Hukum keras Bagi
Penyihir
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa
kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu
mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya
syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan
sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat
di negeri Babil yaitu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan
(sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan:"Sesungguhnya kami
hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka
mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat
menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli
sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali
dengan ijin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat
kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah
meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir
itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan
mereka menjual dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui. (QS.
al-Baqarah:102)
2
Pengantar
Segala puji bagi Allah I yang telah memberi petunjuk kepada kita
untuk ini, dan tidaklah kita mendapat petunjuk jikalau Allah I tidak
memberi petunjuk kepada kita. Semoga shalawat dan salam senantiasa
tercurah kepada yang diutus sebagai rahmat bagi semesta alam, nabi kita
Muhammad r yang sangat dipercaya, dan terhadap keluarganya,
sahabatnya, dan orang yang mengikutinya dengan kebaikan hingga hari
pembalasan.
Ya Allah, sesungguhnya kami berlindung kepada-Mu dari perbuatan
menyekutukan sesuatu dengan-Mu yang kami mengetahuinya, dan kami
meminta ampun kepada-Mu bagi sesuatu yang kami tidak mengetahuinya.
Ya Allah, ampunilah dosa-dosa kami, berlebihan kami dalam perkara
kami, tetapkanlah kaki kami, tautkanlah di atas hati kami, jadikanlah kami
di atas bashirah (ilmu) dari perkara dunia dan agama kami, janganlah
Engkau serahkan kami sekejap mata pun kepada diri kami, dan jangalah
Engkau jadikan kami sebagai cobaan bagi orang-orang zalim.
Amma Ba'du:
Sesungguhnya syari'at agama Islam mencakup keharusan
memelihara lima perkara (dharuriyat al-khams): jiwa, agama, keturunan,
akal, dan harta, dan memandang pelecehan terhadap sesuatu darinya
merupakan penghinaan terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan faktor-faktor
kelestariannya, bahkan memandangnya sebagai tindakan kriminalitas berat
yang pantas mendapat hukuman di dunia dan akhirat.
Sungguh, Islam menghadapi penyimpangan yang tergambar dalam
pelecehan lima perkara yang terdahulu dengan cara tersendiri yang berbeda
dengan semua pelanggaran terhadap undang-undang atau peraturan
apapun.
Ketika Islam melarang salah satu perkara dan menganggapnya
sebagai tindakan kriminalitas yang pelakunya harus mendapat hukuman,
maka sesungguhnya ia melarang segala sesuatu yang membawa kepada
perbuatan tersebut atau mendorongnya, dan menetapkan sangsi yang
paripurna, adil, kasih sayang, serta menjamin menyusutnya (berkurangnya)
3
fenomena tindakan kriminal, di saat terjadinya, dan membatasinya dalam
ruang lingkup paling sempit, dan bertujuan untuk memperbaiki pelaku
tindakan kriminal dan mengancam yang lain agar tidak terjerumus dalam
tindakan kriminal, menjaga kepentingan orang banyak, mendorongnya
berperilaku dengan akhlak yang utama, menjauhkan diri dari akhlak dan
perilaku buruk yang merusak kehidupan individu, mengganggu ketenangan
mereka, dan menyebabkan bahaya terhadap aqidah dan tatanan mereka,
bahkan mempengaruhi kehidupan individu dan harta mereka dan
memperburuk kehormatan dan perasaan mereka. Dan karena alasan
itulah, disyari'atkan hukum qishash, disyari'atkan hukum hadd, dan
disyari'atkan hukum ta'zir yang diserahkan kepada waliyul amir
(pemerintah) untuk membatasi dari fenomena kriminalitas dan menjaga
masyarakat dari kejahatannya.
Dan judul kita ini –dalam beberapa lembar ini- tentang hukuman
salah satu tindakan kriminal yang berbahaya di tengah masyarakat,
sesungguhnya ia adalah hukuman terhadap sihir atau tukang sihir, yang
jika dibiarkan tentu akan mencabik-cabik masyarakat, dan menghilangkan
segala makna kebaikan, keadilan, cinta, keamanan dan keselamatan.
Pembahasan ini mencakup: pengantar, tamhid, tiga macam
pembahasan, tiga sisipan, penutup, daftar ini referensi dan semua judul.
Tamhid ini mencakup pengertian 'uqubah (hukuman) secara secara
etimologi dan terminologi.
Kemudian diikuti pembahasan pertama: pengertian sihir.
Pembahasan kedua: hukum sihir. Dan pembahasan ketiga: hukuman
untuk tukang sihir.
Kemudian ditutup pembahasan ini dengan fatwa Lajnah Daimah
(anggota tetap) di kerajaan Saudi Arabia, ditambah fatwa Syaikh Abdul Aziz
bin Baz dan Syaikh Muhammad bin Utsaimin –rahimahumallah tentang
hukuman bagi tukang sihir.
Dengan ini aku memohon kepada Allah I, agar menjadikan
perbuatan ini ikhlas karena Zat-Nya I Yang Maha Pemurah, dan
memberikan manfaat kepada penulisnya, pembacanya, yang
mempublikasikannya, dan setiap orang yang punya andil untuk
4
menerbitkannya, dan hanya Allah I yang memberi petunjuk kepada jalan
yang lurus.
Ditulis oleh
Muhammad bin Fahd bin Ibrahim al-Wad'an
Riyadh, 1422 H.
5
Pendahuluan
Pengertian hukuman yang mencakup atas:
Pertama: pengertian hukuman secara etimologi
Kedua: pengertian hukuman secara terminologi
Pengertian hukuman
Pertama: pengertian hukuman secara etimologi:
'Uqubah (hukuman) secara bahasa (etimologi) berasal dari kata
'aaqaba –yu'aaqibu –'uquubah, dan 'aaqabtul lishsha mu'aaqabatan wa
'iqaaba, dan dalam bentuk isim al-'uqubah.1
Dan al-'uqb (dengan dhammah 'ain kemudian sukun qaaf), dan al-
'Uqub (dengan dhammah dua huruf): artinya al-'aqibah (kesudahan)2, dan
termasuk dalam makna ini adalah firman Allah I:
Dia adalah sebaik-baik Pemberi pahala dan sebaik-baik Pemberi balasan.3
Al-'Iqaab: al-'uquubah, wa qad 'aqabtuhu di dzanbihi (aku telah
menghukumnya karena dosanya). Dan firman Allah I:
Maksudnya: maka kamu mendapatkan harta ghanimah.4 Dan 'aaqabahu,
artinya datang di belakangnya, fahuwa mu'aaqbun wa 'aqiib (maka dia yang
mengikuti). Dan al-'uqba: balasan perkara, dan 'aaqabahu bi dzanbih (dia
menghukumya karena dosanya), dan ta'aqqabtur rajul; maksudnya aku
menangkapnya karena dosanya.5
Maka 'uqubah digunakan atas pembalasan yang manusia dihukum
dengannya atas perbuatan maksiat.
Kedua: Pengertian 'uqubah secara istilah (terminologi):
Uqubah didefinisikan dalam terminologi syara' dengan definisi yang
sangat banyak, di antaranya:
6
1. Ibnu 'Abidin6 -dari ulama mazhab Hanafi- mendefinisikan: bahwa ia
adalah penghalang sebelum melakukan, ancaman sesudahnya.
Maksudnya, dengan mengetahui syari'atnya menghalangi
keberanian melakukan dan terjerumusnya sesudahnya menghalangi
kembali kepadanya.7
2. al-Mawardi8 –dari ulama mazhab Syafii- mendefinikan:
sesungguhnya ia adalah ancaman yang diletakkan oleh Allah I
untuk menghalangi melakukan perbuatan yang dilarang dan
meninggalkan yang diperintahkan.9
3. Abdul Qadir 'Audah10 mendifinikan 'uqubah: yaitu hukuman yang
ditetapkan untuk kepentingan orang banyak atas pelanggaran
terhadap perintah syari'.11
Dan yang tergambar dari definisi-definisi tersebut adalah bahwa ia
datang untuk hukuman secara umum, sama saja hukuman yang segera –di
dunia- atau yang tertunda –di akhirat-. Maka pantas bahwa definisi itu
dikaitkan dengan hukuman di dunia, untuk mengeluarkan pembalasan di
akhirat yang tidak mengetahuinya kecuali Allah I. Sebagaimana definisi
yang ketiga membatasi hukuman dalam pembalasan yang ditetapkan
untuk mashlahat, padahal ia adalah pencegah untuk pelaku kriminal,
penghalang baginya dari terjerumus dalam tindakan kriminal atau maksiat,
sebagaimana ia menjadi penghalang bagi orang lain, di samping merupakan
penebus dosanya.
