Artikel







Larangan Melakukan Bid’ah


Segala puji hanya bagi Allah, shalawat dan salam semoga tetap


tercurahkan kepada baginda Rasulullah, dan aku bersaksi bahwa tiada


tuhan yang berhak disembah dengan sebenarnya selain Allah yang Maha


Esa dan tiada sekutu bagi -Nya dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah


hamba dan utusan -Nya.. Amma Ba’du:


Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:





Alif laam miim shaad. Ini adalah sebuah kitab yang diturunkan


kepadamu, maka janganlah ada kesempitan di dalam dadamu karenanya,


supaya kamu memberi peringatan dengan kitab itu (kepada orang kafir), dan


menjadi pelajaran bagi orang-orang yang beriman. Ikutilah apa yang


diturunkan kepadamu dari Tuhanmu dan janganlah kamu mengikuti


pemimpin-pemimpin selain-Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran


(daripadanya). (QS. Al-A’rof: 1-3).


Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:





Apakah mereka mempunyai sembahan-sembahan selain Allah yang


mensyariatkan untuk mereka agama yang tidak diizinkan Allah?. (QS. Al-


Syuro: 21).


Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan Muslim dari Aisyah radhiallahu ‘anha


bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “Barang


4


siapa yang membuat perkara-perkara baru di dalam agama ini yang tidak


ada dasarnya dari agama ini maka dia akan tertolak”.1


Dan bid’ah adalah segala perkara yang baru di dalam syara’ yang


tidak ada dalilnya. Dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam


bersabda, “Dan perkara yang terburuk dalam agama ini adalah perkraperkara


yang baru, dan setiap yang baru di dalam agama ini adalah bid’ah


dan setiap yang bid’ah itu adalah sesat dan setiap kesesatan di neraka”.2


Dan Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda, “Barangsiapa


yang mengerjakan suatu amalan yang tidak ada tuntunannya adalah


tertolak”.3


Dan Ibnu Rajab berkata dalam mensyarah hadits ini, “Dan ini adalah salah


satu pondasi Islam yang agung, dan seperti barometer bagi amal-amal


ibadah yang sifatnya lahiriyah sebagaimana hadits yang menyatakan:


“Sesungguhnya setiap perkara itu tergantung dari niatnya”. Adalah


barometer bagi amal-amal yang sifatnya bathiniyah, sebagaimana setiap


amal ibadah yang tidak didasarkan pada mengharap ridla Allah semata


maka orang yang mengerjakannya tidak mendapat pahala apa-apa, begitu


juga dengan amalan yang tidak ada dari tuntunan Allah dan Rasul -Nya


pada amal ibadah tersebut maka dia akan dikembalikan kepada orang yang


mengerjakannya, dan setiap orang yang membuat perkara-perkara baru


dalam urusan agama yang tidak pernah diizinkan oleh Allah maka dia


bukan termasuk bagian dari agama tersebut”.4


Ibnu Hajar berkata, “Hadits ini termasuk salah satu pondasi hukum


Islam, salah satu dasar hukum di dalam Islam, oleh karena itu barangsiapa


yang membuat-buat perkara baru dalam urusan agama yang tidak


didasarkan pada salah satu dasar hukum Islam maka perkara baru


tersebut tidak dilihat”.5


1 Al-Bukhari no: 2697 dan Muslim no: 1718


2 Sunan Al-Nasa’I no: 1578


3 Shahih Muslim: no: 1718 dari Aisyah ra


4 Jami’ul Ulum wal hikam: 1/176


5 Fathul Bari: 5/302-303


5


Imam Nawawi berkata, “Hadits ini harus dijaga dengan mengahafalnya dan


menggunakannya untuk mengingkari berbagai kemungkaran serta


menjadikannya sebagai dalil dalam banyak perkara”. 6


Al-Tharqi berkata, “Hadits bisa disebut dengan setengah dalil syara’”.7


Ibnul Qoyyim berkata, “Jika hati itu menyibukkan diri dengan bid’ah maka


dia akan berpaling dari perkara yang sunnah”.8


Diriwayatkann oleh Muslim di dalam kitab shahihnya dari Jabir radhiallahu


‘anhu bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda di


dalam sebuah khutbah jum’at, “Sesungguhnya sebaik-baik perkataan


adalah kitab Allah, dan sebaik-baik petunjuk adalah petunjuk Nabi


Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam dan seburuk-buruk perkara adalah


perkara-perkara yang baru dalam urusan agama adalah bid’ah dan setiap


yang bid’ah itu adalah sesat”.9


Syekh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata: Dan telah ditegaskan


