Menjauhi Fitnah
Yang kami maksudkan dengan fitnah yaitu sesuatu yang menimpa
individu atau golongan, berupa kebinasaan atau kemunduran tingkatan iman,
atau kekacauan di dalam barisan Islam.
Di antara penyebab pertama terjerumusnya seseorang ke dalam fitnah,
yaitu siapnya hati menerima fitnah tersebut, seperti yang disebutkan dalam
hadits:
“Fitnah-fitnah didatangkan kepada semua hati...Hati manapun yang
mengecapnya, tertorehlah padanya satu noda hitam.”1
Demikian pula menerimanya yang berlari padanya. Dalam hadits shahih:
“Orang yang berjalan padanya (fitnah) lebih baik daripada yang berlari,
barangsiapa yang mengintainya, niscaya ia menguasainya.”2 Maksudnya
mencari-carinya (fitnah), niscaya ia menguasainya.
Dan sesuatu yang paling menggerakkan fitnah adalah banyak berbicara.
Imam al-Qurthubi rahimahullah berkata dalam menjelaskan sebab-sebab
terjadinya fitnah yang sangat banyak, sesungguhnya ia bermula: 'dengan berkata
bohong di hadapan para pemimpin, memberikan informasi kepada mereka. Maka
seringkali hal itu memunculkan kemarahan dan pembunuhan, lebih banyak dari
pada terjadinya fitnah itu sendiri.3
Dan sering sekali fitnah menjadi besar saat seseorang mengambil sikap
atas dasar kesalahpahaman. Dan yang lebih berbahaya lagi dalam menyulut api
fitnah adalah mendahulukan pendapat pribadi di atas hukum syara’.
Diriwayatkan dalam Shahih al-Bukhari, bahwasanya Sahl bin Hanif berkata
saat terjadinya fitnah di antara para sahabat radhiyallahu ‘anhum: ‘Wahai
sekalian manusia, curigalah terhadap pendapat pribadimu di atas agamamu...”4
1 Shahih Muslim, kitab Iman, bab ke65, hadits no. 231, dan lafazhnya diriwayatkan oleh Imam Ahmad 5/386.
2 Shahih al-Bukhari, kitab fitnah-fitnah, bab ke-9, hadits no.7081.
3 ‘Aunul Ma’bud, 11/347.
4 Shahih al-Bukhari, kitab al-I’tisham, bab ke-7, hadits no.7308, mauquf kepada Sahl bin Hanif rad.
4
Dan terkadang engkau berlari dari fitnah, maka para pelakunya menyusul
engkau, sedangkan engkau tidak ingin terlibat di dalamnya. Sebagaimana yang
diriwayatkan dari Abu ad-Darda` , ia berkata, ‘Jika engkau mengkritik mereka,
mereka mengkritik engkau. Jika engkau meninggalkan mereka, mereka tidak
meninggalkan engkau. Dan jika engkau berlari dari mereka, mereka pun
menyusul engkau...’5
Dan terkadang penerimaan terhadap jabatan yang engkau tidak mampu
melaksanakannya menjadi sebab terjadinya fitnah terhadap dirimu dan siapapun
yang bersamamu. Karena alasan itulah, ‘Amr bin al-‘Ash merasa sangat
gelisah saat menjelang kematiannya, dan ia teringat kehidupannya bersama
Rasulullah , hingga ia berkata, ‘Jika aku meninggal dunia pada saat itu, orangorang
berkata, ‘Selamat untuk ‘Amr, ia masuk Islam, lalu ia meninggal maka
diharapkan surga untuknya.’ Kemudian setelah itu, aku berkecimpung dengan