Dengan demikian, definisi yang dipilih untuk 'uqubah' di dalam syara'
adalah: balasan di dunia yang ditetapkan syara', ditujukan kepada
pelaku kejahatan terhadap pelanggaran perintahnya atau larangannya
untuk kepentingan jama'ah (orang banyak).
Penjelasan definisi tersebut:
Balasan di dunia: satu bagian dalam definisi, mengandung semua balasan,
sama saja dari hukum Allah I atau dari hukum produksi manusia.12
Balasan di akhirat keluar dari definisi ini, yang hanya diketahui oleh Allah
I.
7
ditetapkan syara': mengandung semua jenis hukuman ('uqubah) yang
ditentukan Allah I, seperti hudud, atau qishash, atau ta'zir. Dan sesuatu
yang ditentukan oleh manusia, berupa undang-undang dasar dan
semisalnya tidak termasuk dalam definisi ini.
ditujukan kepada pelaku kejahatan:
maksudnya orang yang melakukan tindakan kejahatan (kriminalitas) secara
langsung, atau ikut serta di dalamnya, atau menyebabkan baginya. Selain
pelaku kejahatan keluar dari definisi ini, maka hukuman tidak ditujukan
kepadanya.13
terhadap pelanggaran perintahnya atau larangannya:
maksudnya, karena meninggalkan perintah Allah I atau melanggar
larangan-Nya.
untuk kepentingan (mashlahat) jama'ah (orang banyak):
yang dimaksud dengan mashlahat adalah tiga perkara:
1. Pencegah bagi pelaku kejahatan: dari terjerumus dalam tindakan
kriminalitas atau maksiat. Maka sesungguhnya apabila ia
membayangkan balasan yang akan terjadi dengannya, maka
biasanya ia menjadi penghalang atau penjegah dari terjerumus di
dalamnya.
2. Penghalang bagi selain pelaku kriminil: sesungguhnya orang yang
melihat hukuman terhadap pelaku kejahatan karena perbuatan
jahat yang dilakukannya, maka sesungguhnya jiwanya
menahannya dan mengembalikannya dari terjerumus pada sesuatu
yang orang lain terjerumus padanya.
3. Membersihkan pelaku kejahatan: apabila ia terjerumus dalam
tindakan kejahatan dan dilaksanakan hukuman atasnya, maka
hukuman itu menjadi penebus dan pembersih dosanya
Dan atas dasar pengertian ini, maka hukuman itu bisa di dunia atau
di akhirat.
Hukuman akhirat adalah balasan dan hukuman yang tidak
mengetahuinya selain Allah I. Dan bisa pula:
8
1) Hukuman selama-lamanya: yaitu hukuman yang ditetapkan Allah I
untuk orang-orang kafir dan munafik,
2) dan hukuman sementara: yaitu hukuman yang ditetapkan oleh bagi
orang-orang yang durhaka, dari orang-orang yang bertauhid, yang
meninggal dunia sebelum sempat bertaubat, di atas perbedaan di antara
mereka dalam berat dan ringannya hukuman.
Dan hukuman duniawi: bisa jadi 1) Hukuman yang sudah ditentukan: yaitu
yang ditentukan oleh Syari', seperti hudud atau qishash, yaitu yang sudah
ditentukan dari sisi syara', secara jenis dan ukuran. Di mana tidak boleh
ditambah atasnya atau dikurangi. 2) Hukuman yang tidak ditentukan: yaitu
yang tergambar dalam hukuman ta'zir (hukuman supaya jera/kapok). Dan
jenis ta'zir dan ukurannya kembali kepada ijtihad hakim (pemerintah,
qadhi) menurut kebutuhan dan mashlahat. Dan hal itu karena perbedaan
jenis kejahatan dan perbedaan waktu dan tempat. Maka boleh hukuman
ta'zir ditambah padanya dan dikurangi menurut pandangan hakim, yang
sesuai kondisi pelaku kejahatan dan cukup untuk membuat dia jera.
Dan ta'zir terkadang bisa sampai kepada hukum dibunuh, apabila
mashlahat menuntutnya dan kerusakan tidak tertolak kecuali dengannya.14
9
Pembahasan pertama:
Pengertian sihir:
Dan mencakup atas:
Pertama: Pengertian sihir secara bahasa
Kedua : pengertian sihir secara istilah
Pengertian sihir
Pertama: pengertian sihir secara etimologi:
Sihir: yaitu mengeluarkan kebatilan dalam rupa kebenaran.15 dan sihir
adalah ukhzhah (mantra-mantra, jampi-jampi), dan setiap yang halus
tempat mengambilnya adalah sihir, dan saharahu yashuruhu sihraa.16
Dan sihir juga berarti: penipuan, dan termasuk dalam arti ini ucapan
penyair:
Maka jika engkau meminta kepada kami pada sesuatu yang ada pada kami,
maka sesungguhnya kami
Merupakan burung-burung kecil (pipit) dari manusia yang tertipu ini.
Sepertinya ia menghendaki yang tertipu, yang terperdaya oleh dunia dan
tipuannya.17
Kedua: Pengertian sihir dalam terminologi:
Sihir adalah: ucapan yang disusun untuk membesarkan (mengagungkan)
selain Allah I dan disandarkan kepadanya padanya segala ketentuan
alam.18
Dan sihir juga diberikan definisi: bundalan-bundalan, ruqyah-ruqyah
dan kata-kata yang dibacakan padanya atau ia menulisnya atau
mengerjakan sesuatu yang memberikan pengaruh pada diri yang terkena
sihir atau hatinya (jantungnya) atau akalnya, secara tidak langsung
baginya.19
10
Pembahasan Kedua
Hukum Sihir
Hukum Sihir
Sihir diharamkan, melakukannya hukumnya haram, dan termasuk
dosa besar.20 Dalil haramnya adalah berdasarkan al-Qur`an, as-Sunnah
dan Ijma'.
Dari al-Qur`an: firman Allah I:
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa
kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu
mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya
syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan
sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat
di negeri Babil yaiu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan
(sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan:" Sesungguhnya kami
hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". Maka mereka
mempelajari dari kedua malaikat itu apa yang dengan sihir itu, mereka dapat
menceraikan antara seorang (suami) dengan isterinya. Dan mereka itu (ahli
sihir) tidak memberi mudharat dengan sihirnya kepada seorangpun, kecuali
dengan ijin Allah. Dan mereka mempelajari sesuatu yang memberi mudharat
kepadanya dan tidak memberi manfaat. Demi, sesungguhnya mereka telah
meyakini bahwa barang siapa yang menukarnya (kitab Allah) dengan sihir
itu, tiadalah baginya keuntungan di akhirat, dan amat jahatlah perbuatan
mereka menjual dirinya sendiri dengan sihir, kalau mereka mengetahui. (QS.
al-Baqarah:102)
Ayat tersebut menunjukkan haramnya sihir, dan ia juga diharamkan dalam
ajaran agama semua rasul 'alaihimussalam.21 Sebagaimana firman Allah I:
Dan tidak akan menang tukang sihir itu, dari mana saja ia datang". (QS.
Thaha:69)
Dan dari sunnah:
Sabda Rasulullah r:
"Jauhilah tujuh perkara yang membinasakan.' Ada yang bertanya, wahai
Rasulullah, apakah itu? Beliau r menjawab, 'Menyekutukan Allah I, sihir,
membunuh jiwa yang diharamkan Allah I kecuali dengan benar, memakan
harta anak yatim, memakan riba, berpaling di hari peperangan, menuduh
berzina kepada wanita yang menjaga diri lagi beriman.'22
Al-Bukhari rahimahullah membuat satu bab dalam shahihnya dalam Kitab
ath-Thibb, Bab: syirik dan sihir termasuk yang membinasakan:23 kemudian
ia menguraikan hadits Abu Hurairah t, bahwasanya Rasulullah r
bersabda: "Jauhilah yang membinasakan: syirik (menyekutukan) Allah I
dan sihir."
