PARA SHAHABAT PALING UTAMA DI UMAT
INISETELAH NABINYA, KECUALI MEREKA
TIDAK MAKSUM (TERJAGA DARI DOSA)
Disana ada hadits disebutkan bahwa Nabi sallallahu’alaihi wa
sallam suatu hari berdiri dari shalat dan mengatakan kepada para
shahabat, bertanyalah kepada diriku apa saja, saya akan
menjawabnya. Salah seorang shahabat bertanya sambil
mengatakan, ‘Saya nanti di akhirat ada dimana? Nabi
sallallahu’alaihi wa sallam menjadab, ‘Di neraka.
Pertanyaanku adalah siapakah shahabat ini? Bagaimana mungkin
shahabat masuk neraka? Saya mohon penjelasan hadits ini,
terima kasih.
Alhamdulillah
Pertama,
“Diriwayatkan oleh Bukhori, 7294 dan teks darinya. Muslim,
2359 dari Anas bin Malik radhiallahu’anhu sesungguhnya Nabi
sallallahu’alaihi wa sallam keluar ketika matahari condong, dan
beliau menunaikan shalat Zuhur. Ketika salam, beliau berdiri di
atas mimbar, menceritakan kiamat. Dan disebutkan diantaranya
ada urusan yang sangat agung. Kemudian beliau berkata,
‘Barangsiapa yang ingin bertanya tentang sesuatu, maka
bertanyalah. Demi Allah, tidaklah seseorang bertanya kepadaku
tentang sesuatu kecuali saya akan beritahukan selagi saya di
tempatku ini.’ Anas berkata, ‘Orang-orang banyak yang
menangis, sementara Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam
terus mengatakan, ‘Bertanyalah kepadaku. Anas berkata,
‘Seseorang berdiri dan bertanya, ‘Dimana tempat masukku
wahai Rasulullah? (beliau menjawab); ‘Di neraka. Abdullah bin
Khuzafah berdiri dan mengatakan, ‘Wahai Rasulullah, siapa
ayahku? Beliau menjawab, ‘Ayahmu adalah Khuzafah. (Anas)
mengatakan, ‘Beliau sering kali mengatakan bertanyalah
kepadaku, bertanyalah kepadaku. Umar menaruh kedua
kakinya dan mengatakan, ‘Kami rela Allah sebagai Tuhan, Islam
sebagai agama, Muhammad sallallahu’alaihi wa sallam sebagai
Rasul. (Anas) mengatakan, ‘Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam
diam setelah ucapan Umar itu. kemudian Rasulullah
sallallahu’alaihi wa sallam bersabda: “Demi jiwaku yang ada
ditangan-Nya. Sungguh saya diperlihatkan surga dan neraka
barusan di depan tembok sementara saya dalam kondisi shalat.
Dan saya tidak melihat seperti hari ini kebaikan dan kejelakan.’
Sementara nama orang yang bertanya tentang tempat
masuknya, Nabi sallallahu’alaihi wa sallam bersabda, ‘Di
neraka.’ Al-hafidz Ibnu Hajar rahimahullah telah berkata, ‘Saya
4
tidak mendapatkan nama orang sediktipun dari berbagai jalan
(hadits). Seakan-akan mereka menyembunyikan secara sengaja
untuk menutupinya. Dalam Tobroni dari hadits Abu Firas Al-
Aslami seperti itu dan ada tambahan, ‘Dan seseorang bertanya,
apakah saya di surga? Beliau menjawab, ‘Di surga.’ Saya tidak
mengetahui nama orang lain ini.’ Selesai.
Meskipun begitu tidak ada kemaslahatan bagi seorang
hamba mengetahui penentuan nama penanya ini. Tidak juga
merusak agamanya kalau tidak tahu. Oleh karena itu para rawi
hadits tidak memperhatikan dengan penentuan (namanya) itu.
Kedua,
Sementara tentang masuknya penanya ke dalam neraka,
padahal beliau adalah shahabat. Itu ada tiga sisi (alasan).
Pertama, kemungkinan dia termasuk orang-orang munafik.
