali sebagai Tuhan. Ketika mengetahui
sekte ini Ali membakar mereka dan membuat parit-parit di depan
pintu masjid Bani Kandah untuk membakar mereka. Imam Bukhari
meriwayatkan dalam kitab shahihnya, dari Ibnu Abbas radhiyallahu
‘anhu ia mengatakan, “Suatu ketika Ali radhiyallahu ‘anhu
memerangi dan membakar orang-orang zindiq (Syiah yang
menuhankan Ali). Andaikan aku yang melakukannya aku tidak akan
membakar mereka karena Nabi pernah melarang penyiksaan
sebagaimana siksaan Allah (dibakar), akan tetapi aku pasti akan
memenggal batang leher mereka, karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam bersabda:
)) من بدل دينه فاقتلوه ((
“Barangsiapa yang mengganti agamanya (murtad) maka bunuhlah
ia“.
Golongan Sabbah (pencela). Ali mendengar tentang Abu Sauda
(Abdullah bin Saba’) bahwa ia pernah mencela Abu Bakar dan Umar,
maka Ali mencarinya. Ada yang mengatakan bahwa Ali mencarinya
untuk membunuhnya, akan tetapi ia melarikan diri.
17
Golongan Mufadhdhilah, yaitu mereka yang mengutamakan Ali atas
Abu Bakar dan Umar. Padahal telah diriwayatkan secara mutawatir
dari Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa beliau
bersabda,
)) خري هذه األمة بعد نبيها أبو بكر ثم عمر ((
“Sebaik-baik umat ini setelah nabinya adalah Abu Bakar dan Umar”.
Riwayat semacam ini dibawakan oleh imam Bukhari dalam kitab
shahihnya, dari Muhammad bin Hanafiyyah bahwa ia bertanya
kepada ayahnya, siapakah manusia terbaik setelah Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia menjawab Abu Bakar radhiyallahu
‘anhu, kemudian siapa? dijawabnya, Umar radhiyallahu ‘anhu.
Dalam sejarah syiah mereka terpecah menjadi lima sekte
yang utama yaitu Kaisaniyyah, Imamiyyah (rafidhah), Zaidiyyah,
Ghulat dan Ismailliyah. Dari kelima sekte tersebut lahir sekian
banyak cabang-cabang sekte lainnya.
Dari lima sekte tersebut yang paling penting untuk diangkat adalah
sekte imamiyyah atau rafidhah yang sejak dahulu hingga saat ini
senantiasa berjuang keras untuk menghancurkan islam dan kaum
muslimin, dengan berbagai cara kelompok ini terus berusaha
menyebarkan berbagai macam kesesatannya, terlebih setelah
18
berdirinya negara syiah, Iran yang menggulingkan rezim Syah Reza
Pahlevi.
Rafidhah menurut bahasa arab bermakna meninggalkan,
sedangkah dalam terminologi syariat bermakna mereka yang
menolak kepemimpinan Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhu,
berlepas diri dari keduanya, mencela lagi menghina para sahabat
nabi.
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal berkata, “Aku telah bertanya
kepada ayahku, siapa Rafidhah itu?” Maka beliau menjawab,
“Mereka adalah orang-orang yang mencela Abu Bakr dan Umar.”
(ash-Sharimul Maslul ‘Ala Syatimir Rasul hlm. 567, Syaikhul Islam
Ibnu Taimiyah).
Sebutan “Rafidhah” ini erat kaitannya dengan Zaid bin ‘Ali bin
Husain bin ‘Ali bin Abu Thalib dan para pengikutnya ketika
memberontak kepada Hisyam bin Abdul Malik bin Marwan di tahun
121 H. (Badzlul Majhud, 1/86)
Syaikh Abul Hasan al-Asy’ari berkata, “Tatkala Zaid bin ‘Ali
muncul di Kufah, di tengah-tengah para pengikut yang
membai’atnya, ia mendengar dari sebagian mereka celaan terhadap
Abu Bakr dan ‘Umar. Ia pun mengingkarinya, hingga akhirnya
mereka (para pengikutnya) meninggalkannya. Maka beliaupun
mengatakan kepada mereka:
19
ِن ر
ْ
و
ُ
م
ُ
ت
ْ
ض
ف ؟
“Kalian tinggalkan aku?”
Maka dikatakanlah bahwa penamaan mereka dengan Rafidhah
dikarenakan perkataan Zaid kepada mereka “Rafadhtumuunii.”
