Makna Hadits: Tiga Hal Yang Mengikuti
Jenazah
Segala puji hanya bagi Allah SWT, shalawat dan salam semoga tetap
tercurahkan kepada baginda Rasulullah Muhammad SAW, dan aku
bersaksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya
selain Allah yang Maha Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi
bahwa Muhammad adalah hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:
Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim di dalam kitab shahihnya
dari hadits Dari Anas bin Malik RA bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda,
Mayit itu diikuti oleh tiga golongan, akan kembali dua golongan dan satu
golongan akan tetap menemaninya, dia akan diikuti oleh keluarganya,
hartanya dan amalnya. Maka keluarga dan hartanya akan kembali pulang
sementara amalnya akan tetap menemaninya”.1
Hadits ini telah dijelaskan oleh Al-Hafiz Ibnu Rajab Al-Hambali di dalam
risalah yang sangat berharga, aku merangkum penjelasannya dalam
bahasan yang singkat ini: Dia berkata, “Dan tafsir hadits ini adalah bahwa
anak Adam mesti memiliki keluarga yang selalu bergaul dengan dirinya,
harta sebagai bekal hidupnya, dua shahabat ini selalu menyertainya dan
suatu saat akan berpisah dengannya. Maka orang yang berbahagia adalah
orang yang menjadikan harta sebagai sarana untuk berdzikir kepada Allah
SWT, dan menafkahkannya untuk kepentingan akhirat, dan dia mengambil
harta itu sebatas kebutuhan yang bisa menyampaikannya untuk kehidupan
akherat, dia mencari istri yang shalehah yang bisa menjaga keimanannya.
Adapun orang yang menjadikan harta dan keluarga yang menyibukkannya
sehingga melalaikan Allah SWT maka dia temasuk orang yang merugi,
sebagaimana firman Allah SWT, tentang orang-orang Badui:
1 Shahih Bukhari: 4/194 no: 6514 dan shahih Muslim: 4/2273
3
"Harta dan keluarga kami telah merintangi kami, maka mohonkanlah
ampunan untuk kami…”. (QS. Al-Fath: 11).
Allah SWT:
Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak
anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat
demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi. . (QS. Al-Munafiqun: 9).
Diriwayatkan Al-Hakim di dalam Al-Mustadrok dari hadits Sahl bin
Sa’d bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Jibril datang kepada Nabi
Muhammad SAW dan berkata: Wahai Muhammad hiduplah sekehendakmu
sebab engkau padsti akan mati, cintailah siapa yang engkau kehendaki
sebab engkau akan meninggalkannya, dan berbuatlah apa yang engkau
kehendaki sebab engkau akan mendapat balasannya, kemudian dia berkata:
Wahai Muhamad kemulian seorang mu’min ada pada saat qiyamullail dan
ketinggiannya pada ketidakbutuhannya pada manusia”.2.
Maka apabila anak Adam mati, dan meninggalkan dunia ini maka dia
tidak mengambil mamfaat apapun dari keluarga dan hartanya kecuali do’a
keluarga baginya, permohonan ampun mereka untuk dirinya dan
perbuatan-perbuatan yang dijelaskan oleh syara’ yang bisa mendatangkan
manfaat untuk dirinya serta apa yang di kekluarkan dari hartanya untuk
kebutuhan dirinya. Allah SWT berfirman:
(yaitu) di hari dimana harta dan anak-anak laki-laki tidak berguna. kecuali
orang-orang yang menghadap Allah dengan hati yang bersih”. Al-Asyu’ara:
88-89.
2 Mustadrokul hakim: 4/360 dan Al-Mundziri di dalam kitab: Al-Targib wat tarhib 1/485:
HR. Thabrani fil awsath dengan sanad yang hasan, dan shahihkan oleh Al-Bani
rahimhullah di dalam shahihul jami’: 1/76 no: 73.
