Artikel




Interaksi Dengan Al-Quran Di Bulan Ramadhan


Segala puji bagi Allah -subhanahu wata'âla- yang berfirman dalam kitab-Nya:





"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di


dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan


penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak


dan yang batil). Karena itu, Barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat


tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan


barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah


baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang


lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran


bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu


mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya


kamu bersyukur." (QS. Al-Baqarah: 185)


Dan firman-Nya -ta'âla-:





"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan


sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan. Pada malam itu dijelaskan


segala urusan yang penuh hikmah, (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami.


Sesungguhnya Kami adalah yang mengutus rasul-rasul." (QS. Ad-Dukhan: 3-5)


Juga firman-Nya -subhanahu wata'âla- :





"Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al-Quran) pada malam kemuliaan."


(QS. Al-Qodar: 1)


Salawat dan salam senantiasa tercurah kepada Rasul yang mulia, yang Allah


khususkan dengan wahyu dan kitab-Nya. Sabdanya -shalallah alaihi wasalam-:





"Sebaik-baik kalian adalah yang belajar al-Quran dan mengajarkannya."


[HR. al-Bukhari no. 2057, at-Turmudzi no. 2154, Ahmad 420 dan Abu Dawud


no. 1454]


Salawat juga tercurah kepada ahlulbait (keluarga Nabi) yang suci, kepada para


sahabatnya yang berbakti dan pilihan serta kepada Tabi'in yang meneladani


pendahulu mereka siang dan malam.


Adapun selanjutnya,


Sungguh Allah telah mengkhususkan bulan yang mulia ini dengan


kekhususan-kekhususan, di antaranya: ia adalah bulan yang paling utama


dari bulan-bulan lain sepanjang tahun, terdapat malam lailatul qodar, pada


bulan ini diturunkan al-Quran. Turunnya al-Quran baik secara al-Jumali


(keseluruhan) dan al-ibtidai (permulaan) terjadi pada malam lailatul qodar.


Turunnya al-Quran secara al-Jumali (keseluruhan) telah dijelaskan oleh Ibnu


Abbas (wafat 68 H) -radiallahu'anhu-:


"Allah menurunkan al-Quran secara sekaligus ke langit dunia pada


malam lailatul qodar di bulan Ramadhan. Jika Allah ingin menyampaikan


sesuatu ke dunia, diturunkanlah (ayat-ayat itu) dari langit dunia hingga


terkumpul seluruhnya."


Inilah riwayat yang valid dari beberapa riwayat Ibnu Abbas.


Sedangkan turunnya al-Quran secara ibtidai (fase pertama)1, adalah pernyataan


as-Sya'bi (wafat 103 H) yang menguatkan lahiriah ungkapan al-Quran dalam


firman Allah -ta'âla-:





"(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di


dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan


penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak


dan yang bathil)." (QS.al-Baqarah: 158)


Dan firman-Nya -ta'âla-:


1 Terdapat dua fase turunnya al-Quran. Pertama: diturunkan secara sekaligus ke langit dunia pada malam lailatul Qodar


sebagaimana yang ditegaskan dalam firman Allah surat al-Qodar:1 dan al-Baqoroh:158. Fase kedua: diturunkan secara


berangsur-angsur dari langit dunia kepada Nabi  baik dengan maupun tanpa Asbab an-Nuzul melalui perantaraan


Malaikat Jibril. Pent





"Sesungguhnya Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan


Sesungguhnya Kami-lah yang memberi peringatan." (QS. Ad-Dukhan: 3-5)


Petunjuk bagi manusia dan keterangan petunjuk itu serta peringatannya


terdapat dalam al-Quran yang diturunkan kepada Muhammad -shalallah alaihi


wasalam-.


Turunnya al-Quran secara al-jumali dan ibtidai tidaklah saling bertentangan.


Yang dimaksud pada ayat-ayat di atas adalah keduanya sekaligus, yang


menunjukkan akan turunnya keduanya. Tidak ada pertentangan antara


keduanya tidak pula saling bertolak belakang.


Kedua pendapat di atas jika benar penafsirannya, memang mengandung kedua


pengertian itu dan tidak saling bertentangan. Boleh memaknai ayat-ayat


tersebut sebagaimana yang telah ditetapkan oleh ulama.


