Artikel

Cara Selamat dari Fitnah


Diriwayatkan dari Al-Miqdâd bin Al-Aswad radhiallâhu


‘anhu, dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallambahwasanya dia


berkata:





(( إِنَّ السَّعِيدَ لَمَنْ جُنِّبَ الْفِتَنَ ))


“Sesungguhnya orang yang berbahagia adalah orang yang


dijauhkan dari fitnah.” [1]


Banyak orang, di antara para aktivis Islam dan para


penasihat yang mereka menginginkan kebaikan dan kebahagian


untuk diri-diri mereka dan menginginkan ketinggian dan


kemuliaan untuk umat Islam, mereka bertanya:


1. “Dengan apa kita bisa memperoleh kebahagiaan?”


2. “Bagaimana bisa memperoleh tujuan mulia ini?”


3. “Bagaimana cara terlindung dari berbagai macam fitnah?”


4. “Bagaimana seorang muslim bisa selamat dari kejelekan,


bahaya dan keburukan fitnah?


Soal ini ditanyakan, karena setiap muslim yang suka menasihati


dan (juga sebagai) aktifis Islam tidak menginginkan dirinya dan


umat Islam (terjatuh ke dalam fitnah), karena di dalam hatinya


terdapat kewajiban menasihati dirinya sendiri dan hamba-hamba


Allah yang beriman. Orang tersebut mengamalkan perkataan


Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam:


(( الدِّينُ النَّصِيحَةُ. قُلْنَا لِمَنْ؟ قَالَ: لِلَّهِ وَلِكِتَابِهِ وَلِرَسُولِهِ وَلِأَئِمَّةِ الْمُسْلِمِينَ


وَعَامَّتِهِم )) [ رواه مسلم ].


“Agama (seluruhnya) adalah nasihat.” Kami pun bertanya, “Untuk


siapa?” Beliau pun menjawab, “Untuk Allah, untuk kitab-Nya,





4





untuk Rasul-Nya, untuk pemimpin-pemimpin kaum muslimin dan


seluruh kaum muslimin.” [2]


Sebagai bentuk nasihat kepada diri sendiri dan orang lain


adalah seorang hamba memperingatkan (orang lain) dari fitnah-


fitnah dan berusaha sekuat mungkin untuk menjauhinya,


membersihkan diri darinya, tidak terjatuh ke dalamnya dan


berlindung kepada Allah dari fitnah-fitnah yang tampak, maupun


yang tersembunyi.


Pada kesempatan ini, saya ingin menekankan beberapa


poin penting, pondasi-pondasi agung dan kaidah-kaidah yang


lurus, yang mana apabila seorang muslim memperhatikannya dan


menjalankannya, maka dia akan terjauh dari fitnah -dengan izin


Allah-. Kaidah-kaidah agung ini bersumber dari Kitabullâh Al-‘Azîz


dan Sunnah Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam. (Kaidah-kaidah


tersebut adalah sebagai berikut):


1. Sesungguhnya hal yang paling penting yang bisa


membentengi diri seseorang dari keburukan dan bahaya


fitnah adalah bertakwa kepada Allahjalla wa ‘alâ dan


senantiasanya menjaganya baik dalam keadaan tidak terlihat


orang, maupun terlihat oleh orang lain.


Allah subhânahu  wa ta’âlâ berfirman:


﴿ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مَخْرَجًا . وَيَرْزُقْهُ مِنْ حَيْثُ لَا يَحْتَسِبُ ﴾ [


الطلاق : 2-3 ]


“Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah maka Allah


akan memberikannya jalan keluar dan memberikan rezeki


dari arah yang tidak dia sangka.” (QS At-Thalâq: 2-3)


Maksudnya adalah Allah akan mejadikan untuknya jalan


keluar dari semua fitnah, ujian dan keburukan di dunia dan


akhirat.


Allah ta’ala berfirman:


﴿ وَمَنْ يَتَّقِ اللَّهَ يَجْعَلْ لَهُ مِنْ أَمْرِهِ يُسْرًا ﴾ [ الطلاق : 4 ]





5





“Dan barang siapa yang bertakwa kepada Allah, maka Allah


akan menjadikan baginya kemudahan dalam


urusannya.”(QS Ath-Thalâq: 4)


dan akibat (yang baik) itu selalu teruntuk orang yang


bertakwa.


Ketika terjadi fitnah di zaman Tâbi’in. Datanglah


segerombolan penasihat kepada Thalq bin


Habibrahimahullah. Mereka berkata, “Telah terjadi fitnah.