kekuasaan dan berbagai banyak urusan, maka aku tidak tahu, apakah
memudharatkan aku atau berguna untukku.’6
Jika engkau menjadi panutan atau memegang jabatan, maka janganlah
engkau memberikan tugas kepada manusia yang mereka tidak mampu, maka
engkau membuat fitnah kepada mereka. Maka sesungguhnya Rasulullah ,
tatkala beliau mengetahui bahwa Mu’adz bin Jabal memanjangkan shalatnya
saat menjadi imam, beliau bersabda kepadanya sebanyak tiga kali:
"Wahai Mu’adz, apakah engkau ingin membuat fitnah?7
Dan dalam pidato Umar : ‘Perhatikanlah, janganlah kamu memukul kaum
muslimin, maka kamu menghinakan mereka. Janganlah kamu memperpanjang
(menugaskan mereka terlalu lama, hingga tidak berkumpul dengan keluarga
mereka), maka engkau membuat fitnah kepada mereka. Dan janganlah kamu
menghalangi hak mereka, maka kamu membuat kufur kepada mereka.’8
Sesungguhnya banyak disibukkan dengan ucapan tanpa bekerja, akan
membawa kepada fitnah dan kekacauan. Syaikhul Islam berkata, ‘Apabila
manusia meninggalkan jihad fi sabilillah, maka Allah akan mencoba mereka
5 Kanzul Ummal, hadits no. 30989, dan ia berkata, ‘Diriwayatkan oleh al-Khathib dan Ibnu ‘Asakir, al-Khathib
menshahihkan mauqufnya.
6 Musnad Ahmad 4/199
7 Shahih al-Bukhari, kitab al-Adab, bab ke-74, hadits no. 6106.
8 Musnad Ahmad 1/41, Syaikh Ahmad Syakir berkata: Isnadnya hasan (286).
5
dengan mencampakkan permusuhan di antara mereka, hingga terjadi fitnah di
antara mereka, sebagaimana yang telah terjadi.’9
Di antara pengaruh fitnah, sesungguhnya fitnah itu melupakan orangorang
yang terjerumus di dalamnya tentang kebenaran yang mereka ketahui dan
batasan-batasan yang mereka tekuni. Dan sesungguhnya orang yang terjatuh
dalam fitnah menjadi ringan ketakwaannya dan tipis agamanya. Karena itulah
saat orang-orang dijauhkan dari telaga, Rasulullah mengira mereka termasuk
umatnya, dijawablah: 'Engkau tidak tahu, mereka telah berjalan mundur.' Yang
meriwayatkan hadits berkata (yaitu Ibnu Abi Mulaikah): 'Ya Allah, sesungguhnya
kami berlindung kepada-Mu bahwa kami kembali atas tumit kami (murtad) atau
kami mendapat fitnah."10
Dan dalam hadits yang Hudzaifah bertanya tentang keburukan: Wahai
Rasulullah, ketenangan di atas asap, apakah maksudnya? Beliau menjawab:
Hati para kaum tersebut tidak kembali seperti semula.'11
Yang mensyarahkan hadits tersebut berkata, 'Maksudnya, hati mereka tidak
bersih dari sifat dendam dan benci, sebagaimana bersih sebelum hal itu.'12
Ketika engkau melihat seorang laki-laki yang berakal, tetapi akhirnya
engkau tidak tahu, kemana perginya akal sehatnya di saat terjadinya fitnah
(kekacauan). Ibnu Hajar rahimahullah mengutip hadits dari Ibnu Abi Syaibah
rahimahullah tentang fitnah: "Kemudian fitnah datang bergelombang seperti
gelombang laut, dan ia yang menjadikan manusia padanya seperti binatang.'