Dan dari ijma':
Para ulama ijma' (konsensus) atas haramnya sihir dan sesungguhnya
belajar sihir dan mengajarkannya adalah haram.24
Pembahasan kedua
Hukuman Perbuatan Sihir
Apabila dalam perbuatan sihir ada ucapan atau perbuatan yang
menyebabkan kekafiran, maka penyihir itu dihukum mati karena
murtadnya. Dan jika padanya ada sesuatu yang menuntut bahwa ia telah
membunuh jiwa seseorang yang dipelihara dengan sihirnya, ia dihukum
bunuh sebagai qishash, jika ia mengakui (iqrar) bahwa ia telah membunuh
dengan sihirnya, dan pendapat ini sudah disepakati (ittifaq para ulama).25
Adapun jika ia melakukan sihir dan tidak mendatangkan padanya
dengan sesuatu yang menyebabkan kafir –maksudnya tidak menyakini
pengaruhnya- dan tidak terjadi darinya sesuatu yang menyebabkan had
12
(hukuman) murtad (keluar dari islam) dan qishash, maka dalam kondisi ini,
para ulama berbeda pendapat:
Pendapat pertama:
Sesungguhnya ia dibunuh karena semata-mata perbuatan sihirnya
secara absolot (mutlak), dan ini adalah pendapat mazhab Maliki,26
Hanbali,27 dan dipilih oleh al-Lajnah ad-Da`imah di Saudi Arabi28, dan ini
adalah pendapat mayoritas para sahabat radhiyallahu 'anhum ajma'in:
'Umar bin Khattab t, Utsman bin Affan t, Ibnu Umar t, Hafshah, Jundub
bin Abdullah t, Qais bin Sa'ad, Umar bin Abdul Aziz, dan diriwayatkan dari
Abu Tsaur dan Ishaq.29
Ibnu Hubairah rahimahullah berkata: 'Apakah tukang sihir dibunuh
hanya semata-mata perbuatan sihirnya? Malik dan Ahmad berkata: Ya.
Dan asy-Syafii dan Abu Hanifah berkata: Tidak.'30
Dalil-dalil mereka:
1. Dalil secara umum dalam firman Allah I:
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa
kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu
mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya
syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Merek mengajarkan
sihir kepada manusia dan apa yang diturunkan kepada dua orang malaikat
di negeri Babil yaiu Harut dan Marut, sedang keduanya tidak mengajarkan
(sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan:"Sesungguhnya kami
hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". (QS. al-
Baqarah:102)
Sisi pengambilan dalil: ayat ini menunjukkan kafirnya tukang sihir secara
mutlak (absolot), maka sihir itu dinamakan kafir dan orang kafir itu
dihukum bunuh (maksudnya: yang murtad).31
2. Hadits yang berbunyi:
"Hukum bagi tukang sihir adalah ditebas dengan pedang.'32
Dan mereka berdalil dengan ucapan Umar t: 'Bunuhlah setiap tukang
sihir, laki-laki dan perempuan.' Ia berkata,'Maka kami membunuh tiga
orang tukang sihir.'33
13
3. dan dengan riwayat bahwa budak wanita dari Hafshah ummul
mukminin radhiyallahu 'anha telah menyihirnya, maka ia mengakui
hal itu, maka dia (Hafshah) menyuruh Abdurrahman bin Zaid (agar
membunuhnya) maka ia membunuhnya.34
4. dan mereka berdalil dengan atsar yang diriwayatkan dari Jundub bin
Ka'ab t,35 sesungguhnya ia telah membunuh tukang sihir yang ada
di sisi al-Walid bin Uqbah.36
5. Mereka berkata: 'Dan perbuatan Umar t dikenal masyarakat luas,
maka tidak ada yang mengingkari, maka ia merupakan ijma'.37
Pendapat yang kedua:
Penyihir dihukum ta'zir yang berat yang membuatnya jera, dan ta'zir
itu tidak sampai ia dihukum bunuh, ini adalah pendapat mazhad Syafii,38
Zhahiriyah,39 dan satu riwayat dalam mazhab Hanbali.40
Dan mereka mengambil atas pendapat tersebut dengan beberapa dalil, di
antaranya:
1. Sabda Nabi r:
"Tidak halal darah seorang muslim (dibunuh) yang bersaksi bahwa tidak ada
Ilah (yang berhak disembah) kecuali Allah I dan sesungguhnya aku adalah
utusan Allah I, kecuali karena salah satu di antara tiga sebab: pertama
orang yang pernah menikah kemudian berzina, kedua membunuh kemudian
dibalas bunuh, ketiga orang yang meninggalkan agamanya (murtad) dan
meninggalkan jamaahnya."41
Mereka berkata: maka tukang sihir bukanlah orang kafir, bukan
pembunuh, dan bukan pezinah yang sudah pernah menikah, maka tidak
dibolehkan darahnya kecuali apabila ia melakukan salah satu di antara tiga
yang telah disebutkan. Maka tidak boleh membunuhnya hanya karena
semata-mata perbuatan sihirnya, karena ia tetap dihormati darahnya.42
2. Ummul Mukminin Aisyah radhiyallahu 'anha menjual budak
perempuan mudabbar (yang dijanjikan merdeka setelah majikannya
14
meninggal dunia) yang telah menyihirnya,43 jika boleh
membunuhnya niscaya tidak boleh menjualnya.44
3. Sesungguhnya Rasulullah r tidak membunuh orang yang telah
menyihirnya, yaitu Labid bin al-A'sham, maka seorang mukmin juga
harus seperti itu, karena sabda Nabi r: 'Untuk mereka apa-apa yang
diberikan untuk kaum muslimin dan atas mereka apa-apa yang
dibebankan atas mereka.'45 Mereka berkata: Sungguh Allah I telah
memberitahukan kepada Rasul-Nya orang yang telah menyihirnya,
maka beliau r tidak membunuhnya. Jika had tukang sihir adalah
dibunuh niscaya Rasulullah r melakukan hal itu, dan demikian pula
Ummul mukminin sesudah beliau.46
4. Dan mereka berkata: dan sesungguhnya Allah I menggambarkan
para penyihir bahwa mereka memisahkan di antara seseorang
dengan istrinya, maka dikhususkan kafir dengan mereka dan
tetaplah para penyihir lainnya atas dasar dipelihara (darahnya),
maka ia diberi hukuman ta`zir yang berat, tidak sampai dibunuh,
karena ia telah melakukan maksiat, jika membahayakan, ia diberi
hukuman menurut kadar mudharatnya.47
Pendapat Ketiga:
Penyihir dihukum ta'zir dan bisa mencapai hukum bunuh, ini adalah
pendapat mazhab Hanafi48 dan satu pendapat dalam mazhab Hanbali.49
Dan alasan pendapat ini: mereka berkata: karena menolak bahayanya
terhadap manusia, dan karena ia berjalan di muka bumi dengan berbuat
kerusakan, maka ia dibunuh sebagaimana hukum para perampok.50
Pendapat Keempat:
Ia ditahan sebagai hukum ta'zir sampai ia bertaubat, kembali, dan
menahan kejahatannya dari manusia. Dan pendapat ini dikutip dari imam
Ahmad.51 Dan sebagian ulama Hanafi berkata: Ia ditahan dan dipukul
hingga bertaubat.52
Dan alasan pendapat ini adalah: karena sesungguhnya ia
menyamarkan perkaranya atas manusia, maka kesudahan dari ditahannya
15
penyihir adalah mengasingkannya dari masyarakat dan mempersempit
ruang geraknya, agar tidak tersebar kebatilannya di antara orang-orang
kaya dan masyarakat umum dengan tujuan mendapatkan harta mereka.