Yang jelas bahwa hubungan antara al-Quran dan bulan Ramadhan nampak


jelas pada ayat-ayat tersebut, sehingga bulan menjadi mulia dengan turunnya


al-Quran ketika itu. Karena itulah dinamakan dengan "bulan al-Quran".


Keadaan Manusia Dalam Membaca Al-Quran


Timbul pertanyaan sebagian orang tentang mana yang lebih utama apakah


membaca al-Quran dengan tadabur atau membacanya dengan sepintas agar


banyak bacaannya dan sering khatam sehingga beroleh pahala bacaan?


Sesungguhnya kedua cara ibadah tersebut tidaklah berlawanan, tidak pula


saling mengurangi waktu yang lain sehingga perlu ditanyakan mana yang lebih


utama. Dalam hal ini kembali kepada pembacanya, dan mereka itu terbagi


beberapa kategori:


Kategori pertama: orang awam yang tidak bisa bertadabur (merenunginya).


Bahkan tidak paham sebagian besar ayat-ayatnya. Tidak diragukan


bahwa bagi mereka yang lebih utama adalah memperbanyak bacaan.


Memperbanyak bacaan senyatanya dianjurkan untuk memperbanyak pahala


bacaan sebagaimana yang terdapat dalam hadits:





"Tidak aku katakan alif lâm mîm sebagai satu huruf, tetapi alif satu huruf, lâm


satu huruf dan mîm satu huruf".


[HR. at-Turmudzi no. 3158, dishahihkan oleh al-Albani dalam Shahih at-


Targhib wat-Tarhib no. 1416]





Kategori kedua: ulama dan penuntut ilmu. Mereka memiliki dua cara dalam


membaca al-Quran:


Pertama: seperti cara orang awam, tujuannya untuk memperbanyak pahala


dengan banyaknya bacaan dan khataman.


Kedua: membaca dengan maksud mempelajari makna-makna al-Quran,


tadabur dan istinbat (pendalilan). Masing-masing sesuai dengan


spesialisasinya. Akan nampak jelas baginya apa-apa yang tidak jelas bagi orang


lain. Yang demikian adalah keutamaan Allah -ta'âla- yang diberikan pada siapa


yang dikehendaki-Nya.


Kembali saya katakan: kedua jenis bacaan ini masuk tanawu'ul a'mal (variasi


amal) dalam syari'at, keduanya dianjurkan secara bersamaan. Tidak ada


pertentangan sehingga harus dipilih mana yang lebih baik. Tetapi setiap variasi


ada waktunya tersendiri, terkait dengan keadaan pembacanya.


Tidak diragukan bahwa kepahaman lebih utama dari ketidakpahaman. Oleh


karena itu sebagian ulama menyerupakan mereka yang membaca satu ayat al-


Quran dengan bertadabur seperti mempersembahkan batu mulia, sedangkan


yang membaca seluruh al-Quran tanpa bertadabur seperti mempersembahkan


dirham (uang) yang banyak, tentu tetap tidak bisa mencapai limit apa yang


dipersembahkan orang pertama.


Hal-hal yang semestinya diingatkan berkaitan dengan bacaan (tilawah) al-


Quran di bulan Ramadhan:


Perkara pertama:


Seseorang hendaknya mengenali dirinya. Manusia tidak sama keadaannya


dalam beribadah. Tetapi amat merugilah seorang muslim jika Ramadhan


berlalu tetapi belum mengkhatam al-Quran. Sunah ini adalah sunah Jibril -


alaihissalam- dalam muroja'ah (mengaktualkan ingatan) al-Quran di bulan


Ramadhan bersama Rasulullah -shalallah alaihi wasalam-. Ia juga merupakan


sunah kaum muslimin sejak masa Rasulullah -shalallah alaihi wasalam-.


Yang menjadi perhatian, bahwa kebanyakan manusia bersemangat di awal


bulan dalam melakukan kebaikan, termasuk tilawah (membaca) al-Quran.


Akan tetapi begitu cepat futur (down) setelah beberapa hari berikutnya. Terlihat


menurun dari amal yang telah dilakukannya di awal.