Maksudnya, tidak ada akal bagi mereka. Dan diperkuat hadits Abu Musa :
'Akal kebanyakan orang di masa itu telah hilang.'13
Dan ketika Ibnu Hajar rahimahullah menjelas disunnahkan berlindung
dari segala fitnah, hingga kepada orang yang mengetahui bahwa ia berada di atas
kebenaran. Ia memberikan alasan atas hal itu dengan penjelasannya: 'Karena
sesungguhnya ia bisa membawa kepada terjatuhnya sesuatu yang ia tidak
menganggap terjatuhnya.'14
9 Majmu’ Fatawa Ibnu Taimiyah, 15/44.
10 Shahih al-Bukhari, Kitab al-Fitan, bab ke-1, hadits no. 7048.
11 Shahih Sunan Abu Daud, Syaikh al-Albani, no. 3571.
12 'Aunul Ma'bud 11/317, saat mensyarahkan hadits no.4227.
13 Fath al-Bari 13/49, kitab al-Fitan, bab ke-17.
14 Fath al-Bari, 13/52, saat mensyarahkan hadits no. 7098.
6
Di antara pengaruh terjerumus dalam fitnah yang paling berbahaya adalah
tidak memperhatikan nasehat, bahkan sebagian manusia menganggap enteng
perbuatan maksiat. Abdullah bin Umar berkata: 'Di masa fitnah, kamu tidak
menganggap pembunuhan sebagai perbuatan dosa.'15 Maka, apakah jalan
keselamatan dari segala fitnah?
Di antara hal yang dapat menyelamatkan dari fitnah adalah bahwa engkau
tidak menuntut hakmu dalam urusan dunia, sekalipun sabar dalam hal itu
terasa berat sekali. sebagaimana yang diriwayatkan dalam Sunan Abu Daud:
'Sesungguhnya keberuntungan bagi orang yang menjauhi fitnah –(beliau
mengucapkannya) tiga kali-, dan bagi orang yang mendapat cobaan, maka ia
bersikap sabar, alangkah indahnya sabar terhadap bala.'16
Dan barangsiapa yang dikelilingi fitnah dan tidak ada yang menyelamatkannya
dari fitnah itu, maka hendaklah ia berlari dengan membawa agamanya dari
segala fitnah dan memperbanyak ibadah, sebagaimana dalam hadits:
"Beribadah di saat fitnah adalah seperti berhijrah kepadaku."17
Berbekal diri dengan amal shaleh sangat dianjurkan untuk menjaga diri dari
fitnah sebelum terjadinya. Nabi bersabda:
"Segeralah beramal shaleh (mendahului datangnya) segala fitnah."18
Imam an-Nawawi rahimahullah mengatakan saat menjelaskan makna hadits
tersebut: 'Pengertian hadits tersebut adalah dorongan bersegera melaksanakan
amal ibadah sebelum uzur dan sebelum tidak bisa lagi melaksanakannya karena
terjadinya fitnah yang menyibukkan, datang silih berganti, lagi sangat banyak.19
Dan barangsiapa yang bisa mengendalikan sebab-sebab fitnah, maka
hendaklah ia berlepas diri darinya, sebagaimana yang terdapat dalam hadits:
"Patahkanlah padanya yang keras darimu."20
15 Musnad Ahmad 2/3, mauquf kepada Abdullah bin Umar .
16 Shahih Sunan Abu Daud, Syaikh al-Albani, hadits no. 3585.
17 Musnad Ahmad 5/27, dan dalam Shahih al-Jami' no. 4119 dengan lafazh 'Beribadah dalam peperangan'. (Shahih).
18 Shahih Muslim, kitab al-Iman, bab ke-51, hadits no. 186.
19 Syarah Shahih Muslim, Imam an-Nawawi, 1/492.
20 Shahih Sunan at-Tirmidzi, Syaikh al-Albani, hadits no. 1795/2314 (Shahih).
7
Sehingga Ka'ab bin Malik menyebutkan cerita tiga orang yang tertinggal (dari
perang Tabuk), bagaimana surat dari Raja Ghassan sampai kepadanya, yang
isinya: 'Telah sampai berita kepadaku bahwa temanmu (Nabi Muhammad )
telah menjauhimu, dan Allah tidak menjadikanmu di negeri kehinaan dan
kesempitan, maka datanglah kepada kami, niscaya kami akan membantumu.'