Maka apabila ia telah bertaubat, menyesal, dan keadaannya menjadi baik,
ia dikeluarkan dari penjara, agar dia ikut serta membangun masyarakat
dengan jalan-jalan dan metode yang lurus.53
Dialog:
Dialog pendapat pertama yang mengatakan bahwa hukumannya
adalah dibunuh secara mutlak:
1. Dalil mereka dengan ayat dijawab: Sesungguhnya Allah I
berfirman: (Mereka mengajarkan sihir kepada manusia
)'Mereka mengajarkan' adalah permulaan kalimat, bukan badal. Dan
jika benar merupakan badal niscaya ia bukan merupakan hujjah,
karena hal itu adalah berita dari Allah I bahwa hal itu adalah
hukum para syetan setelah hari-hari Sulaiman u. Dan syari'at itu
tidak wajib terhadap kita, dan hukum Allah I pada para syetan
keluar dari hukum kita. Dan firman Allah I:
(sedang keduanya tidak mengajarkan
(sesuatu) kepada seorangpun sebelum mengatakan:"Sesungguhnya kami
hanya cobaan (bagimu), sebab itu janganlah kamu kafir". )juga bukan
merupakan hujjah bagi mereka padanya, sesungguhnya dalam hal ini
adalah larangan terhadap kufur secara umum, dan keduanya tidak
berkata: maka janganlah kamu kafir dengan mengajarkan sihir dan
tidak pula dengan pengetahuanmu terhadap sihir. Maka pendapat
mereka ini adalah tambahan dalam al-Qur`an yang tidak ada di
dalamnya dan tidak ada dalil atasnya.54
2. Dan dijawab tentang hadits: (Hukum bagi tukang sihir
adalah ditebas dengan pedang.) ini adalah hadits dha'if (lemah),
karena ia dari riwayat Ismail bin Muslim, dia dha'if, maka tidak ada
hujjah padanya.55 Dan Ibnu Hazm berkata –setelah
memaparkan hadits dari jalur al-Hasan secara mursal –
16
sesungguhnya ia adalah hadits mursal dan tidak ada hujjah pada
hadits mursal. Dan jika shahih maka tidak ada hubungannya sama
sekali, karena padanya had penyihir ditebas dengan pedang, dan
bukan membunuhnya, dan pukulan bisa tidak tepat maka hanya
melukainya saja dan kadang bisa membunuh. Maka mereka telah
menyalahi nash ini dan mewajibkan membunuhnya.56
3. Adapun atsar dari Umar t, maka dijawab: sesungguhnya
hukumnya padanya menurut ijtihadnya yang tidak terdapat dalam
al-Qur`an dan tidak pula dari Sunnah, sebagaimana ia menyalahi
pendapat Aisyah radhiyallahu 'anha, maka gugurlah ketergantungan
mereka dengan pendapat Umar t.57
4. Adapun hadits Hafshah radhiyallahu 'anha: maka dijawab:
sesungguhnya tidak ada hujjah dalam pendapat seseorang tanpa
ada dalil dari Rasulullah r, sebagaimana telah shahih menyalahi
yang demikian itu dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha.58
Dialog pendapat kedua yang mengatakan bahwa hukumannya adalah ta'zir
dan tidak sampai dihukum bunuh:
1. Dalil mereka dengan hadits:
(Tidak halal darah seorang muslim…) dijawab darinya: sesungguhnya hadits
tersebut bersifat umum dan riwayat bahwa penyihir dihukum bunuh
bersifat khusus, maka yang umum dibawakan kepada yang khusus, dan
hadits-hadits bahwa penyihir dihukum bunuh dikhususkan baginya,
sebagaimana sihir dipandang keluar dari agama dan meninggalkan jamaah.
Karena alasan inilah tidak ada seorang sahabat pun yang mengingkari
orang yang membunuh penyihir di antara mereka, maka hal ini dipandang
sebagai ijma' atas mengamalkan yang diriwayatkan secara khusus dalam
had penyihir, dan dalil yang khusus memutuskan atas yang umum.59
2. Dalil mereka dengan riwayat dari 'Aisyah radhiyallahu 'anha:
Pertama: Andaikan riwayat itu memang shahih, maka sesungguhnya
ia tidak bisa menjadi hujjah, karena ia adalah perbuatan sahabat yang
bertentangan dengan nash yang marfu' dan mayoritas sahabat berbeda
17
dengan pendapatnya, maka pendapat mayoritas tidak bisa ditinggalkan
hanya karena pendapat satu orang.60
Kedua: andaikan hadits itu shahih, maka ditanggungkan bahwa
jariyah itu bukan penyihir sesungguhnya, artinya ia pergi kepada seorang
penyihir yang menyihirnya, maka ia merupakan perbuatan selain dia.61
Ketiga: ada kemungkinan bahwa sihirnya adalah dengan meletakkan obatobatan
yang berbahaya dan semisal yang demikian itu yang perbuatannya
tidak dipandang sihir secara etimologi.62
Adapun dalil mereka bahwa Rasulullah r tidak membunuh Labid
ketika ia menyihir beliau r, maka dijawab tentang dalil tersebut dengan
dua jawaban:
Pertama: memandang hal itu sebagai dalil berdasarkan sabda beliau
r: 'Bagi mereka apa-apa yang diperuntukkan bagi kaum muslimin dan atas
mereka apa-apa yang dibebankan atas kaum muslimin' maka dijawab:
sesungguhnya ini adalah pengambilan dalil yang tidak bisa diterima, hadits
yang disebutkan pendapat ini tidak berarti ahli kitab. Maka yang dimaksud
dengan mereka adalah orang-orang yang tunduk bagi agama Islam, yang
mengucapkan dua kalimah syahadat dan konsekuensinya, mereka menjadi
islam secara hukum, dan ahli kitab tidak termasuk dari mereka. Ucapan ini
tidak bisa dikatakan kepada ahli kitab kecuali dalam beberapa perkara
yang sangat terbatas. Ditetapkan untuk mereka dengan membayar jizyah
sebagai imbalan jaminan keamanan atas diri, keluarga, dan harta mereka
saat di muqim dan bepergian, bukan dalam semua perkara. Maka
perbedaan di antara kaum muslimin dan ahli zimmah sangat luas.63
Kedua: adapun Labid menyihir Nabi r dan sesungguhnya beliau r
tidak membunuhnya, bahkan tidak mencelanya, dan untuk menjawabnya
ada beberapa macam:64
a. Sesungguhnya Rasulullah r tidak membunuhnya karena dia
seorang munafik, maka Rasulullah r ingin agar tidak
memberikan pengaruh buruk atasnya, karena ia memberikan
pengaruh kebencian terhadap orang yang menampakkan
keislaman, sekalipun nampak darinya apa-apa yang nampak.
18
b. Sesungguhnya Nabi r tidak membunuh Labid bin al-A'sham
karena dia r tidak membalas dendam untuk dirinya sendiri,
dan karena dia khawatir apabila membunuhnya bahwa
terjadinya fitnah (kekacauan) di antara kaum muslimin dan
para sekutunya dari kalangan Anshar, dan ia termasuk alasan
kenapa beliau r tidak membunuh orang-orang munafik.
c. Atau beliau tidak membunuhnya agar manusia tidak lari dari
agama islam.
Adapun ucapan mereka (sesungguhnya sifat kufur khusus bagi para
penyihir orang-orang kafir, dan karena dia melakukan maksiat maka ia
diberi hukuman menurut kadar mudharatnya…) dijawab: sesungguhnya
hal itu batil dari dua sisi65:
Salah satunya: sesungguhnya mereka tidak mengetahui sihir, dan
hakikatnya bahwa ia adalah ucapan yang disusun, yang diagungkan selain
Allah I, dan disandarkan kepadanya ketentuan taqdir dan alam semesta.
Kedua: sesungguhnya Allah I menegaskan dalam Kitab-Nya bahwa
perbuatan sihir adalah kafir, dan sesungguhnya Dia I berfirman:
(Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh
syaitan-syaitan pada masa kerajaan Sulaiman) dari sihir, padahal
Sulaiman u tidak kafir dengan mengucapkan sihir, akan tetapi syetansyetan
itu kafir dengannya dan dengan mengajarkannya, dan Harut dan
Marut mengatakan: sesungguhnya kami hanya sebagai cobaan maka
janganlah engkau kafir, dan ini menguatkan bagi penjelasan.
Tarjih:
Pendapat yang rajih bahwa penyihir adalah dibunuh secara mutlak
dan tidak disuruh bertaubat, sekalipun ia melakukan sihir dan tidak
melakukan yang menyebabkan kufur, dan hal itu karena yang berikut ini:
Sebab-sebab tarjih:
Pertama: karena kuatnya dalil pendapat pertama dan jelasnya dalam
mengambil dalil atas wajib membunuhnya.
Kedua: karena hukuman membunuh penyihir adalah perbuatan
sahabat radhiyallahu 'anhum dan tabi'in yang sesudah mereka, maka hal
19
itu dipandang sebagai ijma' dari mereka atas mengamalkan hadist yang
diriwayatkan dalam hal itu. Dan perbuatan Umar t dengan membunuh
para penyihir secara mutlak adalah shahih. Hal itu merupakan syahid
(penguat) terbaik bagi hadits Jundub t dalam had penyihir. Dan seperti ini
diriwayatkan dari Hafshah radhiyallahu 'anha dan persetujuan Utsman t
bagi mereka. Demikian pula Jundub t membunuh penyihir dan riwayatnya
kuat. Dalil-dalil cukup dalam menetapkan had bagi penyihir dan
sesungguhnya hukumannya adalah dibunuh secara mutlak dan tidak
diminta bertaubat, karena tidak ada riwayat tentang hal itu dari para
sahabat.