bahwa para shahabat Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam dan


generasi salafus shaleh, memperingatkan agar tidak terjebak ke dalam


bid’ah dan mengancam perilaku bid’ah, semua itu dilakukan karena bid’ah


adalah tambahan baru pada agama dan tambahan syari’at yang tidak


diizinkan oleh Allah Azza Wa Jalla, dan hal ini menyerupai musuh-musuh


Allah dari kalangan Yahudi dan Nashrani dalam tindakan mereka yang


menambah-nambah perkara agama mereka, dan membuat perkara-perkara


baru dalam urusan agama yang tidak diizinkan oleh Allah. Sebab dengan


menciptakan perkara yang baru berarti menganggap ada sesuatu yang


kurang dalam agama Islam ini dan mengklaim bahwa Islam ini tidak


sempurna, maka dengan ini tidak dapat dimaklumi bahwa begitu besar nilai


kerusakan (membuat perkara baru dalam urusan) agama ini dan begitu


keji kemungkaran tersebut, yaitu kemungkaran yang berbenturan dengan


firman Allah subhanahu wa ta’ala:


6 Fathul Bari: 5/302-303


7 Fathul Bari: 5/302-303


8 Igotstul Lahfan min Masho’idis syaitan: 1/213


9 HR. Muslim di dalam kitab shahihnya: no: 867


6





Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah


Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridai Islam itu jadi agama


bagimu. (QS. Al-Ma’idah: 3)


Serta bertentangan secara terang-terangan dengan hadits Rasulullah


shalallahu ‘alaihi wasalam yang memperingatkan akan bahaya bid’ah dan


memerintahkan untuk menghindarinya”.10


Dan Ibnu Mas’ud telah melewati sekelompok kaum yang sedang


menunggu shalat dan mereka berkelompok-kelompok membentuk


lingkaran, dan pada setiap kelompok terdapat seorang lelaki dan ditangan


mereka terdapat batu-batu, salah seorang lelaki berkata kepada mereka,


“Bertasbihlah seratus kali, maka merekapun bertasbih, bertakbirlah seratus


kali maka merekapun bertakbir seratus kali, tahlillah sejumlah seratus kali


maka merekapun bertahlil seratus kali. Maka Ibnu Mas’ud berkata,


“Hitunglah dosa-dosa kalian, sungguh aku menjamin bahwa kebaikankebaikan


kalian tidak akan hilang sedikitpun. Alangkah celakanya kalian


wahai umat Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam secepat itukah


kehancuran kalian. Banyak para shahabat Nabi Muhammad shalallahu


‘alaihi wasalam yang masih hidup dan ini pakian beliau Muhammad


shalallahu ‘alaihi wasalam belum terkoyak, bejana-bejananya belum pecah.


Demi yang jiwaku berada di tangan -Nya apakah kalian berada pada ajaran


agama yang lebih lurus dari ajaran agama Muhammad atau kalian justru


membuka pintu kesesatan?. Mereka menjawab, “Demi Allah wahai Abu


Abdurrahman kami tidak meninginkan kecuali kebaikan. Maka dia


menjawab: Banyak orang yang menginginkan kebaikan namun dia tidak


mendapatkannya”.11


10 Risalah syekh dengan judul: Al-Tahdzir minl bida’: halaman: 11


11 Mu’jamut Thabarani al-kabir: 9/127 no: 8636 dan diriwayatkan dengan lafaz yang


beragam


7


Dan para ulama berkata, “Dan setiap amal yang dijadikan sebagai


taqarrub kepada Allah hendaklah memenuhi dua syarat utama:


Pertama: Ikhlas karena Allah semata. Diriwayatkan oleh Al-Bukhari dan


Muslim di dalam kitab shahihnya dari Umar bin Al-Khattab radhiallahu


‘anhu bahwa Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam bersabda,


“Sesungguhnya setiap perkara itu tergantung dari niatnya dan setiap orang


akan mendapat seperti apa yang diniatkannya, barangsiapa yang berhijrah


karena Allah dan Rasul -Nya maka hijrahnya kepada Allah dan Rasul -Nya


dan barangsiapa yang berhijrah untuk mendapat dunia atau untuk menikahi


seorang wanita maka mendapat apa yang menjadi niat hijrahnya tersebut”.12


Kedua: Mengikuti sunnah Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasalam.


Dan mengikuti Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam ini tidak terwujud


kecuali jika terpenuhi enam perkara:


1. Sebab: Maka jika seseorang beribadah kepada Allah sebuah ibadah yang


didasarkan pada sebab yang tidak disyari’atkan maka ibadah tersebut


tertolak dan dikembalikan kepada pelakunya. Misalnya orang yang


menghidupkan malam dua puluh tujuh rajab dengan berbagai macam


ibadah seperti tahajjud dengan alasan bahwa malam itu adalah malam


isro’ dan mi’rajnya Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam. Tahajjud


adalah sunnah, namun didirikan dengan alasan bahwa ibadah tersebut


dilakukan dengan dorongan tersebut, maka perbuatan ini menjadi


bid’ah, sebab dia telah menegakkan ibadah ini dengan sebab yang tidak


dilandaskan oleh syara’. Maka dengan ini tampaklah perbuatan bid’ah


orang yang menganggap menghidupkan malam kedua puluh tujuh


adalah sunnah padahal dia tidak termasuk sunnah. Di antara contoh


yang lain adalah bid’ah merayakan perayaan maulid Nabi Muhammad


shalallahu ‘alaihi wasalam. Sebab di adakannya perayaan ini tidak


disyari’atkan, tidak pernah dikerjakan oleh Nabi Muhammad shalallahu


‘alaihi wasalam dan para shahabat serta orang yang hidup pada masa


generasi yang mulia, dia dibuat-buat oleh orang-orang Ubaidiyah yang


bermazhab syi’ah rafidhah pada saat mereka menguasai Mesir abad ke


sepuluh.


12 Al-Bukhari: no: 1 dan Muslim no: 1907


8


2. Jenis. Jenis ibadah tersebut harus sesuai dengan syara’. Dan seandainya


seseorang beribadah dengan suatu ibadah yang jenisnya tidak


disyari’atkan maka ibadah itu tidak akan diterima. Contohnya adalah


seseorang menyembelih seekor kuda kurban maka kurbannya tidak sah


sebab kurban tersebut bertentangan dengan syara’ dari sisi jenisnya.


Dan kurban tersebut tidak sah kecuali dari jenis hewan ternak yaitu


onta, sapi dan kambing.


3. Ukuran. Seandainya seseorang ingin menambah rekaat shalat fardhu


maka dikatakan kepadanya bahwa perbuatan ini adalah bid’ah yang


tidak diterima, sebab perbuatan tersebut bertentangan dengan syara’


dalam sisi ukurannya, maka apalagi jika seseorang shalat zuhur lima


rekaat, misalanya, maka shalatnya tidak sah berdasarkan kesepakatan


para ulama.


4. Cara. Seandainya seseorang berwudhu’ dan memulai wudhu’nya dengan


mencuci kedua kakinya, kemudian mengusap kepalanya, kemudian


membasuh kedua tangannya lalu wajahnya, maka dikatakan kepadanya:


Wudhu’mu itu bathal, sebab dia bertentangan dengan syara’ pada sisi


cara.


5. Zaman. Seandainya seseorang menyembelih kurban pada awal zulhijjah,


maka kurban itu tidak akan diterima sebab bertentangan dengan syara’


pada sisi zaman. Sebagian orang bertaqarrub kepada Allah pada bulan


ramadhan dengan menyembelih kambing, maka amalan ini adalah bid’ah


sebab tidak ada tuntunan untuk bertaqarrub kepada Allah dengan cara


menyembelih binatang ternak kecuali menyembelih binatang untuk


kurban, hadyu dan aqiqah. Adapun menyembelih hewan pada bulan


Ramadhan dengan keyakinan bahwa pahalanya sama dengan


menyembelih pada hari idul Adha maka perbuatan ini adalah bid’ah.


Adapun jika menyembelih untuk kebutuhan makan maka hal itu


diperbolehkan.


6. Tempat. Seandainya seseorang beri’tikaf di luar mesjid maka i’tikafnya


tidak sah, sebab i’tikaf itu tidak dilaksanakan kecuali di mesjid. Dan


seandainya seorang wanita berkata: Aku mau beri’tikaf di tempat shalat


9


yang ada di dalam rumah maka i’tikafnya tidak sah sebab perbuatan itu


bertentangan dengan syara’ pada sisi tampat pelaksanaan ibadah.13


Di antara contohnya adalah seandainya seseorang ingin melaksanakan


thawaf dan dia mendapatkan tempat thawaf telah penuh, dan begitu juga


dengan tempat disekitarnya, lalu dia thawaf dari luar mesjid, maka


thawafnya tidak sah, sebab tempat thawaf tersebut adalah di mesjid Al-


Haram. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman kepada Ibrahim Al-Khalil:





“...dan sucikanlah rumah-Ku ini bagi orang-orang yang tawaf, dan orangorang


yang beribadah dan orang-orang yang rukuk dan sujud”. (QS. Al-Haj:


26).


Segala puji bagi Allah Tuhan semesta alam, semoga shalawat dan


salam tetap tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad dan kepada


keluarga, shahabat serta seluruh pengikut beliau.


13 Lihat sebuah risalah dengan judul: Al-Ibada’ fi kamalis syara’ wa khatarul ibtida’,


karangan syekh Al-Utsaimin rahimahullah. Halaman: 20-23.



Tulisan Terbaru

Menjaga Shalat dan Kh ...

Menjaga Shalat dan Khusyuk dalam Melaksanakannya

Menjampi Air Termasuk ...

Menjampi Air Termasuk Ruqyah Yang Syar'i