(Maqalatul Islamiyyin, 1/137). Demikian pula yang dikatakan oleh
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa (13/36).
Pencetus paham syiah ini adalah seorang yahudi dari negeri Yaman
(Shan’a) yang bernama Abdullah bin saba’ al-himyari, yang
menampakkan keislaman di masa kekhalifahan Utsman bin Affan.
Abdullah bin Saba’ mengenalkan ajarannya secara terang-terangan,
ia kemudian menggalang massa, mengumumkan bahwa
kepemimpinan (imamah) sesudah Nabi Muhammad seharusnya
jatuh ke tangan Ali bin Abi Thalib karena petunjuk Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam (menurut persangkaan mereka).
Menurut Abdullah bin Saba’, Khalifah Abu Bakar, Umar dan Utsman
telah mengambil alih kedudukan tersebut. Dalam Majmu’ Fatawa,
4/435, Abdullah bin Shaba menampakkan sikap ekstrem di dalam
memuliakan Ali, dengan suatu slogan bahwa Ali yang berhak
menjadi imam (khalifah) dan ia adalah seorang yang ma’shum
(terjaga dari segala dosa).
20
Keyakinan itu berkembang terus-menerus dari waktu ke waktu,
sampai kepada menuhankan Ali bin Abi Thalib. Ali yang mengetahui
sikap berlebihan tersebut kemudian memerangi bahkan membakar
mereka yang tidak mau bertaubat, sebagian dari mereka melarikan
diri.
Abdullah bin Saba’, sang pendiri agama Syi’ah ini, adalah
seorang agen Yahudi yang penuh makar lagi buruk. Ia disusupkan di
tengah-tengah umat Islam oleh orang-orang Yahudi untuk merusak
tatanan agama dan masyarakat muslim. Awal kemunculannya
adalah akhir masa kepemimpinan Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan.
Kemudian berlanjut di masa kepemimpinan Khalifah ‘Ali bin Abi
Thalib. Dengan kedok keislaman, semangat amar ma’ruf nahi
mungkar, dan bertopengkan tanassuk (giat beribadah), ia kemas
berbagai misi jahatnya. Tak hanya aqidah sesat (bahkan kufur) yang
ia tebarkan di tengah-tengah umat, gerakan provokasi massa pun
dilakukannya untuk menggulingkan Khalifah ‘Utsman bin ‘Affan.
Akibatnya, sang Khalifah terbunuh dalam keadaan terzalimi.
Akibatnya pula, silang pendapat diantara para sahabat pun terjadi.
(Lihat Minhajus Sunnah karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, 8/479,
Syarh Al-‘Aqidah Ath-Thahawiyyah Ibnu Abil ‘Izz hlm. 490, dan Kitab
At-Tauhid karya Asy-Syaikh Shalih bin Fauzan Al-Fauzan hlm. 123)
21
Rafidhah pasti Syi’ah, sedangkan Syi’ah belum tentu Rafidhah.
Karena tidak semua Syi’ah membenci Abu Bakr dan ‘Umar
sebagaimana keadaan Syi’ah Zaidiyyah, sekte syiah yang paling
ringan kesalahannya.
[Disusun dari dari berbagai sumber, di antaranya kitab Al-Furqon
Bainal Haq Wal Batil tulisan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, judul
bahasa indonesia “Membedah Firqoh Sesat” penerbit Al-Qowam]
Abdullah Bin Saba’, Si Munafik
Abdullah bin Saba’ adalah seorang Yahudi dari Yaman.
Berpura-pura masuk Islam (secara nifak) di zaman Khalifah ‘Utsman
bin Affan radiallahu ‘anhu. Dialah yang meretas ajaran Syiah yang
ekstrim yang menjadi puncak semaraknya perpecahan dalam
kalangan masyarakat Islam terutama dalam kelompok Syiah itu
sendiri.
Abdullah bin Saba’ pernah berkata yang ditujukan kepada
Khalifah Ali radiallahu ‘anhu: “Engkaulah Allah.” Maka Ali
membolehkan untuk membunuh Abdullah bin Saba’ tetapi dicegah
oleh Ibnu Abbas. Para pendukung Ali kemudian membuangnya ke
Madain (Ibu kota Negeri Iran lama).