Asy-Syanqithi rahimahullah berkata: 'Maka atsar-atsar ini, yang tidak
diketahui adanya seorang pun dari sahabat yang mengingkarinya, serta
didukung hadits marfu' yang disebutkan merupakan hujjah bagi yang
mengatakan penyihir dihukum bunuh secara mutlak. Hadits dan atsaratsar
yang disebutkan merupakan dalil bahwa ia dibunuh, sekalipun
sihirnya tidak sampai kepada batas kufur, karena penyihir yang dibunuh
oleh Jundub t, sihirnya hanya berupa sya'wazhah dan mengambil dengan
semua mata sehingga dikhayalkan kepadanya bahwa ia memotong kepala
seorang laki-laki dan kenyataannya berbeda, dan ucapan Umar t
'Bunuhlah setiap penyihir' menunjukkan bahwa hal itu bersifat umum.'66
Kemudian asy-Syanqithi rahimahullah berkata: dan yang nampak di
sisiku, sesungguhnya penyihir yang sihirnya tidak sampai kufur dan tidak
membunuh manusia dengannya, sesungguhnya ia tidak dihukum bunuh,
berdasarkan nash-nash yang qath'i (pasti) dan ijma' atas dipeliharanya
darah kaum muslimin secara umum kecuali dengan adanya dalil yang jelas.
Dan membunuh penyihir yang tidak kafir dengan sihirnya dan tidak ada
suatu riwayat dari Nabi r serta memberanikan diri terhadap darah kaum
muslimin tanpa adanya dalil yang shahih dari al-Qur`an dan Sunnah yang
marfu' tidak nampak menurut pendapatku –dan hanya Allah I yang
mengetahui, padahal pendapat dengan membunuhnya secara mutlak
sangat kuat karena perbuatan sahabat tanpa ada yang mengingkarinya.67
20
Asy-Syaukani rahimahullah mengutip dari Imam Malik rahimahullah,
ia berkata, 'Malik berkata, 'Penyihir adalah kafir dihukum bunuh dan tidak
disuruh bertaubat, tidak diterima taubatnya, bahkan harus dibunuh.'68
Abdullah bin Ahmad bin Hanbal rahimahullah berkata, 'Aku
mendengar bapakku berkata, 'Apabila hal itu diketahui, lalu ia mengaku,
penyihir itu dihukum bunuh.'69
Ketiga: sesungguhnya pendapat yang membedakan di antara penyihir
yang perbuatan sihirnya menyebabkan kufur dan tidak adalah pemisahan
tanpa alasan. Sihir tidak mungkin kecuali dengan meminta tolong kepada
syetan. Maka tidak ada alasan memberikan perincian atau membedakan
dalam hukumnya. Firman Allah I: hanya syaitansyaitan
itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan sihir
kepada manusia (QS. al-Baqarah:102) ayat tersebut menjelaskan bahwa
sihir adalah dari ajaran syetan, dan tidak merinci antara sihir yang satu
dengan yang lain, ia bersifat mutlak.
Adapun pendapat: bahwa apabila ia tidak membunuh manusia,
sesungguhnya ia tidak dibunuh, maka dijawab dengan jawaban Syaikh
Muhammad bin Ibrahim rahimahullah: 'Dan penyihir, tidak sempurna sihir
baginya, syetan tidak mengabarkan yang gaib kepadanya, tidak
membantunya membunuh seseorang kecuali setelah menyembah selain
Allah I dengan memberikan sesuatu kepada syetan yang mereka sukai
berupa menyembelih untuk mereka dan sejenisnya. Hingga sesungguhnya
sebagian mereka bisa melakukan perbuatan keji dengannya. Ini termasuk
istimta' yang disebutkan dalam firman Allah I:
kami, sesungguhnya sebahagian dari pada kami telah dapat kesenangan
dari sebahagian (yang lain). (QS. al-An'aam:128) maka ia adalah kafir. 70
Keempat: sesungguhnya pendapat dengan membunuh penyihir
secara mutlak, tanpa diminta bertaubat adalah pendapat yang sesuai
kaidah syara' dan menolak kerusakan serta menutup pintu kekacuan,
karena penyihir berbuat kerusakan dimuka bumi, dan kerusakan mereka
termasuk yang terbesar. Bahkan jika mereka dibiarkan tanpa dihukum
bunuh, niscaya kejahatan mereka mancabik-cabik semua masyarakat,
21
memisahkan keluarga,71 menggelisahkan ketenangan mereka, merusak
kehidupan mereka, merusak akidah mereka dan terkadang membawa
kepada perbuatan jahat terhadap kehormatan mereka.
Dan karena dalam membunuh mereka, manusia selamat dari
kejahatan mereka, takut bersandar kepada mereka, dan dari melakukan
sihir.
Dari penjelasan terdahulu, jelas bagi kita bahwa sihir dengan semua
jenisnya diharamkan dalam semua syara', disepakati atas haramnya dan
haram belajarnya. Ia menyalahi ajaran para rasul dan bertentangan sebabsebab
diturunkan kitab-kitab.
Dan atas dasar ini, maka pendapat yang shahih bahwa penyihir
adalah kafir, sama saja ia meyakini haramnya atau tidak. Maka sematamata
melakukan perbuatan sihir adalah kafir. Inilah yang ditunjukkan oleh
dhahir dalil-dalil dan nash-nash dan tidak ada nash lain yang bertentangan
dengannya. Firman Allah I:
Sulaiman tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya syaitan-syaitan itulah yang
kafir (mengerjakan sihir). Dan firman Allah I:
(sedang keduanya tidak mengajarkan (sesuatu) kepada seorangpun sebelum
mengatakan:"Sesungguhnya kami hanya cobaan (bagimu), sebab itu
janganlah kamu kafir). Maksudnya dengan perbuatan sihir, maka pastilah
bahwa ini adalah kafir. Karena inilah Allah I berfirman dalam ayat
berikutnya:
Sesungguhnya kalau mereka beriman dan bertaqwa, (QS.
al-Baqarah :103). Maka tidak ada dalil atas disyaratkan meyakini bolehnya
sihir atau tidaknya. Maka ketika sudah pasti sifat sihir atas seseorang,
maksudnya: apabila sudah pasti atasnya dengan pengakuannya atau
adanya saksi atas hal itu, maka ia harus dibunuh dan yang mengurus
pembunuhan hukum bunuh terhadapnya adalah pemerintah atau yang
menduduki posisinya, karena bila yang melakukan hal itu bukan
pemerintah akan berakibat rusak dan kacaunya keamanan dan hilangnya
wibawa pemerintah. Wallahu A'lam.
22
Tambahan yang meliputi:
Pertama: Fatwa Lajnah Daimah
Kedua : Fatwa Syaikh Bin Baz
Ketiga: Syaikh Ibnu Utsaimin
Pertama: Fatwa Lajnah Daimah tentang hukum terhadap penyihir
Lajnah Daimah lil Buhutsil Ilmiyah di Kerajaan Saudi Arabia72 tentang
had atau hukum terhadap penyihir? Maka Lajnah menjawab:
"Apabila penyihir melakukan dengan sesuatu yang menyebabkan
kufur, ia dibunuh karena murtadnya secara had. Dan jika sudah pasti
bahwa ia membunuh dengan sihirnya kepada jiwa yang dijaga, ia dihukum
bunuh secara qishash. Dan jika ia tidak mendatangkan dalam sihirnya
dengan yang menyebabkan kafir atau tidak membunuh jiwa, maka dalam
membunuh dengan sihirnya ada perbedaan pendapat, dan pendapat yang
shahih bahwa ia dibunuh secara had karena murtadnya, ini adalah
pendapat Abu Hanifah, Malik, dan Ahmad rahimahumullah, karena ia
menjadi kafir dengan perbuatan sihirnya secara mutlak, berdasarkan ayat:
Dan mereka mengikuti apa yang dibaca oleh syaitan-syaitan pada masa
kerajaan Sulaiman (dan mereka mengatakan bahwa Sulaiman itu
mengerjakan sihir), padahal Sulaiman tidak kafir (mengerjakan sihir), hanya
syaitan-syaitan itulah yang kafir (mengerjakan sihir). Mereka mengajarkan
sihir kepada manusia (QS. al-Baqarah:102)
Atas kafirnya penyihir secara mutlak. Dan karena riwayat dalam shahih al-
Bukhari, dari Bujalah bin Abdah, ia berkata, 'Umar bin Khaththab t
menulis: 'Bahwa bunuhlah setiap penyihir, laki-laki dan perempuan.' Maka
kami membunuh tiga orang penyihir. Dan riwayat yang shahih dari
Hafshah Ummul Mukminin Radhiyallahu 'anha, sesungguhnya ia
menyuruh membunuh jariyahnya (budak perempuan miliknya) yang telah
menyihirnya, lalu ia dibunuh.' Diriwayatkan oleh Malik dalam al23
Muwaththa`. Dan karena riwayat dari Jundub t, sesungguhnya ia berkata,
'Had penyihir adalah ditebas dengan pedang. HR. at-Tirmidi dan ia berkata,
'Yang shahih bahwa ia adalah mauquf.'
