Artikel




Hukum-hukum Seputar Tahiyatul Masjid


Segala puji bagi Allah, Tuhan semesta alam. Shalawat dan salam atas Nabi


terakhir yang tidak ada lagi nabi setelahnya. Yang senantiasa beribadah kepada


Tuhan-nya sebagaimana yang diwajibkan dan yang menunjukkan umatnya


kepada syariat yang sempurna.


Adapun selanjutnya :


Sesungguhnya orang yang memperhatikan kenyataan saat ini akan


mendapatkan bahwa kebanyakan dari mereka yang beribadah dan mendekatkan


diri kepada Allah, begitu peduli dengan ibadah maaliah (yang bersifat materi) dan


badaniah (fisik). Hanya saja sebagiannya atau boleh dikatakan kebanyakannya


awam dengan hukum-hukum (aturan) ibadah tersebut. Baik itu ibadah


badaniah seperti shalat dengan berbagai ragamnya atau ibadah maaliah seperti


zakat atau juga haji.


Oleh karena itu Engkau dapati di antara mereka ada yang tidak mengetahui


ibadah kecuali hanya sifat dan gerakannya saja. Bila menemui sedikit kendala


hukum syar'i sehingga bingung dan galau, barulah mencari orang alim (ulama)


atau mufti untuk dihilangkan kendalanya hingga selesailah apa yang menjadi


permasalahnya.


Meskipun (bertanya kepada ulama) adalah suatu keharusan, tetapi yang


semustinya sebagai pemeluk Islam adalah memiliki pengetahuan mengenai


hukum-hukum tersebut, agar mendapati keutamaan seperti yang telah


disabdakan oleh Rasulullah :





"Siapa yang Allah kehendaki kebaikan padanya, Allah fahamkan dia dalam


urusan agama." 1


Agar beribadah kepada Allah di atas ilmu dan petunjuk.


Sudah barang tentu hal ini tidak dapat dicapai oleh sebagian orang. Namun


sebagai bentuk kepedulian akan penyebaran ilmu, mengharap keutamaannya


serta mengingat banyaknya perkara-perkara (yang musti dibahas), maka saya


meminta pertolongan kepada Allah, pemilik ilmu dan keutamaan untuk meneliti


sebagian masail (perkara-perkara) dengan mengumpulkan hukum-hukum (yang


terkait dengannya) yang ditujukan untuk setiap muslim dengan metode yang


mudah, sederhana dan ringkas. Bersandar kepada dalil syar'i dan berpedoman


pada penelitian para ahli ilmu (ulama) guna menyingkronkan antara masail


(perkara-perkara) dan hukum-hukumnya. Sekaligus menyertakan catatan kaki


yang menunjukkan sumber-sumber penukilan bagi siapa yang ingin menggali


lebih dalam dan mengeceknya.


1 Hadits riwayat al-Bukhari dan Muslim.


4


Diantara tema-tema tersebut adalah Tahiyatul Masjid yang dengannya kita


beribadah kepada Allah. Memohon kepada Allah pertolonggan dan ketepatan


agar menunjukkan saya kepada jalan hak dan kebenaran.


Ya Allah, tunjukkan kami kepada amal dan akhlak yang terbaik, karena


sesungguhnya tidak ada yang dapat menunjukkan kepada yang terbaik selain


Engkau. Dan jauhkan kami dari keburukan, sesungguhnya Engkau


Mahamendengar dan Mahamengabulkan doa.


Penjelasan Mengenai Hukum Tahiyatul Masjid


Pengertian Tahiyatul Masjid Dan Penjelasan Hukumnya


Shalat Tahiyatul masjid jumlahnya dua rakaat. Dikerjakan oleh orang yang


masuk ke dalam masjid. Hukumnya sunnah secara Ijma (kesepakatan) bagi


orang yang masuk masjid. Yang demikian menurut keumuman berita-berita


(yang sampai).2


Siapa Yang Dikecualikan Mengerjakan Tahiyatul Masjid?