Sehingga Allah memberitahukan kepada Nabi-Nya akan
kondisinya. Dahulu pada zaman Nabi sallallahu’alaihi wa sallam
beberapa orang munafik, shalat, berpuasa dan beribadah
kepada Allah bersama beliau dalam kondisi (tampilan) fisik.
Padahal hakekatnya termasuk orang munafik. Allah Ta’ala
berfirman:
“Di antara orang-orang Arab Badwi yang di sekelilingmu itu,
ada orang-orang munafik; dan (juga) di antara penduduk
Madinah. Mereka keterlaluan dalam kemunafikannya. Kamu
(Muhammad) tidak mengetahui mereka, (tetapi) Kamilah yang
mengetahui mereka. Nanti mereka akan Kami siksa dua kali
kemudian mereka akan dikembalikan kepada azab yang besar.”
SQ. At-Taubah: 101.
5
Kedua, kemungkinan masuknya ke neraka dikarenakan dosanya. Kemudian Allah selamatkan darinya dan dimasukkan ke surga dengan keutamaan dan rahmat Allah.
Ketiga, kemungkinan maknanya adalah dia akan di neraka kalau Allah tidak memafkannya. Maka dia termasuk dalam masyiah (keinginan Allah). dua kemungkinan terakhit itu lebih nampak (kuat). Hal ini sesuai dengan kaidah ahlu sunnah terkait pelaku dosa dari kalangan ahli tauhid.
Telah diriwayatkan Bukhori, 3074 dari Abdullah bin Amr radhiallahu’anhuma berkata, ‘Dahulu ada barang yang memberatkan Nabi sallallahu’alaihi wa sallam (kata ‘at-tsaqal adalah apa yang memberatkan bawaan dari barang) seseorang dikatakan dia adalah Kirkirah kemudian dia mati. Maka Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam mengatakan, ‘Dia di neraka. Kemudian mereka pergi melihatnya, didapati pakaian yang dicuri (disembunyikan) dari ghonimah.’ HR. Muslim, 114. Dengan semaknanya dari hadits Umar radhiallahu’anhu.
Al-Hafidz rahimahullah berkata, ‘Ungkapan ‘Dia di neraka’ yakni disiksa dikarenakan kemaksiatannya. Atau maksud di neraka kalau sekiranya Allah tidak memaafkannya.’ Selesai
Ketiga,
Para shahabat adalah manusia diantara manusia, diantara mereka ada yang berdosa dan salah. Akan tetapi secara umum mereka makhluk lebih mulia setelah para nabi dan para rasul. Mereka adalah generasi terbaik. Semuanya terpercaya, adil
6
menurut kesepakatan umat Islam. Akan tetapi sepekat, mereka –juga- tidak maksum (terjaga) dari berbuat dosa. Dan apa yang ada sebagian individu melakukan dosa atau mendapatkan ancaman, maka seharusnya berbaik sangka akan hal itu. dan telah diketahui bahwa hal itu tidak mengeluarkan devinisi adil dan redo. Bahkan Abu Muhammad bin Hazm rahimahullah mengatakan, ‘Para shahabat semuanya termasuk penduduk surga secara pasti. Allah Ta’ala berfirman: “Tidak sama di antara kamu orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sebelum penaklukan (Mekah). Mereka lebih tingi derajatnya daripada orang-orang yang menafkahkan (hartanya) dan berperang sesudah itu. Allah menjanjikan kepada masing-masing mereka (balasan) yang lebih baik. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” SQ. Al-Hadid: 10. Dan firmanNYa:
“Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka,” SQ. Al-Anbiya’: 101.
Maka telah ada ketetapan bahwa semuanya termasuk penduduk surga. Selesai
Hal itu dinukilkan oleh Amir As-Son’any di kitab ‘Taudhihul Afkar Lima’ani Tanqih AL-Andhor,2/245.
Yang kami nasehatkan, hendaknya tidak perlu memasuki seperti dalam permasalahan ini, bahkan menghormati orang baik dengan kehormatannya. Kami menyaksikan mereka dengan kebaikan dan kesholehan. Dan kita menahan membahasnya mereka tanpa ada ilmu. Dan kita menyibukkan untuk diri kita.