Atas dasar ini, maka hukum penyihir yang ditanyakan dalam
permohonan fatwa adalah dibunuh menurut pendapat yang shahih dari
semua pendapat para ulama. Dan yang berhak menetapkan sihir dan
hukuman itu adalah penguasa yang mengurus perkara kaum muslimin,
karena menolak kerusakan dan menutup pintu kekacauan.
Kedua: Fatwa Samahah Syaikh Bin Baz rahimahullah tentang hukuman
penyihir
Syaikh Abdul Aziz bin Baz rahimahullah berkata dalam pertanyaan
yang diajukan kepada beliau: 'Di masa sekarang banyak perbuatan sihir
dan mendatangi para penyihir, apakah hukum hal itu dan apakah jalan
yang dibolehkan untuk mengobati orang yang terkena sihir?
Sihir termasuk dosa besar yang membinasakan, bahwa ia termasuk
yang membatalkan islam… hingga beliau berkata: para ulama berbeda
pendapat pada hukum penyihir, apakah ia disuruh bertaubat dan diterima
taubatnya atau dibunuh dalam kondisi apapun dan tidak disuruh
bertaubat apabila dipastikan sihir atasnya? Dan pendapat kedua adalah
yang benar, karena masih hidupnya dia membahayakan masyarakat Islam
dan biasanya tidak benar dalam bertaubat, dan karena masih hidupnya ia
merupakan bahaya besar terhadap kaum muslimin. Dan yang berpendapat
seperti ini berhujjah bahwa Umar t menyuruh membunuh para penyihir
dan tidak meminta mereka bertaubat, dan dia t adalah khalifah rasyidah
yang kedua, yang Rasulullah r menyuruh mengikuti sunnah mereka.
Dan mereka berhujjah pula dengan hadits yang diriwayatkan oleh at-
Tirmidzi rahimahullah dari Jundub bin Abdullah al-Bajali, dari Jundub al-
Khair secara marfu' dan mauquf: 'Dan had penyihir adalah menebasnya
dengan pedang', dan sebagian rawi membacanya dengan huruf ta`, ia
membaca: 'Had penyihir adalah tebasan dengan pedang'. Dan yang shahih
24
menurut pendapat para ulama adalah mauqufnya hadits tersebut atas
Jundub.
Dan shahih riwayat dari Hafshah Ummul Mukminin radhiyallahu
'anha, sesungguhnya ia menyuruh membunuh jariyahnya yang telah
menyihirnya, lalu ia dibunuh tanpa disuruh bertaubat.
Imam Ahmad rahimahullah berkata: 'Telah tetap hal itu, maksudnya
membunuh penyihir, tanpa disuruh bertaubat dari tiga orang sahabat Nabi
r, maksudnya adalah Umar t, Jundub t, dan Hafshah radhiyallahu 'anha.
Dan dengan penjelasan yang telah kami sebutkan, sesungguhnya
tidak boleh mendatangi penyihir dan bertanya kepada mereka tentang
apapun juga, dan tidak boleh membenarkan mereka, sebagaimana tidak
boleh mendatangi para peramal dan dukun. Dan sesungguhnya yang wajib
adalah membunuh penyihir apabila sudah pasti ia melakukan sihir dengan
pengakuannya atau saksi secara syar'i, tanpa harus diminta bertaubat.
Adapun mengobati sihir maka diobati dengan ruqyah syar'iyah dan
obat-obat bermanfaat yang dibolehkan…dst.730
Ketiga: Fatwa Syaikh Ibnu 'Utsaimin rahimahullah tentang hukuman
terhadap penyihir
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah berkata –dalam menjawab
pertanyaan yang diajukan kepada beliau: Apakah penyihir dibunuh karena
murtad atau hadd?
"…dan wajib membunuh para penyihir, sama saja kita katakan
dengan sebab kafirnya mereka atau karena besarnya bahaya mereka dan
kejinya perbuatan mereka. Mereka memisahkan di antara seseorang dengan
istrinya. Demikian pula sebaliknya, maka mereka membuat kasih sayang,
maka menyatukan di antara para musuh, dan menyampaikan dengan hal
itu kepada tujuan mereka. Sebagaimana jikalau ia menyihir perempuan
agar berzinah dengannya. Maka penguasa harus membunuh mereka tanpa
menyuruhnya bertaubat, selama ia adalah hadd, karena apabila had telah
sampai kepada imam/pemimpin, pelakunya tidak diminta bertaubat,
bahkan dilaksanakan dengan segala kondisi…
25
Hingga beliau berkata: 'Maka pendapat dibunuhnya penyihir sesuai
dengan kaidah syara', karena mereka berbuat kerusakan di muka bumi,
dan kerusakan mereka adalah yang terbesar. Dan apabila mereka dibunuh,
manusia selamat dari kejahatan mereka dan manusia merasa takut dari
melakukan sihir.'74
Dan beliau –rahimahullah- berkata di tempat yang lain: 'Dan karena
alasan inilah penyihir dihukum bunuh, bisa jadi karena murtad dan bisa
pula secara had. Jika sihir atas cara yang dia kafir dengannya, maka dia
dibunuh karena murtad dan kufur, dan jika sihirnya tidak sampai kepada
derajat kufur maka ia dibunuh secara had, karena menolak kejahatan dan
gangguannya terhadap kaum muslimin.'75
Penutup
Setelah pemaparan yang singkat dan ringkas ini dalam judul
hukuman terhadap perbuatan sihir, jelaslah bagi kita yang berikut ini:
Pertama: Sesungguhnya hukuman adalah balasan dunia yang telah
ditetapkan syara', terhadap pelaku tindakan kriminal, atas pelanggaran
terhadap perintahnya atau larangannya untuk kepentingan jamaah.
Kedua: Sesungguhnya sihir diharamkan dan melakukannya adalah
haram dan termasuk dosa besar, dan sudah menjadi ijma' atas haramnya
dan sesungguhnya mempelajari dan belajarnya adalah haram.
Ketiga: Apabila dalam sihir ada perkataan atau perbuatan yang
menyebabkan kufur, dia dibunuh karena murtadnya. Dan jika padanya ada
yang menuntut bahwa ia telah membunuh dengan sihirnya terhadap jiwa
yang dijaga, ia dibunuh secara qishash, jika ia mengakui bahwa ia telah
membunuh dengan sihirnya, dan ini sudah menjadi kesepakatan para
ulama.
Keempat: Sesungguhnya orang yang melakukan perbuatan sihir dan
tidak mendatangkan padanya dengan sesuatu yang menyebabkan kafir,
maksudnya tidak meyakini pengaruhnya, dan tidak terjadi darinya sesuatu
yang menyebabkan had murtad dan qishash, maka dalam hal ini ia
dibunuh karena semata-mata perbuatan sihirnya secara mutlak –yaitu
pendapat yang rajih-, ia adalah mazhab Malikiyah dan Hanabilah, dan
26
pendapat dipilih oleh Lajnah Daimah lil Buhust al-Ilimiyah wa al-Ifta` di
Saudi Arabia. Hal itu karena kuatnya dalil-dalil yang diberikan yang
berpendapat ini dan jelasnya dalam dalil atas wajibnya membunuhnya.
Inilah –hanya Allah I saja yang paling mengetahui kebenarandengan
nikmat-Nya sempurna segala kebaikan, dan segala puji bagi Allah I
Rabb semesta alam, dan semoga shalawat dan salam tetap tercurah kepada
Nabi-Nya yang terpercaya.
Ditulis oleh Muhammad bin Fahd bin Ibrahim al-Wad'an.
Riyadh 1422 H.
1 Al-Fayumi, al-Mishbah al-Munir fi Gharibi asy-Syarh al-Kabir karya al-Rafi'i (2/420).
2 Ar-Razzi, Mukhtar ash-Shihah (hal. 186).
3 QS. al-Kahf:44)
4 Al-mumtahanah: 11
5 Al-Jauhari, Taju al-'Arus dan shihah al-'arabiyah (ash-Shihah) (1/166), dan al-Fauruzabadi, al-Qamus al-
Muhith (1/203).