22
Abdullah bin Saba’ adalah orang pertama mengkafirkan Abu Bakar,
‘Umar dan ‘Utsman dan tidak mengiktiraf kekhalifahan kecuali
hanya dari kalangan Ahli Bait”. Seorang Ulama Syiah Muhammad
Husin al-Zain pernah mengatakan tentang Abdullah bin Saba’:
“Abdullah bin Saba’ mengeluarkan qaul (yang sesat), mengajarkan
paham yang ghulu (keterlaluan)..... dan perbuatannya sangat
melampaui batas”.
Saad bin Abdullah al-Qumy seorang tokoh, pemimpin serta ahli
hukum Syiah yang lahir pada 229 H mengakui keberadaan Abdullah
bin Saba’. Beliau menyebut beberapa nama orang yang
berkonspirasi yang digelar sebagai Saba’iyah. Menurut beliau,
kelompok Saba’iyah adalah pihak pertama yang mengeluarkan
perkatan-perkataan yang ghulu (keterlaluan).
Saad bin Abdullah al-Qumy tokoh besar Syiah yang masyhur ini telah
memastikan bahwa Abdullah bin Saba’ adalah orang yang
mengeluarkan perkataan dan menampakkan dirinya mengecam dan
menentang Abu Bakar, ‘Umar dan ‘Utsman radiallahu anhum serta
tidak mengakui kekhalifahan mereka.
Pegangan Syiah Imamiyah yang ada sekarang adalah berasaskan
ideologi dan doktrin sesat Abdullah bin Saba’. Paham ini
disampaikan (dipelihara) dalam bentuk riwayat hadis yang
23
dinasabkan kepada keluarga Nabi (Ahli Bait) dengan penuh
kebohongan tetapi diterima oleh mereka yang jahil.
Membongkar Kesesatan Syi’ah
Sesatkah Syi’ah Rafidhah ?
Berikut ini akan dipaparkan prinsip (akidah) mereka dari
kitab-kitab mereka yang ternama, untuk kemudian para pembaca
bisa menilai sejauh mana kesesatan mereka.
a. Tentang Al-Qur’an
Di dalam kitab al-Kafi (yang kedudukannya di sisi mereka seperti
Shahih al-Bukhari di sisi kaum muslimin), karya Abu Ja’far
Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini (2/634), dari Abu Abdullah (Ja’far
ash-Shadiq), ia berkata, “Sesungguhnya Al-Qur’an yang dibawa Jibril
kepada Muhammad (ada) 17.000 ayat.”
Di dalam Juz 1, hlm. 239—240, dari Abu Abdillah ia berkata,
“...Sesungguhnya di sisi kami ada mushaf Fathimah ‘alaihassalam.
Mereka tidak tahu apa mushaf Fathimah itu. Abu Bashir berkata,
‘Apa mushaf Fathimah itu?’ Ia (Abu Abdillah) berkata, ‘Mushaf tiga
kali lipat dari apa yang terdapat di dalam mushaf kalian. Demi Allah,
tidak ada padanya satu huruf pun dari Al-Qur’an kalian...’.” (Dinukil
24
dari kitab asy-Syi’ah wal Qur’an, hlm. 31—32, karya Ihsan Ilahi
Zhahir)
Bahkan salah seorang “ahli hadits” mereka yang bernama Husain bin
Muhammad at-Taqi an-Nuri ath-Thabrisi telah mengumpulkan
sekian banyak riwayat dari para imam mereka yang ma’shum
(menurut mereka), di dalam kitabnya Fashlul Khithab fii Itsbati
Tahrifi Kitabi Rabbil Arbab, yang menjelaskan bahwa Al-Qur’an yang
ada ini telah mengalami perubahan dan penyimpangan.
b. Tentang Sahabat Rasulullah
Diriwayatkan oleh “imam al-jarh wat ta’dil” mereka (al-Kisysyi) di
dalam kitabnya Rijalul Kisysyi (hlm. 12—13) dari Abu Ja’far
(Muhammad al-Baqir) bahwa ia berkata, “Manusia (para sahabat)
sepeninggal Nabi, dalam keadaan murtad kecuali tiga orang,” maka
aku (rawi) berkata, “Siapakah tiga orang itu?” Ia (Abu Ja’far) berkata,
“Al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari, dan Salman al-Farisi...”