Khatib jumu'at (penceramah jum'at) dikecualikan (dari melakukan dua rakaat


tahiyatul masjid) jika dia masuk untuk berkhutbah jumu'at. Demikian pulu


qoyyum al-Masjid yaitu orang yang mengurus masjid karena sering keluarmasuk


masjid sehingga dapat memberatkannya. Juga tidak disunnahkan bagi


orang yang masuk masjid ketika imam sedang melaksanakan shalat maktubah


(shalat wajib yang lima waktu) atau setelah iqomat shalat dikumandangkan,


karena shalat wajib telah menggantikan tahiyatul masjid.3


Sebagian ulama berpendapat istihbab (disukainya) mengulang-ulang tahiyatul


masjid setiap kali masuk masjid. Pendapat ini diambil oleh an-Nawawi dan


dipilih oleh Syaikh Islam Ibnu Taymiah, yang juga merupakan pendapat kuat


Madzhab Hanbali.4


As-Syaukani t berpendapat bahwa tahiyatul masjid disyari'atkan meskipun acap


kali keluar-masuk masjid sebagaimana zahir hadits.5


Wallahu a'lam.


Hikmah Disyari'atkannya Tahiyatul Masjid


Tahiyatul masjid tergolong sebagai penghormatan terhadap masjid. Seolah


menduduki ungkapan salam ketika masuk ke suatu tempat, sebagaimana


seorang yang memberi salam kepada sahabatnya ketika bertemu.


2 Lihat Fathul al-Baary 2/407.


3 Subul as-Salam 1/320.


4 Al-Majmu 4/75.


5 Nail al-Authar 3/70.


5


An-Nawawi t berkata, "Sebagian yang lain mengibaratkannya dengan memberi


salam kepada pemilik masjid. Karena maksud dilakukannya tahiyatul masjid


adalah mendekatkan diri kepada Allah, bukan kepada masjid; sebab seseorang


yang masuk ke rumah orang lain, yang diberi salam adalah pemiliknya bukan


rumahnya.6


Perkara-Perkara Terkait Tahiyatul Masjid


Perkara pertama:


Tahiyatul masjid disyari'atkan disetiap waktu, karena ia termasuk zawaatul


asbab (ibadah yang terkait dengan sebab). Inilah pendapat yang dipilih oleh


Syaikh Islam Ibnu Taymiah dan dikatakan oleh Majduddin Abu al-Burkan, Ibnu


al-Jauzi dan selain mereka.7


Pendapat ini juga yang dipilih oleh syaikh kami Muhammad bin Utsaimin dan


dia menshahihkannya8 juga Syaikh Ibnu Baz.9


Perkara kedua:


Waktu mengerjakan tahiyatul masjid adalah ketika masuk masjid sebelum


duduk. Jika dia sengaja duduk dan menyadarinya, tidak disyari'atkan baginya


kembali berdiri untuk mengerjakan shalat tahiyatul masjid karena waktunya


telah usai.


Perkara ketiga:


Seseorang yang masuk masjid karena tidak tahu atau lupa langsung duduk


sebelum shalat tahiyatul masjid, disyari'atkan baginya berdiri dan melaksanakan


dua rakaat tahiyatul masjid, karena bagi yang berudzur waktunya belum berlalu,


dengan syarat antara duduk dan shalatnya tidak berselang lama.10


Perkara keempat:


Hukum melaksanakan tahiyatul masjid adalah sunnah, berbeda dengan mereka


yang mengatakan wajib. An-Nawawi menyampaikan ijma (kesepakatan ulama)


akan hal itu. 11


Perkara kelima:


Ketika seseorang masuk masjid dan muadzin sedang mengumandangkan adzan,


yang disyari'atkan baginya adalah menjawab seruan adzan dan mengakhirkan


pelaksanaan tahiyatul masjid agar mendapatkan keutamaan menjawab seruan


adzan. Namun jika masuk masjid pada hari jum'at dan adzan khutbah (adzan


6 Hasyiah Ibnu Qoosim 2/252.


7 Lihat al-Inshoof 2/802, Al-Muharror 1/86, Nail al-Authaar 3/62 dan Al-Fatawa oelh Ibnu


Taymiah 23/219.


8 Lihat As-Syarh al-Mumti' 4/179.


9 Lihat Fatawa Muhimmah yang berhubungan dengan shalat.


10 Lihat Fath al-Baary 2/408.


11 Nail al-Authaar 3/68.


6


kedua) telah dimulai, hendaknya mendahulukan tahiyatul masjid daripada


menjawab seruan adzan, karena mendengar khutbah lebih penting.12


Perkara keenam:


Siapa yang masuk masjid pada hari jum'at dan imam sedang berkhutbah,


disunnahkan baginya melakukan shalat dua rakaat tahiyatul masjid dan


meringankannya (tidak memanjangkan). Makruh (dibenci) jika


meninggalkannya.13 Hal ini sebagaimana hadits:





"Janganlah duduk sebelum melakukan shalat dua rakaat."14


Dan hadits:





"Hendaklah melakukan shalat dua rakaat dan meringankan keduanya (tidak


memanjangkannya)."15


Adapun jika khatib sudah hampir selesai dari khutbahnya, dan orang yang


masuk yakin jika dia melaksanakan shalat tahiyatul masjid dia tidak akan


mendapat rakaat pertama shalat jumu'at, maka hendaknya berdiri sampai


dikumandangkan iqomat shalat dan tidak duduk, agar jangan sampai duduk


sebelum shalat tahiyatul masjid.