4
Allah SWT berfirman:
“Dan sesungguhnya kamu datang kepada Kami sendiri-sendiri
sebagaimana kamu Kami ciptakan pada mulanya, dan kamu tinggalkan di
belakangmu (di dunia) apa yang telah Kami kurniakan kepadamu;…”. (QS.
Al-An’am: 94).
Diriwayatkan oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari hadits Abi
Hurairah bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda: Apabila anak Adam
meninggal maka akan terputus amalnya kecuali tiga hal: Shadaqah jariyah,
ilmu yang bermanafaat dan anak shaleh yang selalu mendo’akan kedua
orang tuanya”.3
Adapun teman pertama adalah keluarga, maka keluaraga tidak akan
memberikan manfaat apapun baginya setelah kematiannya kecuali orang
yang memintakan ampun baginya dan berdo’a baginya seperti apa yang
telah disebutkan sebelumnya. Bisa jadi keluaraganya tidak berdo’a baginya,
sebab bisa jadi orang lain yang lebih jauh, lebih memberikan manfaat bagi
keluarganya, sebagaimana yang pernah diungkapkan oleh orang-orang
shaleh: Keluargamu sibuk membagi warisan yang telah engkau tinggalkan,
sementara ada orang lain yang bersedih dengan kematianmu dan berdo’a
untukmu pada saat dirimu berada di antara himpitan lubang-lubang dalam
tanah, dan di antara keluarga itu ada yang menjadi musuh bagimu,
sebagaimana firman Allah SWT:
Hai orang-orang yang beriman, sesungguhnya di antara istri-istrimu
dan anak-anakmu ada yang menjadi musuh bagimu (QS. Al-Tagabun: 14).
Adapun teman yang kedua adalah harta, maka dia tidak mengikuti
pemiliknya dan tidak pula masuk ke dalam kuburnya, dan kembalinya
harta tersebut sebagai kalimat kiasan bahwa harta itu tidak menemani
pemiliknya di dalam kuburnya dan tidak masuk ke dalam liang kubur
pemiliknya.
3 Shahih Muslim, halaman: 670 o: 1631
5
Diriwayatkan oleh Muslim dari hadits Abi Hurairah RA bahwa Nabi
Muhammad SAW bersabda: Anak Adam berkata: Hartaku, hartaku, Allah
berfirman: Apakah engkau memiliki harta wahai anak Adam kecuali apa
yang engkau telah makan dan habis, atau engkau pakai lalu rusak, atau
engkau sedekahkan lalu engkau berlalu membawanya dan apa-apa selain itu
maka dia pergi dan ditinggalkan untuk orang lain”.4
Diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari hadits Abdullah bin Mas’ud RA
bahwa Nabi Muhammad SAW bersabda, “Siapakah di antara kalian yang
harta pewarisnya lebih dicintainya daripada harta dirinya sendiri?. Para
shahabat berkata: Wahai Rasulullah, tidak ada seorangpun di antara kita
kecuali hartanya lebih dicintainya. Beliau bersabda: Sesungguhnya harta
miliknya yang sebenarnya adalah apa yang telah dipersembahkan (sebagai
amal shaleh) sementara harta pewarisnya adalah apa yang ditinggalkan”.5
Maka seorang hamba tidak akan mengambil manfaat apapun dari
hartanya kecuali apa yang dipersembahkannya untuk masa depan dirinya
di (akherat kelak) dan menafkahkan harta itu di jalan Allah SWT, dan apa
yang telah dimakan dan dipakainya, maka dia bukan bagian yang menjadi
miliknya (secara hakiki) dan bukan pula dosa baginya dalam
pemanfaatannya. Kecuali jika dia berniat dengan niat amal shaleh, maka
dia akan diberikan kepadanya pahala secara mutlak. Sebagian raja berkata
kepada Abi Hazim yang hidup zuhud: Kenapa kita membenci kematian?. Dia
menjawab: Karena engkau mengagungkan dunia, engkau telah menjadikan
hartamu di hadapan kedua matamu maka engkau pasti benci
meninggalkannya dan seandainya engkau mempersiapkannya untuk
akheratmu niscaya engkau akan senang menggunakannya untuk
mengejarnya. Allah SWT berfirman:
Kamu sekali-kali tidak sampai kepada kebaikan (yang sempurna),
sebelum kamu menafkahkan sebagian harta yang kamu cintai. Dan apa saja
4 Shahih Muslim, halaman: 1187 no: 2958
5 Shahihul Al-Bukhari, halaman: 1236 no: 6442
6
yang kamu nafkahkan, maka sesungguhnya Allah mengetahuinya. (QS. Ali
Imron: 92)
Dan Ibnu Umar tidak bangga kepada hartanya kecuali apa yang telah
dipersembahkannya sebagai amal shaleh karena Allah SWT, sehingga pada
suatu ketika pada saat dia menunggang seekor onta, lalu dia kagum
dengannya, maka diapun segera turun darinya dan mengaraknya dan
menjadikannya sebagai shadaqah di jalan Allah SWT.