kemudian menyebutkan surat Ali Imran ayat ke-144. (Dinukil dari
asy-Syi’ah al-Imamiyyah al-Itsna ‘Asyariyyah fi Mizanil Islam, hlm. 89)
Ahli hadits mereka, Muhammad bin Ya’qub al-Kulaini berkata,
“Manusia (para sahabat) sepeninggal Nabi dalam keadaan murtad
kecuali tiga orang: al-Miqdad bin al-Aswad, Abu Dzar al-Ghifari, dan
25
Salman al-Farisi.” (al-Kafi, 8/248, dinukil dari asy-Syi’ah wa Ahlil Bait,
hlm. 45, karya Ihsan Ilahi Zhahir)
Demikian pula yang dinyatakan oleh Muhammad Baqir al-Husaini al-
Majlisi di dalam kitabnya Hayatul Qulub, 3/640. (Lihat kitab asy-
Syi’ah wa Ahlil Bait, hlm. 46)
Adapun sahabat Abu Bakr dan ‘Umar radhiyallahu ‘anhu, dua
manusia terbaik setelah Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam,
mereka cela dan laknat. Bahkan berlepas diri dari keduanya
merupakan bagian dari prinsip agama mereka. Oleh karena itu,
didapati dalam kitab bimbingan doa mereka (Miftahul Jinan, hlm.
114), wirid laknat untuk keduanya:
ٍد
َّ
م
ُ
ِل ُم
آ
لَع
ٍد و
َّ
م
ُ
ُم
لَع
ِّ
ِ
ل
ص
َّ
م
ُ
ه
َّ
الل ، ا
ِم
ه
ْ
ي
ت
ْ
ِجب
ٍش و
ْ
ي
ر
ُ
ق
َمْ
ن
ص
ْ
ن
ع
ْ
ال
و
ا
ِم
ه
ْ
ي
ت
ن
ْ
اب
ا و
ِم
ه
ْ
ي
ت
ْ
و
ُ
اغ
ط
و
“Ya Allah, semoga shalawat selalu tercurahkan kepada
Muhammad dan keluarganya, laknatlah kedua berhala Quraisy
(Abu Bakr dan Umar), setan dan thaghut keduanya, serta kedua
putri mereka....”
Yang dimaksud dengan kedua putri mereka adalah Ummul
Mukminin ‘Aisyah dan Hafshah radhiyallahu ‘anhuma (pen.). (Dinukil
26
dari kitab al-Khuthuth al-‘Aridhah, hlm. 18, karya as-Sayyid
Muhibbuddin al-Khatib).
Mereka juga berkeyakinan bahwa Abu Lu’lu’ah al-Majusi, si
pembunuh Amirul Mukminin ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu
‘anhu, adalah seorang pahlawan yang bergelar “Baba Syuja’uddin”
(seorang pemberani dalam membela agama). Hari kematian ‘Umar
dijadikan sebagai hari “Iedul Akbar”, hari kebanggaan, hari
kemuliaan, kesucian, hari barakah, serta hari sukaria. (al-Khuthuth
al-‘Aridhah, hlm. 18)
Adapun ‘Aisyah dan para istri Rasulullah radhiyallahu ‘anhu lainnya,
mereka yakini sebagai pelacur—na’udzu billah min dzalik—.
Sebagaimana yang terdapat dalam kitab mereka Ikhtiyar Ma’rifatir
Rijal (hlm. 57—60) karya ath-Thusi, dengan menukilkan (secara
dusta) perkataan sahabat Abdullah bin ‘Abbas radhiyallahu ‘anhu
terhadap ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, “Kamu tidak lain hanyalah
seorang pelacur dari sembilan pelacur yang ditinggalkan oleh
Rasulullah....” (Dinukil dari kitab Daf’ul Kadzibil Mubin al-Muftara
Minarrafidhati ‘ala Ummahatil Mukminin, hlm. 11, karya Dr. Abdul
Qadir Muhammad ‘Atha)
Demikianlah, betapa keji dan kotornya mulut mereka. Oleh karena
27
itu, al-Imam Malik bin Anas radhiyallahu ‘anhu berkata, “Mereka itu
adalah suatu kaum yang berambisi untuk menghabisi Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam namun tidak mampu. Maka akhirnya
mereka cela para sahabatnya agar kemudian dikatakan bahwa ia
(Nabi Muhammad) adalah seorang yang jahat. Karena, kalau
memang ia orang saleh, niscaya para sahabatnya adalah orang-
orang saleh.” (ash-Sharimul Maslul ‘ala Syatimirrasul, hlm. 580)
c. Tentang Imamah (Kepemimpinan Umat)
Imamah menurut mereka merupakan rukun Islam yang paling
utama. Diriwayatkan dari al-Kulaini dalam al-Kafi (2/18) dari Zurarah
dari Abu Ja’far, ia berkata, “Islam dibangun di atas lima perkara:...