Perkara ketujuh:


Tahiyatul masjid untuk Masjid al-Haram (Mekkah) adalah towaf menurut


kebanyakan ahli fiqih. An-Nawawi berkata: "Tahiyatul Masjid al-Haram adalah


towaf bagi mereka yang datang, adapun bagi mereka yang mukim (tinggal di


Mekkah) baik Masjid al-Haram atau masjid yang selainnya adalah sama. 16


Boleh jadi maksud (perkataan an-Nawawi) adalah bagi mereka yang tidak


bermaksud melakukan towaf. Adapun bagi mereka yang ingin towaf, maka


towafnya itu sudah menggantikan dua rakaat tahiyatul masjid. Ini lah pendapat


yang benar. 17


Perkara kedelapan:


Shalat sunnah raatibah qobliah18 sudah menggantikan tahiyatul masjid. Karena


maksud dari tahiyatul masjid adalah agar orang yang masuk masjid memulai


dengan shalat, dan itu sudah terdapat pada shalat sunnah raatibah yang


dilakukannya. Jika dalam shalatnya dia berniat melakukan shalat tahiyatul


masjid dan sunnah raatibah atau tahiyatul masjid dan shalat fardhu (shalat


12 Al-Inshaf 1/427.


13 Al-Fatawa oleh Ibnu Taymiah 23/219.


14 Diriwayatkan oleh al-Bukhari no.1163, Muslim no.714.


15 Hadits riwayat al-Bukhari no.931 dan Muslim no.875.


16 Fath al-Baary 2/412.


17 Lihat Hasyiah Ibnu al-Qoosim 2/487.


18 Shalat sunnah yang mengikuti shalat wajib yang dikerjakan sebelumnya.


7


wajib yang lima waktu), maka dia telah mendapat semuanya. An-Nawawi


berkata: "Tidak ada yang menyelisihi pendapat ini."19


Perkara kesembilan:


Tahiyatul masjid tidak cukup hanya dengan satu rakaat. Tidak pula tergantikan


oleh shalat jenazah, sujud tilawah atau sujud sukur.20


Perkara kesepuluh:


Jika imam masjid mencukupkan diri dengan shalat maktubah21 dari pada


mengerjakan tahiyatul masjid (ketika masuk masjid) karena dekatnya waktu


iqomat shalat, hal itu sudah cukup.22


Dari Jabir bin Samuroh, dia berkata, "Dahulu Bilal menyerukan adzan jika


matahari telah tergelincir sampai Nabi  keluar23. Ketika Nabi keluar Bilal segera


menyerukan iqomat seketika melihat beliau.24


Apabila imam ingin duduk, disyari'at melakukan shalat tahiyatul masjid seperti


yang lainnya. Sebagaimana keumuman dalil-dalil yang ada25.


Didalam hadits Nabi :





"Jika salah seorang di antara kalian masuk ke dalam masjid, maka janganlah


duduk sampai melaksanakan shalat dua rakaat.”26


Jika melaksanakan shalat di tempat terbuka, maka tidak ada shalat tahiyatul


masjid,27 kecuali jika singgah di suatu masjid dalam perjalanannya. Pada saat


itulah dia boleh melakukannya. Jika diniatkan tahiyatul masjid dan shalat


faridhah secara bersamaan hal itu lebih benar.


Perkara kesebelas:


Tidak disyari'atkan bagi imam melakukan shalat tahiyatul masjid sebelum shalat


jumu'at atau shalat 'Id. Hendaknya memulai dengan khutbah ketika jum'at28 dan


dengan shalat ketika 'Id (pada hari 'Id), karena demikianlah yang dilakukan Nabi


.


19 Lihat Kasysyaf al-Qonaa' 1/423.


20 Lihat Kasysyaf al-Qonaa' 1/424.


21 Shalat wajib yang lima waktu.


22 Subul as-Salaam no.1329.


23 Keluar dari rumahnya berarti masuk ke dalam masjid, karena rumah Nabi  bersebelahan


dengan masjid.


