Artikel




Bapak Tidak Boleh Memaksa  


Putrinya Menikah


Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah


Syaikh Muhammad al-Utsaimin rahimahullah


 


 Pertanyaan 1: Saya mempunyai saudara perempuan sebapak (satu bapak


berbeda ibu). Bapaknya telah menikahkannya dengan seseorang tanpa


persetujuannya dan tanpa meminta pendapatnya. Sedangkan ia telah mencapai


usia dua puluh satu tahun. Beberapa orang telah bersaksi palsu terhadap aqad


nikah bahwa ia telah setuju, dan ibunya telah menandatangani aqad nikah


sebagai wakilnya. Seperti inilah terjadi pernikahan, dan ia masih menolak


perkawinan ini. Apakah hukumnya aqad pernikahan ini dan persaksian para


saksi?


 Jawaban 1: Jika saudari ini masih perawan dan bapaknya memaksanya


menikah dengan seorang laki-laki, sebagian ulama berpendapat bahwa


pernikahannya sah. Mereka berpendapat bahwa bapak boleh memaksa putrinya


menikah dengan orang yang tidak dia kehendaki, apabila sederajat (sesuai).


Akan tetapi pendapat yang kuat dalam masalah ini adalah: bapak atau yang


lainnya tidak boleh memaksa anak perempuannya menikah dengan orang yang


tidak diinginkannya, sekalipun masih sederajat, karena Nabi Muhammad


shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda:





Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Dan wanita perawan tidak


boleh dinikahkan sehingga diminta pendapatnya."1


Hadits ini bersifat umum tidak ada satu wali pun yang dikecualikan, bahkan


disebutkan dalam Shahih Muslim:





                                                 


1  HR. Al-Bukhari 5136 dan Muslim 1419


 ٤


 Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Dan wanita perawan,


bapaknya meminta persetujuannya."2


Maka ditegaskan terhadap wanita perawan dan terhadap bapak. Ini


adalah nash yang masih diperselisihkan maka harus kembali kepadanya


(sebagai bahan rujukan). Atas dasar ini, pemaksaan seseorang terhadap


putrinya untuk menikah dengan seseorang yang tidak ia kehendaki adalah


haram, dan yang diharamkan, hukumnya tidak sah dan tidak terlaksana,


karena mensahkannya adalah bertolak belakang dengan syara’, dan sesuatu


yang dilarang oleh syara` sesungguhnya adalah agar umat tidak melakukannya.


Apabila kita sahkan maka artinya kita boleh melakukannya dan menjadikannya


sejajar dengan kedudukan aqad yang dibolehkan oleh syara', dan ini adalah


perkara yang tidak mungkin. Atas dasar penjelasan ini maka pendapat yang


kuat adalah bapakmu menikahkan putrinya dengan orang yang tidak


diinginkannya ini adalah pernikahan yang rusak. Dan aqad yang rusak harus


ditinjau ulang oleh pengadilan syari'at (pengadilan agama kalau di Indonesia,


pent.)


 Adapun yang terkait persaksian palsu, maka mereka telah melakukan


salah satu dosa besar, seperti disebutkan dalam hadits:





"Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Maukah kamu


kuberitahukan tentang dosa-dosa besar?" lalu beliau menyebutkannya. Tadinya


beliau bersandar, lalu duduk kemudian bersabda:





Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Ketahuilah, ucapan palsu dan


persaksian palsu. Ketahuilah, ucapan palsu dan persaksian palsu." Beliau terus


mengulanginya sehingga mereka berkata: Andaikan beliau diam.3


 Orang-orang yang bersaksi palsu tersebut: mereka harus bertaubat


kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan mengatakan yang benar, dan hendaklah


mereka menjelaskan kepada hakim syar'i (hakim agama kalau di Indonesia,


                                                 


2  HR. Muslim 1421.


3  HR. Al-Bukhari 5976 dan Muslim 87 dengan semisalnya.


pent.) bahwa mereka telah bersaksi palsu, dan sesungguhnya mereka kembali


dari persaksian mereka ini.