Bagaimana agar kita terbentengi darinya?” Beliau pun


menjawab, “Bentengilah dengan bertakwa.” Mereka pun


berkata, “Jelaskanlah kepada kami tentang ketakwaan itu!”


Beliau berkata, “Bertakwa kepada Allah adalah beramal


dengan ketaatan kepada Allah, dengan cahaya dari Allah,


mengharapkan rahmat Allah dan meninggalkan maksiat


kepada-Nya dengan cahaya dari Allah karena takut siksa


Allah.”


Dengan demikian, takwa kepada Allah bukanlah sekedar


kata yang mudah diucapkan oleh seseorang dengan lidahnya


atau hanya sekedar pengakuan saja. Sesungguhnya takwa


kepada Allah hanya didapatkan dengan kesungguhan,


perjuangan dan menasihati diri sendiri untuk taat kepada


Allah, mendekat kepada-Nya dengan apa-apa yang


Allah ridha-i, terutama dengan mengerjakan fardhu-


fardhu dan kewajiban-kewajiban, serta menjauhi perbuatan


maksiat dan kemungkaran. Barang siapa yang melakukan


hal-hal tersebut -dengan izin Allah- maka dia akan


mendapatkan akibat yang terpuji dan hasil yang bagus.


2. Di antara kaidah-kaidah penting untuk menghindari fitnah


adalah mengamalkan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta


berpegang teguh dengan keduanya.


Sesungguhnya berpegang teguh dengan Al-Qur’an dan


As-Sunnah adalah jalan menuju kemuliaan, keselamatan dan


keberuntungan hidup di dunia dan akhirat.





6





Imam Malik (Imâm Dâril-Hijrah) pernah berkata:


اَلسُّنَّةُ سَفِيْنَةُ نُوْحٍ فَمَنْ رَكِبَهَا نَجَا وَمَنْ تَرَكَهَا هَلَكَ وَغَرِقَ


“As-Sunnah adalah perahu (Nabi) Nuh. Barang siapa yang


menaikinya maka akan selamat. Barang siapa yang


meninggalkannya, maka dia akan binasa dan tenggelam.”


Barang siapa yang menjadikan As-Sunnah sebagai


pemimpin hidupnya, maka dia akan berbicara dengan penuh


hikmah, selamat dari fitnah dan mendapatkan dua kebaikan,


yaitu: kebaikan dunia dan akhirat.


Terdapat hadits yang benar datangnya dari Al-‘Irbâdh bin


Sâriyah bahwasanya Nabi shallallâhu ‘alaihi wa


sallam bersabda:


(( إِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ بَعْدِي فَسَيَرَى اخْتِلَافًا كَثِيرًا فَعَلَيْكُمْ


بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ الْمَهْدِيِّينَ الرَّاشِدِينَ تَمَسَّكُوا بِهَا وَعَضُّوا


عَلَيْهَا بِالنَّوَاجِذِ وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ الْأُمُورِ فَإِنَّ كُلَّ مُحْدَثَةٍ بِدْعَةٌ


وَكُلَّ بِدْعَةٍ ضَلَالَةٌ ))


“Sesungguhnya orang yang hidup di antara kalian


sepeninggalku, maka dia akan melihat perselisihan yang


banyak. Wajib bagi kalian mengikuti sunnahku dan sunnah


para Al-Khulafâ-ur-Râsyidîn yang telah diberi petunjuk.


Berpegang teguhlah dengannya dan gigitlah dia dengan


gigi-gigi geraham kalian. Jauhilah oleh kalian hal-hal yang


baru. Sesungguhnya hal-hal yang baru tersebut


adalah bid’ah dan setiap bid’ah itu sesat.” [3]


Cara selamat ketika terjadi perselisihan dan cara selamat


dari fitnah hanyalah bisa dilakukan dengan berpegang teguh


dengan sunnah Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam dan


menjauhkan diri dari bid’ah (hal-hal baru dalam agama) dan


hawa nafsu. Seseorang harus menjadikan As-Sunnah sebagai





7





hakim untuk dirinya sendiri, menjadi hakim atas setiap apa-


apa yang didatangi dan ditinggalkannya, pada setiap gerakan


dan diamnya, berdiri dan duduknya dan seluruh urusannya.