Ka'ab berkata: 'Tatkala aku membaca surat tersebut, aku berkata: ini juga
termasuk bala, lalu aku menuju tempat pembakaran roti, maka aku membakar
surat tersebut."21
Berdoa agar selalu terjaga dari kejahatan segala fitnah merupakan salah
satu sebab keselamatan. Di dalam Musnad Ahmad:
"Dan apabila engkau menghendaki fitnah terhadap hamba-hamba-Mu, hendaklah
engkau mengambilku kepada-Mu, tanpa terlibat fitnah."22
Dalam doa Umar : 'Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan segala
fitnah.'23 Dan Anas berkata: 'Berlindung kepada Allah dari segala fitnah.'24
Dan yang menyelamatkan engkau di sisi Allah bahwa engkau
mengingkarinya dan tidak ridha dengannya, serta jangan membantu atasnya.
Nabi bersabda:
"Hati apapun yang mengingkarinya, niscaya tertoreh padanya titik putih, sehingga
hati menjadi putih seperti batu yang licin, fitnah tidak membahayakannya selama
masih adanya langit dan bumi.'25
Dan penyelamat yang paling penting adalah bahwa seseorang memahami
agamanya dan membedakan batas-batas syara' tanpa kerancuan. Ibnu Hajar
rahimahullah mengutip dari Ibnu Abi Syaibah rahimahullah sebuah hadits dari
Hudzaifah , ia berkata padanya: 'Fitnah tidak membahayakanmu selama
engkau mengenal agamamu. Sesungguhnya fitnah itu terjadi, apabila samar
atasmu di antara kebenaran dan kebatilan.'26
21 Shahih al-Bukhari, kitab al- Fitan, bab ke-17, hadits no. 7098.
22 Shahih al-Bukhari, kitab al-Fitan, bab ke-15, hadits no. 7089.
23 Shahih al-Bukhari, Kitab al-Fitan, bab ke-15, hadits no. 7090.
24 Shahih al-Bukhari, Kitab al-Fitan, bab ke-15, hadits no. 7090.
25 Shahih al-Jami' no. 2960 dan diriwayatkan oleh Ahmad dan Muslim.
26 Fath al-Bari, 13/49, kitab al-Fitan, syarah hadits 17.
8
Sekalipun disertai semua sebab keselamatan ini dan yang lainnya, hati
harus tetap bergantung kepada Allah . Dan benarlah: "Sesungguhnya
keberuntungan adalah bagi orang yang menjauhi fitnah." Maka menjauhi segala
fitnah adalah pemeliharan rabbani, lebih banyak daripada usaha manusia. Maka
ambillah segala sebab dan memintalah pertolongan kepada Allah .
Kesimpulan:
Di antara penyebab terjerumusnya seseorang ke dalam fitnah:
- Kesiapan hati menerimanya.
- Tenggelam dengan obrolan dan keyakinan ilusi.
- Mendahulukan pendapat pribadi di atas hukum syara'.
- Menerima jabatan yang tidak mampu dilaksanakan.
- Sibuk berbicara, tanpa bekerja.
Di antara dampak fitnah:
- Membuat manusia lupa terhadap kebenaran yang sebenarnya.
- Menipiskan agama.
- Menghilangkan akal.
- Tidak mendengarkan nasehat.
Di antara penyelamat dari segala fitnah:
- Tidak menuntut hakmu dalam urusan dunia.
- Paham terhadap agama.
- Berlepas diri dari sarana-sarana fitnah dan sebab-sebabnya.
- Tidak memegang jabatan dalam fitnah.
- Berdoa agar terjaga dari kejahatannya.
- Hati mengingari fitnah tersebut.
- Berbekal diri dengan amal shalih.
Menjauhi fitnah adalah pemeliharaan rabbani, melebihi kondisinya sebagai
usaha manusia.