Demikian pula sang ibu, di mana ia telah menandatangani sebagai wakil


anaknya secara dusta, sesungguhnya ia berdosa atas hal itu. Ia harus  


bertaubat kepada Allah subhanahu wa ta’ala dan jangan mengulangi lagi.


Syaikh Muhammad al-Utsaimin – Majmu' Fatawa wa Rasail (2/759 – 760).


Pertanyaan 2: Bolehkah bapak memaksa putrinya menikah dengan


seseorang yang tidak diinginkannya?


Jawaban 2: Bapak dan selain bapak tidak boleh memaksa seseorang


yang berada di bawah perwaliannya untuk menikah dengan orang yang tidak


diinginkannya, tetapi ia harus mendapat ijinnya, berdasarkan sabda Rasulullah


shalallahu ‘alaihi wasallam:





 Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Wanita yang sudah pernah


menikah (janda) tidak boleh dinikahkan sehingga diminta perintahnya, dan


wanita perawan tidak boleh dinikahkan sehingga diminta ijin.' Mereka bertanya:


'Bagaimana ijinnya? Beliau menjawab: 'Ia diam.' Dan pada lafazh yang lain:


'Ijinnya adalah diamnya.' Dan pada lafazh yang ketiga: "Dan wanita perawan,


bapaknya meminta ijin kepadanya pada dirinya dan ijinnya adalah diamnya."


Bapak harus meminta ijin kepadanya apabila ia telah mencapai usia


sembilan tahun atau lebih. Dan seperti inilah para wali tidak boleh


menikahkannya kecuali dengan ijinnya. Inilah yang wajib kepada semua. Dan


siapa yang menikahkan tanpa ijinnya maka pernikahan itu batal, karena di


antara syarat nikah adalah ridha kedua belah pihak. Apabila ia


menikahkannya tanpa ridhanya dan memaksanya dengan ancaman atau


pukulan, maka pernikahan itu tidak sah, kecuali bapak pada putri yang





 kurang dari usia sembilan tahun. Jika ia menikahkannya saat usianya masih


kecil yaitu kurang dari usia sembilan tahun maka tidak mengapa menurut


pendapat yang benar. Karena Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam menikahi


Aisyah radhiyallahu 'anha tanpa ijinnya, sedangkan usianya kurang dari


sembilan tahun, seperti disebutkan dalam hadits yang shahih.4


 Adapun bila ia telah mencapai usia sembilan tahun atau lebih maka


tidak ada yang boleh menikahkannya kecuali dengan ijinnya, sekalipun


bapaknya. Dan apabila calon suami mengetahui bahwa ia (wanita) tidak


menghendakinya, janganlah ia terus maju atas hal itu, sekalipun bapak si


wanita memberikan kemudahan kepadanya. Ia harus bertaqwa kepada Allah


SWT dan ia tidak melamar wanita yang tidak menghendakinya, sekalipun


bapaknya mengaku tidak memaksanya. Ia harus takut terhadap sesuatu yang


diharamkan Allah subhanahu wa ta’ala atasnya, karena Rasulullah shalallahu


‘alaihi wasallam menyuruh meminta ijin kepadanya.


 Dan kami berpesan kepada wanita yang dilamar agar bertaqwa kepada


Allah subhanahu wa ta’ala dan hendaklah ia menyetujui apabila bapaknya


ingin menikahkannya, apabila yang melamar adalah orang baik pada agama


dan akhlaknya. Karena di dalam menikah terdapat kebaikan yang sangat


banyak, dan karena tidak menikah mengandung bahaya besar. Maka yang


kami pesankan kepada semua remaja putri agar setuju bila sudah sesuai dan


tidak beralasan karena pendidikan atau mengajar atau alasan lainnya.


Wallahul muwaffiq.


Syaikh Bin Baz –Fatawa al-mar`ah hal 101-102.


                                               


4  HR. Al-Bukhari 5133, 5134 dan Muslim 1422.



Tulisan Terbaru

Shalawat Kepada Nabi, ...

Shalawat Kepada Nabi, Keutamaan Serta Faidahnya