shalat, zakat, haji, shaum, dan wilayah (imamah)...” Zurarah berkata,
“Aku katakan, mana yang paling utama?” Ia berkata, “Yang paling
utama adalah wilayah.” (Dinukil dari Badzlul Majhud, 1/174).
Imamah ini (menurut mereka, red.) adalah hak ‘Ali bin Abu Thalib
radhiyallahu ‘anhu dan keturunannya, sesuai dengan nash wasiat
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Adapun selain mereka (Ahlul
Bait) yang telah memimpin kaum muslimin, seperti Abu Bakr, ‘Umar,
dan yang sesudah mereka hingga hari ini, walaupun telah berjuang
28
untuk Islam, menyebarkan dakwah dan meninggikan kalimatullah di
muka bumi, serta memperluas dunia (wilayah) Islam, maka
sesungguhnya mereka hingga hari kiamat adalah para perampas
(kekuasaan). (Lihat al-Khuthuth al-‘Aridhah, hlm. 16—17)
Mereka pun berkeyakinan bahwa para imam ini ma’shum (terjaga
dari segala dosa) dan mengetahui hal-hal yang ghaib. al-Khumaini
(Khomeini) berkata, “Kami bangga bahwa para imam kami adalah
para imam yang ma’shum, mulai ‘Ali bin Abu Thalib hingga
Penyelamat Umat manusia al-Imam al-Mahdi, sang penguasa
zaman—baginya dan bagi nenek moyangnya beribu-ribu
penghormatan dan salam—yang dengan kehendak Allah Yang
Mahakuasa, ia hidup (pada saat ini) seraya mengawasi perkara-
perkara yang ada.” (al-Washiyyah al-Ilahiyyah, hlm. 5, dinukil dari
Firaq Mu’ashirah, 1/192).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah dalam kitabnya Minhajus
Sunnah, benar-benar secara rinci membantah satu per satu
kesesatan-kesesatan mereka, terkhusus masalah imamah yang
selalu mereka tonjolkan ini.
d. Tentang Taqiyyah
29
Taqiyyah adalah berkata atau berbuat sesuatu yang berbeda dengan
keyakinan, dalam rangka nifaq (kemunafikan), dusta, dan menipu
umat manusia. (Lihat Firaq Mu’ashirah, 1/195 dan asy-Syi’ah al-Itsna
‘Asyariyyah, hlm. 80)
Mereka berkeyakinan bahwa taqiyyah ini bagian dari agama. Bahkan
sembilan per sepuluh agama. Al-Kulaini meriwayatkan dalam al-Kafi
(2/175) dari Abu Abdillah, ia berkata kepada Abu Umar al-A’jami,
“Wahai Abu ‘Umar, sesungguhnya 9/10 dari agama ini adalah
taqiyyah. Tidak ada agama bagi siapa saja yang tidak ber-taqiyyah.”
(Dinukil dari Firaq Mu’ashirah, 1/196)
Oleh karena itu, al-Imam Malik rahimahullah ketika ditanya tentang
mereka, beliau berkata, “Jangan kamu berbincang dengan mereka
dan jangan pula meriwayatkan dari mereka, karena sungguh mereka
itu selalu berdusta.”
Demikian pula al-Imam asy-Syafi’i rahimahullah berkata, “Aku belum
pernah tahu ada yang melebihi Rafidhah dalam persaksian palsu.”