Karenanya, siapa yang biasanya demikian, yang lebih utama baginya adalah


mengatur bacaannya, mengkhususkan setiap hari satu juz. Dengan demikian


dia akan mengkhatam al-Quran sekali di bulan ini. Seandainya dapat terus


dengan cara itu, dia akan dapat melakukannya di setiap bulan selama setahun.


Perkaranya kembali kepada kesungguhan dan kontinuitas.


Seandainya setiap muslim mengkhususkan untuk membaca empat halaman


setiap waktu dari waktu-waktu shalat yang lima waktu, maka dalam sehari dia


akan membaca dua puluh halaman. Ini sama dengan satu juz pada mushaf





yang ditulis lima belas baris setiap halamannya, seperti mushaf madinah annabawiah.


Dengan cara ini dia dapat melakukan amal dari amal kebaikan tanpa terputus.


Sebagaimana yang disabdakan Nabi -shalallah alaihi wasalam-.





"Amal yang paling dicintai Allah adalah yang berkesinambungan sekalipun


sedikit."


[HR. al-Bukhari no.5861, Muslim no.1861. dan ini lafal Ahmad 27061, 27097]


Perkara kedua:


Amat baik bagi siapa yang membaca al-Quran -secara umum- atau yang


membacanya di bulan Ramadhan -secara khusus- untuk memiliki tafsir


mukhtashar (tafsir singkat) agar tahu makna yang telah dibacanya. Yang


demikian lebih terasa ketika membaca dan sensitif dengan rasa bacaan. Orang


yang mengerti tidak sama dengan yang tidak mengerti.


Begitu pentingnya perkara ini, tapi engkau dapati kebanyakan pembaca al-


Quran melalaikannya. Jika qôri (pembaca al-Quran) mengkhususkan diri


membaca kitab tafsir singkat yang dijadikannya rujukan setelah aktivitas


harian, sungguh dia telah mengerti banyak akan makna al-Quran.


Kaum muslimin pada masa ini begitu perhatian untuk menulis tafsir


mukhtshar (tafsir singkat). Engkau dapati di sebagian negeri kaum muslimin


seperti negara dua tanah suci, Kementrian Urusan Islam dan Kitab telah


menerbitkan "Tafsir Al-Muyassar", kitab yang sesuai dengan namanya. Tafsir


ini sekalipun tujuannya adalah terjemah (makna), tetapi faedahnya umum bagi


siapa saja yang ingin mengetahui makna jumali (menyeluruh) akan ayat-ayat


al-Quran. Besarnya upaya yang telah dituangkan dan nilai ilmiah yang


dikandungnya tidak diketahui kecuali bagi siapa yang memperdalam dan


bergelut dengan ikhtilaf (perbedaan pandang) ahli tafsir.


Maksud dari semua ini adalah hendaknya seorang muslim berupaya untuk


memiliki tafsir dari mukhtasorôt (tafsir singkat/sederhana) yang senantiasa


dibacanya sebagaimana membaca al-Quran. Agar terkumpul padanya pahala


bacaan dan kepahaman makna sekaligus.


Perkara ketiga:


Ketika tengah membaca al-Quran, biasanya barulah muncul pada penuntut


ilmu -secara khusus- faedah-faedah atau problema-problema. Dalam hal ini


hendaknya segera mencatatnya agar tidak hilang.


Sesungguhnya al-Quran tidak pernah habis keajaibannya. Dan tidak


diciptakan dengan banyak kemusykilan. Karena dia adalah al-Quran al-Majid





(yaitu: memiliki kemuliaan, kelapangan dan keutamaan pada asal kata dan


maknanya.) Demikian pula yang terkait dengan makna-makna dan pendalilan.


Menggunakannya sebagai dalil merupakan kemuliaan sebagaimana kemuliaan


al-Quran itu sendiri. Dia begitu luas tanpa batas karena kemegahan kitab


tersebut.


Jika demikian keadaannya, engkau dapat membayangkan: berapa banyak


faedah yang akan didapatkan oleh penuntut ilmu seandainya setiap orang yang


berilmu menulis apa yang ia dapatkan dari tadabur (perenungan) atau


problema-problema ketika membaca Kitabullah -ta'âla-.


Perkara keempat:


Sesungguhnya membaca pada malam hari termasuk ibadah yang bermanfaat.