Barang siapa yang halnya seperti itu, maka -dengan izin


Allah- dia akan dijaga dan dilindungi dari setiap keburukan,


mala petaka  dan fitnah. Barang siapa tidak melakukan hal


tersebut dan membiarkan hawa nafsunya tidak terkendali,


maka sesungguhnya dia telah menyeret dirinya dan orang


lain di antara hamba-hamba Allah ke dalam keburukan.


3. Di antara kaidah-kaidah penting untuk menjauhi fitnah adalah


lemah lembut, tenang, tidak tergesa-gesa dan memikirkan


akibat-akibat yang akan terjadi.


Sesungguhnya ketergesa-gesaan tidak akan


mendatangkan kebaikan, sedangkan ketenangan akan


membawa kebaikan dan keberkahan. Barang siapa yang


selalu tergesa-gesa dalam setiap urusannya dan terburu-


buru dalam mengambil tindakan, sesungguhnya dirinya tidak


akan merasa aman dari ketergelinciran dan terjatuh kepada


kesesatan dan kesalahan. Adapun orang yang lemah lembut,


tenang, jauh dari ketergesa-gesaan, berpikir matang, tidak


terburu-buru, selalu mempertimbangkan dan melihat akibat-


akibat yang akan terjadi, sesungguhnya -dengan izin Allah-


dia akan mendapatkan hasil-hasil terpuji yang akan


membahagiakannya di dunia dan akhirat.


Diriwayatkan dari seorang sahabat yang mulia, ‘Abdullah


bin Mas’ûd radhiallâhu ‘anhubahwasanya dia pernah


berkata:


[ إِنَّهَا سَتَكُوْنُ أُمُوْرٌ مُشْتَبِهَات فَعَلَيْكُمْ بِالتُّؤَدَةِ فَإنَّكَ أَنْ تَكُوْنَ


تَابِعًا فِي الْخَيْرِ خَيْرٌ مِنْ أَنْ تَكُوْنَ رَأْسًا فِي الشَّرّ ]


“Sesungguhnya akan ada hal-hal syubhat (samar). Wajib


bagi kalian untuk berlahan-lahan. Sungguh, apabila engkau





8





menjadi pengikut suatu kebaikan, itu lebih baik daripada


engkau menjadi pemimpin suatu keburukan.”


Sesungguhnya orang-orang yang tergesa-gesa dan tidak


berpikir matang dalam menangani urusan dan tidak tenang


dan tidak perlahan, maka dia akan membuka untuk dirinya


dan orang lain di antara hamba-hamba Allah suatu pintu


keburukan dan mala petaka. Dia juga akan menanggung dan


menyesali dosanya dan akan mengakibatkan bahaya yang


sangat memberatkan.


Diriwayatkan dari Anas bin Malik radhiallâhu ‘anhu dia


berkata, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:


(( إِنَّ مِنْ النَّاسِ مَفَاتِيحَ لِلْخَيْرِ مَغَالِيقَ لِلشَّرِّ وَإِنَّ مِنْ النَّاسِ


مَفَاتِيحَ لِلشَّرِّ مَغَالِيقَ لِلْخَيْرِ فَطُوبَى لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الْخَيْرِ


عَلَى يَدَيْهِ وَوَيْلٌ لِمَنْ جَعَلَ اللَّهُ مَفَاتِيحَ الشَّرِّ عَلَى يَدَيْهِ ))


“Sesungguhnya di antara manusia ada kunci-kunci (pembuka


pintu) kebaikan dan gembok-gembok (penutup pintu)


keburukan. Dan di antara manusia ada kunci-kunci


(pembuka pintu) keburukan dan gembok-gembok (penutup


pintu) kebaikan. Beruntunglah orang yang Allah jadikan


kunci-kunci kebaikan tersebut di kedua tangannya. Dan


celakalah orang yang Allah jadikan kunci-kunci keburukan di


kedua tangannya.” [4]


Orang yang berakal selalu berhati-hati dalam melihat


akibat-akibat yang akan terjadi. Dia akan selalu sabar,


lembut, tenang, tidak tergesa-gesa dan tidak terburu-buru.


Sesungguhnya ketergesa-gesaan dan keterburu-buruan


tersebut akan menggiring orang yang memilikinya kepada


akibat buruk yang fatal, bahaya yang pedih dan hasil yang


buruk.





9





4. Di antara kaidah-kaidah yang penting adalah selalu bersama


jamaah kaum muslimin dan menjauhkan diri dari perpecahan


dan perselisihan.