Adapun teman yang ketiga: Dia adalah amal yang mengikuti
pemiliknya ke dalam kubur dan hidup bersamanya dalam kubur tersebut,
dia bersamanya pada saat dibangkitkan menghadap Allah SWT. Amal itu
menyertainya pada saat dikumpulkan di padang mahsyar, di atas shirot,
pada saat ditimbang dan dengan amal itu pula seseorang akan memperoleh
tingkat kedudukannya di surga atau di neraka. Allah SWT berfirman:
Barang siapa yang mengerjakan amal yang saleh maka
(pahalanya)untuk dirinya sendiri dan barang siapa yang berbuat jahat maka
(dosanya) atas dirinya sendiri; dan sekali-kali tidaklah Tuhanmu menganiaya
hamba-hamba (Nya). (QS. Fushilat: 46).
Allah SWT berfirman:
Barang siapa yang kafir maka dia sendirilah yang menanggung
(akibat) kekafirannya itu; dan barang siapa yang beramal saleh maka untuk
diri mereka sendirilah mereka menyiapkan (tempat yang menyenangkan),
(QS. Al-Rum: 44)
Sebagian ulama salaf berkata tentang tafsir ayat di atas atau mereka
mempersiapkan bagi diri mereka kebutuhan di dalam kubur mereka. Maka
amal shaleh sebagai tempat yang menyejukkan bagi yang mengerjakannya
di dalam kubur, di mana saat di dalam kubur seorang hamba tidak memiliki
apapun yang pernah dinikmatinya selama di dunia seperti kasur yang
empuk, bantal dan ranjang-ranjang tidur namun setiap orang akan tidur
dengan ranjang amal, berbantal kebaikan atau keburukan. Maka orang
7
yang berakal adalah orang yang membangun rumah tempat dia menetap
dalam jangka waktu yang panjang, walau seandainya dia membangunnya
dengan puing-puing rumahnya yang roboh yang akan ditinggalkannya maka
dia tidak akan merugi, bahkan dia beruntung.
Sebagian ulama salaf berkata, “Bekerjalah untuk kepentingan
duniamu sebatas lamanya masa kamu menetap padanya, dan berbuatlah
untuk akheratmu sebatas lamanya kamu tinggal padanya. Al-Hasan
berkata, “Seorang lelaki dari kaum muslimin mengikuti janazah saudaranya
lalu pada saat jenazah diturunkan di dalam liang kuburnya lelaki itu
berkata: Aku tidak mengetahui yang mengikutimu dari dunia ini kecuali tiga
helai kain, demi Allah aku meningalkan rumahku dengan barang-barang
yang begitu banyak, demi Allah seandainya aku diberi kesempatan untuk
pulang kerumah niscaya aku akan sedekahkan rumahku untuk kepentingan
diriku. Al-Hasan berkata: Maka lelaki itupun kembali dan
menyedekahkannya. Dan mereka tahu bahwa orang itu adalah Umar bin
Abdul Aziz”.
Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan
salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad saw dan kepada
keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.