Berapa banyak ibadah yang tidak muncul kelezatannya kecuali di waktu gelap.


Karenanya waktu yang paling penting sepertiga malam terakhir, sebagaimana


yang disabdakan Rasulullah -shalallah alaihi wasalam-:





"Allah -ta'âla- setiap malam 'turun' ke langit dunia dan berkata: "Adakah orang


yang meminta, maka akan aku beri?, adakah yang memohon ampun, maka akan


aku ampuni?"


[HR. Ahmad 98411, 17200]


Kita banyak lalai dengan ibadah malam, khususnya di bulan Ramadhan –


padahal kita sering bergadang-. Merupakan kerugian besar bagi siapa yang


diharamkan menikmati lezatnya ibadah malam.


Maka singsingkan lengan bajumu, susullah mereka yang telah lebih dulu


menyingsingkan lengan bajunya sebelummu. Dalam hal ini janganlah jadi


pengekor, tetapi jadilah yang terdepan. Semoga Allah -ta'âla- memberikan


taufiknya kepada saya dan anda sebagaimana yang dicintai dan diridai-Nya.


Jika seorang muslim memenej dirinya untuk membaca al-Quran setiap malam,


sungguh dia akan terikat dengan peribadatan kepada Allah. Dan pada malammalam


itu dia tidak termasuk orang yang lalai. Semoga Allah tidak menjadikan


kita sebagai orang yang lalai.


Yang sering luput dari benak kita dari keseharian, yaitu penerangan malam


yang mengalihkan malam menjadi seolah siang. Dengan demikian beralih


pulalah fitrah Allah yang telah ditetapkan atas manusia dengan menjadikan


malam sebagai masa istirahat.


Saya katakan, sesungguhnya telah lenyap dari kita kelezatan ibadah di waktu


gelap. Karenanya, jika seorang muslim mencoba membaca al-Quran dari


hafalannya atau shalat nafilah malam tanpa lampu, sesungguhnya hal itu akan


    


menguatkan semangat dan konsentrasinya, karena aktivitas mata dapat


menyibukkan bacaan dan shalat.


Siapa yang mencoba ibadah di saat gelap, akan mendapatkan kelezatan


melebihi kelezatan di tempat bercahaya.


Perkara kelima:


Di antara faedah shalat tarawih Ramadhan adalah mendengar bacaan al-Quran


dari penghafal al-Quran, pemilik suara yang merindu, yang bacaannya


memberi pengaruh dan membekas di hati. Jika ada yang seperti itu, teruslah


shalat bersamanya. Ketahuilah bahwa manusia dalam menerima suara


berbeda-beda. Janganlah mencela qôri (pembaca al-Quran) bila dia tidak


membuatmu takjub, karena hal itu termasuk ghibah (bergunjing). Jagalah


untuk tetap pada qôri yang engkau dapati manfaat dari bacaannya. Hal ini


dianjurkan, maksudnya mendatanginya untuk shalat di belakangnya.


Berikut adalah penyelewengan sebagai faedah dan pengingat, yang saya


tujukan kepada imam-imam masjid yang mulia, yang mengimami manusia


dalam shalat tarawih, yang telah Allah anugerahi dengan hafalan dan suara


yang bagus serta mampu memberi pengaruh dengan bacaannya kepada


manusia. Saya katakan kepada mereka:


"Jagalah agar pengaruh bacaan kalian terhadap manusia adalah saat


memperdengarkan ucapan Rabb kalian (Kalamullah). Hindarilah


menjadikan pengaruhnya hanya dalam doa qunut saja, karena yang


demikian itu salah besar. Ketika kalian sengaja melakukannya berarti


engkau telah menanamkan kesalahan itu kepada manusia. Bagaimana


mempengaruhi manusia dengan ucapan manusia, dan tidak terpengaruh


dengan ucapan Tuhan semesta alam. Subhanallah, bukankah hal itu


perkara yang aneh?! Perlu untuk dipelajari dan dicarikan solusinya?


Tidakkah anda perhatikan sebagian imam yang merubah nada suaranya dan


melakukan lantunan dalam qunut untuk menghanyutkan hati makmum dan


mengajak mereka untuk menangis dan khusyuk'?