6 Muhammad Amin bin Umar bin Abdul Aziz bin 'Abidin ad-Dimasyqa, ulama fiqih negeri Syiria, imam ulama
mazhab Hanafi di zamannya. Lahir dan wafat di Damaskus. Di antara karya-karyanya adalah: Raddul Mukhtar
ala ad-Durrul Mukhtaar (Hasyiyah Ibnu Abidin), ar-Rahiqul Makhtuum fi al-Fara`idh,, wafat pada tahun 1252
H. al-Zirikli: al-A'laam (6/42).
7 Ibnu Abidin, Radd al-Mukhtaar 'ala ad-Durr al-Mukhtaar syarh Tanwir al-Abshar (hasyiyah Ibnu Abidin)
(4/165) dan Ibnu al-Hammam, Fath al-Qadir (5/212).
8 Ali bin Muhammad bin Habib Abu al-Husain al-Mawardi al-Bashri asy-Syafii, dari ulama mazhab Syafii,
pakar dalam berbagai disiplin ilmu. Dilahirkan pada tahun 364 H dan wafat tahin 450 H. di antara karyakaryanya
adalah: al-Hawi, Adab al-Qadhi, adab ad-Dunya wa ad-Diin. Ibnu Qadhi Syahbah: Thabaqat asy-
Syafi'iyah (1/230), Ibnu al-'Imaad: Syadzarat adz-Dzahab (3/2859).
9 Al-Ahkam as-Sulthaniyah wa al-Wilayat ad-Diniyah hal. 221.
10 Abdul Qadir 'Audah: seorang pengacara dari ulama syari'at islam di Mesir. Salah seorang pemimpin Ikhwanul
Muslimin yang dibunuh oleh Jamal Abdul Nashir bersama para pemimpin Ikhwanul Muslimin lainnya pada
tahun 1374 H dalam sebuah tuduhan palsu yang buat-buat terhadap mereka, dan investigasi menetapkan
bebasnya mereka dari semua tuduhan itu. Di antara karya-karyanya adalah: al-Islam wa audha'una al-
Qanuniyah, dan al-Tasyri' al-Jina`i. al-Zirikli: al-A'lam (4/24).
11 'Audah, al-Tasyri' al-Jina`I (1/609).
12 Al-Luhaibi, al'Uqubaat at-Tafwidhiyah wa ahdafuha fi dhau`I al-kitab wa as-sunnah (hal. 37).
13 Referensi yang sama.
14 Lihat: Ibnu Rusyd: Bidayah al-Mujtahid (2/395), Ibnu Taimiyah: al-Hisbah (hal 59) dan Majmu' al-Fatawa
(4/601), (28/108-109), Audah: at-Tasyri' al-Jina`I (1/634), dan Abu Zahrah: al-'Uqubah (hal. 52-63)
15 Ibnu Faris, Maqayis al-Lughah (hal. 485).
16 Al-Jauhari, ash-Shihah (2/485).
17 Ibnu Faris, Maqayis al-Lughah (hal. 485).
18 Ibnu al-'Arabi: Ahkam al-Qur'an (1/31).
19 Ibnu Quddamah: al-Mughni (12/299).
27
20 An-Nawawi: Raudhah ath-Thalibin (9/346), al-Anshari: Asna al-Mathalib (4/82), al-Wansyirini: al-Mi'yar al-
Mu'arrab (12/55), Ibnu Quddamah: al-Mughni (12/300), azh-Zhahabi: al-Kaba`ir (hal. 15) dosa besar yang
ketiga, Ibnu Abdul Wahab: Fath al-Majid Syarh Kitab at-Tauhid (hal. 316).
21 Ibnu Wahhab: Fath al-Majid (hal. 316) .
22 HR. al-Bukhari dalam Shahihnya hal. 563 no. 2766 dalam kitab washaya, bab firman Allah I:
Sesungguhnya orang-orang yang memakan harta anak yatim secara zalim, sebenarnya mereka itu menelan api
sepenuh perutnya dan mereka akan masuk ke dalam api yang menyala-nyala (neraka). (QS. an-Nisaa`:10)
Dan Muslim dalam shahihnya hal. 60, no. 89, kitab al-Iman, bab al-Kaba`ir wa akbaruha, ini adalah lafazhnya,
dari Abu Hurairah t.
23 Al-Bukhari dalam Shahihnya (hal. 1017-1018) no. 5764 dalam kitab ath-Thibb, bab Syirik dan sihir termasuk
yang membinasakan.
24 Ibnu Abidin: Radd al-Mukhtaar (4/226) dan Ibnu Quddamah: al-Mughni ( 12/300).
25 Al-Jashshash: Ahkam al-Qur`an (1/74), Ibnu Abidin: Radd al-Mukhtar (4/226), ad-Dardiir: asy-Syarh al-
Kabir (4:302), al-Ubbi: Jawahir al-Iklil (2/205), Ibnu Hajar: Fath al-Bari (10/236), al-Anshari: Asna al-Mathalib
(4/82), Ibnu Quddamah: al-Mughni (12/300) dan Ibnu al-Murthadi: al-Bahr az-Zikhar (5:204).
26 Ibnu Jazi: al-Qawanin al-Fiqhiyah (hal. 240) dan ad-Dardiir: asy-Syarh al-Kabir (4/302).
27 Ibnu Katsir: Tafsir al-Qur`an al-Kariim (1/141), al-Karmi: Ghayah al-Muntaha fi al-Jami'i baina al-Iqna` wa
al-Muntaha (3/344), Ibnu Quddamah : al-Mughni (12/302).
28 Al-Lajnah ad-Da`imah: al-Fatawa (1/551) pertanyaan no. 4804.
29 Ibnu al-Hammam: Fath al-Qadir (6/99), al-Jashshash: Ahkam al-Qur`an (1/74), Ibnu Quddamah: al-Mughni
(12/300), Ibnu Taimiyah: Majmu' al-Fatawa (28/346), dan (29/384), dan Ibnu al-Qayyim: Zaad al-Ma'ad (5/62).
30 Ibnu Katsir mengutipnya dalam Tafsir al-Qur`an al-'Adzim (1/141).
31 Al-Qurthubi: al-Jami' li Ahkam al-Qur`an (1/48).
32 HR. at-Tirmidzi dalam sunannya (4/49) no. 1460 dalam kitab al-Hudud, bab tentang hukuman bagi penyihir.
At-Tirmidzi berkata: Ini adalah hadits yang tidak kami kenal secara marfu' kecuali dari jalur ini, dan Ismail bin
Muslim al-Makki didha'ifkan dalam hadits, ad-Daraquthni dalam sunannya (3/90) no. 3179 dalam kitab hudud
dan diyat secara yang lainnya, dan muhaqqiq mendha'ifkan sanadnya, ia berkata: padanya ada Ismail bin
Muslim al-Makki, dha'if dalam hadits. Lihat: Ibnu Hajar: Taqrib at-Tahdzib hal. 49, dan al-Hakim dalam al-
Mustadrak (4/360) dalam kitab al-Hudud, bab hukuman tukang sihir adalah ditebas dengan pedang. Al-Hakim
berkata: Ini adalah hadits yang shahih secara isnad, sekalipun dua syaikh meninggalkan hadits Ismail bin
Muslim, maka sesungguhnya ia gharib shahih, dan baginya ada syahid yang shahih atas syarat keduanya,
semuanya berlawanan ini, dan adz-Dzahabi menyetujuinya dalam at-Talkhish (4/360), ia berkata: Shahih
Gharib, sekalipun Ismail telah ditinggalkan, dan diriwayatkan oleh al-Baihaqi dalam al-Kubra (12/242) no.
16968) dalam kitab al-Qasamah, bab kafirnya tukang sihir dan dibunuh, jika sihir yang lakukan adalah ucapan
kafir yang nyata, al-Baihaqi berkata: Ismail bin Muslim adalah dha'if. Semuanya dengan lafazh ini, dan
diriwayatkan pula oleh Ibnu Hazm dalam al-Muhalla (11/396) dengan lafazh (hukum tukang sihir adalah ditebas
dengan pedang) dengan huruf Ha` dari jalur Ismail bin Muslim, dari al-Hasan, dari Jundub secara marfu',
kecuali Ibnu Hazm meriwayatkan dari al-Hasan secara mursal.
33 Ibnu Abi Syaibah: al-Mushannaf (6/583), Kitab al-Hudud, bab apa yang mereka katakan pada tukang sihir,
apa yang diperbuat dengannya, dari Amr bin Dinar, sesungguhnya ia mendengar Bajalah berkata, 'Aku adalah
penulis/sekretaris Jaz` bin Mu'awiyah, maka datanglah kepada kami surat Umar bin Khattab t: bahwa bunuhlah
…dst, maka ia menyebutkannya, dan diriwayatkan oleh Ahmad dalam al-Musnad (1/190, 191), Abu Daud
dalam Sunannya (4/431) no. 3043, dalam kitab al-Kharaj dan Imarah, Bab mengambil jizyah dari kaum Majusi,
al-Baihaqi dalam al-Kubra (12/241) no. 16966 dalam kitab al-Qasamah, Bab mengkafirkan tukang sihir dan
membunuhnya, jika sihir yang dilakukan merupakan ucapan kufur yang nyata.