(Mizanul I’tidal, 2/27—28, karya al-Imam adz-Dzahabi )
30
e. Tentang Raj’ah
Raj’ah adalah keyakinan hidupnya kembali orang yang telah
meninggal. ‘Ahli tafsir’ mereka, al-Qummi ketika menafsirkan surat
an-Nahl ayat 85, berkata, “Yang dimaksud dengan ayat tersebut
adalah raj’ah.” Kemudian dia menukil dari Husain bin ‘Ali bahwa ia
berkata tentang ayat ini, ‘Nabi kalian dan Amirul Mukminin (‘Ali bin
Abu Thalib radhiyallahu ‘anhu) serta para imam ‘alaihimus salam
akan kembali kepada kalian’.” (Dinukil dari kitab Atsarut Tasyayyu’
‘alar Riwayatit Tarikhiyyah, hlm. 32, karya Dr. Abdul ‘Aziz Nurwali)
f. Tentang al-Bada’
Al-Bada’ adalah mengetahui sesuatu yang sebelumnya tidak
diketahui. Mereka berkeyakinan bahwa al-Bada’ ini terjadi pada
Allah Ta’ala. Bahkan mereka berlebihan dalam hal ini. Al-Kulaini
dalam al-Kafi (1/111), meriwayatkan dari Abu Abdillah (ia berkata),
“Tidak ada pengagungan kepada Allah yang melebihi al-Bada’.”
(Dinukil dari Firaq Mu’ashirah, 1/252). Suatu keyakinan kafir yang
sebelumnya diyakini oleh Yahudi[4].
31
Demikianlah beberapa dari sekian banyak prinsip Syi’ah Rafidhah,
yang darinya saja sudah sangat jelas kesesatan dan
penyimpangannya. Namun sayang, tanpa rasa malu al-Khumaini
(Khomeini) berkata, “Sesungguhnya dengan penuh keberanian aku
katakan bahwa jutaan masyarakat Iran di masa sekarang lebih
utama dari masyarakat Hijaz (Makkah dan Madinah, pen.) di masa
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, serta lebih utama dari
masyarakat Kufah dan Irak di masa Amirul Mukminin (‘Ali bin Abu
Thalib) dan Husein bin ‘Ali.” (al-Washiyyah al-Ilahiyyah, hlm. 16,
dinukil dari Firaq Mu’ashirah, hlm. 192)
Perkataan Ulama tentang Syi’ah Rafidhah Asy-Syaikh Dr. Ibrahim ar-
Ruhaili di dalam kitabnya al-Intishar Lish Shahbi wal Aal (hlm. 100—
153) menukilkan sekian banyak perkataan ulama tentang mereka.
Namun karena sangat terbatasnya ruang rubrik ini, maka hanya bisa
ternukil sebagiannya saja.
1. Al-Imam ‘Amir asy-Sya’bi rahimahullah berkata, “Aku tidak
pernah melihat kaum yang lebih dungu dari Syi’ah.” (as-Sunnah,
2/549, karya Abdullah bin al-Imam Ahmad)
2. Al-Imam Sufyan ats-Tsauri rahimahullah ketika ditanya tentang
seseorang yang mencela Abu Bakr dan ‘Umar radhiyallahu ‘anhu,
beliau berkata, “Ia telah kafir kepada Allah swt.” Kemudian ditanya,
32
“Apakah kita menshalatinya (bila meninggal dunia)?” Beliau berkata,
“Tidak, tiada kehormatan (baginya)....” (Siyar A’lamin Nubala, 7/253)
3. Al-Imam Malik dan al-Imam Asy-Syafi’i rahimahumallah, telah
disebut di atas.
4. Al-Imam Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata, “Aku tidak
melihat dia (orang yang mencela Abu Bakr, ‘Umar, dan ‘Aisyah
radhiyallahu ‘anhum) itu sebagai orang Islam.” (as-Sunnah, 1/493,
karya al-Khallal)
5. Al-Imam al-Bukhari rahimahullah berkata, “Bagiku sama saja
apakah aku shalat di belakang Jahmi (penganut Jahmiyah, red.) dan
Rafidhi (penganut Syiah Rafidhah, red.), atau di belakang Yahudi dan
Nashara (yakni sama-sama tidak boleh, red.). Mereka tidak boleh
diberi salam, tidak dikunjungi ketika sakit, tidak dinikahkan, tidak
dijadikan saksi, dan tidak dimakan sembelihan mereka.” (Khalqu
Af’alil ‘Ibad, hlm. 125)
6. Al-Imam Abu Zur’ah ar-Razi rahimahullah berkata, “Jika engkau
melihat orang yang mencela salah satu dari sahabat Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka ketahuilah bahwa ia seorang
zindiq. Yang demikian itu karena Rasul bagi kita adalah haq dan Al-
Qur’an haq, dan sesungguhnya yang menyampaikan Al-Qur’an dan
As-Sunnah adalah para sahabat Rasulullah