APAKAH ORANG YANG MENDENGARKAN AL-QUR’AN TANPA MEMAHAMI (ARTINYA) DIBERI PAHALA?
ستمع ىل القرآن دون أن يفهمه ؟ هل يثاب من
[ Indonesia - Indonesian - [ إندوني
Syaikh Muhammad Shalih Al-Munajid
م ﺪ ﺪ ا ﻟ ﻟ ا النجد ﺻ
ﺻ ﺢ ﺢ ﻤ ﻤ Penterjemah: www.islamqa.info
Pengaturan: www.islamhouse.com
ر جة: موقع الإسلام سؤال وجواب ﻤ
ﺗ islamhouse نسيق: موقع
2013 - 1434
2
APAKAH ORANG YANG MENDENGARKAN ALQUR’AN
TANPA MEMAHAMI (ARTINYA)
DIBERI PAHALA?
Apakah seseorang (mukmin) diberi pahala ketika mendengarkan
Al-Qur’an tanpa memahami apa yang didengarkannya, perlu
diketahui dia mendengakan dari Al-Qur’an. Atau dia tidak diberi
pahala kecuali orang yang mengerti apa yang didengarkan? Saya
mohon diberitahu dalil dari Al-Qur’an dan hadits yang shoheh.
Alhamdulillah
Pertama,
Allah Ta’ala memerintahkan secara umuk kepada orang
mukmin untuk mendengarkan Al-Qur’an dan memperhatikan
dengan tenang. Allah subhanahu berfirman:
ِذَا قرُئِ ا لَقُْرْآنُ فاَس تْمعَِوُ الَُ نصْ تِوُا ) وَ
َ
م ﻤْﺮُْحَُونَ ) الأعراف/ ٢٠٤ وأَ ﻠَﻌَ َّ
“Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baikbaik,
dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat
rahmat.” SQ. Al-A’raf: 204.
Syekh As-Sa’dy rahimahullah berkata: “Perintah ini umum
bagi semua orang yang mendengarkan Kitabullah ketika dibaca.
Maka dia diperintahkan untuk mendengarkan dan
memperhatikan dengan tenang. Perbedaan antara
mendengarkan dan memperhatikan dengan tenang. ‘Al-Inshot’
adalah sisi penampilan dengan tidak berbicara atau
meninggalkan kesibukan yang dapat mengganggu dari
mendengarkan.
Sementara ‘Al-Istima’ adalah memasang telinga dan
menghadirkan hati untuk mentadaburi dari apa yang
3
didengarkan. Karena kelaziman dari dua hal ini, ketika
Kitabullah dibaca, maka dia akan mendapatkan banyak
kebaikan dan ilmu nan luas, terus memperbaharui keimanan,
petunjuk yang terus bertambah, pengetahuan agamanya. Oleh
karena itu Allah menyambungkan agar mendapatkan rahmat
darinya. Dari situ menunjukkan,bahwa ketika dibacakan
Kitabullah kepada seseorang sementara tidak mendengarkan
dan memperhatikan dengan tenang, maka dia tidak
mendapatkan bagian rahmat, maka dia terlepas banyak
kebaikan.
Diantara perintah yang ditekankan untuk mendengarkan ALQur’an,
agar dia mendengarkan dan memperhatikan dengan
tenang ketika dalam shalat yang dibaca keras ketika imam
membacanya. Maka dia diperintahkan untuk memperhatikan
dengan tenang. Bahwakan kebanyakan ulama’ mengatakan,
‘Bahwa sibuk memperhatikan dengan tenang itu lebih baik
daripada membaca Al-Fatihah dan lainnya.” Selesai dari kitab
‘Tafsir As-Sa’dy, 314.
Maksud terbesar dari mendengarkan dan memperhatikan
dengan tenang adalah agar pendengarnya mentadaburi,
memahami maknanya dan mengamalkan apa yang ada di
dalamnya. Al-Imam At-Tobari rahimahullah berkata: “Allah
Ta’ala berfirman disebutkan untuk orang-orang mukmin, yang
membenarkan kitabNya, yang menjadikan Al-Qur’an sebagai
petunjuk dan rahmat ‘iza quria’ kepada anda semua wahai
orang-orang mukmin ‘Al-Qur’an fastami’u lahu’ berfirman
pasang telinga anda semua, untuk memahami ayatNya, dan
mengambil ibrah dari nasehatNya, ‘Wa ansyitu’ kepadanya agar
memikirkan dan mentadaburiNya, jangan lalai dan jangan
terlena ‘La allakum Turhamun’ berfirman, agar Tuhan kamu
semua memberikan rahmat dari kesadaran anda dengan
nasehat-Nya, mengambil ibroh dari ibrohNya. Dan anda lakukan
4
terhadap apa yang dijelaskan Tuhan anda kepada anda dari
kewajibanNya di ayatNya.’ Tafsir At-Tobari, 13/244.
Ketika merealisasikan pada posisi seperti ini, mendengarkan
dan memperhatikan dengan tenang bagi seorang hamba,
mentadaburinya terhadap apa yang dibacakan kepadanya,
memahami maknanya. Maka dia akan mendapatkan kebaikan
dunia dan akhirat.
Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata:
“Dengan pendengaran ini, Allah memberikan hidayah kepada
para hamba, memperbaiki urusan kehidupan dan kematian.
Dengannya Rasulullah sallallahu’alaihi wa sallam diutus, dan
diperintahkan kepada para Muhajirin dan Anshor serta orangorang
yang mengikutinya dengan baik. Dengannya para ulama’
salaf bersepakat sebagaimana dahulu para shahabat Rasulullah
sallallahu’alaih wa sallam kalau bersepakat dalam satu urusan
mereka memerintahkan diantara mereka untuk membaca (Al-
Qur’an) sementara mereka mendengarkannya. Dahulu Umar
bin Khottob radhiallahu’anhu berkata kepada Abu Musa Al-
Asy’ari: “Ingatkan kami untuk Tuhan kamu, maka Abu Musa
membaca (Al-Qur’an) sementara mereka mendengarkannya.”
Selesai dari kitab ‘Majmu’ Al-Fatawa, 11/626.
Kedua,
Kalau pendengaran secara sempurna itu yang dapat
merealisasikan bersamanya pemahaman dan tadabbur, makat
tidak diragukan lagi bahwa barangsiapa dapat mendatangkan
dengan ketentuan tersebut, maka dia terpuji sesuai dengan apa
yang didatangkannya, dimaklumi yang tidak dapat
dilakukannya. Dan tidak selayaknya apa yang tidak mampu itu
sebagai alasan meninggalkan dari kemampuan dia untuk
mendapatkan kebaikan. Karena orang yang mudah
(melakukannya) tidak gugur dengan yang sulit (melakukannya).
Yakni bahwa seorang hamba yang mungkin mendatangkannya
5
baik itu wajib atau sunnah, tidak gugur dikarenakan tidak mampu melakukannya, berdasarkan firman Allah: “Maka bertakwalah kepada Allah sesuai dengan kemampuan anda semua.” SQ. At-Tagobun: 16.
Syekh Ibnu Utsaimin rahimahullah ditanya: ‘Apakah seseorang yang membaca Al-Qur’an akan mendapatkan pahala meskipun dia tidak faham artinya?’
Beliau menjawab: “Al-Qur’an Al-Karim itu barokah, sebagaimana firman Allah ta’ala:
ك تِابَ ﻧَْ لََْْاَهُ ) ﺰ ﻨ ﺰ
ﻧﺰَْ
ﻧ لَِِْكَ مبُارَكَ رٌََََُّّّوا آياَ هِِ ﻴﻟﺘ ﻴََِﻟﺘﻴََِﻟﺘ ﻴََِﻟﺘ ﻴََِﻟﺘﻴََِﻟﺘ ﻴَََِﻟﺘ ﻛََِﻛرّ وَ ل ﺬُﺬﺬﺬ ﺪﺑ ﻴ ﺗ ﺰ ﺬ ﺬ ﺪ ﺑ ﺬََ
ُ
أ و لَْابِ
ﻷﺒَ
( ﻷ ﺒَ
“Kitab yang Kami turunkan kepada engkau (wahai Muhammad) bernilai barokah agar kamu bentadaburi ayat-ayatNya dan agar menjadi pengingat bagi orang-orang yang berfikir.”
Seseorang akan diberi pahala dengan bacaannya, baik dia memahami atau tidak memahaminya. Akan tetapi seyogyanya seorang mukmin ketika membaca Al-Qur’an yang dibebabankan untuk mengamalkannya sementara dia tidak memahami artinya. Sebagai contoh, seseorang kalau ingin belajar kedokteran, mempelajari buku-buku kedokteran. Maka tidak mungkin dia mengambil manfaat darinya sampai dia mengerti artinya, menjelaskannya. Bahkan dia sangat menjaga sekali agar dapat memahami maknanya agar dapat mempraktekkannya. Apalagi dengan Kitab Allah Subhanahu Wa Ta’ala yang mana dapat menyembuhkan dalam hati, sebagai nasehat bagi manusia. Seseorang membaca (Al-Qur’an) tanpa tadabbur dan tanpa memahami maknanya. Oleh karena itu para shahabat radhiallahu’anhum tidak melewati sepuluh ayat sampai mempelajari apa yang ada didalamnya dari ilmu dan amal. Maka mereka mempelajari Al-Qur’an disertai ilmu dan amal secara bersamaan.
6
Maka seseorang akan diberi pahala terhadap bacaan Al-Qur’an baik dia memahami maknanya ataupun tidak memahaminya. Akan tetapi seyogyanya perlu sangat menjaga untuk dapat memahami maknanya. Dan hendaknya pemahaman ini di dapatkan dari para ulama’ yang terpercaya dari sisi ilmu dan amanahnya. Kalau tidak mendapatkan orang alim yang dapat memahami maknanya, maka hendaknya merujuk ke buku-buku tafsir yang terpercaya seperti Tafsir Ibnu Jarir, tafsir Ibnu Katsir dan selain dari kedua buku tafsir tersebut yang memperhatikan penafsirannya dengan atsar yang diriwayatkan dari para shahabat dan tabiin radhiallahu’anhum.’ Selesai dari kitab ‘Fatawa Nurun ‘Ala Ad-Darbi, kaset, 85 side A.
Wallahu’alam .