34 Malik: al-Muwaththa` (4/249) no. 1689 dari kitab al-'Uqul, bab ma jaa`a fi al-Ghilah wa as-Sihr, dan Ibnu
Hazm dalam al-Muhalla (11/ 394) dan ini adalah lafazhnya, al-Baihaqi dalam al-Kubra (12/241) no. 16967
dalam kitab al-Qasamah, bab mengkafirkan tukang sihir dan membunuhnya jika sihir yang dilakukan
merupakan ucapan kufur yang nyata.
35 Dia adalah Jundub al-Khair al-Azdi, Abu Abdullah, pembunuh tukang sihir, diperselisihkan apakah dia
seorang sahabat atau bukan. Ada yang berpendapat dia putra Ka'ab, ada pula yang berpendapat dia adalah putra
Zuhair. Ibnu Hibban menyebutkannya termasuk golongan tabi'in yang tsiqat. Abu 'Ubaid berkata: Ia terbunuh
dalam perang Shiffin. Ibnu Hajar: Taqrib at-Tahzib hal. 82.
36 Ibnu Abi Syaibah: al-Mushannaf (6/583) dalam kitab al-Hudud, bab apa yang mereka katakan pada tukang
sihir, apa yang dilakukan dengannya, al-Baihaqi dalam al-Kubra (12/242) no. 16969, dalam kitab Qasamah, bab
mengkafirkan tukang sihir dan membunuhnya, ini adalah lafazhnya, dan kelengkapannya, kemudian ia berkata:
28
maka apakah kamu menerima sihir itu, padahal kamu menyaksikannya" (QS. al-Anbiyaa`:3)
37 Ibnu Quddamah: al-Mughni (12/303).
38 An-Nawawi: Syarh Shahih Muslim (13/176), al-Anshari dalam Asna al-Mathalib (4/83), dan asy-Syarbini
dalam Mughni al-Muhtaaj (2/176).
39 Ibnu Hazm: al-Muhalla (11/394).
40 Ibnu Quddamah: al-Mughni (12/302), di mana dia berkata: dan imam Syafii tidak berpendapat atasnya
(tukang sihir) untuk dibunuh hanya karena perbuatan sihir, dan ia adalah pendapat Ibnu al-Mundzir dan satu
riwayat dari imam Ahmad. Dan lihat: al-Mardawi: al-Inshaf (10/23), dan Ibnu Abdul Wahab: Fath al-Majid hal.
322.
41 HR. al-Bukhari dalam Shahihnya hal. 1443, no. 6878 dalam kitab diyat, bab firman Allah I (al-Maidah: 45),
ini adalah lafazhnya, dan Muslim dalam shahihnya hal 119, no. 1676, dalam kitab al-Qasamah, bab yang
dibolehkan dengannya darah seorang muslim.
42 Ibnu Hazm: al-Muhall (11/400), Ibnu Quddamah: al-Mughni (12/302).
43 HR. al-Baihaqi dalam al-Kubra 12/245 no. 16974 dalam kitab al-Qasamah, bab orang yang perbuatan
sihirnya bukan perbuatan kafir dan tidak membunuh seseorang, ia tidak dibunuh.
44 Ibnu Quddamah: al-Mughni 12/302, dan asy-Syanqithi: Ahdwa` al-Bayan 4/461.
45 Bagian dari hadits riwayat Ahmad dalam musnad (3/199, 225), an-Nasa`i dalam sunannya 7/76 no. 3967
dalam kitab haramnya darah, telah menceritakan kepada kami Harun bin Muhammad bin Bakkar.
46 Ibnu Hazm: al-Muhalla 11/401, ar-Razi: Tafsir al-Kabir 3/216, dan hadits bahwa Nabi r telah disihir oleh
Labid bin al-A'sham diriwayatkan oleh al-Bukhari dalam Shahihnya hal. 667 no. 3268, dalam kitab permulaan
makhluk, bab sifat iblis dan tentaranya, dan pada hal. 648 no. 3175, dalam kitab jizyah dan muwada'ah, bah
apakah dimaafkan dari kafir dzimmi apabila ia menyihir? Dan di hal. 1237 no. 5765 dalam kitab ath-Thibb, bab
apakah dikeluarkan sihir? Dan diriwayatkan oleh Muslim dalam shahihnya hal. 1202 no. 2189 dalam kitab
Salam, bab sihir.
47 Al-Bahuti: Kasysyaf al-Qinaa' 6:237.
48 Al-Jashshash: Ahkam al-Qur`an 1/74, Ibnu al-Hammam: Fath al-Qadir 4/408, Tharablusi: Mu'in al-Ahkam
hal. 193, dan Ibnu 'Abidin: Radd al-Mukhtaar 4/426.
49 Al-Mardawi: al-Inshaaf 10/263, 264.
50 Ath-Tharablusi: Mu'in al-Ahkam hal. 193.
51 Ibnu Quddamah: al-Mughni 12/305.
52 Ibnu al-Hammam: Fath al-Qadir 4/218.
53 Ibnu Quddamah: al-Mughni 12/305 dan Abu Ghudah: Ahkam as-Sijn hal. 253.
54 Ibnu Hazm: al-Muhalla 11/398, 399.
55 Ibnu Quddamah: al-Mughni 12/302.
56 Ibnu Hazm: al-Muhalla 11/398.
57 Idem 11/ 397.
58 Idem.
59 Al-Jashshash: Ahkam al-Qur`an (1/61-63), asy-Syanqithi: Adhwa al-Bayan (4/460-462), dan al-Ghamidi:
'Uqubah al-Ma'dum (hal. 590).
60 Ibnu Quddamah: al-Mughni (12/302) dan al-Ghamini: 'Uqubah al-Ma'dum (hal. 590).
61 Ibnu Quddamah: al-Mughni (12/302)
62 Al-Hamd: Kitab as-Sihr baina al-Haqiqah wa al-Khayal hal 169.
63 Al-Hamd: Kitab as-Sihr baina al-Haqiqah wa al-Khayal hal 169.
64 Ibnu Hajar menyebutkan jawaban-jawaban ini dalam Fath al-Bari (10/283-290).
65 Ibnu al-'Arabi: Ahkam al-Qur`an (1/48).
66 Tidak ada alasan memberikan perincian dalam hukum penyihir, karena sihir tidak mungkin kecuali dengan
meminta pertolongan syetan, seperti yang akan datang penjelasanannya, karena para penyihir tidak bisa sampai
kepada sihir kecuali dengan menyembah syetan dan mendekatkan diri kepada mereka dengan sesuatu yang
mereka suka, berupa doa, menyembelih, nadzar, meminta pertolongan dan selain yang demikian itu. Dan
disebutkan dalam hadits shahih –yang terdahulu- bahwa syirik dan sihir termasuk tujuh perkara yang
membinasakan. Syirik adalah yang terberat karena ia adalah dosa terbesar, dan sihir termasuk bagian dari syirik,
karena alasan inilah Rasulullah r menyertakannya dengannya.
67 asy-Syanqithi: Adhwa al-Bayan (4/462).
68 Asy-Syaukani: Nailul Authar (7/177).
69 Kitab Masa`il Imam Ahmad bin Hanbal dengan riwayat anaknya Abdullah (3/1279), masalah no. 1777.
70 Ibnu Ibrahim: al-Fatawa (1/163), dikumpulkan oleh Muhammad bin Qasim.
29
71 Realita di tengah masyarakat membuktikan hal itu. Mayoritas penjahat dari kalangan penyihir dan pesulap
memisahkan di antara keluarga, memperdaya mereka, dan memakan harta manusia dengan caya yang batil
dengan nama ruqyah-ruqyah syar'iyah – tidak ada daya dan upaya kecuali dengan pertolongan Allah I.
72 Lajnah Daimah: Fatawa 1/551, pertanyaan no. 4804.
73 Ibn Baz: Majmu' Fatawa wa maqalat Bin Baz 7/68.
74 Ibnu Utsaimin: al-Majmu' ats-Tsamin 2/133-134, fatwa no. 233.
75 Ibnu Utsaimin: al-Majmu' ats-Tsamin 2/131 fatwa no. 230.