24 Hadits riwayat Muslim dan Abu Dawud.


25 Lihat perkara berikutnya.


26 Hadits riwayat al-Bukhari no.444 dan Muslim no.764.


27 Al-fawakih al-A'didah 1/99.


28 Lihat al-Majmu 4/448.


8


Sedangkan makmum disyari'atkan melakukan tahiyatul masjid29 di tempat


penyelenggaraan shalat 'Id sebelum duduk, sebagaimana keumuman dalil-dalil


yang ada. Sama saja apakah shalat 'Id dilaksanakan di majid atau di mushola,


karena tempat itu dihukumi seperti masjid.


Hal ini sebagaimana dalil yang terdadpat pada hadits Ummu 'Athiah –semoga


Allah meridoinya-, dia berkata, "Nabi memerintahkan kami para gadis dan yang


haidh agar keluar menghadiri pelaksnaan shalat dua hari raya ('Idul Fitri dan


'Idul Adha) untuk menyaksikan kebaikan dan dakwah kaum muslimin, dan bagi


yang haidh hendaknya berada diluar mushala.30


Atas dasar inilah Syahikh kami, Muhammad bin Utsaimin berpendapat, yang


juga merupakan pendapat Madzhab Syafi'i31 dan dishahihkan oleh penulis al-


Inshaf dan al-Furuu'32.


Perkara kedua belas:


Disunnahkan bagi yang telah selesai mengerjakan shalat faridhah (di tempatnya)


kemudian datang ke suatu masjid yang sedang melaksanakan shalat berjamaah


agar ikut melakukan shalat bersama mereka. Sebagaimana sabda Nabi ,





"Jika kalian berdua telah melaksanakan shalat ditempat kalian, kemudian datang


ke masjid (yang sedang melaksanakan shalat) jamaah, maka shalatlah bersama


mereka, karena sesungguhnya shalat kalian itu adalah nafilah (ibadah sunnah).33


Dengan demikian, shalat faridhah yang dilakukannya cukup menggantikan


tahiyatul masjid, dan itu terhitung sebagai ibadah nafilah (sunnah). Sedang


shalat wajibnya adalah yang dia kerjakan pertama kali ditempatnya, karena


dengan shalat pertama itulah dia telepas dari kewajiban.


Perkara ini banyak terjadi pada masjid yang diselenggarakan disitu shalat


jenazah, pengajian dan sebagainya.


Barang siapa yang shalat bersama imam hendaknya menyempurnakan


shalatnya, sebagaimana keumuman sabda Nabi ,





"Apa yang kalian dapatkan (dari rakaat) maka (lanjutkan) shalat kalian, dan apa


yang luput dari kalian, maka sepurnakanlah." 34 Yang demikian ini lebih utama.


Jika dia hanya mendapatkan dua rakaat bersama imam, boleh salam


(menyelesaikan shalatnya) bersama imam. Adapun jika kurang dari itu, yang


sunnah adalah menyempurnakannya menjadi dua rakaat lalu salam.35


29 Telah dibahas mengenai shalat tahiyatul masjid bagi makmum.


30 Hadits ini diriwayatkan oleh al-Bukhari no.324 dan Muslim no.890.


31 As-Sarh al-Mumti' 5/205.


32 Lihat al-Inshaf 1/246.


33 Hadits riwayat at-Turmudzi no.219.


34 Hadits dikeluarkan oleh al-Bukhari no.636 dan Muslim no.602.


35 Asy-Syarh al-Mumti' 4/220.


9


Jika dia duduk setelah masuk masjid atau menunggu sampai usainya shalat


berjamaah hal itu adalah menyelisihi sunnah dan menunjukkan kebodohan


orang yang bersangkutan.


Kita meminta kepada Allah agar mengajarkan kita ilmu yang bermanfaat dan


memberi manfaat dengan ilmu yang telah kita pelajari, karena sesungguhnya Dia


pemilik kemurahan dan kemulian. Amin.


Shalawat dan salam atas Nabi kita Muhammad, keluarga dan seluruh


sahabatnya.



Tulisan Terbaru

Menjaga Shalat dan Kh ...

Menjaga Shalat dan Khusyuk dalam Melaksanakannya

Menjampi Air Termasuk ...

Menjampi Air Termasuk Ruqyah Yang Syar'i