Sesungguhnya perpecahan adalah suatu keburukan,


sedangkan persatuan adalah rahmat. Dengan berjamaah,


maka akan menghasilkan kesatuan, kekuatan ikatan dan


ketinggian wibawa kaum muslimin. Dengan berjamaah akan


terwujud persatuan tujuan mereka, terjadinya tolong


menolong di antara mereka di atas kebaikan dan ketakwaan


dan di atas segala hal yang dapat membahagiakan mereka di


dunia dan akhirat.


Adapun perselisihan, sesungguhnya dia akan menggiring


kepada keburukan-keburukan yang banyak, bahaya-bahaya


yang bermacam-macam dan malapetaka yang akibatnya


tidak akan terpuji.


Oleh karena itu, diriwayatkan dari Nabi shallallâhu ‘alaihi


wa sallam, hadits tentang wasiat untuk mengikuti jamaah


dan menghindari perpecahan, Rasulullah shallallâhu ‘alaihi


wa sallambersabda:





(( الْجَمَاعَةُ رَحْمَةٌ وَالْفُرْقَةُ عَذَابٌ ))


“Jamaah adalah rahmat (kasih sayang), sedangkan


perpecahan adalah azab.” [5]


Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:


(( عَلَيْكُمْ بِالْجَمَاعَةِ وَإِيَّاكُمْ وَالْفُرْقَةَ )) .


“Kalian wajib berjamaah dan hindarilah oleh kalian


perpecahan.” [6]


Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:


(( يَدُ اللَّهِ عَلَى الْجَمَاعَةِ )) .





“Tangan Allah berada di atas jamaah” [7]


Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam juga bersabda:





10


(( لَا تَخْتَلِفُوا فَإِنَّ مَنْ كَانَ قَبْلَكُمْ اخْتَلَفُوا فَهَلَكُو )) .


“Janganlah kalian berselisih pendapat. Sesungguhnya orang-


orang sebelum kalian telah berselisih pendapat, sehingga


mereka pun binasa.” [8]


5. Di antara kaidah-kaidah agung yang harus diperhatikan untuk


melindungi diri dari fitnah dan menjauhi keburukannya


adalah mengambil ilmu dari para ulama yang mendalam


ilmunya dan para imam peneliti serta tidak mengambil ilmu


dari orang-orang muda yang baru belajar ilmu dan hanya


sebentar mencarinya.


Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda:


(( الْبَرَكَةُ مَعَ أَكَابِرِكُم )) .


“Keberkahan ada bersama orang-orang tua di antara


kalian.” [9]


Keberkahan ada bersama pada orang-orang tua di antara


kalian yang “kaki-kaki” mereka telah “tertancap” pada ilmu,


yang masa belajarnya sangat lama untuk mendapatkannya,


sehingga mereka memiliki kedudukan tinggi di antara umat,


atas apa-apa yang Allah berikan kepada mereka berupa ilmu,


hikmah, ketegaran,  ketenangan dan kejelian dalam melihat


akibat-akibat yang akan terjadi. Dan dari merekalah kita


diperintahkan untuk mengambil ilmu.


Allah ta’ala berfirman:


﴿ وَإِذَا جَاءَهُمْ أَمْرٌ مِنَ الْأَمْنِ أَوِ الْخَوْفِ أَذَاعُوا بِهِ وَلَوْ رَدُّوهُ إِلَى الرَّسُولِ


وَإِلَى أُولِي الْأَمْرِ مِنْهُمْ لَعَلِمَهُ الَّذِينَ يَسْتَنْبِطُونَهُ مِنْهُمْ وَلَوْلَا فَضْلُ اللَّهِ عَلَيْكُمْ


وَرَحْمَتُهُ لَاتَّبَعْتُمُ الشَّيْطَانَ إِلَّا قَلِيلًا ﴾ [ النساء : 83 ]


“Dan apabila datang kepada mereka suatu berita tentang


keamanan ataupun ketakutan, mereka lalu menyiarkannya.


Dan kalaulah mereka menyerahkannya kepada Rasul


dan Ulil-amri (orang yang memegang urusan) di antara





11





mereka, tentulah orang-orang yang ingin mengetahui


kebenarannya (akan dapat) mengetahuinya dari mereka


(Rasul dan Ulil-amri). Kalaulah bukan karena karunia dan


rahmat Allah kepada kalian, tentulah kalian mengikut setan,


kecuali sebagian kecil saja (di antara kalian).” (QS An-Nisâ’:


83)


Barang siapa yang kembali kepada mereka (para ulama


tersebut), maka akan merasa aman dari fitnah dan


mendapatkan hasil yang terpuji.