Mengapa hal itu tidak dilakukan ketika membaca Kalamulah -subhanahu


wata'âla-, kenapa hal itu tidak dilakukan ketika memperdengarkan Kalamulah -


subhanahu wata'âla-?!


Pengaruh al-Quran membuat pendengarnya kehilangan kata-kata, membuat


khusyuk jiwa-jiwa orang saleh dan melambungkan ruh-ruh yang suci. Jagalah


agar kekhusyukan dan pengaruhnya berasal dari Kalamulah, yang berfirman


dari atas langit yang tujuh, yang didengar oleh Jibril, utusan Robbul Barriyyât,


yang kemudian diperdengarkannya kepada sebaik-baik makhluk, Muhammad -


shalallah alaihi wasalam-.


Saat shalat engkau tengah mendengar apa yang difirmankan Allah dari iliyyin


(tempat tertinggi), tidakkah itu cukup untuk menghadirkan hati, meremangkan


bulu roma untuk kemudian menjadikan hati lembut dan menjadi tenang.








Sungguh ia adalah Kalamulah, sungguh ia adalah Kalamulah, maka


mengertilah akan makna kata ini wahai muslim.


Perkara keenam:


Banyak orang bertanya bagaimana cara agar respons dengan al-Quran. Kenapa


kita tidak khusyuk dalam shalat ketika mendengar Kalamullah?


Tidak diragukan bahwa hal itu berpulang pada banyak faktor, yang paling


nyata adalah dosa-dosa dan kesalahan yang membebani pundak kita.


Meskipun demikian, musti ada sedikit banyak pengaruh al-Quran, sekalipun


kecil. Apakah ada jalan untuk itu?


Jauh dari kemaksiatan, memperbaiki hati serta menyibukkan diri dengan


ketaatan adalah jalan agar respons dengan al-Quran. Seberapa besar kadar


perbaikan yang dilakukan, akan sebesar itu pula pengaruhnya.


Responsif ketika membaca al-Quran memiliki sebab yang bermacam-macam,


bisa dikarenakan keadaan orang itu sedang merasa rendah hingga hatinya siap


untuk menerima karunia Robb -subhanahu wata'âla-.


Siapa yang bersegera hadir di masjid untuk shalat jumuat lalu melaksanakan


shalat sunah sebanyak yang dikehendakinya, kemudian berzikir kepada Allah


dan membaca Kitabullah, lalu mendengar khutbah, maka hatinya akan lebih


respons terhadap Kalamulah dari pada orang yang datang terlambat, tergesagesa


karena takut tertinggal shalat. Dengan ketergesaannya itu bagaimana


jiwanya akan tenang dan hatinya akan tenteram sehingga dapat memahami


Kalamulah dan meresapi makna-maknanya?!


Siapa yang telah membaca tafsir dari ayat-ayat yang dibaca oleh imam dan


dapat menghadirkan maknanya di pikirannya, maka pengaruhnya akan lebih


besar daripada yang tidak mengerti maknanya. Siapa yang melakukan


sejumlah ketaatan sebelum shalatnya, maka kekhusyukan dan kedekatan


hatinya dengan Kalamulah melebihi yang tidak melakukannya.


Engkau dapati mereka yang dulunya berlumur maksiat lalu Allah beri hidayah


begitu menikmati dan merasakan kelezatan Kalamullah. Engkau dapati mereka


khusyuk dan menangis. Hal itu tidak lain karena berubahnya keadaan hati


mereka dari kerusakan menjadi baik. Jika hal ini terjadi pada mereka yang


sebelumnya rusak, maka bagi yang telah lebih dulu melakukan kebaikan


tentunya lebih dapat mengupayakannya, mencari apa-apa yang dapat


menolongnya untuk khusyuk dan respons terhadap Kalamulah.


Perkara ketujuh:


Banyak yang bertanya, bagaimana aku menjaga ketaatanku yang telah Allah


anugerahkan di bulan Ramadhan? Bersama berlalunya bulan, cepat sekali aku


kembali meninggalkan ketaatan yang telah aku rasakan kelezatan dan


manisnya saat melaksanakannya?





Sesungguhnya Rasulullah -shalallah alaihi wasalam- telah menggambarkan


kepada kita manhaj (metode) yang jelas dalam setiap amal. Beliau telah


menjelaskan dengan sabdanya:





"Amal yang paling dicintai Allah adalah yang berkesinambungan sekalipun


sedikit."


[HR. al-Bukhari no.5861, Muslim no.1861. dan ini lafal Ahmad 27061, 27097]


Jika kita mengamalkan hadits ini dalam seluruh ibadah kita, sungguh ibadah


kita akan banyak yang terjaga. Tetapi ketika kita seperti pengendara yang


tergesa-gesa, tidak akan ada etape yang terlampaui karena di tengah jalan


terpaksa berhenti kelelahan dan tidak ada tunggangan karena ia sudah tidak


lagi berdaya akibat oper kecepatan di awal.


Jika seorang muslim membatasi ibadah hariannya dengan sedikit amal harian,


yang dia tambah ketika sedang bersemangat, dan kembali kepada batasannya


yang sedikit ketika futur (turun semangat), tentu itu bermanfaat baginya.


Mudawwamah (kontinuitas) dalam ibadah walaupun sedikit lebih baik daripada


melakukannya dalam jumlah banyak tetapi dalam rentang waktu berjauhan


atau meninggalkannya sama sekali.


Siapa yang melaksanakan faroid (kewajiban) dan konsekuen melaksanakan


sunan rawatib lalu menambahnya dengan ibadah lain yang dia kehendaki,


sesungguhnya dia termasuk yang dicintai Allah, sebagaimana yang dikatakan-


Nya dalam hadits qudsi:





"Senantiasa hamba-Ku mendekat kepada-Ku dengan nawafil (ibadah sunah)


hingga Aku mencintainya"


[HR. al-Bukhari no.6502. Ahmad 26947]


Menjaga shalat malam dengan tidak tidur sebelum shalat tiga rakaat, meskipun


dengan shalat yang ringan. Jika merasa bersemangat ditambah, tapi jika tidak,


tetap dengan tiga rakaat.


Dalam membaca al-Quran berpatokan dengan satu juz setiap hari. Bila


sempurna satu bulan dia telah khatam al-Quran.


Pada puasa berpatokan pada tiga hari setiap bulan. Jika mampu untuk


ditambah maka ditambah, tapi tidak kurang dari tiga hari.


Dalam nafkah berpatokan pada jumlah tertentu –sekalipun kecil-, dan tidaklah


berlalu bulan melainkan dia telah menafkahkannya.


Demikian pula dengan ibadah-ibadah lain, berpatokan pada asal yang sedikit


dan menambahnya ketika sedang bersemangat. Jika semangatnya menurun,








dia kembali kepada sedikit yang dipatoknya. Sehingga dia tetap dalam


ibadahnya tanpa beban, merasa berat, lupa dan melalaikannya.


Saya meminta kepada Allah memberi taufik kepada kita terhadap apa-apa yang


dicintai dan diridainya, dan menjadikan kita termasuk mereka yang berucap


dan berbuat.


Jika engkau renungi, bulan Ramadhan sudah menjadi seperti stasiun yang


dijadikan manusia sebagai penambah bahan bakar. Ia adalah stasiun orangorang


saleh yang bersuka cita dengan kehadiran bulan ini dan


menggunakannya untuk mengumpulkan perbekalan dengan beribadah di


dunia untuk surga di akhirat. Dia adalah satu-satunya tempat pengasuhan


pendidikan yang dimasuki oleh setiap muslim, orang-orang baiknya, yang


salehnya juga pelaku maksiatnya. Apakah kita dapat memanfaatkan bulan ini?


Terakhir:


Saya meminta kepada Allah memberi kita taufik dan ketegaran, agar Allah


mengangkat bala bencana dari umat ini, dan memberi petunjuk pemimpin kita


kepada apa yang dicintai dan diridai-Nya. Memperlihatkan kepada kita


kemenangan kaum muslimin dalam segala aspek kehidupan pada bulan ini,


sesungguhnya Dia berkuasa dan mampu akan hal itu. Akhir doa kami adalah


segali puji bagi Allah, Tuhan semesta alam.



Tulisan Terbaru

Keutamaan Puasa Enam ...

Keutamaan Puasa Enam Hari Syawal Shawal