6. Di antara kaidah-kaidah penting untuk terhindar dari fitnah


adalah bagusnya hubungan dengan Allah dan berdoa kepada-


Nya subhânahu .


Sesungguhnya doa adalah kunci dari setiap kebaikan di


dunia dan akhirat. Terlebih lagi, permohonan kepada Allah


agar kaum muslimin dijauhkan dari fitnah, baik yang tampak


maupun yang tersembunyi. Berlindung kepada-


Nya subhânahu  dari fitnah-fitnah yang menyesatkan.


Sesungguhnya, siapa yang meminta perlindungan kepada


Allah, maka Allah akan melindunginya. Siapa yang memohon


kepada-Nya, maka Allah akan mengabulkannya.


Sesungguhnya Allahsubhânahu  tidak akan mengecewakan


seorang hamba yang berdoa kepada-Nya dan tidak akan


menolak seorang hamba yang memanggil-Nya. Dia adalah


yang berkata:


﴿ وَإِذَا سَأَلَكَ عِبَادِي عَنِّي فَإِنِّي قَرِيبٌ أُجِيبُ دَعْوَةَ الدَّاعِ إِذَا دَعَانِ


فَلْيَسْتَجِيبُوا لِي وَلْيُؤْمِنُوا بِي لَعَلَّهُمْ يَرْشُدُونَ ﴾ [ البقرة : 186 ]


“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang


Aku, maka (jawablah), sesungguhnya Aku adalah dekat. Aku


mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia


memohon kepada-Ku. Oleh karena itu, hendaklah mereka itu


memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka





12





beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam


kebenaran.” (QS Al-Baqarah: 186)


Dan kita memohon kepada Allah Al-Karîm dengan


menggunakan Al-Asmâ-ul-Husnâ-Nya dan Sifat-sifat-Nya


yang tinggi agar Allah menjauhkan fitnah dari kaum


muslimin, baik yang tampak maupun yang tersembunyi, agar


Allah menjaga keamanan dan keimanan kaum muslimin,


agar Allah menjaga mereka dari seluruh keburukan, agar


Allah menjadikan untuk mereka akibat-akibat dan masa


depan yang terpuji dan akhir yang baik. Sesungguhnya Dia-


lah subhânahu  (Yang Maha Suci), Maha mendengar Doa,


Dia-lah Yang memiliki pengharapan kita, Cukuplah Dia Yang


mencukupkan kita dan Dia-lah sebaik-baik Al-Wakîl (tempat


bergantung).


[1]  HR Abu Dawud no. 4263. Syaikh Al-Albani rahimahullâh men-


shahîh-kannya dalam ShahîhSunan Abî Dâwud.


[2]  HR Muslim no. 55 dari hadits Tamim Ad-Dâri radhiallâhu


‘anhu.


[3]  HR Abu Dawud no. 4607, At-Tirmidzi no. 2676, Ibnu Majah no.


42. Syaikh Al-Albani men-shahîh-kannya dalam Shahîh Sunan Abî


Dawud no. 3851.


[4]  HR Ibnu Mâjah no. 237. Syaikh Al-Albani meng-hasan-kannya


dalan Shahîh Sunan Ibni Mâjah no 193.


[5]  HR Ahmad (IV/278) dari hadits An-Nu’mân bin


Basyîr radhiallâhu ‘anhumâ. Syaikh Al-Albani meng-hasan-kannya


dalam Shahîh Al-Jâmi’ no. 3109.


[6]  HR At-Tirmidzi no. 2165 dari hadits ‘Umar bin Al-


Khaththâb radhiallâhu ‘anhu. Syaikh Al-Albani men-shahîh-kannya


dalam Shahîh Sunan At-Tirmidzi no. 1758.





13





[7]  HR Ibnu Abî ‘Âshim dalam As-Sunnah no. 81 dari hadits


Usâmah bin Syarîk radhiallâhu ‘anhu. Syaikh Al-Albani


rahimahullâh men-shahih-kannya dalam Dzhilâlul-Jannah.


[8]  HR Al-Bukhâri no. 2410 dari hadits ‘Abdullah bin


Mas’ud radhiallâhu ‘anhu.


[9]  HR Ibnu Hibbân no. 559 dari hadits Ibnu ‘Abbâs radhiallâhu


‘anhumâ. Syaikh Al-Albani men-shahîh-kannya dalam Ash-


Shahîhah no. 1778.



Tulisan Terbaru

Keutamaan Puasa Enam ...

Keutamaan Puasa Enam Hari Syawal Shawal